Revandro tak dapat menahannya lagi, jujur saja mendapat tatapan sayu dari Wanita di depannya membuat dirinya tenggelam dalam kabut gairah.
Membalikan tubuhnya, Revandro terlihat berjalan menuju lemarinya. Namun seakan tahu apa yang akan dilakukan Revandro, Jia sontak menahan tangan Pria itu. "Mau kemana?" Tanya Jia berbasa-basi. "Tentu saja mau mengambil sesuatu yang dapat membuatmu puas nantinya." Wow perkataan yang sangat absurd, akhirnya Revandro menunjukan sifat buayanya juga ya. Jia jadi bertanya-tanya, apakah memang benar jika semua Pria itu sama saja? "Hentikan, aku tidak membutuhkan kepuasan. Jadi tolong hentikan apapun yang ingin kau lakukan," Revandro tersenyum kecil, "bagaimana jika aku tidak mau mendengarmu hmm?" "Kau ingin memaksakan kehendakmu?" "Bagaimana ya, soalnya dramamu beberapa saat yang lalu sedikit memancingku. Bukankah kau harus bertanggung jawab padaku?" Deg! Sial! Sepertinya Jia tengah melihat senjata yang berbalik menyerangnya, bibir Jia menjadi kelu karena tak dapat menjawab. "Jia," "Hmm?" "Maukah kau menganggap ini sebagai mimpi? Anggaplah ini tidak nyata, sehingga ketika kau terbangun tidak akan ada penyesalan. Karena semua ini hanya mimpi, bisakah?" Tatapan Revandro mengartikan sebuah permohonan yang dalam, bahwa dirinya tengah putus asa. Haruskah Jia menganggap ini mimpi? Tapi rasanya ini tidak benar, karena jika ia salah mengambil keputusan. Penyesalan hanya akan menjadi bagian dari kehidupannya, dan itu buruk. "Sweatheart, percayalah. Aku akan menikahimu besok ketika pada akhirnya kau menyesal, ketika pada akhirnya semua sudah menjadi bubur. Aku akan menjadi Priamu, Suamimu-" "Tapi aku tidak ingin menjadi istrimu, lalu bukankah saat ini belum terlambat untuk membuat nasi menjadi bubur?" Potong Jia. Revandro hampir tak bisa menahan diri, tapi Pria itu terlihat menahan diri sekali lagi untuk menghormati Jia. Alhasil Revandro terbaring di samping Jia, menutup matanya dengan menahan hasrat membara yang keluar begitu saja. Keringat dingin keluar, bersama dengan nafas memburu dengan gigi yang bergemelatuk. Jia menatap Revandro, tersenyum kecil. Pada akhirnya, Jia akan tetap menjadi sosok baim hati yang tidak akan tega melihat seseorang menderita di depan mata. "Sial!" Guman Jia pelan. "Revandro-" "Diamlah jika tidak ingin aku kehilangan kendali!" Tekan Revandro yang memotong perkataan Jia. Jia terkekeh pelan, "Sayang sekali, padahal aku ingin menghentikan penderitaanmu." Ucap Jia dengan membalikan tubuhnya, membelakangi Revandro. Sedangkan Revandro sontak membuka matanya menyadari lampu hijau dari Jia, mendekati Jia ia membalikan tubuh Jia. "Apa lampunya masih hijau?" Revandro menatap sayu Jia, naik keatas Jia. Mengurung tubuh Jia di bawah tubuhnya, dengan sebelah tangan yang bergerak menyentuh wajah wanitanya. Berhenti pada dagunya, Revandro mengangkat wajah Jia untuk menghadapnya. Lalu mengarahkan jempol pada mulut Jia, "buka mulutmu," Pintanya yang dituruti oleh Jia. Berikutnya ibu jari Revandro masuk kedalam mulutnya, menusuk lebih dalam. Meski begitu, Jia diam dengan tatapan yang tak lepas dari mata Revandro. Memilih untuk menahan rasa batuk akibat jari Revandro yang masuk terlalu dalam, setelah Revandro puas bermain-main dengan mulut Jia yang hangat. Ia menarik jarinya, berikutnya tangannya masuk kedalam jeans Jia. Bermain-main di area paling sensitif milik Jia. Jia wanita normal, merasakan sesuatu yang asing bergerak pada area sensitifnya. Jia otomatis menutup matanya, berusaha menikmati setiap sentuhan yang Revandro berikan. Jia hampir mencapai puncak, namun Revandro menghentikan aksinya. "Sudah cukup main-mainnya, mari kita keinti dari permainan ini." Diluar dugaan, diwaktu yang sama. Sosok lain yang berdiam dalam diri Revandro terbangun, Dia adalah alter ego milik Revandro. Sosok jahat, yang menjadi bagian dari setiap tindak kejahatan yang dilakukan Revandro. Vier! Itu namanya. Kemunculan Vier sontak merubah arti dari inti yang dimaksud Revandro, menatap dingin mata terpejam di depannya. Ia berkata, "apa kau siap untuk mati?" Jia menyadarinya, tapi Wanita itu tidak berniat membuka matanya. Malah Jia berpikir untuk bermain-main sebentar, mengikuti alur yang dipikirkan sosok lain yang tak ia ketahui siapa itu. "Mati dan tenggelam dalam kenikamatan yang kau buat, tentu saja aku siap." Jawabnya dengan penuh keyakinan, tentu saja dengan sedikit nada menggoda agar aktingnya semakin sempurna. 'Revandro kau harus memujiku nanti.' Pikirnya, ditengah situasi yang begitu mengancam nyawa. Lucu sekali, Vier tertawa jahat. Jemari-jemari panjang milik Revandro bergerak menyisir rambut lurus Jia, sebelum ia berujar... "Rambutmu indah sekali. Hitam, tebal, dan sangat wangi. Aku jadi ingin mencabut semua helainya dari kulit kepalamu dengan tanganku sendiri, lalu akan kujadikan hiasan dinding setelahnya." Mengerikan sekali, Jia terkekeh dalam hati. Mungkin jika saat ini dirinya adalah wanita lain, mungkin Dia sudah menangis plus histeris. Vier menggenggam erat rambut Jia, tidak sabar untuk menjambaknya hingga lepas dari kulit kepalanya. "Boleh. Tapi sebagai gantinya kau harus mencongkel kedua bola matamu dan memberikannya padaku." Mata Jia terbuka, bertabrakan langsung dengan iris tajam milik Vier, Jia terkekeh pelan. Bisa-bisanya Jia masih saja bercanda, apa ia bahkan tidak menyadari aura pembunuhan yang kental dari Pria di hadapannya? "Kau bodoh sekali, atau itu permintaan agar aku langsung membunuhmu tanpa menyiksamu?" "Begitukah, tapi kurasa kau yang bodoh." Balas Jia tak mau kalah, dasar wanita. Vier mengeleng-geleng kecil kepalanya, tersenyum samar. Hampir tak terlihat. Berpikir betapa beraninya wanita di depannya ini mengatakan dirinya bodoh, ingatkan Vier untuk menjahit mulut Jia agar wanita itu tidak sembarang mengatai seseorang lagi. "Sir, jangan bilang kau benar-benar bodoh." Tambah Jia dengan memanggil Revandro dengan sebutan Sir, agar terdengar jika dirinya memang merupakan orang asing yang akan menjadi korban Revandro. Sialan, Jia benar-benar memamcing emosi Vier. Bisa-bisanya ia terus mengatainya bodoh, apalagi dengan nada mengejek yang terlihat jelas. Lama terdiam, membuat Jia terpikir sebuah ide jahil. Yang benar saja, jahil disituasi saat ini? C'mon, Jia benar-benar dalam masalah. "Jika dilihat-lihat, kau tidak begitu tampan ya? Mirip seperti Pria muda bau tanah, kau tahu yang sudah berumur tapi tidak pernah menikah." Sindir Jia dengan penghinaan tentunya. "Atau kau-" "Bisakah kau diam?" Potong Revandro cepat yang tidak tahan dengan segala macam ocehan yang keluar dari mulut Wanita di bawahnya saat ini. "Kau banyak bicara juga ternyata, dasar cerewet." Sambungnya. "Tapi, kenyataanya aku ini pendiam." Sahut Jia. "Tapi bukan pendiam dalam artian positif, kau tahu aku diam karena muak dengan semua orang. Aku bosan dengan hidupku, kurang lebih seperti itu." Lanjutnya. Menghadap keatas langit-langit kamar, menerawang. Entah apa yang Jia piikirkan, Vier tersadar akan perubahan raut wajah Wanita di depannya yang drastis. Detik berikutnya Vier tersadar. Sial! Sudah berapa lama waktu yang ia buang hanya untuk melandeni ocehan Wanita di bawahnya ini? 'C'mon Vier, ayo sekesaikan ini. Bunuh wanita sialan ini!' Pikir Vier. "Jika aku mati, apa pada akhirnya aku bisa bebas? Karena sejujurnya aku benar-benar muak harus terkurung bersama dirimu yang lain, dirimu yang begitu menginginkanku menjadi pendampingnya,"Deg!Perkataan Jia sontak membuat Vier mengerutkan keningnya, jika apa yang di katakan Wanita di depannya adalah benar. Maka, Vier seharusnya harus berpikir kembali atas niatnya untuk mrmbunuh wanita di depannya."Aku tidak peduli dengan hidupku, jika kau ingin tahu." Lanjut Jia dengan suara rendah.Tidak peduli pada hidup ya? Benarkah?Pendar kedua mata Jia menghangat, wanita itu memandang Vier dengan tatapan mata teduh. Melihat itu, tiba-tiba Vier meremang. Ada perasaan aneh yang menjalar ke seluruh tubuhnya, merasakan perasaan yang tidak pernah ia dapati oleh semua calon korbannya sebelum-sebelumnya. Dari awal ia melihat Jia, Vier menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dari wanita di depannya. Makanya, Vier tertarik mengamati Jia beberapa hari terakhir ini.Tunggu! Jadi sebenarnya yang mengawasi Jia selama ini bukan Revandro? Maksudnya Vier yang berdiam di dalam tubuh Revandro? Luar biasa.Fakta luar biasa lain, yang Jia temukan."Apa hidupmu benar-benar semenyedihkan itu? Hingga
Kepala Jia menoleh ke kanan-kiri, untuk menemukan keberadaan jendela. Tapi sayangnya ia tidak menemukannya, yang benar saja!"Ini kamar atau sel penjara?!" Geram Jia yang menyadari ketidakberadaan jendela di kamar besar dan luas itu.Memilih ke ranjang, Jia mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Menatap lurus kedepan, Dia akan dikurung di sini sampai kapan? Bukankah Revandro berjanji padanya untuk mebebaskan setiap tindakannya saat bersama Pria itu? Lantas saat ini mengapa dirinya malah dikurung? Jia tidak paham dengan apa yang di pikirkan Revandro saat ini.Sampai...Ceklek!Kepala Jia tertoleh saat pintu di depannya terbuka, memperlihatkan Revandro dengan tatapan yang sulit diartikan.Menyingkirkan pertanyaan tentang arti tatapan Revandro, Jia bangkit dan berjalan mendekat kepada Pria itu. "Dimana tasku?" Tanyanya dengan sorot penuh amarah. "Dan apa maksudmu mengunciku di sini?" Lanjutnya.Pria di depannya tersenyum, tunggu dulu! Jia mengenal senyuman itu, "Kamu bukan Revandro." Ungka
Jia memegangi kedua dagunya yang terasa sakit akibat cengkraman kuat Vier, napasnya masih memburu. Ekor matanya melirim tajam Vier di depannya, sebenarnya. Ia masih tidak paham mengapa sisi lain dari Revandro melakukan ini padanya, berbeda dari Revandro ia tidak bisa mengerti apa motif dan tujuan Pria di depannya ini."Apa maumu sebenarnya?" Tanya Jia pada akhirnya."Mauku?" Kedua alis Vier terangkat, "untuk saat ini, aku mau kau menjadi milikku."Jia masih tidak mengerti, tapi yang jelas sisi lain dari Revandro ini memang sudah tidak waras.Mengetahui adanya kearoganan dan keegoisan pada perkataan Pria di depannya, Jia kembali teringat tentang beberapa banyaknya kasus pembunhan yang terjadi belakangan ini. Kasus pembunuhan yang membunuh korbannya secara sadis, sebelum akhirnya membunuhnya. Dikatakan pelaku itu adalah orang yang sama karena di temukan beberapa keunikan sama persis pada setiap korbannya, yap! Sepertinya itu bukan Revandro, tapi sisinya yang lain ini.Bagus! Sekarang i
Vier untuk beberapa saat menatap Jia, dirinya kembali terseum menyeringai. Mendekat pada Jia, membelai surai rambut Perempuan itu dengan lembut."Jadilah patuh sayang, maka akan kukembalikan kesadaran Revandro padamu." Pergi, mengunci pintu kamar itu. Lagi!Prang! Kekesalan Jia ia lampiaskan pada barang di sekitarnya, tak peduli harga barang itu yang yang dapat membeli satu buah apartemen mewah.Tidak! Jia tidak ingin keduanya, baik Revandro maupun sisi lainnya. Vier! Ia tidak mengharapkan keduanya, meski rasanya Revandro lebih baik dari sisinya."Aku harus melarikan diri dari sini!"***Ruang eksekusi | 08.30 PMSaat ini Revandro berada di ruangan pelampiasannya, ya... sejak kemunculan Vier Revandro memilih untuk menenangkan diri di ruangan tepat jeritan dan permohonan terjadi.Sebenarnya terlahir dengan darah Maxio tidak pernah menjadi keinginan Revandro, meski kekuatan dan kekuasaan mudah ia dapatkan karena keluarganya. Jika boleh memilih kembali, Revandro memilih untuk menjadi o
Tenggelam dalam pemikirannya, Jia tidak menyadari akan kehadiran seseorang. "Nona?" Bingung orang itu yang diketahui merupakan pelayan, Wanita paruh baya itu bernama Margaret."Huft!" Membuang nafas kasar Jia sadar seketika Margaret memanggilnya, tanpa mengubah posisinya. Ia menatap Margaret yang terlihat membawa sebuah gaun beludru merah di tangannya, berdecak dalam hati Jia bangkit.Tanpa berkata apapun ia yakin jika gaun itu di sediakan Revandro, yah mengingat hanya Pria itu yang mampu bersikap perhatian. Berarti Vier sudah pergi, kan? Tapi walau begitu ia tidak ingin mengenakan gaun itu."Jangan bilang jika aku harus memakai gaun itu?" Ungkap Jia dengan satu jari telujuk yang mengarah pada gaun di tangan Maragaret."Iya. Bos sendiri yang memilihkan gaun ini untuk Nona," Balas Margaret dengan seutas senyum kecil."Aku tidak mau, lagipula aku tidak suka pesta-""Tidak Nona, maksud Bos mengirim gaun ini untuk di pakai makan malam. Bos ingin makan berdua dengan Anda," Jelas Margaret y
Setelah beberapa saat berjalan, Jia akhirnya sampai di tempat makan. Tempat Revandro menunggunya, ia kemudian duduk berhadapan dengan Revandro.Beberapa detik hanya terdengar dentingan alat makan yang saling beradu. Keheningan terjadi, Jia tampaknya enggan untuk membuka suara. Dan sepertinya, Revandro juga bersikap acuh tak acuh.Tapi bukan tak mungkin jika Revandro terus melirik Jia lewat ekor matanya, mengawasi ekpresi Perempuan di depannya yang datar.Jelas saja ekpresi Jia tidak bersahabat dan masam, lagipula siapa juga yang mau di lihat secara intens saat makan? Dari tatapan Revandro, Jia tahu jika Pria itu tengah menganggumi parasnya. Ditambah lagi, aura yang ia keluarkan adalah aura khas keturunan Hernso. Membuat Jia menjadi sangat berbeda di mata Revandro.Detik berikutnya, Revandro melepas pandangannnya dari Jia. Meminum winenya sekali teguk, sebelum kembali menatap Perempuan itu. "Ada yang ingin kau katakan?" Tanya Revandro saat Jia balas menatapnya."Apa kau tidak akan mele
Jia menaikan satu alisnya tak kala mendengar intonasi nada Revandro yang berubah, menjadi lebih tenang dan terkesan dingin."Bangkit dari dudukmu, sebelum aku menyeretmu dengan paksa." Lanjut Revandro dengan tatapan tajam.Jia memiringkan kepalanya sebentar, memperhatikan lamat-lamat Pria di depannya. Berpikir apakah Vier mengambil alih? Tidak, Pria di depannya masih Revandro. Karena jika itu Vier, Dia mungkin sudah menyeretnya dengan kasar.Kesal, ia tidak berniat bergeming dari tempatnya hingga Revandro berkata. "Ketika aku menyeretmu, jangan salahkan aku jika lenganmu putus dari tanganmu. Aku tidak bercanda!" Ancamnya.Membuang nafas kasar, Jia bangkit dari duduknya. Menghadiahkan senyum palsu singkat sebelum mengangkat tangannya dengan satu jari tengah yang di acungkan, lalu mengumpati Revandro. "Shit! My middle finger like you!" Kemudian melangkah lebar mendahului Revandro yang tersenyum kecil, terlihat jelas menahan tawanya.****"Kau mau membawaku kemana?" Tanya Jia yang berjal
"Karena aku tidak sama dengan mereka!" Dengan lantang, "Bagaimana bisa kau berharap jika aku akan mengormatimu sama seperti mereka? Disaat kau tahu sendiri yang kuinginkan bukanlah perlindungan dari kekuasaanmu, tapi kebebasan!" Sambungnya.Tangan yang mengepal erat, Jia menunjukan emosi bahwa ia tengah tidak baik-baik saja saat ini. Amarah seakan membakar seluruh akal sehatnya, Dia. Jia, meluapkan emosinya.Sedangkan Revandro? Pria tertegun sejenak, sebelum akhirnya kembali tertawa namun bukan tawa jahat. Tapi sebuah tawa yang terdengar lirih, Pria itu memandang Jia lama. "Huftt! Padahal aku sudah berusaha menekannya, tapi ungkapanmu barusan benar-benar membuatku kehilangan kendali atas kesadaranku. Sungguh luar biasa,"Jia mengerutkan keningnya, mencerna arti dari setiap kata yang terucap dari mulut Pria di depannya. Hingga di detik berikutnya retina mata Pria di depannya berubah, sorot mata yang sangat jelas diingat Jia.Vier, Dia mengambil alih Revandro."Lama tidak jumpa little g