Share

1 Persen kejamnya Revandro

Deg!

Jia terpaku di tempatnya saat peluru melesat dari pistolnya, menembus bahu Pria di depannya. Revandro tertembak, darah mengucur keluar tapi Revandro tidak berekspresi apapun.

"BASTARD SIALAN, APA KAU SUDAH TIDAK WARAS?!" Maki Jia yang mendekati Revandro, mengecek kedalaman luka tembak di bahu Pria itu.

Melupakan niat awalanya, Jia bangkit turun dari kasur dan mengambil kotak putih di samping pintu masuk. Yang ia yakini jika itu adalah kotak P3K, kemudian mengobati Revandro yang telah duduk di ujung kasur.

Sepanjang Jia mengobati Revandro, ia menyadari tatapan Revandro padanya. Rasa tidak nyaman memang di rasakannya, tapi ia memilih untuk fokus pada kegiatannya. Bahkan membiarkan Pria itu mengelus kepalanya, entahlah. Ia tidak mengerti mengapa dirinya masih bisa berbaik hati mengobati luka Revandro lagi, padahal bukan kesalahannya jika Pria yang berstatus sebagai penculiknya ini terluka.

"Kau pandai mengobati." Ucap Revandro pada akhirnya membuka suara.

"Memang, dan itulah yang kubenci." Balas Jia, dengan decihan kecil.

"Oh, kenapa? Apa karena memiliki kemampuan itu kau tidak bisa membiarkan orang lain terluka di depan matamu?" Pergerakan Jia terhenti, ia membuang nafas panjang mendengar perkataan Revandro yang benar adanya.

"Seharusnya aku tidak menyelamatkanmu kemarin jika akhirnya harus kembali terkurung dengan pergerakan yang di batasi." Ungkap Jia yang tanpa sadar, memberitahukan secara tidak langsung kondisi kehidupannya sebelum bertemu Revandro.

Menyadari kecerobohannya, Jia segera bangkit dari posisi duduknya. Namun tangannya tiba-tiba di tahan oleh Revandro, membuat pergerakannya terhenti seketika.

Pria itu bangkit, memecah jarak antara dirinya dan Jia. "Apa kau ingin bebas?"

Pertanyaan itu membuat Jia menatap Revandro, lalu menganggukan kepalanya. "Kalau begitu jadilah Istriku, kau akan bebas kemanapun. Tidak akan ada yang melarangmu untuk keluar masuk, tidak akan ada juga yang melarangmu melakukan apapun sesukamu."

Jia terdiam, apa ia perlu menjadi Istri seseorang terlebih dahulu agar dirinya bebas?

Jujur saja, jika yang menawarkan itu bukan Pria di depannya saat ini. Mungkin ia akan langsung berteriak 'Ya' tapi, sayang sekali karena tawaran itu keluar dari mulut seorang Revandro. Ia menjadi ragu, bahkan enggan untuk menerima tawaran itu.

Karena itu, "Maaf, tapi aku tidak mau menjadi Iatrimu." Putus Jia.

Revandro marah, jelas sekali dari matanya yang menajam ke arahnya. Walau begitu, Jia masih saja tidak takut.

"Keputusan tidak berada di tanganmu, Jia. Aku hanya memberi jalan keluar agar-"

"Agar aku patuh padamu?" Potong Jia, yang seakn tidak mau kalah.

Revandro mengangkat tangannya, membelai pelan rambut Jia sebelum akhirnya menarik rambutnya hingga kepalanya tertoleh sedikit ke atas.

"Jangan memotong ucapanku!" Tekan Revandro yang menunjukan sifat aslinya, meski Jia yakin jika itu baru 1 persen dari sifaf kejamnya yang keluar.

Dengan senyuman mengejek Jia membalas, "aku bukan seorang anak manis yang tidak bisa memotong ucapan orang tuanya, disaat mereka tengah bicara!"

BRUKH!

"Akht!" Ringis Jia saat dirinya di hempaskan dengan kuat pada tembok di kamar itu, ia yakin jika dahinya terluka saat ini. Melihat darah yang tertinggal pada tembok, namun walau begitu ia tidak gemetar sama sekali. "Luar biasa, orang yang baru selesai kuobati malah melukaiku. Bukankah kepribadianmu sedikit menarik?"

Revandro mendekati Jia, ia dengan kejamnya menaruh satu jarinya pada luka di dahi Jia. Menekannya kuat, bermaksud untuk menyadarkannya bahwa Pria di depannya bukanlah orang bisa ia katai dengan mudahnya.

"Mengapa terus menentangku hmm? Bukankah rasanya sakit saat kau menentangku? Dan itu akan semakin sakit jika kau terus menentangku."

Dada Jia berdebar saat ini, ia hampir saja mengeluarkan kemampuan bertarungnya jika bukan karena seseorang tiba-tiba masuk.

"Maaf Tuan Maxio, tapi pihak dari Australia sedang menunggu Anda." Ucap seorang Pria paruh baya, dengan menunduk hormat.

Mendengar itu, Revandro sontak melepaskan cekalan tangannya dari rambut Jia dan pergi dari tempat itu tanpa sepatah katapun.

Sedangkan Jia? Ia tiba-tiba terduduk di kasur ketika rasa nyeri di kepalanya, ia pikir itu karena benturan beberapa saat yang lalu.

"Anda tidak apa-apa Nyonya?" Tanya Pria paruh baya tersebut, mendekati Jia. "Nyonya?"

"Aku bukan Nyonyamu!" Desis Jia tajam, tak suka jika dirinya di panggil dengan panggilan Nyonya. Rasanya ia sudah sangat tua, lagipula ia tidak sudi jika harus di sebut demikian hanya karena orang-orang menganggap dirinya sebagai calon Istri Revandro.

Pria paruh baya itu sedikit tersentak, untuk beberapa saat ia diam mengamati calon Nyonya,nya itu. Kalau di pikir-pikir, Wanita di depannya merupakan satu-satunya Wanita yang di bawah sang tuan di dalam kamarnya.

Meski rasanya terjadi pertentangan antara keduanya, tapi sepertinya Dia tahu alasan sang Tuan memilih Wanita di depannya sebagai Istrinya.

"Bisa buatkan aku telur rebus dan bubur? Aku lapar." Kata Jia di sela-sela tangannya menutupi luka kecil pada dahinya, yah memang ia tidak suka tempat ini. Tapi ia juga tidak mau bersikap kekanak-kanakan dengan merajuk tidak ingin makan, ia bukan wanita seperti itu.

Pria paruh baya itu tersenyum lembut, sebelum akhirnya keluar untuk memenuhi permintaannya.

"Frans Oasis." Guman Jia pelan, saat menyadari siapa Pria paruh baya yang kini menghilang di balik pintu.

Frans Oasis, Dia merupakan pembunuh bayaran kelas kakap yang tidak pernah tunduk pada siapapun. Tidak! setelah dirinya melihat kepala Pria itu tertunduk untuk Revandro beberapa saat yang lalu.

Membuktikan kekuasaan Pria itu yang amat sangat besar, sampai tidak ada yang bisa menandinginya.

"Shit! Sialan!" Umpatnya kesal mengetahui fakta itu.

Ceklek!

"Ini makanan yang Anda minta, apa Anda perlu sesuatu yang lain?" Tanya Frans dengan ramah, namun ia tahu Pria paruh baya itu sedang memakinya dalam hati.

Tapi dari pada itu, "Sejak kapan Anda bekerja dengan orang gila tadi?" Tanya Jia terselip hinaan secara langsung kepada Revandro.

Frans tersenyum, "Entahlah, mungkin sudah lebih dari 20 tahun lamanya. Kenapa Anda-"

Uhuk!

Uhuk!

"Makanlah dengan perlahan, jika Anda tersedak kemudian mati. Nyawa saya bisa diambil Tuan Revandro." Ucap Frans lagi saat perkataannya sempat tertunda karena batuknya Jia.

Disatu sisi, Jia tersedak bukan karena kelalaiannya dalam memakan makanannya. Tapi karena mengetahui fakta jika Frans telah bekerja dengan Revandro untuk waktu yang lama, lalu bukankah itu berarti setiap kasus yang berhubungan dengannya juga berhubungan dengan Revandro?

Jia diam dengan tatapannya yang mengarah pada Frans, menghentikan makannya. Wajah Jia tiba-tiba berubah menjadi serius, membuat Frans waspada.

"Bisa Saya tahu nama Anda?" Tanya Jia, dan well... benar saja, Frans seketika menegang. Meski rasanya Pria itu sudah terbiasa dengan pertanyaan itu, tapi entah mengapa ia merasa jika Wanita di depannya tengah menguji dirinya saat ini.

"Nama saya Gilbert-"

"Anda bohong." Potong Jia yang membuat Frans semakin was-was.

Menarik nafas, "Apa Anda mengenal saya Nyonya?"

Jia terdiam, ia masih menatap serius orang di depannya. Kemudian tertawa usil, "Haha! Maaf Pak tua, Saya bercanda tadi. Oh iya, syukurlah Anda bukan orang yang saya pikirkan. Jadi sepertinya tidak masalah,"

"Memangnya orang seperti apa yang Anda pikirkan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status