Share

32. Menerimamu

Penulis: Riri riyanti
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-31 01:37:07

'Mungkin ini akan sedikit mengejutkanmu, tapi ... pernikahanku akan dilaksanakan dua bulan lebih cepat.'

Kata-kata yang Damian ucapkan sore itu kembali terngiang di kepala Evelyn, entah untuk yang ke berapa kalinya selama berhari-hari belakangan. Wanita itu memilih untuk menatap ke sisi kaca mobil, memandangi entah apa yang berhasil memasuki retina matanya.

Bohong jika ia berkata bahwa dirinya turut merasa senang saat si pria pirang sebentar lagi akan melepas masa lajang. Luka di hatinya kembali tercipta, melengkapi luka-luka lainnya yang lebih dahulu bersarang di sana.

"Jadi, bagaimana, Eve?" Aksa kembali membuka tanya, sedikit melirik melalui sudut mata. Pasalnya ia sedari tadi sudah panjang lebar berbicara, namun nihil tanggapan dari si wanita.

Dan kernyit di dahi pria berwajah oriental itu tercipta saat ia mendapati Evelyn hanya duduk diam menatap jalanan, nyaris tanpa respons. Oleh karena itu ia sedikit menyentuh bahu wanita itu demi mencari atensi.

"Eve?"

"Eh? Ya?" dan di detik
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Putri Rahasia Tuan Damian   33. What?!

    Waktu berjalan terlalu cepat tanpa disadari. Kini mentari telah berada di ufuk barat, tanpa terasa senja telah menyapa. Meski terik sang surya masih begitu menyengat di luar sana, namun di dalam ruangan studio dengan penuh sorot lampu itu tidak terasa demikian. Alat pendingin ruangan menyala guna mencegah keringat yang bisa saja mengganggu proses pekerjaan mereka. Pun sebuah kipas berputar untuk menghasilkan efek rambut yang berkibar."Satu, dua, tiga!" hitungan itu berakhir ketika lensa kamera di tangan seorang fotografer membidik gambar Kiara. "Ok, bagus."Si model nan cantik jelita tampak mengubah posenya dengan memegang sebuah botol produk perawatan rambut di tangan kanan, tersenyum lepas ke arah kamera dengan rambut berkibar. "Sekali lagi, ya. Satu, dua, tiga!"Dan lagi-lagi kamera itu berhasil mengabadikannya."Yap! Kurasa sudah cukup." Si fotografer kedapatan tersenyum ke arah Sang model sebelum memeriksa hasil jepretan kameranya. Dan senyum puas terkembang di sana. "Kerja bag

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-03
  • Putri Rahasia Tuan Damian   34. Berjalan di sisimu

    "Aku benar-benar seperti bermimpi bisa bertemu The Dreams secara langsung begini. Henry, dia benar-benar mengagumkan! Selama ini kukira ia hanya melakukan lipsync saat konser, ternyata suaranya sungguh luar biasa enak didengar." Mata berbinar, pujian penuh kekaguman itu mengalir dari mulut Evelyn ketika ia berjalan bersisian dengan Aksa. Sinar rembulan menjadi saksi saat keduanya menelusuri jalanan paving sebuah taman yang terletak tak jauh dari Alun-alun kota."Apakah kau senang?" kepala berhelaian kelam nan lurus itu menoleh, menatap sisi wajah Evelyn. Melihat bagaimana perempuan itu sesekali menikmati es krim pemberiannya. "Tentu saja. Baru kali ini aku datang ke Festival musik setelah sekian lama. Terakhir kali aku mendatangi festival seperti ini, saat itu aku masih duduk di bangku SMA," kenang Evelyn, lengkap dengan senyum simpul."Biar kutebak. Kau datang bersama Damian?"Senyuman itu berubah kaku selama beberapa saat. Mendengar nama pria itu disebut entah bagaimana sedikit mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04
  • Putri Rahasia Tuan Damian   35. Curious

    Frustrasi menghiasi raut wajahnya saat menatap layar ponsel, berikut keningnya yang mengernyit lengkap dengan tatapan tajam, seakan ponsel tak bersalah dalam genggamannya itu merupakan musuh yang sangat menyebalkan."Kenapa Eve tidak pernah lagi mau menjawab panggilanku? Apakah dia sebegitu sibuknya?"Tentu tidak akan ada jawaban yang ia terima, sebab ia memang sedang sendirian di dalam ruangannya. Ia dibuat cukup kesal kali ini. Evelyn, wanita itu sama sekali tidak mengangkat panggilan teleponnya, meskipun nomornya sedang aktif. Akibatnya, pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam kepala tampannya. Alasan apa yang membuat wanita itu enggan menerima telepon darinya."Ataukah ... dia terlalu sibuk dengan Aksa?" dan kemungkinan itulah yang pertama kali muncul.Damian tentu masih mengingat dengan begitu jelas saat pria berkulit putih itu mencium mesra sang sahabat di hadapannya sore itu. Peristiwa yang seakan seperti kaset rusak. Terus menerus berputar ketika ia memejamkan mata, bahkan mas

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-07
  • Putri Rahasia Tuan Damian   36. Pria baik

    Sepasang kakinya terayun menuju ke arah dapur saat melihat presensi Karenina sedang memunggunginya di depan kompor. Wanita yang baru beberapa bulan lalu menikah itu tampak sedang memasak sesuatu. Dan sebagai adik yang baik, Evelyn ingin membantunya."Kak Nina?" memanggil lirih diiringi menyentuh ringan salah satu bahu istri dari kakak sepupunya, ia tidak menyangka bahwa reaksi Karenina akan seterkejut itu. "Ah, Eve ... kau membuatku terkejut." Wanita itu menoleh padanya sembari menyusap-usap dada, sedangkan Evelyn hanya meringis memamerkan barisan rapi giginya. Namun, di detik selanjutnya Karenina memberinya senyum. "Kau sudah pulang? Tumben sekali. Jam berapa sekarang?""Aku sampai di rumah sejak pukul 5 lebih seperempat, Kak. Aku memang langsung pulang setelah jam kerjaku selesai." Evelyn menjawab apa adanya. Ia mengambil posisi untuk berdiri di sisi Karenina demi melihat apa yang dikerjakan istri dari kakak sepupunya itu."Kau pulang sendirian? Tidak bersama Aksa, seperti biasanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-09
  • Putri Rahasia Tuan Damian   37. Something wrong

    'Aku tidak main-main dalam menjalani hubungan dengannya. Aku pun ingin segera menyusulmu untuk menikah andai dia bersedia. Doakan aku juga, ya.'"Tidak, tidak, tidak! Sungguh, aku benar-benar tidak rela!" kepala Damian menggeleng secara spontan saat ucapan Aksa di hari lalu kembali berputar di kepalanya. Ucapan lirih itu tanpa sadar terucap kala ia melepaskan secara kasar pisau dan garpunya ke atas piring keramik yang masih penuh dengan hidangan makan malam. Suara dentingan itu menyadarkannya bahwa ia sudah kelepasan, bahkan tatapan Bintang tampak menajam dengan kening mengerut dalam saat menatapnya. Semakin dipikirkan, Damian semakin merasa ada sesuatu yang salah dengan hatinya. Mengapa ia merasa tidak rela ketika tahu bahwa Aksa berniat mempersunting Evelyn?"Apanya yang tidak rela, Dam?" Bintang akhirnya mengeluarkan isi pikirannya. Ia tampak menjeda suapan sushi ke dalam mulutnya demi bertanya."Bukan. Bukan apa-apa." Damian tersenyum kaku, kembali meraih pisaunya untuk mengiris

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-12
  • Putri Rahasia Tuan Damian   38. Cemas yang berlebihan

    "Jam berapa sekarang?" kedua mata indah itu menatap arloji yang berada di pergelangan tangan kiri. Ada cemas yang tak mampu ditutupi pada raut cantik itu saat menuruni undakan tangga menuju lantai satu dengan tergesa.Jarum pendek pada mesin penunjuk waktu miliknya masih berada di antara angka lima dan enam, sedangkan jarum panjang berada di angka enam. Meski masih sangat pagi, namun Evelyn sudah tampak begitu rapi, lengkap dengan koper warna silver yang ia tarik di tangan kanan."Aku harus cepat!" dan langkah itu semakin dipercepat. Saking heningnya, membuat tiap langkahnya menggema. "Eve?" panggilan dari suara maskulin itu sukses memaku langkah si wanita.Kepala dengan rambut panjang kelam yang kini terkuncir tinggi itu menoleh ke asal suara, ia menemukan presensi Arjuna dan sang istri yang berjalan bersisian. "Kenapa kau membawa koper begitu pagi-pagi begini? Kau mau ke mana, Eve?" kernyitan menghiasi dahi mulus Karenina kala melihat Evelyn beserta barang bawaannya. Sedangkan Eve

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Putri Rahasia Tuan Damian   39. What happened?

    "Jadi, dia bernama Aksa Wijaya. Teman dekatku, Ma, Pa. Luna juga sudah pernah bertemu dengannya. Dia pria yang Kak Juna kenalkan padaku." Evelyn memperkenalkan pria berkulit putih nan tinggi yang berdiri di sisinya.Aksa memang baru sampai sore ini. Setelah mengantarkan Evelyn ke Bandara tadi pagi, ia segera memesan tiket pesawat untuk penerbangan hari ini juga. Dan baru beberapa menit lalu si pria sampai di rumah sakit yang saat ini mereka pijak."Selamat sore, Bi, Paman." Sebagai wujud sopan santun, Aksa memberi sapaan ramah kepada ayah dan ibu dari sang kekasih. Mereka memang baru kali ini bertemu."Sore. Bagaimana perjalanmu?" adalah Burhan Adhitama yang pertama kali memberikan tanggapan."Lancar, Paman. Eve sudah membagikan lokasinya lebih dahulu, maka dari itu saya cukup mudah untuk sampai di sini.""Ah, Bibi ingat sekarang!" Arini Adhitama berucap setelah sedari tadi hanya diam sembari menggali ingatan. Pantas saja nama itu amat tidak asing di telinganya. "Juna sudah beberapa k

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-16
  • Putri Rahasia Tuan Damian   40. Takjub

    Kegelapan itu perlahan diisi oleh cahaya yang berpendar remang-remang. Kelopak matanya bergetar sebelum mampu membuka seluruhnya, untuk menyesuaikan penglihatan. Dan ... Damian merasa berada di tempat yang tidak asing.Ruangan itu minim penerangan. Setiap sisinya hanya ada tembok putih nan kusam sejauh mata biru itu memandang. Tak ada lampu, tak ada benda apa pun di sana. Hanya dingin, sunyi dan hampa. "Papa ...."Damian berjengit, spontan menoleh ke belakang. Suara itu, Damian tidak pernah melupakannya. Suara yang sangat familier di telinganya. Suara anak perempuan yang memanggil dirinya 'Papa' di dalam alam bawah sadar."Siapa di sana?!" suara pria itu menggema, kepala pirangnya mencari-cari entitas yang mungkin saja mampu tertangkap pandangan mata."Papa ...."Suara itu kembali terdengar. Damian mencoba mengikuti sumbernya, hingga akhirnya pandangannya menemukan satu sosok itu. Seorang gadis kecil berambut panjang dan bergaun putih yang menundukkan wajahnya di ujung ruangan—yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-18

Bab terbaru

  • Putri Rahasia Tuan Damian   95. Milikku

    Gerbang sekolah Taman Kanak-kanak menyambut pandangan mata birunya. Damian memang berinisiatif menjemput Luna, maka ia datang lebih cepat dari waktu biasanya Burhan menjemput sang putri.Hari-hari paling menyebalkan telah berlalu dan Damian kini telah kembali pulih seperti sedia kala. Ia sembuh dengan cepat, beruntung hasil pemeriksaan terakhir menunjukkan bahwa dirinya telah benar-benar sehat. Seiring stres yang berkurang, dirinya pun semakin tersenyum lepas.Damian menepikan mobilnya di seberang jalan. Masih ada beberapa menit lagi sebelum bel pulang sekolah putrinya berbunyi dan ia memilih untuk menelepon Evelyn. Ah, mengingat seraut wajah itu membuat senyum si pria semakin cerah saja. Ia segera meraih ponsel di saku celana, segera mencari kontak nomor si wanita tercinta untuk melakukan panggilan. "Halo?" dan dari ujung telepon sana, suara merdu yang sangat Damian hafal menyapa telinganya."Aku sedang berada di depan sekolahan Luna. Jika aku menjemputnya, kau tidak keberatan, buka

  • Putri Rahasia Tuan Damian   94. Willingness

    Angin malam yang berembus tak mengurangi keyakinan pria dewasa itu. Meski dingin menggigit, tak membuat nyalinya menciut. Ah, bahkan andai angin topan yang bertiup pun akan dirinya terjang sekarang. Semua ia lakukan demi putra satu-satunya. Bennedict Alexander baru saja menuruni mobilnya, kini berdiri tepat di depan gerbang kediaman keluarga dari wanita yang putranya cinta. Ia sudah memikirkan matang-matang tentang keputusannya ini, ia akan bertindak. Ia hanya berharap bahwa keberuntungan akan menyertainya malam ini.Tangan kanannya terangkat demi memencet bel. Dan tak berselang lama, sang Tuan rumah keluar dari pintu utama. Pria baya itu memandang ke arahnya lengkap dengan kening berkerut, pun raut muka terkejut. Bennedict segera mempersiapkan diri jika seandainya Burhan Adhitama kembali naik pitam atas kedatangannya."Untuk apa Anda datang malam-malam begini?" Burhan menggeser gerbang saat bertanya dengan nada ketus.Bennedict menatap tepat di mata sebelum mengutarakan tujuan kedat

  • Putri Rahasia Tuan Damian   93. Empat mata

    Selembar tisu yang pada awalnya putih bersih kini dihiasi bercak merah terang. Darah yang mengalir dari luka di jari Evelyn adalah sesuatu yang mewarnainya. Ternyata ia menggores jarinya terlalu dalam.Seraya mencoba menghentikan perdarahan dengan membalut lukanya menggunakan tisu, wanita itu datang menemui ayahnya di ruang keluarga. Pria baya itu sudah menunggu dirinya sedari tadi seraya melihat acara di televisi. "Duduklah, Papa ingin berbicara." Burhan Adhitama segera membuka kalimat ketika Evelyn sudah mendekat. Ia menepuk permukaan sofa lembut di sisinya."Di mana Luna?" Wanita beranak satu itu mendudukkan diri di sisi ayahnya, sesuai perintah."Sudah masuk ke kamar dengan Mama, Papa hanya ingin berbicara empat mata denganmu." Kernyit tercipta di dahi Burhan ketika pada akhirnya ia melihat jari Evelyn terbungkus tisu bercorak merah. "Apa yang terjadi dengan tanganmu?""Aku tak sengaja melukainya saat mengiris apel."Mata tua Burhan kini menyorot dalam pada kedua mata putrinya, s

  • Putri Rahasia Tuan Damian   92. What happened?

    Mentari telah hampir tenggelam seluruhnya ketika Bennedict Alexander sampai di parkiran hotel tempat Damian menginap. Putranya telah mengirimkan alamat hotel itu hampir satu jam yang lalu, maka setelah urusannya selesai, pria baya nan tampan itu segera meluncur ke sana."Tinggalkan saja mobilnya di sini, kalian boleh kembali ke Jakarta." Bennedict berucap demikian setelah turun dari mobil yang ia naiki."Siap, Tuan! Ini kunci mobilnya." Satu orang yang menjadi pemimpin kaki-tangannya, pun seseorang yang tadi mengemudikan mobilnya menyerahkan kunci. Dua orang lainnya berdiri siaga di belakang pria itu. Sedangkan Bennedict menerima kunci mobilnya begitu saja, lalu memasukkannya ke dalam saku celana sebelum berbicara. "Kerjakan tugas kalian dengan baik selama saya tidak ada di tempat," perintahnya. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh orang-orangnya kemudian kembali bersuara. "Yang harus kalian ketahui, meskipun saya tidak berada di sana, saya masih akan tetap memantau kinerja kalian. Ja

  • Putri Rahasia Tuan Damian   91. Kesempatan?

    Damian Alexander adalah seseorang yang lebih dahulu keluar dari pintu restoran tempat dirinya dan sang ayah mengisi perut siang ini. Setelah mereka angkat kaki dari rumah Burhan Adhitama, Bennedict Alexander memang berinisiatif mengajak putranya untuk mampir makan siang terlebih dahulu. Sebagai ayah, tentu Bennedict merasa khawatir melihat tubuh sang putra semakin kurus setiap harinya.Dan di sinilah mereka, di area parkir restoran yang cukup luas di tengah terik sang surya. Si pria muda berdarah Jerman itu masuk ke dalam mobil hitam yang ia sewa selama tinggal di Surabaya dengan tanpa kata. Melihat putranya telah berada di balik kemudi, Bennedict segera memberikan perintah pada seseorang yang sedari tadi mengikuti di belakang punggungnya."Tunggu di mobil, saya akan segera kembali."Perintah diterima, pria tinggi berjas abu-abu itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan."Selanjutnya Bennedict bergegas menuju mobil putranya. Ia membuka pintu penumpang bagian depan, ikut masuk ke dalam mobil k

  • Putri Rahasia Tuan Damian   90. Granddaughter

    Kacamata hitam itu ia lepas kasar lalu diselipkan pada saku jas. Selanjutnya hela napas rendah terembus ketika ia mencoba bersikap tenang. Ya, ia harus tetap mampu mengontrol emosinya kendati ia cukup merasa kesal ketika melihat tingkah si putra semata wayang di depan sana.Pria matang itu adalah Bennedict Alexander. Ia datang dan mengikuti Damian sesuai janjinya; ia akan membantu putranya untuk meraih kebahagiaan. Dan kebahagian cetak biru dirinya itu adalah bersatu dengan Evelyn beserta Luna, maka sebagai seorang ayah tentu ia akan mengusahakannya dengan cara apa pun agar mampu mewujudkan impian sang putra.Sejujurnya Bennedict memiliki alasan yang kuat selain karena kasih sayangnya sebagai seorang ayah sehingga repot-repot datang ke Surabaya. Ia merasa bersalah. Ia sadar bahwa setelah kematian Darren Alexander, ia memperlakukan Damian dengan semaunya. Kasarnya, ia ingin menebus kesalahannya pada si putra bungsunya itu.Langkah panjang itu memutus jarak dengan tenang, lalu berdiri d

  • Putri Rahasia Tuan Damian   89. Beri saya kesempatan

    "Kau harus selalu mengingat apa kata Psikolog padamu." Obrolan itu mengalir di sela perjalanan menuju ke tempat parkir. Satu sesi konseling telah terlewati, dan kini mereka hendak kembali ke rumah."Iya." Pria berwajah oriental itu mengangguk, menyelaraskan langkah kaki dengan sang ibu, melewati jalan paving berpayungkan teduhnya pohon Tabebuya di sekitarnya."Jangan hanya diingat, kau harus melakukannya juga, Aksa." Lian Wijaya menyempatkan dirinya menatap sisi wajah tampan nan tirus itu, lengkap dengan ekspresi serius.Namun, putranya itu justru terkekeh kemudian berhenti melangkah demi memberikan atensi penuh pada wajah ibunya. "Baiklah, Mama. Aku akan melakukannya. Jangan khawatir begitu.""Kau satu-satunya putra Mama, Aksa. Mama hanya khawatir.""Aku tahu." Anggukan kepala Aksa berikan sebelum menyimpan kedua tangan di saku celana, bibir tipisnya mengukir senyum simpul. "Maaf karena aku sudah membuat Mama khawatir begini. Aku akan segera sembuh, seperti apa yang Psikolog katakan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   88. Take heart

    "Kau sangat menyedihkan, Aksa!" kalimat itu lolos dari mulutnya ketika melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.Tatapan mata sehitam jelaga itu tak lagi berkharisma. Bagian bawah matanya yang menghitam menjadi bukti bahwa akhir-akhir ini pria itu tak pernah mendapati tidur yang nyenyak. Aksa Wijaya tampak kurus setelah gagal menikah. Dan kondisinya semakin memprihatinkan setelah menerima telepon dari Evelyn beberapa hari lalu.Suara ketukan di pintu kamarnya membuat atensi Aksa teralihkan. Sosok ibunyalah yang muncul dari balik daun pintu, menatap khawatir padanya."Mama," lirihnya.Lian Wijaya, ibunda Aksa mengalihkan tatapan mata pada nakas di sisi ranjang anaknya. Semangkuk sup jamur dan segelas air putih di atas nampan yang ia letakkan di sana pagi tadi tampak sedikit pun tak tersentuh. Sorot mata tua nan sipit itu seketika berubah sendu ketika mulai memutus jarak pada pria yang masih setia berdiri di depan cermin almarinya. "Kenapa sarapanmu masih utuh, Aksa?""Aku sedan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   87. Bersalah

    Setelah pesawat yang ia naiki mendarat di Bandara pagi ini, Damian segera menuju ke alamat rumah sakit yang ayahnya katakan di telepon. Ya, mau tidak mau pria itu pulang ke Jakarta. Bukan karena rasa takut, ia hanya merasa bersalah pada perempuan yang nyaris akan menjadi istrinya itu.Kedua orang tuanya sudah ada di kursi tunggu yang terletak di depan ruang perawatan Kiara Laurencia ketika langkah kaki panjang si pria menjejak di sana. Ada sosok ibunda si pasien yang duduk di sisi Sasmitha Alexander; ibunya. Dari raut wajah senja itu, Damian mampu melihat kabut duka yang pekat.Apakah ... kondisi Kiara begitu parah?Meski anak-anak mereka tak jadi menikah, namun ibu Kiara masih berhubungan baik dengan keluarga Damian. Pun keluarga pria itu pun memperlakukan mantan calon besannya serupa, mereka sudah bagaikan keluarga. "Damian, akhirnya kau datang." Sasmitha yang akhirnya lebih dulu menyadari kedatangan sang putra segera menyapa.Bennedict yang melihat wajah Damian kembali babak belur

DMCA.com Protection Status