Orang yang datang adalah sahabat Kirana, Haira. Melihat Haira berhasil mengendalikan Abimana, para pelayan di kolam memohon seraya menangis, "Selir Agung Haira ... bantu kami tegakkan keadilan."Suara pelayan yang menangis secara bersamaan benar-benar berisik. Haira mengernyit dan melihat pelayan pribadinya.Pelayan pribadi Haira langsung paham maksud majikannya. Dia membentak, "Cepat pergi ganti baju! Kalau kalian sakit dan urusan para selir terbengkalai, apa kalian mau dipenggal?"Semua pelayan itu baru berhenti menangis, lalu buru-buru keluar dari kolam dan kembali ke kamar masing-masing.Setelah semua pelayan pergi, Haira baru melihat tongkat yang dipegang Abimana. Dia bertanya dengan dingin, "Abimana, apa kamu juga mau pukul aku?"Abimana baru melempar tongkat ke samping, lalu memberi hormat kepada Haira dan menyahut, "Saya nggak berani."Haira yang marah menimpali, "Kamu berani pukul pelayan istana. Apa lagi yang nggak berani kamu lakukan?"Haira merasa Abimana terlalu gegabah. P
Bahkan Kresna juga melihat Andini. Hanya saja, dia berkata kepada Abimana, "Untung saja, hari ini Selir Agung Haira turun tangan. Kalau nggak, bukan hanya kamu, kemungkinan aku juga nggak bisa keluar dari istana!"Andini melihat lantai dan tersenyum sinis. Sepertinya ucapan Kresna ini ditujukan kepadanya. Tiba-tiba, terdengar suara Dianti. "Ayah ...."Dianti terlihat lemah dan juga cemas, seolah-olah kondisinya sudah sekarat. Andini mengernyit. Dia melihat Ratih memapah Dianti.Air mata Dianti langsung mengalir sewaktu melihat dahi Abimana berdarah. Kemudian, Dianti berlutut di samping Abimana dan berucap, "Ayah, jangan marah lagi ...."Sebelum menyelesaikan ucapannya, Dianti batuk-batuk. Kresna yang merasa kasihan pada Dianti menegur Ratih, "Cepat papah Dianti!"Bahkan, Kirana yang awalnya sibuk membela Abimana juga segera memapah Dianti. Dia bertanya, "Kamu lagi sakit. Kenapa kamu keluar?"Dianti menjawab sembari berlinang air mata, "Aku ... dengar Ayah mau hukum Kak Abimana. Aku tah
Sebenarnya Andini enggan masuk ke istana. Dia merasa gelisah begitu sampai di halaman istana Haira.Andini berada di penatu istana selama 3 tahun, tetapi dia tidak pernah masuk ke istana Haira. Andini merasa suasana di istana Haira sama dengan di penatu istana. Kedua tempat itu membuat Andini merasa tidak tenang.Andini takut dirinya tidak bisa pulang lagi setelah masuk ke istana, sama seperti 3 tahun yang lalu. Andini berdiri di halaman istana Haira cukup lama. Saat kakinya sudah mati rasa karena kedinginan, seseorang baru datang untuk membawanya menemui Haira.Begitu pintu ruangan dibuka, Andini baru merasa hangat. Dia menghela napas. Sebelum masuk ke ruangan, Andini mendengar Haira berkata, "Aku sudah lihat pakaiannya, bersih sekali."Andini baru melihat Haira. Dia segera berlutut dan menyapa, "Salam, Selir Agung Haira. Hamba berterima kasih atas pujian Selir Agung Haira."Andini sudah terbiasa menjadi pelayan di penatu istana. Biarpun sekarang Andini telah dijemput kembali ke Kedia
Andini sangat kaget. Bahkan dayang itu juga sempat mendongak dengan terkejut. Dia melirik Andini dan Rangga dengan cepat sebelum menjawab, "Baik."Tak lama kemudian, dayang itu segera meninggalkan mereka. Sementara itu, Rangga dengan santai mengulurkan tangannya ke arah Andini sambil berujar, "Nona Andini, silakan."Andini tak punya pilihan selain memaksakan diri dan berjalan bersama Rangga menuju gerbang istana. Namun, perjalanan keluar istana hari ini terasa luar biasa panjang. Andini beberapa kali memandang ke depan, tetapi dua daun pintu besar itu tetap tak terlihat di pandangannya.Tak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Keheningan di antara mereka begitu mencekam. Hanya terdengar suara sepatu yang bergesekan dengan lantai. Situasi seperti ini sangat jarang terjadi sebelumnya.Dalam ingatan Rangga, Andini adalah gadis yang sangat cerewet. Dia selalu berbicara tanpa henti, seperti burung kecil yang berkicau sepanjang hari. Keheningan seperti ini justru membuat Rangga merasa ti
Andini tidak menyangka bahwa Ainun akan tiba-tiba menanyakan hal seperti itu. Melihat sorot mata penuh harap di wajahnya, Andini mendadak menyadari bahwa dia ingin menjodohkannya dengan Rangga.Meskipun kemarin Andini sudah dengan jelas mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Rangga, mereka berdua adalah teman masa kecil yang tumbuh bersama di mata Ainun.Selain itu, Rangga saat ini juga sangat dipercaya oleh Kaisar. Menurut Ainun, dialah orang terbaik yang bisa Andini andalkan.Hanya saja, hubungan antara Andini dan Rangga sejak awal memang cukup rumit. Kini, Rangga dan Dianti juga sudah saling mencintai. Andini sama sekali tidak punya posisi maupun niat untuk menyelipkan dirinya di antara mereka.Andini menolak sambil menggeleng, "Nek, hari ini Jenderal Rangga bahkan menitipkan kue untuk Dianti. Mereka adalah pasangan sejati. Nenek nggak perlu memikirkan hal-hal seperti ini lagi."Ainun bukanlah orang yang keras kepala. Mendengar ucapan itu, dia
Mereka sudah bicara sampai sejauh ini. Jika memungkinkan, Andini ingin sekali berbalik dan pergi. Namun, dia tidak punya uang sepeser pun. Di luar sana, tidak ada seorang pun yang bisa dia sebut sebagai teman. Jika pergi begitu saja, dia tidak tahu harus ke mana.Terlebih lagi, Ainun masih ada di sini. Bagaimana mungkin Andini tega meninggalkan neneknya dalam kecemasan? Jadi, tidak peduli seburuk apa pun kata-kata Kresna dan Abimana, untuk saat ini Andini hanya bisa mendengarkan dan menahan diri.Pandangan Andini tertuju pada mangkuk yang diletakkan di tengah meja. Dia pun menyadari inti dari konflik ini. Matanya berlinang air mata, tetapi dia memaksa diri untuk menahannya. Andini pun mengambil sumpit dan menjepit potongan ikan di mangkuk, lalu memakannya.Terdengar suara tawa dingin penuh ejekan dari Abimana yang duduk di samping. Dia meledek, "Sekarang, kamu akhirnya mau makan juga? Sepertinya status Nona Besar Kediaman Adipati cukup menarik bagimu ya!"Andini memandang Abimana denga
Usulan mendadak ini membuat Rangga tertarik. Namun sebelum dia sempat mengatakan apa pun, kepalan tangan Abimana sudah melayang ke arahnya. Untungnya, Rangga bereaksi cukup cepat. Dia memiringkan tubuh untuk menghindari pukulan tersebut.Alhasil, tinju Abimana mengenai udara kosong. Itu membuat tubuhnya terdorong ke meja. Hidangan lezat yang tertata di atas meja jatuh berserakan ke lantai. Abimana mengambil segenggam makanan dengan santai, lalu melemparkannya ke arah Rangga.Sementara itu, Rangga segera mundur ke belakang dan nyaris terkena lemparan tersebut. Wajahnya mulai menunjukkan kekesalan. Dia pun bertanya sambil mengernyit, "Apa kamu gila?"Rangga tidak menyebutnya gila karena mabuk karena dia tahu bahwa Abimana tidak akan bertingkah seperti ini bahkan ketika mabuk.Hari ini, Abimana jelas menyimpan sesuatu di dalam hatinya. Pria itu akhirnya bangkit berdiri. Baju mewahnya kini sudah penuh dengan noda makanan.Namun, Abimana sama sekali tidak peduli. Dia malah mengangkat tangan
Kirana bisa-bisanya datang ke kediamannya pada saat seperti ini. Pasti tujuannya tidak sederhana. Andini bangkit dan berjalan keluar untuk menyambutnya. Ketika melihat Kirana, dia membungkuk untuk memberi salam, "Salam hormat pada Nyonya."Melihat Andini masih enggan memanggilnya Ibu, hati Kirana sedikit terluka. Namun, dia tidak ingin menunjukkan kesedihan itu di hadapan Andini. Dia melangkah maju dengan ramah, lalu menggenggam tangan Andini dan membimbingnya untuk duduk di sisi lain.Kirana memberi tahu, "Ibu khawatir kamu terlalu sedih, jadi datang untuk melihatmu."Andini menunduk dan tidak mengatakan apa pun. Perlahan, dia menarik kembali tangannya dari genggaman Kirana.Kirana tentu menyadarinya. Dia mengernyit sekilas, tetapi akhirnya hanya menghela napas sebelum melanjutkan, "Sebetulnya, nenekmu sangat menyayangimu. Meskipun dia tahu kamu bukan anak kandung Keluarga Biantara, di dalam hatinya kamu tetap cucu yang paling dia cintai."Andini hanya diam, tetapi dalam hati dia meng
Orang-orang di Negara Darsa percaya bahwa anak adalah anugerah dari langit. Para dewi di langit memilih keluarga mana yang layak, lalu mengirimkan anak-anak satu per satu ke dunia.Ada beberapa anak yang nakal, enggan turun ke dunia. Jika para dewi marah, mereka akan mencubit anak itu. Tanda lahir kecil sudah pasti karena dicolek para dewi. Kalau sedikit lebih besar, itu pasti karena dicubit.Jika lebih besar lagi, itu tandanya si anak terlalu nakal sampai para dewi tak tahan lagi dan langsung menendangnya turun ke dunia.Hati Kirana terasa sangat sakit saat mendengarnya. Dulu saat melihat pengasuh mengganti popok untuk Andini, dia juga sempat berkata bahwa Andini pasti sangat nakal sampai-sampai dicubit oleh dewi. Karena di pinggang Andini memang ada tanda lahir.Begitu mengingat ini, tatapan Kirana perlahan beralih ke arah Dianti. "Apa kamu punya tanda lahir?"Dianti panik. Dia terus-menerus menggeleng. "Ibu, jangan dengarkan omong kosong perempuan ini ...."Sebelum dia sempat menyel
Saat ini, Dianti yang diabaikan di luar Paviliun Persik tiba-tiba saja membelalakkan mata, dipenuhi ketidakpercayaan.Di sampingnya, seorang pelayan wanita berbisik, "Nona, kenapa Tuan Abimana seperti orang gila? Apa terjadi sesuatu?"Dahi Dianti sedikit berkerut, dia sendiri pun tidak tahu. Namun, kegilaan mendadak Abimana ini justru memberinya sebuah kesempatan.Kesempatan untuk berpura-pura menyedihkan di hadapan Kirana dan mendapatkan kembali rasa sayang darinya!Dianti tahu, meskipun Kresna dan Kirana telah menyelamatkan hidupnya, kasih sayang mereka tak lagi seperti dulu.Mungkin hari ini, dengan memanfaatkan kesempatan ini, dia bisa merebut kembali perhatian dan kasih sayang mereka.Dengan pikiran seperti itu, Dianti pun segera mencari Kirana. Namun, dia diberi tahu bahwa Kirana sedang menerima tamu di ruang depan.Untuk menunjukkan betapa menyedihkannya dirinya, saat tiba di ruang depan, Dianti sengaja tidak melihat ke arah tamu yang hadir.Dengan pipi berlinang air mata, dia l
Entah sudah berapa lama Abimana menampar dirinya sendiri. Tiba-tiba, dia seperti mengingat sesuatu. Dengan tergesa-gesa, dia membungkus kembali potongan-potongan kain itu, lalu menyelipkannya ke dalam sakunya.Kemudian, dia bangkit, membuka pintu, dan langsung berlari keluar. Dia harus mencari Andini.Begitu keluar, matanya langsung menangkap sebuah pohon pagoda besar. Saat kecil, Andini paling suka memanjat pohon itu. Tak jauh dari sana, juga ada kumpulan bebatuan buatan yang juga merupakan tempat favorit Andini bermain.Pernah suatu kali, dia jatuh dari bebatuan itu dan membuat Abimana hampir terkena serangan jantung. Namun, Andini malah tertawa tanpa rasa takut.Di gazebo itu, mereka pernah bermain catur bersama. Saat Andini baru belajar, dia paling suka bermain curang. Satu langkah bisa diulang belasan kali olehnya.Beberapa pohon persik di halaman itu punya buah yang besar dan manis. Setiap musim panen, Andini akan membawa para pelayan memetik buah, lalu membuat kudapan manis yang
Tubuh Abimana limbung. Dia seperti melihat kembali sosok Andini tiga tahun lalu, saat dibawa ke penatu istana. Gadis itu menangis dan menjerit.Dia tidak mau tunduk, tidak mau tinggal di sana. Makanya, pelayan senior di sana mencambuknya berkali-kali.Kemudian, dia terbaring lemah di dalam kamar bocor yang dingin dan lembap. Dia merobek pakaiannya yang sudah compang-camping, lalu dengan jari berlumuran darah, dia menulis dengan pelan.[ Kak, tolong aku. ]Hati Abimana terasa begitu nyeri, sampai-sampai dia sulit bernapas. Dengan tergesa-gesa, dia membalik satu per satu potongan kain itu. Hampir di setiap potongan tertulis dengan darah.[ Kak, tolong aku. ][ Kak, jemput aku pulang. ][ Kak, selamatkan aku. ]Tiga tahun. Selama itu, potongan-potongan kain berlumuran darah ini mencatat setiap teriakan minta tolongnya ... dan semuanya ditujukan pada Abimana.Saat ini, Abimana baru benar-benar sadar. Di hati Andini, dirinya begitu penting bagi Andini dulu. Dulu di hati Andini, hanya dia ya
Dia tidak berani membayangkan lebih jauh, hanya bisa memaksakan diri untuk mengenyahkan pikiran yang dipenuhi kecemasan.Rangga sudah berada di ambang kehancuran. Dia tidak boleh ikut-ikutan gila!Jadi, Kalingga menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. "Iya, dia akan baik-baik saja."Abimana seperti mendapatkan kembali sedikit tenaga. Dia mengangguk pelan, lalu berbalik dan pergi.Ya, semuanya akan baik-baik saja. Dia hanya perlu kembali dan beristirahat sebentar, lalu lanjut mencari Andini ....Abimana menaiki kudanya untuk kembali. Namun, dalam pikirannya, terus terbayang momen saat Andini jatuh ke sungai.Andini terlalu jauh dari dirinya. Begitu jauh hingga dia tidak bisa melihat jelas wajahnya. Begitu jauh sampai bayangannya pun tidak bisa dia raih.Kenapa mereka bisa sejauh ini? Apakah selama ini dia yang perlahan mendorong Andini menjauh darinya?"Tuan Abimana!" Tiba-tiba, suara lembut seorang wanita menyadarkan Abimana dari lamunannya.Dia terkejut, mendongak, baru sadar diriny
"Andin!""Andin!""Tidak!"Tiga teriakan itu hampir terdengar bersamaan.Kalingga dan Abimana serempak mencabut pedang mereka. Pria berjanggut lebat dan pemuda itu bahkan belum sempat bereaksi saat leher mereka ditebas.Sementara itu, Rangga langsung melompat ke Sungai Mentari tanpa memedulikan apa pun.Melihat itu, Kalingga dan Abimana segera bergerak, masing-masing menarik Rangga kembali ke tepi."Lepaskan aku!" Rangga membentak, berjuang keras melepaskan diri. Matanya terus mencari sosok Andini di permukaan sungai yang tenang tanpa riak.Dia terus mencoba melompat ke sungai, tetapi dua pasang tangan terus menariknya ke belakang, membuatnya hanya bisa terus menepis mereka.Andini masih ada di dalam sungai. Dia harus menyelamatkan Andini!Plak! Sebuah tamparan keras membangunkan Rangga.Kalingga mencengkeram kerah bajunya. Suaranya keras, tetapi bergetar, "Andin akan baik-baik saja! Dia bisa berenang! Yang harus kamu lakukan sekarang adalah memimpin orang-orang ke hilir dan mencarinya
"Jangan gegabah!" Kalingga lebih dulu turun dari kuda, berteriak keras ke arah para bandit. Begitu melihat darah yang muncul di leher Andini, hatinya langsung mencengkeram kuat.Rangga dan Abimana segera turun dari kuda. Wajah Rangga tampak sangat muram, kedua tangannya mengepal erat. Dia sangat menyesal, kenapa dulu tidak membasmi habis para bandit itu. Kini, Andini terjebak dalam situasi berbahaya seperti ini.Yang lebih membuatnya marah adalah kenyataan bahwa dirinya jatuh ke dalam jebakan para bandit!Abimana memandang Andini yang sedang disandera, hatinya panik bukan main. Dia segera berteriak, "Aku bisa memberikan apa pun yang kalian inginkan! Lepaskan adikku!"Tatapan Andini langsung menjadi dingin. Dia tidak menyangka Abimana juga datang. Namun, di saat yang sama, dia sadar dia tetap tidak ingin melihat Abimana bahkan dalam kondisi seperti ini.Apalagi mendengarnya menyebut kata "adikku". Sejak kapan ... sejak kapan kebenciannya terhadap mantan kakaknya ini menjadi sedalam ini?
Saat itu juga, di tepi Sungai Mentari, Andini perlahan sadar dari pingsannya.Begitu membuka mata, yang pertama dia lihat adalah seorang pria berjanggut lebat yang sedang menatapnya tajam-tajam.Andini tersentak kaget dan refleks bergerak mundur. Namun, sebelum dia sempat mundur jauh, bagian belakang tubuhnya tiba-tiba kehilangan pijakan. Dia hampir saja terjungkal jatuh kalau pria berjanggut itu tidak segera menarik lengannya.Barulah dia sadar, di belakangnya terbentang sungai lebar yang tak berujung. Inikah ... Sungai Mentari?Andini masih belum sempat mencerna situasinya, saat suara lain terdengar dari arah samping, "Jangan gerak sembarangan! Sungai Mentari sangat dalam. Kalau jatuh, bakal susah naik lagi!"Andini menoleh ke arah suara itu.Yang berbicara adalah seorang pemuda. Usianya tak lebih dari 17 atau 18 tahun. Saat ini, dia tengah menyeka pedang panjang di tangannya.Andini pun mengingat semuanya. Dia telah menyamar sebagai pelayan dan berhasil menipu para penjaga di dalam
Nayshila benar-benar ketakutan. Matanya merah dan bengkak. Begitu melihat Kalingga, dia nyaris menangis saat itu juga. Namun, ketika melihat Rangga dan Abimana, tangisannya langsung tertahan.Di matanya malah muncul ekspresi panik. "Kenapa kalian semua ke sini? Bagaimana dengan Andini? Bukankah target para bandit itu adalah Andini?"Orang-orang itu hanya berjumlah dua. Setelah menculiknya dan membawanya ke tempat ini, mereka langsung bergegas pergi mengejar Andini!Dirinya ... hanyalah umpan. Umpan untuk memancing Rangga keluar dari vila tempat Andini disekap!Strategi mengalihkan musuh dari sarangnya!Tanpa berbicara sepatah kata pun, Rangga langsung berbalik dan pergi! Kepanikan telah menyelimuti seluruh jiwanya.Barangkali dia benar-benar dibutakan oleh tato kepala harimau itu. Karena terlalu takut Nayshila jatuh ke tangan para bandit dan mengalami nasib buruk, dia pun meninggalkan semuanya dan datang kemari tanpa berpikir panjang!Kalingga juga ikut terpaku, tetapi tetap menyimpan