Beranda / Romansa / RANTAI CINTA MAFIA KEJAM / Tekanan dan rahasia pewaris mafia

Share

RANTAI CINTA MAFIA KEJAM
RANTAI CINTA MAFIA KEJAM
Penulis: Chatrin

Tekanan dan rahasia pewaris mafia

PRANG!

"Dad, apa kau sedang bercanda?" Ucap Jia dengan nada kesal, sesaat setelah mengetahui semua kartu kreditnya di bekukan oleh sang Ayah. Bahkan namanya di blacklist di beberapa tempat yang menjadi kekuasaan saya Ayah.

Farold Hernso, menatap fokus layar komputer di depannya tanpa memedulikan Jia. Sejujurnya ia tak ingin melakukan hal itu pada Jia, tapi kelakuan Jia yang semena-mena membuat ia harus melakukannya demi membatasi pergerakan Jia.

"Dad! Ayolah jangan mengacuhkanku, aku paham apa yang kulakukan kemarin salah. Tapi kau tahu, kan. Jika aku hanya ingin bebas, aku ingin hidup normal Dad!" Jelas Jia dengan penuh penekanan.

Farold membuang nafas, ia pun melepas kacamatanya dan menatap Jia intens. Sebelum berkata, "Kau tahu apa yang barusan kau katakan Jia?"

"Ya, aku tahu. Maksudku-"

"Kau adalah anak seorang Mafia Jia, dan pemikiranmu sama sekali tidak bisa di wujudkan. Kita hidup dalam bahaya, tidak akan pernah tenang karena banyak musuh mengintai kita setiap saat. Jadi enyahkan pemikiranmu itu, dan belajarlah untuk memimpin kelompok." Jelas Farold dengan memotong perkataan Jia.

"Tapi aku tidak ingin memimpin kelompok!"

"Kau harus!"

"Kenapa harus aku Dad, apa kau tidak memiliki cukup orang yang kau latih agar layak untuk-"

"Karena dalam tubuhmu mengalir darahku!" Potong Farold lagi, dimana kata itu membuat Jia menggeram marah sebelum akhirnya keluar dari ruangan kerja sang Daddy.

Dengan perasaan kesal Jia kembali ke kamarnya, bahkan sang Mommy dilewatinya begitu saja. Karena rasanya ia muak dengan semua orang yang sangat patuh dengan perkataan Daddy, seakan perkataannya akan menjadi dosa jika di langgar.

Memuakan!

Jia tahu semua usaha yang ia lakukan tidak akan pernah berhasil, usaha untuk hidup normal hanyalah bahan candaan untuk semua orang yang terlibat dengan dengan Daddy.

"Memimpin kelompok? Itu tidak akan pernah terjadi Dad!" Kata Jia dengan penuh tekad, seraya menatap keluar jendela kamarnya. Karena sejujurnya ia sudah memiliki rencana untuk kabur dari sang Daddy, rencana yang tidak ada seorang, pun. Yang tahu, membuat keyakinannya untuk hidup normal semakin kuat.

Menutup tirai jendela, Jia membaringkan tubuhnya di atas kasur queen size miliknya. Terlelap dengan pemikiran panjang dan rumit, 30 menit berselang ...

Ceklek!

Pintu terbuka memperlihatkan Farold yang berjalan mendekati Jia yang tertidur pulas, duduk di samping ranjang ia membelai pelan kepala Jia penuh sayang. "Maafkan Daddy nak, tapi semua Daddy lakukan untuk keselamatanmu. Daddy juga ingin hidup normal tapi sayangnya itu tidak bisa, sekali lagi maafkan Daddy."

Cup!

"Mimpi indah." Sambung Farold dengan mengecup singkat ujung kepala Jia, sebelum keluar dari kamar. Tanpa menyadari bahwa Jia telah sepenuhnya sadar, ketika merasakan pergerakan pada kepalanya.

Sesaat setelah pintu tertutup, perlahan kelopak mata Jia terbuka. Menatap langit-langit kamarnya, tak pernah menyangka jika Daddynya akan datang meminta maaf. Namun meski itu terdengar tulus, Jia masih saja kecewa.

Meminta maaf adalah satu dari banyak hal yang ia harapkan dari Daddynya yang dingin dan terkesan arogan, tapi meminta maaf saat dirinya tertidur adalah sesuatu yang tak ia inginkan. 'Pengecut' tentu saja kata itu yang cocok untuk Daddynya yang tak pernah menunjukan secara langsung kecintaannya pada dirinya, sampai ia pun benci pada Daddynya meski tahu sikap lembut sang Daddy.

Beberapa saat merenung, membuat Jia tanpa sadar meneteskan air matanya. Sebelum akhirnya kembali menutup matanya, yang kali ini ia tertidur dengan perasaan campur aduk.

Keesokan harinya, Jia terbangun oleh suara ketukan pintu. Yang di ketahuinya adalah sang Mommy, dengan nampan makan di tangannya. Seperti biasa! Memuakan.

"Masuk." Ucap Jia, kemudian pintu terbuka seperti apa yang ia pikirkan.

"Jia ini sarapanmu sayang, Mommy-"

"Taruh di meja, dan keluar." Potong Jia tanpa memedulikan perasaan Mommynya yang mungkin saja bisa terluka, anggaplah Jia adalah anak tak tahu terima kasih.

Tapi satu hal yang perlu diketahui, bahwa sikap Mommynya tidaklah seperti yang terlihat.

"Nak, Daddymu berbicara dengan Mommy semalam. Hari ini akan ada pengiriman barang di dermaga, Daddy katanya ingin tahu apakah kau bisa ikut dengannya?"

"Apa Daddy tidak memberi tahu Mommy apa yang ku katakan padanya semalam? Aku hidup normal, yang berarti semua urusan mengenai pekerjaan Daddy tidak berhubungan denganku. Jadi Mom, keluar!" Tekannya pada akhir kalimatnya, yang membuat Mommynya keluar.

Rose Smith, tidak! Rose Harnso, Mommy Jia yang berasal dari salah satu keluarga Mafia yang di bantai sang Daddy. Jia penasaran, bagaimana bisa Mommynya jatuh cinta pada sosok Pria yang telah membunuh keluarganya dengan begitu sadis.

Sampai baru ingin memasuki kamar mandi, pintu terbuka dengan keras.

Brak!

"Jia! Apa yang kau lakukan pada Mommymu?" Pekik Farold dengan suara penuh amarahnya, setelah melihat istrinya yang keluar dari kamar Jia dengan menahan tangis.

Jia yang ingin memasuki kamar mandi di urungkannya, berbalik dan menghadap Daddynya yang terlihat jelas sedang marah. Tapi ia sudah terbiasa, sehingga ia tidak merasa takut meski Daddynya menekannya dengan aura penuh intimidasi miliknya.

"Memangnya apa yang kulakukan?"

"JIA!"

"APA!"

Plak!

"Luar biasa aku tidak tahu dimana letak kesalahanku dan Daddy sudah menamparku, seperti sebelumnya. Daddy selalu bertindak gegebah jika itu menyangkut Mommy!" Pekik Jia dengan suara yang melengking tinggi, sampai terdengar oleh beberapa orang yang lewat.

Farold meredam amarahnya, ia mendekati Jia dan menarik pergelangan tangannya. Menyeretnya keluar dari kamar, turun ke lantai satu dengan paksa.

Dimana aksinya itu membuat beberapa orang di rumah itu menatapnya dengan berbagai pandangan, namun mereka sudah cukup terbiasa melihat pemandangan kasar sang Tuan pada sang Putri yang nampaknya tidak pernah jera.

"Pegang senjatanya Jia!" Ucap Farold yang menyerahkan senjata api miliknya pada Jia, namun malah di tepis oleh Jia. "Jia!"

"Aku tidak mau, jangan memaksaku!"

"Pegang atau masuk ke penjara bawah tanah!"

Jia mengepalkan tangannya erat, saat ini semua anak buah Daddy menatapnya. Menunggu langkah yang akan ia ambil, Jia tidak ingin memegang pistol yang di sodorkan Daddynya. Tapi jika ia tidak melakukannya, maka rencananya untuk kabur dari rumah bisa gagal jika ia terkurung di penjara bawah tanah.

"Baiklah, sekarang ikut Daddy ke penjara-"

"Sial! Berikan pistolnya."

Farold menatap Jia, untuk sesaat ia tidak mempercayai pendengarannya. Di detik berikutnya pistol pada tangannya telah berpindah pada tangan Jia, membuat semua orang menatapnya tak percaya.

Masalahnya Jia memegang pistol dengan biasa, "sudah ku pegang, lalu apa?" Tanya Jia tanpa memandang Daddynya.

"Arahkan di mana saja, lalu tembak."

"Apa?! Bagaimana jika aku melukai-"

"Tembak Jia!" Potong Farold yang seakan tak peduli jika Jia melukai seseorang, yah... Begitupun dengan para bawahannya yang seakan pasrah jika diri mereka tertembak.

Jia membuang nafas, kalau boleh jujur ini bukan pertama kalinya Jia memegang senjata. Ia cukup ahli dalam senjata api, tapi fakta bahwa dirinya berlatih tanpa di ketahui Daddynya membuat dirinya di perlakukan layaknya seorang pemula.

Ia tidak ingin mengungkapkan jati dirinya yang mahir dalam senjata api, tapi ia juga tidak ingin melukai seseorang hanya karena rahasia yang tak ingin di ungkapnya.

"Jia!"

DOR!

DOR!

DOR!

Terpana, kaget, dan berbagai ekspresi kekaguman lainnya di layangkan semua orang teemasuk Daddynya, yang menatap Jia dengan pandangan tak percayanya.

Pasalnya Jia menembak 3 balon lampu di rumah itu dengan tepat, "Jia kau bisa menembak?"

Jia diam...

"Jujur pada Daddy, Jia?!"

Jia membuang muka, "Cih, bukan urusanmu Dad." Lalu pergi dari tempat itu dengan melepar asal pistol yang sedari tadi ia pegang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status