Kebaya mewah yang bertabur manik-manik itu kembali masuk di kotaknya. Lyara menyimpan dengan hati-hati. Setelah mengganti kembali dengan setelan jeans dan kemejanya. Ia baru saja selesai dengan satu pekerjaannya menjadi pendamping salah satu kakaknya pengantin.
Entah kenapa Lyara selalu suka dengan pekerjaan menemani di pesta pernikahan. Tapi ia tidak selalu mendapatkan itu. Kebanyakan perannya adalah untuk menjadi pajangan dalam acara makan malam keluarga, atau seperti tadi malam, menjadi piala yang dipamerkan kepada teman-temannya. Benar, Lyara memang cantik. Itulah sebabnya ia tidak keberatan jika hanya menjadi pajangan untuk dipamerkan pada semua orang. Lyara juga bisa akting. Selama ini semua akting yang dilakukannya adalah untuk kepentingan pekerjaannya itu. Tentu saja, ia tidak mungkin menjadi salah satu talent Lofou jika ia tidak cantik dan tidak bisa akting! Selesai membereskan kebayanya. Lyara bergegas menuju tempat kerjanya selanjutnya. Ia akan membantu seorang seniornya yang sudah lulus dan memiliki usaha face painting. Karena Andin membuka booth face painting di The Palace, salah satu mall terbesar. Jasa face painting untuk anak-anak. Lyara sudah belajar kepada Andin sejak mereka masih sering bertemu. Andin bilang ia hanya perlu di gantikan selama tiga jam. Jadi Lyara menyanggupinya. Lagipula, jadwalnya selanjutnya adalah malam nanti Selain itu, ia bisa sedikit berkeliling mall selesai dengan pekerjaannya nanti. Lyara tersenyum saat ia terpikirkan akan membelikan makanan enak untuk Leora. Adiknya itu pasti akan sangat senang. -o0o- The Palace, salah satu mall terbesar yang mengadakan acara hari anak internasional. Acaranya sudah berlangsung dari hari jumat. Tapi Lyara baru bisa menyanggupi tawaran pekerjaan di hari minggu. Itupun hanya selama tiga jam. Karena ia masih harus bertemu satu klien lagi pukul tujuh malam nanti. Tangannya penuh dengan dua paper bag besar yang tadi pagi dibawanya dari kantor Lofou. Ia berlari saat lift hampir tertutup. “Tunggu,” serunya meminta orang di dalam lift menahan untuknya. Lyara sukses menyelinap ke dalam ruang besi kotak itu dan tersenyum. Ia berbalik hendak berterima kasih tetapi matanya membelalak saat melihat siapa yang berdiri di depannya. “Eh, calon istri bos.” Celetukan lelaki di belakang itu membuatnya berbalik dan melihat seorang lagi di sana. Lyara menatap bergantian kedua lelaki itu. Tapi ia hanya mengangguk dan menyapa Genta. Sedangkan lelaki berkacamata yang sedari tadi menatapnya tidak diacuhkannya sama sekali. Lyara berbalik menatap pintu besi yang tertutup di depannya. Bibirnya dikulum. Ia tidak mau menyapa orang mesum. “Kamu ada kerjaan di sini?” Lyara melirik sinis lelaki di sampingnya. Matanya tertuju pada bibir merah yang masih terlihat bekas gigitannya tadi malam. Lyara menggeleng, menghempaskan kelebatan ingatan tak senonoh di kepalanya. Gila sekali dirinya malah terbayang adegan mesum itu! Pipi Lyara memerah mengingat Rakha juga melihatnya di sana. Argh! Kacau! Kepala Lyara mengangguk kecil. Tidak berniat untuk menjawab apalagi mengobrl dengan lelaki itu. Tidak sudi Lyara. Kecuali jika bicara dengannya bisa menghasilkan uang. Ia baru rela. “Bertemu seseorang?” Lyara mengangkat bahu tak acuh. Lift berdenting dan ia sampai di lantai dasar dimana atrium berada. Ia menggenggam erat paper bagnya kemudian melangkah keluar saat pintu terbuka. Tapi langkahnya terhenti saat lelaki tinggi tegap dengan pakaian kasual tanpa jas dan kemeja yang tadi malam dipakainya itu berdiri di depannya. Lelaki itu bergaya santai dengan kaos polo dan celana panjang. “Kamu masih marah?” Mata Lyara memicing, mendongak, dan mendapati wajah Raja yang menatapnya dengan penasaran. “Anda pikir saja sendiri!” “Kamu marah.” Lyara mendengkus, “Dan anda tidak merasa bersalah?” “Oke. Aku minta maaf.” Semudah itu? Lyara menatapnya dengan curiga. Pasti ada maunya! “Tapi bisakah kamu bekerja untukku sekarang?” tanya Raja tanpa rasa bersalah. Tuh kan! Lyara menggeleng. “Sistem agensi bukan aku yang menentukan,” jawab Lyara. Ia benar-benar baru menjawabnya saat itu hanya soal pekerjaan. “Baiklah. Aku akan menunggu,” jawab Raja. Memang harusnya begitu! “Sekarang kamu mau kemana?” tanya Raja lagi. “Bekerja,” jawab Lyara. “Di?” “Athrium. Booth.” Lyara sengaja menjawab dengan ketus. Ia masih tidak terima permintaan maaf yang berkedok itu. “Baiklah, selamat bekerja,” ucap Raja meyingkir dari tempatnya berdiri. Memberikan jalan kepada Lyara yang masih menatapnya dengan penuh permusuhan. Tapi lelaki itu tidak bisa apa-apa karena tebakannya benar. Gadis itu masih marah padanya. Lyara melangkah pergi tapi kemudian berbalik, matanya menatap Raja dengan sungguh-sungguh. “Aku harap kita tidak bertemu lagi selain dalam pekerjaan, Pak Raja.” -o0o- Matanya melebar melihat ramainya anak-anak yang berkerumun di sekitar atrium The Palace. Ia menemukan tempat dimana ia dibutuhkan. Ada sekitar sepuluh anak yang mengantre untuk dilukis wajahnya di booth face painting Andin. Lyara mengenali wanita yang sedang serius mengusapkan kuas berwarna-warni itu di wajah seorang anak perempuan. “Siang, Teh Andin,” Lyara menyapa wanita itu. Ia hilangkan semua cemberut dan rasa kesalnya pada Raja. Sekarang bukan waktunya merajuk-rajuk. Andin yang duduk di balik meja yang penuh dengan cat warna-warni itu menoleh pada Lyara dan terseyum, “Lyara, udah datang? Sebentar ya,” katanya sambil kembali menekuni sisa pekerjaannya. Lyara mengangguk. Ia masuk ke dalam booth, mengambil apron dan memakai masker. Setelah merapikan rambut dan memastikan ponsel dan dompetnya masih berada di tas selempangnya, ia melihat ke sekeliling sekali lagi. Banyak booth yang bertemakan anak-anak. Semuanya terasa ramai oleh ocehan bibir-bibir kecil. Matanya beradu dengan pandangan seorang anak yang ikut mengantre untuk dilukis wajahnya. Lyara tersenyum dan melambaikan tangannya. Ia selalu suka anak-anak. Melihat polosnya wajah dan tatapan mata mereka. Membuat Lyara ingat bahwa dulu ia juga pernah sepolos itu. Ia pernah sebahagia itu. Ia pernah menjadi anak yang sangat beruntung. “Nah, selesai! Gimana? Suka dengan unicorn ungunya?” suara ceria Andin membuat Lyara kembali memerhatikan wanita itu. Gadis kecil dengan wajah berlukiskan tanduk unicorn berwarna ungu dengan bunga warna-warni itu mengangguk pada cermin di hadapannya. Ia tersenyum dan berterima kasih sebelum berbalik dan pergi. “Tunggu sebentar ya,” suara ceria Andin meminta anak selanjutnya untuk menunggu. Ia berbalik setelah mendapat anggukan dari anak itu. “Biar aku aja, Teh,” Lyara langsung mengambil alih tugas Andin. Andin mengangguk, membuka maskernya, dan wajah cantiknya segera muncul dengan senyumannya. “Selalu tepat waktu, Ra,” katanya dengan nada ceria yang sama. “Aku berusaha sebisanya,” jawab Lyara lalu menatap anak perempuan manis yang duduk di depannya. “Hai, kamu mau dilukis apa?” tanya Lyara dengan nada ceria. Ia tersenyum pada anak yang berusia sekitar tiga atau empat tahun itu. “Aku mau ini, gambar strawberry,” jawab anak perempuan itu sambil menyerahkan kartu pilihan yang memang sudah tersedia di meja booth. Suaranya yang sedikit cadel membuatnya tambah menggemaskan. Lyara menerima kartu bergambar strawberry itu dan tersenyum, “Oke. Kamu siap dibuat cantik pake gambar strawberry?” tanyanya. Ia mulai mengambil kuas. Mengoleskan pelembab di pipi bulat yang mengangguk itu. Gemas sekali! Lyara membatin dan mulai membuat gambar strawberry di pipi bulatnya. Anak itu diam dan mengerjapkan mata saat cat dingin menyentuh kulitnya. “Ra, aku pergi dulu ya, aku pasti datang lagi jam empat nanti,” Andin sudah membereskan dirinya dan berpamitan pada Lyara yang menggambarkan strawberry kedua di pipi kiri. Lyara menoleh dan mengangguk pada Andin, “Hati-hati di jalan, Teh,” jawabnya sambil melambaikan tangan. Andin mengangguk dan menepuk pelan pundak Lyara dan keluar dari booth. Lyara melirik sekilas pada Andin yang berjalan menjauh. Wanita yang memakai dress bunga-bunga itu berjalan dengan anggun dengan heelsnya. Lyara tersenyum, Andin selalu terlihat anggun dan aura cantiknya terlalu awur-awuran bagi Lyara yang selalu terlihat berantakan. Ia melirik dirinya sendiri. Jeans dan kemeja lengan panjangnya yang biasa-biasa saja. Kepalanya menggeleng, mengenyahkan pikiran iri dari hatinya. Ia lalu kembali fokus pada strawberrynya. Kembali tersenyum dan melanjutkan melukis bunga-bunga putih di samping strawberry merah itu. -o0o- “Sudah selesai,” Lyara berkata dengan ceria dan mengambil cermin. Membiarkan pelanggan kecilnya untuk melihat hasil lukisan di wajahnya. Kali ini, anak perempuan berusia sekitar empat tahun. Ia memiliki wajah bulat dengan pipi yang bulat juga. Mata hitamnya bulat dengan bulu mata lentik yang cantik. Lyara sudah melukis di sekitar tujuh orang anak. Masing-masing dengan pilihannya sendiri. Sejauh ini lukisan unicorn dan strawberry adalah favorit para anak-anak. Selain melukis ia juga menjawab setiap pertanyaan dari para orang tua yang datang ke boothnya. Ia menjelaskan bahwa mereka bisa memilih ingin dilukis dengan gambar apa. semua gambar sudah tersedia di meja booth dan pembayaran bisa dilakukan dengan menscan barcode yang sudah tersedia. Lyara melihat ke kanan-kiri. Ia tidak melihat orang tua gadis kecil ini. Padahal setiap anak didampingi oleh para ibu atau ayahnya. Tapi gadis yang masih memegang cermin ini sendirian sejak ia duduk dan mulai di lukis. “Bagus, Tate, aku suka haimaunya,” katanya sambil kembali menyerahkan cermin. Mata Lyara membulat, ia tersenyum pada gadis dengan suara cadel itu. Wajahnya yang sudah dilukis harimau sama sekali tidak menyeramkan. Malah semakin menggemaskan. “Terima kasih. Kamu juga cantik sekali,” puji Lyara. “Kamu ditemani siapa?” “Maaf, saya terlalu lama di mushola,” suara lelaki itu membuat Lyara menoleh. Pandangan Lyara dan lelaki itu bertemu. Lyara terkejut. Ia mengerjap dan membuka masker. Memperlihatkan wajah terkejutnya. “Lyara?” Lyara mematung. “Kamara, kasih salam ini Tante Lyara, teman Papa,” ucap lelaki itu pada anak di hadapan Lyara. Mata cokelat Lyara menatap bergantian lelaki itu dengan anak kecil di depannya. “Lyara, ini anakku, Kamara.” -o0o-“Kak Satria?”Lelaki yang dipanggil Satria itu, menatap Lyara dengan senyuman mengembang. “Kamu apa kabar, Ra?”“Luar biasa! Aku gak menyangka ketemu Kak Satria di sini,” ucap Lyara sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Jadi, ini anak Kak Satria? Ya ampun, aku gak kenal. Maaf,” katanya lagi. Ia menggeleng, “Aku baik-baik,” jawaban Lyara terbata-bata.Satria yang menjulang di depannya terkekeh pelan.Lyara tahu itu karena salah tingkahnya yang tidak pada tempatnya.Satria mengangguk juga tapi pandangannya jelas bahwa ia juga kaget dengan siapa yang ditemuinya itu. Lelaki dengan tinggi seratus delapan puluh lima itu tersenyum. Ia berlutut di depan Lyara tapi pandangannya beralih pada anak kecil di depan Lyara.Lyara menatap Kamara dan tersenyum padanya. “Halo, salam kenal ya, Kamara,” katanya dengan senyum ceria.Kamara mengangguk dan tersenyum.“Kak, masih lama ngobrolnya?”Lyara menatap ibu muda di belakang Kamara lalu tersenyum.“Sudah selesai. Maaf membuat anda menunggu,” Sa
“Kenapa? Kamu terpesona?”Lyara mengeryitkan alis dan berdecak.“Gak apa-apa kok kalau kamu udah terpesona sama aku. Aku juga udah duluan terpesona sama kamu sejak tadi malam,” jawab Raja dengan pertanyaannya sendiri.Lyara menggeleng. Ia menyapukan kuasnya pada cat orange.“Itu sebabnya aku bisa cium ka—““Bisa diem gak?!” Suara Raja berhenti saat Lyara menempelkan tangan kirinya untuk menutup mulutnya Raja. Lyara menatap mata Raja yang membulat, kemudian melembut saat tatapan mereka bertemu. Lyara menatapnya dengan tatapan kesal. Tapi Raja menatapnya dengan lembut.Lyara berkedip sekali lagi, memerhatikan sekitar. Anak-anak bisa saja mendengar kata cium-cium dari mulut Raja. “Bisakah anda diam?”Kepala Raja memiring saat Lyara merendahkan suaranya dan melepaskan tangannya dari bibir Raja. Lyara berkedip saat telapak tangannya menyentuh bibir itu. Kepalanya lagi-lagi menampilkan cuplikan adegan kotor itu! Arggh! Lyara menarik tangannya.Tapi dengan c
“Sayang!” teriaknya tanpa ampun. Semua orang yang mendengar teriakannya berbalik melirik ke arahnya termasuk lelaki yang mengekorinya juga lelaki yang berdiri di samping mobil mengkilap itu. Lyara tersenyum dengan manis, menatap lelaki berjas hitam dengan dasi tidak rapi, kancing kemejanya yang terbuka, juga wajah lelaki yang ternyata tampan itu. Tapi tunggu, kenapa ia melihat tatapan menyeramkan dari mata hitam di balik kacamata itu? Ah, Lyara mendapat ide! “Kamu marah karena aku lama?” tanya Lyara saat kakinya berhenti di depan lelaki tampan itu. Lelaki yang berdiri di dekat mobil. Lelaki yang menjadi targetnya untuk kabur. Lelaki berkacamata di depannya itu menatapnya dengan kepala dimiringkan dan tatapan marahnya yang masih ada di sana. Lyara menggigit bibir, matanya menyorotkan permohonan. “Aku telat karena Pak Devan menahan aku sebentar di resto,” ucapnya dengan sedikit bumbu manja. “Maaf, ya?” Saat melihat tidak ada reaksi apapun dari lelaki di depannya, Lyara menar
Agensi tempat Lyara bernaung adalah sebuah agensi penyedia talent untuk semua kebutuhan. Butuh pacar sehari? Butuh calon istri? Butuh pelakor untuk jadi viral? Looking For You jawabannya. Semua kebutuhan entertainment tersedia disana. berada di bawah sebuah Production House ternama di ibukota, Lofou menjadi salah satu agensi yang besar. Banyak yang sudah menggunakan jasa dari Lofou. Pacar-pacar palsu macam Lyara yang menjadi pajangan dan gandengan di berbagai pesta dan acara keluarga. Wajah-wajah yang terpampang di akun-akun gosip yang menjadi simpanan artis juga beberapa diantaranya adalah talent dari Lofou. Beberapa talent juga adalah artis-artis sosmed di berbagai flatform. Lyara tidak akan pernah tahu agensi seperti itu benar-benar nyata sampai ia bertemu Rakha. Dua tahun lalu.Setelah dua tahun menjalani pekerjaan ini, Lyara makin pandai dalam berakting. Makin lihai menipu orang-orang. Makin sulit untuknya melepaskan diri dari pekerjaan tipu-tipunya. “Jadi, tadi itu bagian
Lyara melepaskan putaran lengan kiri Anthony. Dengan kaki terangkat ia berputar dan kakinya tepat mengenai pipi sebelah kiri lelaki gila itu. Tendangannya tepat sasaran.Anthony yang sudah setengah mabuk terhuyung dan menabrak salah satu bilik. Terjerembap di sana. Senyum puas tercetak di bibirnya saat ia melihat Anthony bisa dikalahkannya. Tanpa pukulan tangan. Tapi dengan tendangan. Saat mendarat setelah aksinya itu, Lyara terhuyung saat heelsnya tidak bisa menopang gerakan tiba-tiba itu. Heelsnya patah! Dan ia kehilangan keseimbangan. “Oh!” jeritnya tertahan saat ia tidak jatuh menabrak lantai. Tapi ia tidak jatuh, tubuhnya di topang oleh sesuatu atau seseorang di belakangnya. Lyara mengerjap saat matanya menangkap wajah berkacamata yang asing tapi terasa tidak asing itu. Setelah beberapa detik yang membingungkan, Lyara merasakan tubuhnya diangkat dan ia kembali berdiri. Dengan kaki tinggi sebelah. “Terima kasih,” ucap Lyara dengan sopan. Ia kembali berbalik pada Anthony
Setelah mandi dan menggosok bibirnya dengan sikat gigi untuk menghilangkan ingatannya tentang ciuman yang didapatkannya tadi malam, Lyara kembali menggeleng saat melihat pantulan wajahnya di cermin. Sungguh itu bukan ciuman pertamanya. Tapi bayang-bayang bibir hangat itu menyentuh bibirnya membut Lyara merasa putus asa. Bibirnya yang sudah menganggur lebih dari lima tahun itu akhirnya disapa oleh orang tidak dikenal. Iya, Lyara tahu namanya. Tapi hanya itu. Ia tidak tahu apapun tentang Raja. Itu sama saja dengan ia tidak mengenalnya, bukan?Bukan tanpa alasan kenapa ia membiarkan dirinya sendiri selama ini. Tidak punya pacar, tidak ada gebetan. Bukan karena ia sok suci dengan tanpa berpacaran. Hanya saja semua kesibukannya membuatnya tidak memikirkan apapun selain bekerja mencari uang. Untuk biaya kuliahnya yang sebentar lagi akan selesai. untuk uang sekolah adiknya, Leora. Untuk kebutuhan Mama yang selalu ingin lebih. Juga mengumpulkan uang untuk operasi Ayah. Kuliahnya yang h
Alis Lyara bertaut, bibirnya juga mengerucut kesal. Klien mengesalkan seperti itu memang selalu membuatnya kesulitan. Ia menekan tombol telepon dan suara serk Rakha di seberang sana segera terdengar. “Baru bangun? Jadi lo baru liat laporan yang gue kirim?” tanya Lyara langsung menodongnya. Ia mengunci kembali pintu depan rumah dan duduk di kursi teras. “Bukan laporan lo yang baru gue liat, Ra,” jawab Rakha dari seberang teleponnya.“Terus?”“Kali ini gue gak tau gimana caranya bela lo, Lyara,” Rakha terdengar frustasi. “Ada apa sih? Serius banget cuma karena gue tendang? Helo? Gue juga rugi di sini. Sepatu gue patah!” cecar Lyara tak bersabar. Ia mulai marah. Apakah ia salah jika membela dirinya sendiri?“Lo bisa datang?” tanya Rakha dengan nada lembutnya. Ia tahu sekali kalau Lyara sudah terpancing emosinya. Lyara melirik jam di ponsel, lalu mengangguk, “Bisa. Gue ketemu Pak Kevin jam delapan,” jawab Lyara. “Ini emang mau ke sana,” lanjutnya lagi.“Oke, gue kasih tau sete
“Gue kesel!” Lyara menjerit. “Lo tau, orang itu-“ Lyara terisak, “lo tau gue selama ini gak pernah pacaran karena gak pernah ada waktu. Waktu gue gak ada buat ketemu cowok selain di kerjaan ini. Terus, terus lo nuduh gue punya pacar, lo nuduh gue! Lo gak tau apa, itu orang gila itu udah bikin gue gak bisa tidur semaleman. Gue udah dibikin malu. Gue- orang itu tiba-tiba aja cium gue sembarangan!” Rakha mengerti semua yang dikatakan Lyana meskipun gadis itu berkata dalam tangisannya sambil terisak dan berteriak kesal. Ia mengerti setiap katanya. Tangan Rakha menarik Lyara ke kursinya. Mendorong gadis itu untuk duduk di sana dan menunggu sampai tangisannya reda. Begitulah cara membuat Lyara tenang.Cara yang sudah dipakainya bertahun-tahun lamanya.Tangan Rakha menggapai kotak tisu dan menyodorkannya pada Lyara yang masih mengelap hidungnya yang berair juga ujung-ujung matanya. Ia berdiri memunggungi meja komputernya dan menunggu. “Gue kesel. Ya Allah gue berdosa banget udah dici
“Kenapa? Kamu terpesona?”Lyara mengeryitkan alis dan berdecak.“Gak apa-apa kok kalau kamu udah terpesona sama aku. Aku juga udah duluan terpesona sama kamu sejak tadi malam,” jawab Raja dengan pertanyaannya sendiri.Lyara menggeleng. Ia menyapukan kuasnya pada cat orange.“Itu sebabnya aku bisa cium ka—““Bisa diem gak?!” Suara Raja berhenti saat Lyara menempelkan tangan kirinya untuk menutup mulutnya Raja. Lyara menatap mata Raja yang membulat, kemudian melembut saat tatapan mereka bertemu. Lyara menatapnya dengan tatapan kesal. Tapi Raja menatapnya dengan lembut.Lyara berkedip sekali lagi, memerhatikan sekitar. Anak-anak bisa saja mendengar kata cium-cium dari mulut Raja. “Bisakah anda diam?”Kepala Raja memiring saat Lyara merendahkan suaranya dan melepaskan tangannya dari bibir Raja. Lyara berkedip saat telapak tangannya menyentuh bibir itu. Kepalanya lagi-lagi menampilkan cuplikan adegan kotor itu! Arggh! Lyara menarik tangannya.Tapi dengan c
“Kak Satria?”Lelaki yang dipanggil Satria itu, menatap Lyara dengan senyuman mengembang. “Kamu apa kabar, Ra?”“Luar biasa! Aku gak menyangka ketemu Kak Satria di sini,” ucap Lyara sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Jadi, ini anak Kak Satria? Ya ampun, aku gak kenal. Maaf,” katanya lagi. Ia menggeleng, “Aku baik-baik,” jawaban Lyara terbata-bata.Satria yang menjulang di depannya terkekeh pelan.Lyara tahu itu karena salah tingkahnya yang tidak pada tempatnya.Satria mengangguk juga tapi pandangannya jelas bahwa ia juga kaget dengan siapa yang ditemuinya itu. Lelaki dengan tinggi seratus delapan puluh lima itu tersenyum. Ia berlutut di depan Lyara tapi pandangannya beralih pada anak kecil di depan Lyara.Lyara menatap Kamara dan tersenyum padanya. “Halo, salam kenal ya, Kamara,” katanya dengan senyum ceria.Kamara mengangguk dan tersenyum.“Kak, masih lama ngobrolnya?”Lyara menatap ibu muda di belakang Kamara lalu tersenyum.“Sudah selesai. Maaf membuat anda menunggu,” Sa
Kebaya mewah yang bertabur manik-manik itu kembali masuk di kotaknya. Lyara menyimpan dengan hati-hati. Setelah mengganti kembali dengan setelan jeans dan kemejanya. Ia baru saja selesai dengan satu pekerjaannya menjadi pendamping salah satu kakaknya pengantin.Entah kenapa Lyara selalu suka dengan pekerjaan menemani di pesta pernikahan. Tapi ia tidak selalu mendapatkan itu. Kebanyakan perannya adalah untuk menjadi pajangan dalam acara makan malam keluarga, atau seperti tadi malam, menjadi piala yang dipamerkan kepada teman-temannya.Benar, Lyara memang cantik. Itulah sebabnya ia tidak keberatan jika hanya menjadi pajangan untuk dipamerkan pada semua orang. Lyara juga bisa akting. Selama ini semua akting yang dilakukannya adalah untuk kepentingan pekerjaannya itu. Tentu saja, ia tidak mungkin menjadi salah satu talent Lofou jika ia tidak cantik dan tidak bisa akting!Selesai membereskan kebayanya. Lyara bergegas menuju tempat kerjanya selanjutnya. Ia akan membantu seorang seniornya ya
“Gue kesel!” Lyara menjerit. “Lo tau, orang itu-“ Lyara terisak, “lo tau gue selama ini gak pernah pacaran karena gak pernah ada waktu. Waktu gue gak ada buat ketemu cowok selain di kerjaan ini. Terus, terus lo nuduh gue punya pacar, lo nuduh gue! Lo gak tau apa, itu orang gila itu udah bikin gue gak bisa tidur semaleman. Gue udah dibikin malu. Gue- orang itu tiba-tiba aja cium gue sembarangan!” Rakha mengerti semua yang dikatakan Lyana meskipun gadis itu berkata dalam tangisannya sambil terisak dan berteriak kesal. Ia mengerti setiap katanya. Tangan Rakha menarik Lyara ke kursinya. Mendorong gadis itu untuk duduk di sana dan menunggu sampai tangisannya reda. Begitulah cara membuat Lyara tenang.Cara yang sudah dipakainya bertahun-tahun lamanya.Tangan Rakha menggapai kotak tisu dan menyodorkannya pada Lyara yang masih mengelap hidungnya yang berair juga ujung-ujung matanya. Ia berdiri memunggungi meja komputernya dan menunggu. “Gue kesel. Ya Allah gue berdosa banget udah dici
Alis Lyara bertaut, bibirnya juga mengerucut kesal. Klien mengesalkan seperti itu memang selalu membuatnya kesulitan. Ia menekan tombol telepon dan suara serk Rakha di seberang sana segera terdengar. “Baru bangun? Jadi lo baru liat laporan yang gue kirim?” tanya Lyara langsung menodongnya. Ia mengunci kembali pintu depan rumah dan duduk di kursi teras. “Bukan laporan lo yang baru gue liat, Ra,” jawab Rakha dari seberang teleponnya.“Terus?”“Kali ini gue gak tau gimana caranya bela lo, Lyara,” Rakha terdengar frustasi. “Ada apa sih? Serius banget cuma karena gue tendang? Helo? Gue juga rugi di sini. Sepatu gue patah!” cecar Lyara tak bersabar. Ia mulai marah. Apakah ia salah jika membela dirinya sendiri?“Lo bisa datang?” tanya Rakha dengan nada lembutnya. Ia tahu sekali kalau Lyara sudah terpancing emosinya. Lyara melirik jam di ponsel, lalu mengangguk, “Bisa. Gue ketemu Pak Kevin jam delapan,” jawab Lyara. “Ini emang mau ke sana,” lanjutnya lagi.“Oke, gue kasih tau sete
Setelah mandi dan menggosok bibirnya dengan sikat gigi untuk menghilangkan ingatannya tentang ciuman yang didapatkannya tadi malam, Lyara kembali menggeleng saat melihat pantulan wajahnya di cermin. Sungguh itu bukan ciuman pertamanya. Tapi bayang-bayang bibir hangat itu menyentuh bibirnya membut Lyara merasa putus asa. Bibirnya yang sudah menganggur lebih dari lima tahun itu akhirnya disapa oleh orang tidak dikenal. Iya, Lyara tahu namanya. Tapi hanya itu. Ia tidak tahu apapun tentang Raja. Itu sama saja dengan ia tidak mengenalnya, bukan?Bukan tanpa alasan kenapa ia membiarkan dirinya sendiri selama ini. Tidak punya pacar, tidak ada gebetan. Bukan karena ia sok suci dengan tanpa berpacaran. Hanya saja semua kesibukannya membuatnya tidak memikirkan apapun selain bekerja mencari uang. Untuk biaya kuliahnya yang sebentar lagi akan selesai. untuk uang sekolah adiknya, Leora. Untuk kebutuhan Mama yang selalu ingin lebih. Juga mengumpulkan uang untuk operasi Ayah. Kuliahnya yang h
Lyara melepaskan putaran lengan kiri Anthony. Dengan kaki terangkat ia berputar dan kakinya tepat mengenai pipi sebelah kiri lelaki gila itu. Tendangannya tepat sasaran.Anthony yang sudah setengah mabuk terhuyung dan menabrak salah satu bilik. Terjerembap di sana. Senyum puas tercetak di bibirnya saat ia melihat Anthony bisa dikalahkannya. Tanpa pukulan tangan. Tapi dengan tendangan. Saat mendarat setelah aksinya itu, Lyara terhuyung saat heelsnya tidak bisa menopang gerakan tiba-tiba itu. Heelsnya patah! Dan ia kehilangan keseimbangan. “Oh!” jeritnya tertahan saat ia tidak jatuh menabrak lantai. Tapi ia tidak jatuh, tubuhnya di topang oleh sesuatu atau seseorang di belakangnya. Lyara mengerjap saat matanya menangkap wajah berkacamata yang asing tapi terasa tidak asing itu. Setelah beberapa detik yang membingungkan, Lyara merasakan tubuhnya diangkat dan ia kembali berdiri. Dengan kaki tinggi sebelah. “Terima kasih,” ucap Lyara dengan sopan. Ia kembali berbalik pada Anthony
Agensi tempat Lyara bernaung adalah sebuah agensi penyedia talent untuk semua kebutuhan. Butuh pacar sehari? Butuh calon istri? Butuh pelakor untuk jadi viral? Looking For You jawabannya. Semua kebutuhan entertainment tersedia disana. berada di bawah sebuah Production House ternama di ibukota, Lofou menjadi salah satu agensi yang besar. Banyak yang sudah menggunakan jasa dari Lofou. Pacar-pacar palsu macam Lyara yang menjadi pajangan dan gandengan di berbagai pesta dan acara keluarga. Wajah-wajah yang terpampang di akun-akun gosip yang menjadi simpanan artis juga beberapa diantaranya adalah talent dari Lofou. Beberapa talent juga adalah artis-artis sosmed di berbagai flatform. Lyara tidak akan pernah tahu agensi seperti itu benar-benar nyata sampai ia bertemu Rakha. Dua tahun lalu.Setelah dua tahun menjalani pekerjaan ini, Lyara makin pandai dalam berakting. Makin lihai menipu orang-orang. Makin sulit untuknya melepaskan diri dari pekerjaan tipu-tipunya. “Jadi, tadi itu bagian
“Sayang!” teriaknya tanpa ampun. Semua orang yang mendengar teriakannya berbalik melirik ke arahnya termasuk lelaki yang mengekorinya juga lelaki yang berdiri di samping mobil mengkilap itu. Lyara tersenyum dengan manis, menatap lelaki berjas hitam dengan dasi tidak rapi, kancing kemejanya yang terbuka, juga wajah lelaki yang ternyata tampan itu. Tapi tunggu, kenapa ia melihat tatapan menyeramkan dari mata hitam di balik kacamata itu? Ah, Lyara mendapat ide! “Kamu marah karena aku lama?” tanya Lyara saat kakinya berhenti di depan lelaki tampan itu. Lelaki yang berdiri di dekat mobil. Lelaki yang menjadi targetnya untuk kabur. Lelaki berkacamata di depannya itu menatapnya dengan kepala dimiringkan dan tatapan marahnya yang masih ada di sana. Lyara menggigit bibir, matanya menyorotkan permohonan. “Aku telat karena Pak Devan menahan aku sebentar di resto,” ucapnya dengan sedikit bumbu manja. “Maaf, ya?” Saat melihat tidak ada reaksi apapun dari lelaki di depannya, Lyara menar