Share

Dirinya yang lain

Revandro tak dapat menahannya lagi, jujur saja mendapat tatapan sayu dari Wanita di depannya membuat dirinya tenggelam dalam kabut gairah.

Membalikan tubuhnya, Revandro terlihat berjalan menuju lemarinya. Namun seakan tahu apa yang akan dilakukan Revandro, Jia sontak menahan tangan Pria itu.

"Mau kemana?" Tanya Jia berbasa-basi.

"Tentu saja mau mengambil sesuatu yang dapat membuatmu puas nantinya."

Wow perkataan yang sangat absurd, akhirnya Revandro menunjukan sifat buayanya juga ya. Jia jadi bertanya-tanya, apakah memang benar jika semua Pria itu sama saja?

"Hentikan, aku tidak membutuhkan kepuasan. Jadi tolong hentikan apapun yang ingin kau lakukan,"

Revandro tersenyum kecil, "bagaimana jika aku tidak mau mendengarmu hmm?"

"Kau ingin memaksakan kehendakmu?"

"Bagaimana ya, soalnya dramamu beberapa saat yang lalu sedikit memancingku. Bukankah kau harus bertanggung jawab padaku?"

Deg!

Sial! Sepertinya Jia tengah melihat senjata yang berbalik menyerangnya, bibir Jia menjadi kelu karena tak dapat menjawab.

"Jia,"

"Hmm?"

"Maukah kau menganggap ini sebagai mimpi? Anggaplah ini tidak nyata, sehingga ketika kau terbangun tidak akan ada penyesalan. Karena semua ini hanya mimpi, bisakah?" Tatapan Revandro mengartikan sebuah permohonan yang dalam, bahwa dirinya tengah putus asa.

Haruskah Jia menganggap ini mimpi? Tapi rasanya ini tidak benar, karena jika ia salah mengambil keputusan. Penyesalan hanya akan menjadi bagian dari kehidupannya, dan itu buruk.

"Sweatheart, percayalah. Aku akan menikahimu besok ketika pada akhirnya kau menyesal, ketika pada akhirnya semua sudah menjadi bubur. Aku akan menjadi Priamu, Suamimu-"

"Tapi aku tidak ingin menjadi istrimu, lalu bukankah saat ini belum terlambat untuk membuat nasi menjadi bubur?" Potong Jia.

Revandro hampir tak bisa menahan diri, tapi Pria itu terlihat menahan diri sekali lagi untuk menghormati Jia. Alhasil Revandro terbaring di samping Jia, menutup matanya dengan menahan hasrat membara yang keluar begitu saja.

Keringat dingin keluar, bersama dengan nafas memburu dengan gigi yang bergemelatuk.

Jia menatap Revandro, tersenyum kecil.

Pada akhirnya, Jia akan tetap menjadi sosok baim hati yang tidak akan tega melihat seseorang menderita di depan mata. "Sial!" Guman Jia pelan.

"Revandro-"

"Diamlah jika tidak ingin aku kehilangan kendali!" Tekan Revandro yang memotong perkataan Jia.

Jia terkekeh pelan, "Sayang sekali, padahal aku ingin menghentikan penderitaanmu." Ucap Jia dengan membalikan tubuhnya, membelakangi Revandro.

Sedangkan Revandro sontak membuka matanya menyadari lampu hijau dari Jia, mendekati Jia ia membalikan tubuh Jia. "Apa lampunya masih hijau?"

Revandro menatap sayu Jia, naik keatas Jia. Mengurung tubuh Jia di bawah tubuhnya, dengan sebelah tangan yang bergerak menyentuh wajah wanitanya. Berhenti pada dagunya, Revandro mengangkat wajah Jia untuk menghadapnya. Lalu mengarahkan jempol pada mulut Jia, "buka mulutmu," Pintanya yang dituruti oleh Jia.

Berikutnya ibu jari Revandro masuk kedalam mulutnya, menusuk lebih dalam. Meski begitu, Jia diam dengan tatapan yang tak lepas dari mata Revandro. Memilih untuk menahan rasa batuk akibat jari Revandro yang masuk terlalu dalam, setelah Revandro puas bermain-main dengan mulut Jia yang hangat. Ia menarik jarinya, berikutnya tangannya masuk kedalam jeans Jia. Bermain-main di area paling sensitif milik Jia.

Jia wanita normal, merasakan sesuatu yang asing bergerak pada area sensitifnya. Jia otomatis menutup matanya, berusaha menikmati setiap sentuhan yang Revandro berikan.

Jia hampir mencapai puncak, namun Revandro menghentikan aksinya.

"Sudah cukup main-mainnya, mari kita keinti dari permainan ini."

Diluar dugaan, diwaktu yang sama. Sosok lain yang berdiam dalam diri Revandro terbangun, Dia adalah alter ego milik Revandro. Sosok jahat, yang menjadi bagian dari setiap tindak kejahatan yang dilakukan Revandro.

Vier! Itu namanya.

Kemunculan Vier sontak merubah arti dari inti yang dimaksud Revandro, menatap dingin mata terpejam di depannya. Ia berkata, "apa kau siap untuk mati?"

Jia menyadarinya, tapi Wanita itu tidak berniat membuka matanya. Malah Jia berpikir untuk bermain-main sebentar, mengikuti alur yang dipikirkan sosok lain yang tak ia ketahui siapa itu.

"Mati dan tenggelam dalam kenikamatan yang kau buat, tentu saja aku siap." Jawabnya dengan penuh keyakinan, tentu saja dengan sedikit nada menggoda agar aktingnya semakin sempurna.

'Revandro kau harus memujiku nanti.' Pikirnya, ditengah situasi yang begitu mengancam nyawa.

Lucu sekali, Vier tertawa jahat.

Jemari-jemari panjang milik Revandro bergerak menyisir rambut lurus Jia, sebelum ia berujar... "Rambutmu indah sekali. Hitam, tebal, dan sangat wangi. Aku jadi ingin mencabut semua helainya dari kulit kepalamu dengan tanganku sendiri, lalu akan kujadikan hiasan dinding setelahnya."

Mengerikan sekali, Jia terkekeh dalam hati. Mungkin jika saat ini dirinya adalah wanita lain, mungkin Dia sudah menangis plus histeris.

Vier menggenggam erat rambut Jia, tidak sabar untuk menjambaknya hingga lepas dari kulit kepalanya.

"Boleh. Tapi sebagai gantinya kau harus mencongkel kedua bola matamu dan memberikannya padaku." Mata Jia terbuka, bertabrakan langsung dengan iris tajam milik Vier, Jia terkekeh pelan.

Bisa-bisanya Jia masih saja bercanda, apa ia bahkan tidak menyadari aura pembunuhan yang kental dari Pria di hadapannya?

"Kau bodoh sekali, atau itu permintaan agar aku langsung membunuhmu tanpa menyiksamu?"

"Begitukah, tapi kurasa kau yang bodoh." Balas Jia tak mau kalah, dasar wanita.

Vier mengeleng-geleng kecil kepalanya, tersenyum samar. Hampir tak terlihat. Berpikir betapa beraninya wanita di depannya ini mengatakan dirinya bodoh, ingatkan Vier untuk menjahit mulut Jia agar wanita itu tidak sembarang mengatai seseorang lagi.

"Sir, jangan bilang kau benar-benar bodoh." Tambah Jia dengan memanggil Revandro dengan sebutan Sir, agar terdengar jika dirinya memang merupakan orang asing yang akan menjadi korban Revandro.

Sialan, Jia benar-benar memamcing emosi Vier. Bisa-bisanya ia terus mengatainya bodoh, apalagi dengan nada mengejek yang terlihat jelas. Lama terdiam, membuat Jia terpikir sebuah ide jahil.

Yang benar saja, jahil disituasi saat ini? C'mon, Jia benar-benar dalam masalah.

"Jika dilihat-lihat, kau tidak begitu tampan ya? Mirip seperti Pria muda bau tanah, kau tahu yang sudah berumur tapi tidak pernah menikah." Sindir Jia dengan penghinaan tentunya.

"Atau kau-"

"Bisakah kau diam?" Potong Revandro cepat yang tidak tahan dengan segala macam ocehan yang keluar dari mulut Wanita di bawahnya saat ini. "Kau banyak bicara juga ternyata, dasar cerewet." Sambungnya.

"Tapi, kenyataanya aku ini pendiam." Sahut Jia. "Tapi bukan pendiam dalam artian positif, kau tahu aku diam karena muak dengan semua orang. Aku bosan dengan hidupku, kurang lebih seperti itu." Lanjutnya.

Menghadap keatas langit-langit kamar, menerawang. Entah apa yang Jia piikirkan, Vier tersadar akan perubahan raut wajah Wanita di depannya yang drastis.

Detik berikutnya Vier tersadar.

Sial! Sudah berapa lama waktu yang ia buang hanya untuk melandeni ocehan Wanita di bawahnya ini?

'C'mon Vier, ayo sekesaikan ini. Bunuh wanita sialan ini!' Pikir Vier.

"Jika aku mati, apa pada akhirnya aku bisa bebas? Karena sejujurnya aku benar-benar muak harus terkurung bersama dirimu yang lain, dirimu yang begitu menginginkanku menjadi pendampingnya,"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status