Share

Menolong orang yang salah

Rahasia Jia telah terungkap, Jia tahu mulai hari ini tidak akan mudah. Daddynya pasti cepat atau lambat akan menyibukkannya dengan urusan organisasi, dan itu tidak boleh terjadi.

Dengan memandang langit pada langit pada balkon kamarnya Jia berucap, "maaf Dad, tapi aku ingin bebas."

Dan benar saja, malamnya Jia bersiap untuk kabur. Ia tahu, Daddynya sedang tidak berada di rumah, begitupun sang Mommy. Hanya ada beberapa penjaga, dan itu bukan masalah besar untuknya karena Daddynya meninggalkan kunci gerbang padanya.

'Maaf menghianati kepercayaanmu Dad.' Batin Jia yang saat ini telah keluar dari kediaman Hernso. Berdiam diri pada salah satu hotel kecil, menunggu makanan yang belum tiba.

Memutuskan untuk mengecek secara langsung, Jia keluar dari kamarnya.

Deg!

"Apa yang terjadi–"

"Tolong." Ucap pelan seorang Pria yang berdiri tepat di depan kamarnya, tapi bukan itu masalahnya. Tubuh Pria itu penuh dengan darah, sangat banyak hingga ia bisa melihat jejak sepanjang lorong darinya.

Jia waspada, tapi nuraninya tidak bisa membiarkan kewaspadaannya menguasainya.

"Masuklah, akan ku obati."

Dengan tertatih-tatih Pria itu masuk, Jia tidak langsung mengobati luka Pria asing tersebut. Tapi ia membesihkan darah di sepanjang lorong, sampai semuanya hilang.

"Maaf, tapi bisa tolong lepaskan baju Anda?" Tanya Jia dengan sopan, yang langsung membuat Pria itu bergerak cepat melepas bajunya sendiri walau kesusahan.

'Revandro Maxio.' Batin Jia saat melihat tato pada tubuh Pria di depannya, namun ia bersikap santai seolah tidak mengetahui apapun.

Setelahnya Jia mengobati Revandro, dengan telaten membersihkan lukanya.

"Anda bisa istirahat di sini, kurasa sofanya cukup besar untuk kau tiduri. Ada apa dengan tatapanmu?"

"Temani,"

"Apa maksudmu–" belum sempat melanjutkan perkataannya, tangan Jia di genggam oleh Revandro. Menariknya pelan, agar duduk di samping Pria itu.

Menyadarkan kepala pada bahunya, Revandro menutup matanya. Sedangkan Jia yang tahu siapa itu Revandro hanya bisa membuang nafas pasrah, tangannya bahkan terasa digenggam erat. Seolah tak ingin membiarkan ia pergi.

Beberapa menit berselang, Jia menatap keluar jendela. Menatap cahaya matahari yang mulai pudar, 'Sial aku lapar!'

"Hei bangun... Sudah sore, apa Anda tidak lapar?" Ucap Jia yang berusaha membangunkan Revandro, untunglah ia tak harus berusaha keras dalam membangunkannya.

"Jam berapa?"

"Hampir memasuki jam 4, ingin makan sesuatu?"

Revandro tak bergeming dari posisinya, hingga matanya perlahan terbuka. Menegakkan tubuhnya, ia menatap Jia dalam diam.

Jia yang di tatap sontak menjadi waspada, sampai suara ketukan pintu yang sangat keras mengalihkannya.

"SIAPAPUN YANG BERADA DI DALAM, HARAP UNTUK MEMBUKA PINTU. WAKTU ANDA 2 MENIT DARI SEKARANG SEBELUM PINTU KAMI DOBRAK!"

Jia bangkit, tetap tenang ia melihat di balik layar monitor.

'Black Snack? Mereka,kan. Musuh keluarga Maxio?' Batin Jia.

"Apa mereka yang melukai Anda?" Tanya Jia, yang dibalas anggukan oleh Revandro.

Jia mengusap kasar wajahnya, ia tak punya pilihan selain melawan. Mengharapkan Revandro itu tidak mungkin, luka di tubuh Pria itu cukup parah. Meski ia tahu itu bukanlah luka terburuk yang pernah ia dapatkan.

Jia beranjak dari hadapan Revandro, namun sebelum itu suara baku terdengar dari luar. Membuat ia mengurungkan niatnya, hingga...

"Wanita yang menarik, aku suka."

"Apa yang Anda katakan–"

Belum sempat melanjutkan kata-katanya, Jia tiba-tiba tak sadarkan diri. Namun sebelum itu ia sempat mendengar, "Terima kasih sudah merawatku, tapi sepertinya kau menolong orang yang salah."

'Sial!'

****

"Akht! Kepalaku." Jia terbangun dari pingsannya, terbangun di kamar yang bukan miliknya tidak membuat ia panik sedikitpun. Karena ia yakin, jika keberadaannya di tempat ini adalah ulah Revandro Maxio.

Dan benar saja, "Sudah sadar rupanya." Ucap Revandro dengan setelan jasnya, memasuki ruangan. "Apa yang kau rasakan?"

Meski enggan, tapi Jia tetap menjawab. "Pusing."

Revandro menganggukan kepalanya, ia kemudian memberikan segelas air putih yang ia tumpah saat memulai pembicaraan beberapa saat yang lalu.

Jia menerima air tersebut dan meminumnya hingga tandas, setelahnya Jia menatap Revandro dengan tatapan meminta penjelasan.

"Entahlah, tapi kurasa kau cocok menjadi istriku." Jawab Revandro, yang membuat Jia tersedak ludahnya sendiri.

Istri? Oh ayolah jangan bercanda, seorang Mafia sekelas Revandro ingin dirinya menjadi istrinya? Ia rasa Pria itu sedang bercanda saat ini-

"Aku tidak bercanda, jadilah istriku. Maka akan kuberikan apapun yang kumiliki padamu, aku akan berusaha untuk memenuhi keinginanmu."

"Apa di mata Anda, saya adalah perempuan yang menginginkan semua itu?"

"Lalu apa yang kau inginkan?"

"Kebebasan,"

"Tidak bisa!" Tekan Revandro, yang membuat Jia terkekeh pelan. Sudah ia duga, keinginannya memang tidak bisa ia dapatkan dengan mudah.

Revandro mengangkat tangannya, bermaksud untuk membelai wajah Jia. Namun sebelum ia melakukannya, tangannya sudah di tepis kasar.

Jia tahu Revandro adalah orang yang tidak suka jika keinginannya di tolak, tapikan Revandro tidak tahu jika ia mengenal Pria itu? Sehingga mungkin tidak masalah ia menolak perlakuan Revandro, Pria itu mungkin akan memakluminya karena tidak tahu apapun tentangnya.

Benar saja, Revandro hanya menatapnya dalam diam. Berusaha untuk sabar dengan sikap dan perilaku kasar Jia padanya, Revandro pikir wanita itu belum mengenalnya dengan baik.

"Jangan berbicara formal denganku, itu perintah jika tidak ingin ku lukai. Bersikaplah seperti pertama kali kau menolongku, itu akan memperpanjang umurmu." Ucap Revandro dengan penuh ancaman di dalam setiap kalimatnya, berpikir jika Jia akan patuh.

Untuk beberapa saat Jia tidak merespon, ia hanya diam menatap keluar jendela. Sampai...

"Apa kau mendengarku-" Perkataan Revandro tertunda melihat Jia yang tiba-tiba menundukan kepalanya, di detik berikutnya punggung Jia bergetar.

Ia menangis, entahlah. Jia bukanlah sosok wanita cengeng, tapi rasa kegagalannya untuk bebas membuat dirinya sakit hati. Karena usahanya selama ini harus sia-sia, usaha yang di susun selama beberapa tahun terakhir itu harus musnah karena kebaikan hatinya sendiri.

Berpikir jika Jia menagis karena perkataannya membuat Revandro menyeringai, katakanlah ia Pria terkejam yang pernah ada saat itu. Karena Revandro terlihat senang melihat Jia yang tengah terisak di depannya.

"Jika sayang pada nyawamu, maka menurutlah padaku."

Revandro kemudian menarik sebuah kursi dan duduk di depan Jia yang tengah terisak, menganggap tangisan Jia sebagai tontonannya.

Beberapa saat berselang, Jia akhirnya menghentikan tangisannya. Lalu mengangkat kepalanya, menatap secara langsung Pria di depannya.

"Aku akan menurutimu untuk tidak berbicara formal." Ucap Jia yang membuat Revandro menganggukan kepalanya, merasa menang.

Jia yang sedari tadi menahan kekesalannya, sontak bergerak dengan cepat merebut pistol pada samping celana Revandro. Kemudian menodongkannya pada Pria itu, Tapi...

"Kau cukup cepat, tapi apa kau bisa menarik pelatuk secepat kau merebutnya calon Istriku?"

Deg!

Tangan Jia tiba-tiba bergetar, bersamaan dengan itu pemikirannya tentang hidup normal muncul. Hidup normal berarti tidak membunuh, itulah yang ia percayai.

"Sepertinya calon Istriku tidak sanggup menariknya ya? Tidak apa-apa, biarkan calon Suamimu membantumu."

DORR!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status