Jia memegangi kedua dagunya yang terasa sakit akibat cengkraman kuat Vier, napasnya masih memburu. Ekor matanya melirim tajam Vier di depannya, sebenarnya. Ia masih tidak paham mengapa sisi lain dari Revandro melakukan ini padanya, berbeda dari Revandro ia tidak bisa mengerti apa motif dan tujuan Pria di depannya ini."Apa maumu sebenarnya?" Tanya Jia pada akhirnya."Mauku?" Kedua alis Vier terangkat, "untuk saat ini, aku mau kau menjadi milikku."Jia masih tidak mengerti, tapi yang jelas sisi lain dari Revandro ini memang sudah tidak waras.Mengetahui adanya kearoganan dan keegoisan pada perkataan Pria di depannya, Jia kembali teringat tentang beberapa banyaknya kasus pembunhan yang terjadi belakangan ini. Kasus pembunuhan yang membunuh korbannya secara sadis, sebelum akhirnya membunuhnya. Dikatakan pelaku itu adalah orang yang sama karena di temukan beberapa keunikan sama persis pada setiap korbannya, yap! Sepertinya itu bukan Revandro, tapi sisinya yang lain ini.Bagus! Sekarang i
Vier untuk beberapa saat menatap Jia, dirinya kembali terseum menyeringai. Mendekat pada Jia, membelai surai rambut Perempuan itu dengan lembut."Jadilah patuh sayang, maka akan kukembalikan kesadaran Revandro padamu." Pergi, mengunci pintu kamar itu. Lagi!Prang! Kekesalan Jia ia lampiaskan pada barang di sekitarnya, tak peduli harga barang itu yang yang dapat membeli satu buah apartemen mewah.Tidak! Jia tidak ingin keduanya, baik Revandro maupun sisi lainnya. Vier! Ia tidak mengharapkan keduanya, meski rasanya Revandro lebih baik dari sisinya."Aku harus melarikan diri dari sini!"***Ruang eksekusi | 08.30 PMSaat ini Revandro berada di ruangan pelampiasannya, ya... sejak kemunculan Vier Revandro memilih untuk menenangkan diri di ruangan tepat jeritan dan permohonan terjadi.Sebenarnya terlahir dengan darah Maxio tidak pernah menjadi keinginan Revandro, meski kekuatan dan kekuasaan mudah ia dapatkan karena keluarganya. Jika boleh memilih kembali, Revandro memilih untuk menjadi o
Tenggelam dalam pemikirannya, Jia tidak menyadari akan kehadiran seseorang. "Nona?" Bingung orang itu yang diketahui merupakan pelayan, Wanita paruh baya itu bernama Margaret."Huft!" Membuang nafas kasar Jia sadar seketika Margaret memanggilnya, tanpa mengubah posisinya. Ia menatap Margaret yang terlihat membawa sebuah gaun beludru merah di tangannya, berdecak dalam hati Jia bangkit.Tanpa berkata apapun ia yakin jika gaun itu di sediakan Revandro, yah mengingat hanya Pria itu yang mampu bersikap perhatian. Berarti Vier sudah pergi, kan? Tapi walau begitu ia tidak ingin mengenakan gaun itu."Jangan bilang jika aku harus memakai gaun itu?" Ungkap Jia dengan satu jari telujuk yang mengarah pada gaun di tangan Maragaret."Iya. Bos sendiri yang memilihkan gaun ini untuk Nona," Balas Margaret dengan seutas senyum kecil."Aku tidak mau, lagipula aku tidak suka pesta-""Tidak Nona, maksud Bos mengirim gaun ini untuk di pakai makan malam. Bos ingin makan berdua dengan Anda," Jelas Margaret y
Setelah beberapa saat berjalan, Jia akhirnya sampai di tempat makan. Tempat Revandro menunggunya, ia kemudian duduk berhadapan dengan Revandro.Beberapa detik hanya terdengar dentingan alat makan yang saling beradu. Keheningan terjadi, Jia tampaknya enggan untuk membuka suara. Dan sepertinya, Revandro juga bersikap acuh tak acuh.Tapi bukan tak mungkin jika Revandro terus melirik Jia lewat ekor matanya, mengawasi ekpresi Perempuan di depannya yang datar.Jelas saja ekpresi Jia tidak bersahabat dan masam, lagipula siapa juga yang mau di lihat secara intens saat makan? Dari tatapan Revandro, Jia tahu jika Pria itu tengah menganggumi parasnya. Ditambah lagi, aura yang ia keluarkan adalah aura khas keturunan Hernso. Membuat Jia menjadi sangat berbeda di mata Revandro.Detik berikutnya, Revandro melepas pandangannnya dari Jia. Meminum winenya sekali teguk, sebelum kembali menatap Perempuan itu. "Ada yang ingin kau katakan?" Tanya Revandro saat Jia balas menatapnya."Apa kau tidak akan mele
Jia menaikan satu alisnya tak kala mendengar intonasi nada Revandro yang berubah, menjadi lebih tenang dan terkesan dingin."Bangkit dari dudukmu, sebelum aku menyeretmu dengan paksa." Lanjut Revandro dengan tatapan tajam.Jia memiringkan kepalanya sebentar, memperhatikan lamat-lamat Pria di depannya. Berpikir apakah Vier mengambil alih? Tidak, Pria di depannya masih Revandro. Karena jika itu Vier, Dia mungkin sudah menyeretnya dengan kasar.Kesal, ia tidak berniat bergeming dari tempatnya hingga Revandro berkata. "Ketika aku menyeretmu, jangan salahkan aku jika lenganmu putus dari tanganmu. Aku tidak bercanda!" Ancamnya.Membuang nafas kasar, Jia bangkit dari duduknya. Menghadiahkan senyum palsu singkat sebelum mengangkat tangannya dengan satu jari tengah yang di acungkan, lalu mengumpati Revandro. "Shit! My middle finger like you!" Kemudian melangkah lebar mendahului Revandro yang tersenyum kecil, terlihat jelas menahan tawanya.****"Kau mau membawaku kemana?" Tanya Jia yang berjal
"Karena aku tidak sama dengan mereka!" Dengan lantang, "Bagaimana bisa kau berharap jika aku akan mengormatimu sama seperti mereka? Disaat kau tahu sendiri yang kuinginkan bukanlah perlindungan dari kekuasaanmu, tapi kebebasan!" Sambungnya.Tangan yang mengepal erat, Jia menunjukan emosi bahwa ia tengah tidak baik-baik saja saat ini. Amarah seakan membakar seluruh akal sehatnya, Dia. Jia, meluapkan emosinya.Sedangkan Revandro? Pria tertegun sejenak, sebelum akhirnya kembali tertawa namun bukan tawa jahat. Tapi sebuah tawa yang terdengar lirih, Pria itu memandang Jia lama. "Huftt! Padahal aku sudah berusaha menekannya, tapi ungkapanmu barusan benar-benar membuatku kehilangan kendali atas kesadaranku. Sungguh luar biasa,"Jia mengerutkan keningnya, mencerna arti dari setiap kata yang terucap dari mulut Pria di depannya. Hingga di detik berikutnya retina mata Pria di depannya berubah, sorot mata yang sangat jelas diingat Jia.Vier, Dia mengambil alih Revandro."Lama tidak jumpa little g
"Anggaplah aku gila karena saat itu memberimu kesempatan untuk menjamah tubuhku, namun kali ini... tidak, tidak lagi. Kejadian itu tak mungkin ku ulang lagi," Jawab Jia dengan gelengan kepala pelan, menjawab perkataan Vier yang keterlaluan.Apa Vier pikir jika dirinya semurah itu sampai harus rela di sentuh kembali oleh Pria itu?"Aku tidak peduli, aku ingin menyentuhmu seperti saat itu. Kali ingin biarkan aku melakukannya dengan benar,"Dada Jia sontak naik-turun mendengar penuturan Pria di depannya, napasnya memburu dengan mata tajam yang menyorot pada Vier. Tangannya bahkan mengepal erat, tidak peduli dengan luka yang baru saja ia terima. Sedangkan Vier? Pria itu bingung, entah mengapa ia tidak suka dengan reaksi Jia yang terlihat penuh amarah di depannya. Mengenyahkan pemikirannya, Vier kembali berucap. "Ayalah Jia sayang, kau menginginkan sentuhanku bukan? Itulah sebabnya waktu itu kau memberiku kesempatan, Kau mendambakan tubuh ini bukan? Kau juga-"Bukk!Melayangkan satu boge
'SIAL! SIAL! SIAL!!'Entah sudah berapa kali Jia mengumpat dalam hati.Ia mengumpati Pria sialan di depannya, yang asik menciptakan huruf demi huruf pada lengannya. Yah tak lupa juga mengumpati dirinya sendiri karena tidak bisa melawan, dan lamah bersikap patuh seperti ini. Ia yakin, di hadapan Vier ia tak ada bedanya dengan seekor kelinci yang tak berdaya di hadapan singa. Merindingnya belum juga hilang, matanya memejam erat. Ingin menangis rasanya, tapi sekuat tenaga ia menahannya. Karena jujur saja ia tidak ingin Pria atasnya ini merasa menang, juga sebagai pertahanan satu-satunya agar tidak dianggap lemah dan berakir tewas di tangan Vier.Ketika duri menggores kulitnya, rasanya sangat sakit bahkan lebih sakit daripada tertusuk jarum. Tapi ketahuilah, rasa sakit itu bahkan bukan apa-apa jika berniat menghancurkan pertahanannya. Ia harus menahannya, sedikit lagi. Sebentar lagi, Vier akan menyelesaikan kegiatan tidak warasnya.Dan benar saja..."Selesai," ucap Vier setelah menyelesa