Share

2. Menelpon Papa

Author: Wahyuni SST
last update Last Updated: 2023-05-28 07:29:16

Arini dan Naina sudah berada di dalam kios telpon umum. Sang ibu akan menepati janjinya kemarin untuk menelpon papa. Meski berat Arini menguatkan diri untuk menekan beberapa nomor telpon Abi.

[Hallo ....]

Degup jantung Arini menyentak kuat tatkala suara yang dahulu begitu ia candui, kini terdengar kembali di telinga. Sejenak tenggorokannya tercekat.

[Mas ....]

Dua bola mata Arini seketika basah. Sedang di seberang tak ada jawaban.

[Mas ....]

[Arini? Kaukah itu?]

Sebulir air mata luruh di kedua pipi Arini. Sungguh ia tak kuasa jika harus berbicara kembali dengan Abi.

[Kaukah itu Arini? Jawab Arini.]

Seketika Arini menutup telpon. Ia menekan dada dengan kuat. Bagaimana mungkin Abi masih mengenali suaranya? Hal ini benar-benar membuat Arini lemah.

Ia kuatkan diri untuk melangkah keluar dari ruangan kecil yang dibayarnya untuk menelpon tadi. Sang anak yang menanti di luar tampak bersemangat.

"Diangkat Ma telponnya?"

Naina bangkit mendekati sang ibu. Arini hanya menghela napas berat. Tidak ada jalan lain selain berbohong. 

"Nggak diangkat, Nak."

"Yah, padahal Naina pengen banget bicara sama Papa, Ma," rengek Naina setengah menangis. Arini mencoba menenangkan bocah itu.

"Lain kali kita mencoba menelpon lagi ya, Nak. Udah, udah. Sekarang sebagai gantinya, Mama beli kamu es krim. Gimana?"

Meski tak bersemangat, Naina mengikuti juga langkah ibunya. Setelah membeli es krim, tujuan Arini pagi ini adalah mengunjungi rumah wanita yang selama ini sudah banyak berjasa untuknya. 

Dulu, saat memutuskan pergi dari rumah Abi, Arini tak membawa banyak uang selain dua ratus ribu yang ia simpan-simpan selama dua bulan menjadi istri Abi. Arini memutuskan untuk menetap di Surabaya, sebab dalam ingatan tak mungkin suaminya akan mencari ke kota itu.

Bersyukur Arini masih punya ibu yang selalu menemani kemanapun ia pergi. Demi Arini, sang ibu menjual rumah peninggalan suaminya dan memilih menyewa sebuah kontrakan pada salah satu kecamatan di kota Surabaya.

Tapi umur memang menjadi rahasia Allah, setahun menemani sang anak. Ibunda Arini mengembuskan napas terakhirnya setelah berjuang melawan penyakit Asma.

Tak sampai di situ perjuangan yang harus dilalui Arini hingga ia bisa seperti saat ini, setelah melahirkan Naina. Arini terpaksa kehilangan pekerjaannya sebagai kasir di salah satu arena permainan anak. Sebab mereka membutuhkan tenaga secepat mungkin sedang Arini untuk selalu stand by. 

Sedang Arini tentu harus menemani anak setidaknya untuk seminggu pertama.

Beberapa kali ia melamar pekerjaan pada beberapa tempat, tapi tak ada satupun yang menerima. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Raden Ayu Zumarya melalui sebuah tragedi. Arini telah menyelamatkan putra dari wanita berdarah ningrat tersebut dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.

Karena merasa begitu berjasa, Raden Ayu menawarkan pekerjaan untuk Arini sebagai guru di PAUD yang dia kelola. Dari wanita itu Arini tahu, bahwa tidak semua yang berdarah biru memiliki sifat angkuh seperti ibu mertuanya. 

Raden Ayu bahkan berusaha menjodohkan Arini dengan sepupu suaminya yang juga memiliki keturunan ningrat.

Hari ini adalah hari bahagia untuk adik kandung Raden Ayu. Dia akan dipersunting oleh seorang dokter dari Jakarta. Arini diundang untuk meramaikan acara tersebut.

Bergegas Arini dan putrinya menuju rumah Raden Ayu. Sampai di sana, mereka disambut hangat oleh seluruh anggota rumah. Meski tak semua menyukainya, namun tersebab Raden Ayu sangat menghormati, yang lain pun ikut menghargai.

Arini turun membantu mempersiapkan hiasan di atas meja pengantin. Sedang Naina bermain bersama anak salah satu kerabat Raden Ayu di taman belakang.

"Dasar anak pembantu! Pergi kamu, nggak pantas kamu bermain sama kami!"

Tangisan anak perempuan di taman belakang membuat gerak tangan Arini terhenti, dia berlari ke sumber kegaduhan.

Begitu terhenyak saat melihat Naina dikerumuni anak-anak perempuan lain yang kelihatan begitu berkelas. Perkataan-perkataan buruk terus tertuju pada anaknya. Segera dia mendekat untuk melerai.

"Ada apa ini, kenapa kalian berkata buruk untuk anak saya?"

"Kami berkata apa adanya. Lihat pakaiannya, sangat tidak sepadan dengan kami. Dia harusnya ada di dapur membantu pelayan membersihkan rumah. Jangan bermain di sini, aku jadi jijik ke taman."

Astaghfirullah. 

Arini menahan emosinya mendengar ucapan tak beadap anak di hadapan. Ia tak ingin menjawab, apalagi bertindak kasar pada anak kecil tersebut. Wanita itu menarik sang buah hati menjauh dari taman. Semua yang hadir hanya menyaksikan, tanpa berusaha melerai. Seolah apa yang diucapkan anak perempuan tadi memang sangat pantas ditujukan untuk Naina.

"Kamu nggak papa, Sayang?"

Naina mengangguk.

"Tapi Naina takut, Ma."

"Maaf ya, Mama pikir mereka akan bersikap baik sama kamu. Kalau seperti ini jadinya, lebih baik kita pulang saja."

Naina mengangguk.

Arini segera mencari keberadaan Raden Ayu atau suaminya, dia berniat untuk pamit dengan alasan apapun. Asal tidak lagi berada di rumah itu.

Setelah mengelilingi rumah yang cukup luas. Akhirnya Arini berhasil menemukan Raden Ayu di teras. Tampak selain wanita tersebut, beberapa kerabat sepertinya juga sedang menanti. Mungkin menanti kedatangan pihak pengkhitbah sesaat lagi akan sampai. 

Arini ragu berpamitan tapi tak ada salahnya mencoba.

"Maaf Mbak, saya mau pamit pulang."

Raden Ayu seketika menoleh.

"Lo kok cepat banget? Tunggulah sebentar lagi, calon Wirda udah mau sampai."

Arini tak menjawab.

"Mbak mohon tunggulah sebentar lagi."

Merasa tak enak dengan permohonan itu, Arini kembali mengiyakan.

"Baik, Mbak. Yasudah, tapi saya ke belakang saja ya Mbak."

"Lo nunggu di sini aja. Jangan di belakang."

"Jangan Mbak, nggak pantas saya ada diantara Mbak dan keluarga."

"Yah, nggak papa Arini."

Arini tak dapat menolak, lengannya dikunci dengan kuat oleh Raden Ayu. Tak lama, beberapa mobil mewah mulai berdatangan. 

Raden Ayu dan beberapa kerabat meneruskan langkah sampai ke pintu pagar yang sudah terbuka lebar. Di tempat itu mereka menunggu tamu calon suami adiknya menuruni mobil untuk kemudian memasuki rumah.

Tak ketinggalan Arini juga ikut dalam rombongan penerima tamu. Ia menggenggam jemari sang anak. Entah kenapa, detak jantung Arini mendadak berpacu kencang. Memorinya kembali dilempar ke masa-masa silam. Saat dimana Abi dan beberapa keluar datang melamar.

Penglihatan Arini kabur tertutup air mata. Tapi beberapa detik kemudian, rasa sedih yang ia alami seketika berganti keterkejutan.

Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat lelaki yang turun dari mobil paling depan, tak lain adalah Abiyana nya. Suami yang sudah ia tinggalkan tujuh tahun yang lalu.

Arini segera menyembunyikan wajah di balik punggung Raden Ayu. Perlahan ia bergerak menjauh sembari menarik tangan Naina masuk ke dalam rumah. 

"Ma, kenapa kita masuk? Padahal Naina pengen lihat lelaki yang tadi berjalan paling depan, yang pakai baju batik lengan panjang itu, Ma. Naina seperti mengenal lelaki itu."

Arini merasa dadanya bergerumuh hebat. Apakah ini yang dikatakan kontak batin antara ayah dan anak? Naina tak pernah sekalipun melihat rupa papanya, tapi kenapa dia seperti mengenal lelaki itu?

"Kita ke dalam sebentar ya, Nak. Mama sakit perut."

"Ma, jangan tinggalin Naina lagi. Naina takut diejek sama anak-anak yang tadi."

"Kamu nunggu di depan kamar mandi ini. Jangan kemana-mana, mereka nggak akan kemari."

Naina mengangguk dan menunggu di depan kamar mandi seperti perintah sang ibu. Sedang Arini, dia kebingungan. Hatinya dipenuhi dengan pertanyaan, apakah suaminya yang hari ini akan menikahi Raden Adinda, adiknya Raden Ayu?

Ya Allah, kenapa bisa seperti ini?

Sedang di luar, Naina melihat lelaki berpakaian parlente tadi beserta seluruh tamu memasuki ruangan tengah rumah Raden Ayu.

Naima mengendap di balik tembok. Dia hanya ingin melihat lelaki itu, entah kenapa rasanya begitu ingin duduk di sebelah lelaki tersebut seperti beberapa bocah berpakaian bagus itu.

Naina tak sadar, tubuhnya semakin terlihat jelas. Dan ternyata Abi tak sengaja melihat Naina. Ia mengambangkan tangan menyuruh Naina mendekat.

"Sudah, dia bukan bagian dari keluarga ini," jawab salah satu keluarga Raden Adinda. Tapi segera disanggah oleh Raden Ayu sendiri.

"Tidak apa-apa, kemari Naina. Jangan di sana sendirian."

Dengan perasaan gembira Naina berjalan mendekat. Sungguh tak dia duga, Abipun menggeser tubuh hingga Naina bisa duduk di sebelah kirinya. Sedang anak-anak yang lain di sebelah kanan.

"Sepertinya gelar dokter Anak memang sangat pantas di sandang sama Mas Abi. Buktinya semua anak-anak pada nempel," canda suami Raden Ayu. Semua ikut tersenyum. Termasuk Naina. Ia tak ingin membuang kesempatan.

Duduk di samping lelaki itu membuat ia seolah merasa duduk di samping papanya. Naina memeluk pinggang Abi, membuat lelaki itu terperanjat dan menoleh ke arah bocah tersebut.

"Namamu siapa?"

"Naina Om, Mama saya namanya Arini. Papa saya namanya Abiyasa."

Abi terhenyak mendengar penuturan bocah di hadapannya. Sesuatu ia rasakan menusuk dada dengan kuat. Ia terus memandangi Naina dari ujung rambut hingga telapak kaki. 

Abi menarik napas lalu ia mengelus pucuk kepala. Semenjak kepergian Arini, Abi memang selalu mengelus kepala tiap bocah yang berada di dekatnya.

Perhatiannya teralihkan saat MC mulai membuka acara.

"Baik, untuk mempersingkat waktu, bagaimana kalau langsung saja kita mulai acara kita pada hari ini?"

"Baik, silahkan."

Keluarga pihak calon mempelai pria menjawab serempak.

Acara sakral itupun dimulai. 

Sedang di kamar mandi, Arini merasa dirinya sudah terlalu lama di dalam. Bagaimana kabar Naina. Arini menyudahi duduk merenung. Ia segera keluar dan begitu terhenyak saat mendapati Naina sudah tak ada lagi di depan pintu kamar mandi.

"Naina, kemana kamu, Nak?"

***

Bersambung.

Ada yang deg-degan nggak baca part ini?

Yuk bantu saya dengan cara follow, subsrcribe, koment dan tekan tombol love ya.

Terima kasih.

Utamakan baca Al-Quran.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sebegitu sulitnya kehidupan si arini sehingga membeli baju yg pantas utk anaknya dia g sanggup
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   3. Andai Naina Tahu

    Arini berjalan ke arah dimana suara hanya bersumber dari tempat itu. Begitu terhenyak saat melihat pemandangan dimana putrinya duduk di samping sang papa yang akan melangsungkan lamaran pada seorang wanita. Arini menekan dada yang tiba-tiba terasa sakit. Dua netranya basah. Ada rindu dan keinginan untuk menumpahkan segala kegalauan diri selama ini. Juga ada cemburu yang bersiap menguasai diri. Serta yang paling tidak dia harapkan, ada kecewa yang semakin menusuk dada."Aku akan mendoakan kebaikan untuk niatmu ini, Mas. Tapi sebelum pernikahan itu terjadi, kita harus bertemu. Kamu belum menjatuhkan talak untukku."Arini membalikkan badan hendak pergi, tapi gerakannya yang cepat berhasil membuat ia menabrak sesuatu."Astaghfirullah, maaf saya tak sengaja."Arini memandangi sosok yang baru saja ia tabrak itu. Seorang lelaki. Raden Mas Arshakalif. Dia adalah adik sepupu suami Raden Ayu yang tempo hari terus saja digodain sebagai calon ayah Naina."Maaf Mas, saya tidak sengaja."Arini men

    Last Updated : 2023-05-28
  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   4. Tak Mungkin Bersama

    "Arini?"Dua bola mata Abi menatap Arini lekat."Arini?"Abi mengulang panggilan, seolah tak percaya wanita yang dia cari selama bertahun-tahun kini ada di hadapannya. Tangan lelaki itu hampir saja menyentuh lengan Arini, tapi tiba-tiba ...Bruuukkk!"Astaghfirullah, Abi ... Mamamu!"Abi terhenyak, ia segera membalikkan tubuh dan begitu terkejut saat mendapati mamanya jatuh tersungkur ke lantai. Ia abaikan Arini dan berlari menolong sang ibu. Hati Arini terasa sakit. Air mata kembali mengambang di kedua pelupuk. Ia memandangi lelaki itu yang terlihat begitu khawatir akan ibunya. Ia ingin berlari, tapi ikut khawatir pada perempuan yang masih berhak ia panggil ibu mertua itu. Arini berdiri mematung di tempatnya. Sedang di kejauhan ..."Mama kenapa, Ma?"Wanita paruh baya di hadapan Abi memegang dadanya kuat. Melihat hal itu sang anak semakin kalut. "Tolong ambilkan obat di dalam tas Mama, Tante," pinta Abi pada wanita yang berjongkok di sisinya. Wanita itu segera mengambil dan menyer

    Last Updated : 2023-05-28
  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   5. Kapan Kau Mengerti

    Arini tahu akan ada dua pilihan jika mereka kembali membuka ruang untuk bicara, terluka dan tersakiti. Dua pilihan yang tak akan pernah berpihak padanya. Tapi ucapan Abi selanjutnya membuat hati wanita itu luluh."Mas mohon Dek, Mas rindu sama kamu."Perkataan itu, membuat Arini mengerjap berkali-bali. Ia berusaha mengusir sekian banyak air mata yang hendak mendesak keluar. Baru mendengar satu kali saja kata rindu dari mulut Abi, hatinya sudah patah ara. Bagaimana jika yang lain."Arini ...."Abi mendorong pintu lebih lebar. Dua netranya kini berhasil menatap Arini lekat. Sungguh, wanita itu juga dapat menyaksikan bulir bening yang membasahi mata lelaki di hadapannya, dan itu benar-benar membuat hati Arini perih."Mas sangat bahagia. Akhirnya, setelah sekian lama tak saling mengetahui kabar, kini kita kembali bertemu, Arini."Arini membuang wajah."Katakan kenapa kamu pergi, Dek? Kamu membenci suamimu ini? Kamu membenci pria brengsek yang tega menyuruh seorang istri menggugurkan kandu

    Last Updated : 2023-05-28
  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   6. Rasa Cemburu

    Mengenai permintaan Abi, Arini sudah beristikharah. Kini hanya menunggu kepastian dari Allah. Ketika pagi menyapa, seperti biasa Arini sudah siap memasak, beres rumah dan mencuci pakaian. Tepat pukul enam dia membangunkan Naina, dan mengajak putrinya itu untuk bersiap-siap ke sekolah.Sekolah Naina hanya berjarak 1 kilometer dari rumah, biasa mereka menaiki ojek agar dapat sampai ke tempat tersebut. Meski terlihat tenang, sebenarnya Arini berkali-kali mengecek ke luar rumah. Dia teringat akan kata-kata Abi semalam untuk datang menemui Naina pagi ini.Bukan serupa pengharapan, mungkin keingintahuan. Benarkah lelaki itu akan menepati ucapannya?Arini pasrah, saat mendapati jam sudah menunjukkan pukul tujuh tapi tak ada satu manusiapun yang sampai ke rumahnya."Yuk Nak, kita pergi."Arini mengajak sang buah hati. Tapi, kedatangan sebuah mobil membuat degup tak biasa menyentak jantung Arini."Mobil siapa itu, Ma?"Arini menatap lekat, ia tak bisa menandai mobil siapa yang kini terparkir

    Last Updated : 2023-06-30
  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   7. Pelukan Pertama

    Abi turun dari mobil, ia memutuskan untuk tidak langsung kembali. Lelaki itu duduk di kios kecil pinggiran jalan. Memesan kopi panas sekadar mengusir rasa sakit yang tiba-tiba memenuhi dada.Semenjak kecil, Abi memang terbiasa dimanja oleh orang tuanya. Setelah sepuluh tahun kelahiran sang kakak, barulah Abi kecil hadir di rahim sang mama. Hal itu membuat dia tidak hanya dimanja oleh mama ataupun papa, tapi juga oleh kakak perempuan dan kakak lelakinya.Abi anak penurut, semua keinginan keluarganya hampir tidak ada yang ia tolak untuk dilakukan. Hanya soal cinta, itupun Abi terpaksa harus diam-diam menikahi Arini. Demi menjaga perasaan sang ibu.Nikah bawah tangan, awalnya Arini menolak keinginan tersebut. Tapi karena kegigihan Abi, juga janji yang diucapkan lelaki itu, Arini luruh. "Nikah tanpa restu itu berat, Nduk. Ibu takut kamu akan menderita setelahnya."Itu adalah perkataan ibunda Arini yang tidak hanya diucapkan di hadapan sang anak gadis, juga di hadapan Abi. Selaku lelaki y

    Last Updated : 2023-06-30
  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   8. Bertemunya Dua Mata Elang

    "Naina ... Om ini adalah."Abi menghentikan ucapannya dan menatap Arini. Entah kenapa tiba-tiba dia merasa tak siap. Dari pertama bertemu sampai detik ini, Naina begitu menyayangiya. Bagaimana jika gadis kecil itu tahu apa yang sudah terjadi tujuh tahun silam, akankah Naina membencinya?"Katakanlah, Mas."Abi menarik napas."Naina, Om ini adalah Papamu, Nak."Dua bola mata Naina membelalak tak percaya."Papa?""Iya, Sayang. Ini Papa.""Ma, benar apa yang dikatakan Om Abi?"Naina kini menatap Arini. Benar sedang mencari pembenaran."Iya, Sayang. Om Abi itu Papa kamu."Naina kembali menatap Abi. Lelaki itu tak lagi mengulur waktu, dengan segera ia membawa sang anak dalam dekapan. Air mata mengalir begitu saja dari kedua pelupuk mata.Sedang di samping mereka, Arini ikut menyeka dua pipinya. Tak pernah sekalipun dalam tujuh tahun ini, Arini membayangkan akan bertemu kembali dengan Abi. Dan yang tidak pula ada dalam angannya, akan ada rasa seperti ini bila mereka bertemu."Maafkan Papa, N

    Last Updated : 2023-06-30
  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   9. Senja di Wajah Arini

    "Saya minta Mas Khalif dan Mas Abi pulang, ini sudah magrib. Saya tidak mau didatangi orang satu kampung hanya karena Mas sekalian berdebat di sini! Dengan sangat memohon, saya minta agar semuanya pulang!"Abi tampak menghela napas. Jujur ia berjanji tidak akan beranjak sebelum Khalif yang terlebih dahulu meninggalkan rumah Arini. Tapi permintaan khusus yang ditujukan Arini padanya, membuat sang lelaki tak ada pilihan lain."Arini mohon, Mas Abi."Abi dengan berat mengiyakan permintaan Arini. Ia memasuki kembali mobil lalu menghilang dari pandangan.Selepas kepergian Abi,"Saya tidak paham kenapa ada lelaki seperti suamimu itu!""Maksud Mas?""Harusnya kalau dia mencintaimu, dia bertahan meski dunia membencinya."Arini terdiam."Sekarang dia seperti memakan buah simalakama, memilihmu akan menyakiti hati orang yang dia sayangi. Memilih Dinda akan menyakitimu dan Naina. Harusnya jika dia mau bertahan, dari dulu dia sudah bersikeras!"Arini merasa dadanya tertusuk kuat. Benar apa yang d

    Last Updated : 2023-06-30
  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   10. Doble Bed

    Degup Jantung Arini menyentak saat mendengar permintaan Abi. Sungguh dia ingin secara tegas menolak permintaan lelaki itu. Namun lagi-lagi, pertanyaan Naina berikutnya membuat hati wanita itu kembali terenyuh."Ma, bisa nggak ya Allah menghentikan waktu?"Arini mendelik, dia membawa Naina dalam pangkuan."Tentu bisa jika Allah sudah berhendak, Nak. Tapi kenapa Naina pengen Allah menghentikan waktu?"Gadis kecil di hadapan Arini tersenyum malu."Soalnya Naina takut kalau udah malam, Papa bakalan pergi lagi, Ma?"Pandangan Arini kembali terlempar pada Abi. Ada yang membuat dadanya terasa nyeri. Ya Allah, bagaimana jika nanti mereka benar akan berpisah? "Papa nggak akan tinggalin kamu, Nak. Malam ini kita akan menginap di hotel. Iyakan, Ma?"Arini menarik napas berat saat Abi melempar pertanyaannya. Mengapa situasi selalu tak berpihak pada. Arini terpaksa mengiyakan demi kebahagiaan Naina."Iya, Sayang.""Hore asyik."Naina bersorak gembira, demikian dengan Abi. Lelaki itupun diam-diam

    Last Updated : 2023-06-30

Latest chapter

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   31. Ekstra Part

    Tiga bulan kemudian ...Arini tersentak dari tidur, dia merasa ranjang tempat ia berbaring sudah basah oleh cairan. Arini segera bangkit untuk mengecek. Ia berdiri, namun sesuatu seperti meletus dari jalan lahir wanita itu.Astaghfirullah, Arini begitu ketakutan saat tahu jika yang keluar tersebut adalah air ketuban. Dengan bersegera ia membangunkan sang suami."Mas bangun, Mas."Abi yang baru saja tertidur sekitar dua jam karena baru pulang dari klinik terlihat berat membuka mata."Ada apa, Sayang?"Abi masih berbicara dengan tenang. Tapi tidak dengan Arini."Mas, pecah ketuban?"Mendengar ucapan sang istri, Abi tersentak hebat, ia bangkit hingga ke posisi duduk."Mana coba Mas lihat?"Arini menunjuk lantai yang sudah basah oleh cairan ketubannya."Astaghfirullah, kita ke rumah sakit sekarang? Kamu duduk dulu, jangan banyak bergerak. Biar Mas beresin baju-baju sama perlengkapan bayi."Abi membantu Arini duduk, dia segera mengganti pakaian dan setelah itu memilihkan pakaian ganti untu

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   30. Rindu Sepasang Pengantin

    Acara telah usai, Arini kembali ke kamar setelah sekian lama menyambut tamu hingga kakinya terasa pegal. Wanita itu memilih merebahkan diri di atas ranjang. Sepertinya bayi kecil yang berada di dalam rahimnya tidak suka jika dia terlalu lama berdiri. Semenjak tadi siang sampai detik ini, sang bayi tidak berhenti menendang. Jika sudah begini, tak ada lain obatnya selain jemari sang papa yang bertugas mengusap-usap perut.Arini menghela napas, ingin menyuruh ART untuk memanggil Abi. Tapi rasa segan menuntunnya untuk menunda keinginan itu. Sekitar lima belas menit berlalu, Arini sudah bangkit, duduk, tidur, tapi rahimnya masih tak tenang. Sang bayi masih tak mau berhenti berputar dan menendang. Tiba-tiba terdengar pintu terbuka. Wajah Arini seketika berbinar. Dalam bayangan pasti itu Abi. Tapi ternyata ..."Ma ...."Arini menarik napas berat, ternyata Naina?"Masuk Sayang, ada apa?"Naina melangkah menuju ranjang tempat sang ibu duduk. Lalu dia naik menyeimbangkan duduk dengan sang i

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   29. Lamaran Khalid

    Dinda menenggelamkan diri dalam rangkulan sang kakak. Air mata tak henti membanjiri wajah. Raden Ayu sampai tak tahu harus berbuat apa. Sama seperti Adinda, hatinya pun sakit.Ia mengusap kepala sang adik dengan penuh kelembutan. Mencoba menenangkan Dinda yang tampak begitu terpukul atas kejadian yang menimpanya tersebut.Sedang di hadapan mereka, Raden Mas Arya tampak berapi-api."Dimana rumahnya? Berapa nomor handphonenya? Mas akan kasih pelajaran bedebah itu, biar dia sadar akan apa yang sudah dia lakukan sama kamu!""Sudah Mas, kita jangan gegabah. Kita harus bisa menyikapi masalah ini dengan tenang.""Mas tidak bisa tenang, sebelum dia bertanggung jawab atas perbuatannya, Ma. Jika dia berusaha melarikan diri, meja hijau yang akan membuatnya sadar.""Tenang dulu, Mas. Biarkan Dinda yang bicara langsung sama Aryan."Dinda menatap sang kakak dengan tatapan perih."Mas Aryan udah menghubungi Dinda, Mbak.""Lalu apa katanya?"Arya dengan segera memotong pembicaraan Dinda."Mas Aryan a

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   28. Merasa Terhina

    "Kamu mau 'kan Nak memaafkan Nenek?"Naina yang bersembunyi di balik tubuh Fatimah perlahan menarik tubuhnya keluar. Tanpa dipinta, ia seketika memeluk tubuh Neneknya."Nenek ...," ucapnya yang menbuat sang nenek merasa begitu terharu.Anya ikut mendekat, ia memegang ibundanya agar tetap seimbang dalam berdiri."Masya Allah, cucu shalihah Nenek, Mama dan Papamu pasti sangat bangga punya anak secantik dan seshalihah ini."Sang nenek mengecup kedua pipi Naina. Lalu beliau mengajak cucunya itu untuk berjalan mendekati ranjang Abi. Dua mata bocah itu tertuju pada ayah yang sudah siap dengan senyuman tģerindahnya."Papa ...."Naina berlari memeluk papanya. Abi pun membalas pelukan sang anak dengan begitu erat, tak hanya itu. Berkali-kali lelaki tersebut mengecup pucuk kepala Naina. Berhari-hari berada di alam bawah sadar, ketika membuka mata. Rindu pada orang terkasih terasa begitu berat."Papa kangen banget sama Naina.""Naina juga kangen sama Papa. Jangan sakit lagi ya, Pa. Naina takut."

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   27. Pertemuan Penuh Haru

    "Mama? Mbak Anya?"Tatapan mereka bertemu tanpa kata.Arini begitu terhenyak dengan apa yang kini ia saksikan. Bukankah tadi pagi bahkan dia sempat menelpon kakak ipar tersebut. Dimana tanggapan buruk diberikan sang kakak ipar untuknya. Tapi sekarang?Antara bahagia dan takut. Mungkinkah kedatangan mereka justru membawa maksud tak baik? Akankah ibu mertua memintanya malam ini juga untuk mengangkat kaki dari ruangan itu?Sejenak hati dipenuhi oleh sekian banyak pertanyaan, hingga akhirnya perkataan yang keluar dari bibir Anya, meluruhlah semua praduga buruk akan ibu mertua dan kakak ipar."Kamu datang dengan maksud baik, Arini. Apa kamu mengijinkan kami masuk?"Dua bola mata Arini basah, ia begitu bahagia sekaligus terharu dengan maksud kedatangan ibu mertua dan kakak iparnya. Wanita itu mencoba melangkah lebih dekat. Lalu seketika ia memeluk tubuh sang mama. Pelukan Pertama seorang menantu pada ibu mertua. Arini merindukan hal ini semenjak tujuh tahun yang lalu.Terlihat begitu terla

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   26. Kehancuran Dinda

    "Maafkan saya Mbak, saya butuh uang."Anya semakin tak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. "Lalu apa hubungannya sama Dinda?"Gio terdiam sejenak, berbagai perasaan campur aduk menerpa jiwanya. Ingin memilih jujur, lalu bagaimana jika Dinda marah setelah nanti tahu."Katakan Gio, apa hubungan Dinda dengan surat itu?"Sesaat suasana benar-benar hening. Tapi detik berikutnya,"Mbak Adinda meminta saya untuk menulis surat itu lalu menyerahkannya sama Mbak Anya, sebab beliau ingin kalian saling salah paham satu sama lain.""Tapi kenapa?"Gio menggigit bibir penuh khawatir, dia mulai merasa tersudut atas kekujurannya itu."Em ... Karena, karena Mbak Dinda tidak terima dengan keputusan Mas Abi yang sudah memutuskan pertunangan mereka dengan sepihak."Anya menarik napas berat."Selain surat itu, apalagi yang sudah kamu lakukan?""Tapi tolong Mbak, jangan ceritakan apapun pada Mbak Dinda. Saya takut dia akan menuntut saya apalagi setelah saya menerima semua uang yang dia serahkan."

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   25. Pengakuan Gio

    Raden Ayu tengah sibuk mengawasi setiap guru yang mengajar di Yayasan yang ia pimpin. Dua hari kemarin, salah satu guru yang ia percayai untuk menggantikan posisi Arini menjadi ketua pelaksana wisuda tahun ini ditemukan melarikan diri, dengan membawa sejumlah uang yang sudah dikumpulkan oleh wali murid ke rekening milik pribadinya.Entah kenapa ia sebegitu percaya pada wanita itu seperti dahulu mempercayai Arini. Padahal jelas, tidak ada Arini kedua yang ia kenal di dunia ini.Raden Ayu menarik napas berat, ternyata mencari orang yang bisa dipercaya bukanlah hal mudah. Bertahun-tahun Arini bekerja padanya, mulai dari mengelola keuangan Yayasan bahkan tak jarang Ayu kadang meminta wanita itu membuat rincian pengeluaran bulanan rumah tangganya. Tak sekalipun ia menemukan Arini berbuat curang.Semestinya ia tidak membenci Arini, bukankah pertemuannya dengan Abi juga terjadi tanpa ketersengajaan?Semua itu murni skenario Allah.Tapi, kenapa ia justru membenci keduanya?Dan yang paling men

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   24. Kemalangan Penyebar Fitnah

    "Mas Khalif?"Lelaki di hadapan Arini menyunggingkan selarik senyuman."Bisa kita bicara?"Arini menghela napas, lalu memberi kesempatan untuk lelaki itu berbicara dengannya.*"Jadi sudah lima belas hari koma?"Khalif bertanya tak percaya."Iya, Mas.""Saya memang tak tahu banyak tentang dunia kedokteran, tapi saya yakin Abi pasti akan segera bangun."Arini menyambut perkataan itu dengan senyuman."Mas tahu darimana jika Mas Abi masuk rumah sakit?""Adinda yang ngabari.""Dinda?""Iya benar. Oya, mumpung sudah di sini, boleh nggak ketemu Naina?"Arini terdiam sejenak, sebenarnya ia ingin memperjelas dari mana Dinda bisa tahu jika Abi masuk rumah sakit, tapi ajakan Khalif untuk menemui Naina membuat keinginan itu sedikit teredam.Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju sekolah Naina. Masih ada lima belas menit lagi sebelum pulang, Khalif mengajak Arini duduk menikmati ketoprak yang ada di depan pekarangan sekolah."Mbak Dinda kok bisa tahu ya jika Mas Abi dirawat?"Akhirnya ada j

  • Putri Yang Kau Suruh Gugurkan   23. Tak Sesempurna Impian

    "Saya ingin mengundurkan diri, Pak."Dua bola Maya Khalid membelalak."Kenapa berhenti, kamu tersinggung soal kemarin?""Nggak Pak, sama sekali bukan sebab kemarin. Ini masalah suami Pak. Suami saya berencana membangun usaha, tapi jika saya juga bekerja, maka anak kami tidak ada tempat untuk saya titipkan."Khalid berpikir sejenak, tapi dia tak mungkin mengubah peraturan untuk memperbolehkan guru membawa anak ke sekolah. Tentu jika ia mengijinkan Arini, akan banyak tenaga pengajar lain yang berlaku demikian.Khalid menarik napas."Oke, jika itu yang kamu inginkan. Silahkan. Tapi tidak ada pesangon karena kamu hanya bekerja dua hari.""Tidak apa, Pak. Terima kasih untuk kesempatan terbaik ini. Permisi Pak."Arini membalikkan badan. Lalu dengan cepat dia kembali ke rumah. Sementara masih di ruangannya, Khalid tampak menghubungi seseorang.[Hallo, Din][Hallo, Mas Khalid.][Arini mengundurkan dirinya, Din][Mengundurkan diri? Kenapa, Mas?][Dia bilang suaminya mau membuka usaha.][Usaha

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status