Bahaya! Jika Revandro mengambil alih maka sudah dipastikan target itu tidak akan mati dengan mudah, atau bisa dibilang disiksa sampai mati.
Berjalan masuk kesebuah cafe, semua mata tertuju padanya. Oleh karena penampilannya yang bersimbah darah, membuat atensi teralih padanya. Sampai kedatangan Revandro dengan para anak buahnya mengusir mereka semua dengan paksa, hingga tersisalah Jia dan dirinya yang saling menatap. "Pulang," ucap Revandro tajam, yang tak ditanggapi oleh Jia. "Baby pulanglah-" "Kalau aku tidak mau?!" Balas Jia dengan sorot seakan tengah menantang lawannya. Mengepalkan tangannya erat, Jia melihat Revandro berusaha menahan amarah karena balasan dari mulutnya. Tersenyum remeh, Jia berkata... "Jangan kau pikir patuhku beberapa saat yang lalu, membuatmu lupa akan perilakumu!" Sambungnya. Atmosfer berubah, jelas perkataan Jia memancing sisi lain Revandro muncul. Hingga sorot amarah dari matanya berubah menjadi tenang, namun ketenangan itu bukanlah sesuatu hal yang baik di mata Jia. Ketenangan jauh lebih menakutkan dari keributan, karena itu akan menyingkirkan setiap tindakan gegabah. "Coba ulangi lagi perkataanmu, calon istriku?" Tanya Revandro dengan nada pelan, yang saat ini berada tepat di depan Jia. Sangat dekat, sampai Jia bisa merasakan hembusan nafas Pria itu di wajahnya. "Sayang..." Jia masih tidak bergeming, bukan karena takut. Tapi karena sesuatu tiba-tiba terlintas di dalam pikirannya, bahkan ia yakin jika ia tidak mendengar satupun kalimat dingin yang keluar dari mulut Revandro. 'Ini tidak benar.' Pikir Jia saat kembali memikirkan kejadian beberapa saat yang lalu, kejadian yang sepertinya berhubungan dengan seseorang. "Akht!" Pekik Jia saat rambutnya ditarik kebelakang, hingga membuat kepalanya mendongak keatas. Menatap Revandro dengan sorot tajam penuh ancaman, "Lepaskan sialan!" Disaat seperti ini Jia bahkan masih bisa mengumpat, wow... Jika saja ada orang yang mendengar itu. Mungkin mereka akan berpikir jika Jia tidak menyayangi nyawanya lagi, atau berpikir jika ia sudah gila. "Mengumpat heh? Rupanya calon istriku begitu menginginkan rasa sakit dari calon suaminya, apakah begitu?" "Dasar Pria tidak waras! Rupanya kau memang berbakat membuat orang semakin membencimu ya?! Haruskah ku apresiasi?" "Wanita murahan sialan-" BHUK! Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, satu bogeman mentah sudah mendarat repat pada rahang kokoh Revandro. Membuat Revandro otomatis melepaskan Jia, dan menyeka darah yang keluar dari mulutnya akibat kuatnya pukulan Jia. Yap! Jia kehabisan kesadarannya untuk menjaga identitasnya akibat penghinaan yang Revandro berikan, Wanita murahan? yang benar saja apa Revandro sedang bercanda? "Seumur hidup aku didunia ini, tidak ada satupun orang yang mengihinaku secara terang-terangan. Apalagi menyebutku sebagai seorang rendahan seperti katamu!" "Sayang-" "MENJIJIKAN, KAPAN AKU PERNAH BERSIKAP MURAHAN PADAMU! KAPAN KAU MELIHATKU MENJAJAHKAN TUBUHKU PADA SEMBARANG PRIA?! DASAR SIALAN!" Deg! Keheningan terjadi untuk beberapa saat, tidak ada dari keduanya yang mampu angkat suara. Bersamaan dengan itu, aura intimidasi dari Revandro perlahan menghilang. Menggantikannya dengan kesadaran orang normal, menyadari kesalahan yang ia perbuat. "Maaf," Tertawa remeh Jia menatap Revandro, kepalanya menggeleng pelan. "Jangan pernah mengatakan 'maaf' jika pada akhirnya kau tetap akan menyakitiku kembali, apa kau pernah mendengar kata itu?" "Maaf," "Aku tidak butuh maaf, aku juga tidak butuh kau menjadi bagian dari hidupku, aku tidak butuh-Akht!" "Maaf." Kata Revandro sesaat setelah Jia berangsur-angsur kehilangan kesadarannya akibat suntikan obat bius dosis tinggi yang ia berikan. Sebelum kehilangan kesadarannya, Jia meneteskan air matanya. Ia lengah! Mengangkat tubuh Jia, Revandro keluar dari cafe tersebut menuju mobilnya yang terpakir rapi di depan cafe tersebut. Melajukan mobilnya, Revandro memangku Jia dengan posisi seperti menggendong seorang bayi agar ia tak kesusahan menyetir. Saat sampai beberapa orang berpakaian serba hitam menghampiri mobilnya, Revandro turun. Ketika salah satu dari mereka ingin membuka mulut hendak mengatakan sesuatu, namun Revandro lebih dulu mendahuluinya... "Aku tidak ingin mendengar berita apapun malam ini." Keluar dari mobil, Revandro membawa Jia masuk. Namun sebelum itu, "berjagalah disini jangan ada yang masuk sebelum kuperintah." Ucap Revandro yang dibalas oleh anggukan dari semua orang. Dengan menggendong Jia, Revandro memasuki mansion besarnya. Menaiki tangga menuju kamarnya, tapi sebelum Revandro sampai di kamarnya. Jia sudah membuka matanya, ia sadar. Tak peduli dengan itu, Revandro membawa tubuh Jia masuk. Menurunkan tubuh Jia dengan perlahan di atas kasur king size miliknya, menggenggam tangan Jia ia berucap. "Are you okay Jia?" Tanya Revandro dengan suara rendah dengan pandangan yang jatuh pada Wanita di depannya. Jia mendongak, "Kau siapa?" bertanya seolah dirinya tengah lupa ingatan, padahal tidak. Anggaplah ia tengah bermain-main saat ini, dan tampaknya itu ditanggapi oleh Revandro. "Surga," jawab Revandro. "Huh, surga?" Revandro berdehem pelan, menundukan kepalanya. Berbisik tepat di samping telinga Jia, "Aku dikirim Tuhan untuk menjadi suamimu," Jia mendelik, tapi seolah dirinya ingin melanjutkan drama yang ia ciptakan. Jia mendongak kembali, menjatuhkan tatapan kekaguman pada sosok Revandro. Satu tangannya terulur menyentuh pipi Revandro, mengelus-elusnya pelan. "Kau... apa kau bukan manusia?" Tanya Jia yang membuat Revandro terkekeh, rasanya ia ingin menjadikan Jia sebagai aktris saking menyakinkannya ekspresi yang ia tunjukan saat ini. Jia tanpa sadar terus mengelus pipi Revandro, membuat Pria itu sedikit terpancing dengan sikap Jia meski ia tahu wanita itu sedang mempermainkannya. Beberapa saat kemudian, Jia menyadari perubahan tatapan dari Revandro. Retina Pria itu membulat, menunjukan sebuah keinginan. Dan benar saja... Revandro mendorong pelan tubuh Jia yang terduduk, membaringkannya kembali ketempat tidur. "Kau tahu, alasanku menyukaimu bukan karena telah menyelamatkan dan mengobatiku. Sebenarnya selama ini kau sudah ku awasi, karena entah mengapa tatapanmu tidak seperti wanita lain. Tatapanmu ini begitu berbeda," Ucap Revandro sambil membelai kelopak mata Jia pelan. Sedangkan Jia terheran-heran, tunggu! itu berarti Pria ini sudah mengutitnya? Tapi sejak kapan? Mengapa ayahnya tidak tahu, mungkin saja karena koneksi dan kekuasaan Revandro yang menghentikan pengawasan terhadap dirinya. "Kapan?" Tanya Jia yang bertanya kapan tepatnya Revandro tertarik pada tatapannya. "Di malam kau berdiri di lampu merah, saat kita berdua saling melewati. Bukankah itu pertemuan bagaikan drama?" Jia memutar kedua bola matanya malas, ia ingat. Jadi Pria yang sempat disangkanya pencopet lampu merah ternyata adalah Revandro? Sungguh tak terduga. Ia juga ingat, malam itu adalah untuk pertama kalinya ia berhasil kabur dari rumah. Jadi sudah selama itu ya? "Apa hanya itu?" "Entahlah, tapi semua yang ada pada dirimu terlihat natural. Alami dan benar-benar indah," Puji Revandro yang ditanggapi lebay oleh Jia. Tapi, dibalik itu. Entah mengapa Jia merasakan sebuah ketulusan, ketulusan yang tidak dapat diberikan oleh semua orang yang tidak pernah dekat dengannya. Apakah ia sudah gi*a? Haruskah Jia membuka sedikit hatinya untuk Pria yang jelas sangat amat berbahaya itu?Revandro tak dapat menahannya lagi, jujur saja mendapat tatapan sayu dari Wanita di depannya membuat dirinya tenggelam dalam kabut gairah. Membalikan tubuhnya, Revandro terlihat berjalan menuju lemarinya. Namun seakan tahu apa yang akan dilakukan Revandro, Jia sontak menahan tangan Pria itu."Mau kemana?" Tanya Jia berbasa-basi."Tentu saja mau mengambil sesuatu yang dapat membuatmu puas nantinya."Wow perkataan yang sangat absurd, akhirnya Revandro menunjukan sifat buayanya juga ya. Jia jadi bertanya-tanya, apakah memang benar jika semua Pria itu sama saja?"Hentikan, aku tidak membutuhkan kepuasan. Jadi tolong hentikan apapun yang ingin kau lakukan,"Revandro tersenyum kecil, "bagaimana jika aku tidak mau mendengarmu hmm?""Kau ingin memaksakan kehendakmu?""Bagaimana ya, soalnya dramamu beberapa saat yang lalu sedikit memancingku. Bukankah kau harus bertanggung jawab padaku?"Deg!Sial! Sepertinya Jia tengah melihat senjata yang berbalik menyerangnya, bibir Jia menjadi kelu karena
Deg!Perkataan Jia sontak membuat Vier mengerutkan keningnya, jika apa yang di katakan Wanita di depannya adalah benar. Maka, Vier seharusnya harus berpikir kembali atas niatnya untuk mrmbunuh wanita di depannya."Aku tidak peduli dengan hidupku, jika kau ingin tahu." Lanjut Jia dengan suara rendah.Tidak peduli pada hidup ya? Benarkah?Pendar kedua mata Jia menghangat, wanita itu memandang Vier dengan tatapan mata teduh. Melihat itu, tiba-tiba Vier meremang. Ada perasaan aneh yang menjalar ke seluruh tubuhnya, merasakan perasaan yang tidak pernah ia dapati oleh semua calon korbannya sebelum-sebelumnya. Dari awal ia melihat Jia, Vier menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dari wanita di depannya. Makanya, Vier tertarik mengamati Jia beberapa hari terakhir ini.Tunggu! Jadi sebenarnya yang mengawasi Jia selama ini bukan Revandro? Maksudnya Vier yang berdiam di dalam tubuh Revandro? Luar biasa.Fakta luar biasa lain, yang Jia temukan."Apa hidupmu benar-benar semenyedihkan itu? Hingga
Kepala Jia menoleh ke kanan-kiri, untuk menemukan keberadaan jendela. Tapi sayangnya ia tidak menemukannya, yang benar saja!"Ini kamar atau sel penjara?!" Geram Jia yang menyadari ketidakberadaan jendela di kamar besar dan luas itu.Memilih ke ranjang, Jia mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Menatap lurus kedepan, Dia akan dikurung di sini sampai kapan? Bukankah Revandro berjanji padanya untuk mebebaskan setiap tindakannya saat bersama Pria itu? Lantas saat ini mengapa dirinya malah dikurung? Jia tidak paham dengan apa yang di pikirkan Revandro saat ini.Sampai...Ceklek!Kepala Jia tertoleh saat pintu di depannya terbuka, memperlihatkan Revandro dengan tatapan yang sulit diartikan.Menyingkirkan pertanyaan tentang arti tatapan Revandro, Jia bangkit dan berjalan mendekat kepada Pria itu. "Dimana tasku?" Tanyanya dengan sorot penuh amarah. "Dan apa maksudmu mengunciku di sini?" Lanjutnya.Pria di depannya tersenyum, tunggu dulu! Jia mengenal senyuman itu, "Kamu bukan Revandro." Ungka
Jia memegangi kedua dagunya yang terasa sakit akibat cengkraman kuat Vier, napasnya masih memburu. Ekor matanya melirim tajam Vier di depannya, sebenarnya. Ia masih tidak paham mengapa sisi lain dari Revandro melakukan ini padanya, berbeda dari Revandro ia tidak bisa mengerti apa motif dan tujuan Pria di depannya ini."Apa maumu sebenarnya?" Tanya Jia pada akhirnya."Mauku?" Kedua alis Vier terangkat, "untuk saat ini, aku mau kau menjadi milikku."Jia masih tidak mengerti, tapi yang jelas sisi lain dari Revandro ini memang sudah tidak waras.Mengetahui adanya kearoganan dan keegoisan pada perkataan Pria di depannya, Jia kembali teringat tentang beberapa banyaknya kasus pembunhan yang terjadi belakangan ini. Kasus pembunuhan yang membunuh korbannya secara sadis, sebelum akhirnya membunuhnya. Dikatakan pelaku itu adalah orang yang sama karena di temukan beberapa keunikan sama persis pada setiap korbannya, yap! Sepertinya itu bukan Revandro, tapi sisinya yang lain ini.Bagus! Sekarang i
Vier untuk beberapa saat menatap Jia, dirinya kembali terseum menyeringai. Mendekat pada Jia, membelai surai rambut Perempuan itu dengan lembut."Jadilah patuh sayang, maka akan kukembalikan kesadaran Revandro padamu." Pergi, mengunci pintu kamar itu. Lagi!Prang! Kekesalan Jia ia lampiaskan pada barang di sekitarnya, tak peduli harga barang itu yang yang dapat membeli satu buah apartemen mewah.Tidak! Jia tidak ingin keduanya, baik Revandro maupun sisi lainnya. Vier! Ia tidak mengharapkan keduanya, meski rasanya Revandro lebih baik dari sisinya."Aku harus melarikan diri dari sini!"***Ruang eksekusi | 08.30 PMSaat ini Revandro berada di ruangan pelampiasannya, ya... sejak kemunculan Vier Revandro memilih untuk menenangkan diri di ruangan tepat jeritan dan permohonan terjadi.Sebenarnya terlahir dengan darah Maxio tidak pernah menjadi keinginan Revandro, meski kekuatan dan kekuasaan mudah ia dapatkan karena keluarganya. Jika boleh memilih kembali, Revandro memilih untuk menjadi o
Tenggelam dalam pemikirannya, Jia tidak menyadari akan kehadiran seseorang. "Nona?" Bingung orang itu yang diketahui merupakan pelayan, Wanita paruh baya itu bernama Margaret."Huft!" Membuang nafas kasar Jia sadar seketika Margaret memanggilnya, tanpa mengubah posisinya. Ia menatap Margaret yang terlihat membawa sebuah gaun beludru merah di tangannya, berdecak dalam hati Jia bangkit.Tanpa berkata apapun ia yakin jika gaun itu di sediakan Revandro, yah mengingat hanya Pria itu yang mampu bersikap perhatian. Berarti Vier sudah pergi, kan? Tapi walau begitu ia tidak ingin mengenakan gaun itu."Jangan bilang jika aku harus memakai gaun itu?" Ungkap Jia dengan satu jari telujuk yang mengarah pada gaun di tangan Maragaret."Iya. Bos sendiri yang memilihkan gaun ini untuk Nona," Balas Margaret dengan seutas senyum kecil."Aku tidak mau, lagipula aku tidak suka pesta-""Tidak Nona, maksud Bos mengirim gaun ini untuk di pakai makan malam. Bos ingin makan berdua dengan Anda," Jelas Margaret y
Setelah beberapa saat berjalan, Jia akhirnya sampai di tempat makan. Tempat Revandro menunggunya, ia kemudian duduk berhadapan dengan Revandro.Beberapa detik hanya terdengar dentingan alat makan yang saling beradu. Keheningan terjadi, Jia tampaknya enggan untuk membuka suara. Dan sepertinya, Revandro juga bersikap acuh tak acuh.Tapi bukan tak mungkin jika Revandro terus melirik Jia lewat ekor matanya, mengawasi ekpresi Perempuan di depannya yang datar.Jelas saja ekpresi Jia tidak bersahabat dan masam, lagipula siapa juga yang mau di lihat secara intens saat makan? Dari tatapan Revandro, Jia tahu jika Pria itu tengah menganggumi parasnya. Ditambah lagi, aura yang ia keluarkan adalah aura khas keturunan Hernso. Membuat Jia menjadi sangat berbeda di mata Revandro.Detik berikutnya, Revandro melepas pandangannnya dari Jia. Meminum winenya sekali teguk, sebelum kembali menatap Perempuan itu. "Ada yang ingin kau katakan?" Tanya Revandro saat Jia balas menatapnya."Apa kau tidak akan mele
Jia menaikan satu alisnya tak kala mendengar intonasi nada Revandro yang berubah, menjadi lebih tenang dan terkesan dingin."Bangkit dari dudukmu, sebelum aku menyeretmu dengan paksa." Lanjut Revandro dengan tatapan tajam.Jia memiringkan kepalanya sebentar, memperhatikan lamat-lamat Pria di depannya. Berpikir apakah Vier mengambil alih? Tidak, Pria di depannya masih Revandro. Karena jika itu Vier, Dia mungkin sudah menyeretnya dengan kasar.Kesal, ia tidak berniat bergeming dari tempatnya hingga Revandro berkata. "Ketika aku menyeretmu, jangan salahkan aku jika lenganmu putus dari tanganmu. Aku tidak bercanda!" Ancamnya.Membuang nafas kasar, Jia bangkit dari duduknya. Menghadiahkan senyum palsu singkat sebelum mengangkat tangannya dengan satu jari tengah yang di acungkan, lalu mengumpati Revandro. "Shit! My middle finger like you!" Kemudian melangkah lebar mendahului Revandro yang tersenyum kecil, terlihat jelas menahan tawanya.****"Kau mau membawaku kemana?" Tanya Jia yang berjal