"Aku tidak suka kamu dekat atau didekati pria lain. Walau status pernikahan kita hanya dari sebuah kesalahan kamu. Hargai aku walau hanya menjadi suami pengganti." Joan Mempertegas apa yang dia rasakan. Tidak tahu harus menjawab apa, bagaiamana bisa Joan tahu dirinya tadi bersama dengan Jeri. "Apa Sesil yang mengadu? Dia sengaja bukan?" tanya Alexa. Joan mengerutkan kening, bagaimana bisa Alexa berpikir yang mengadu adalah Sesil. Tidak tahu saja jika yang mengadu adalah kaka iparnya. Namun, tidak mungkin dia mengatakan hal itu karena Alexa tidak tahu jika dirinya sering bertukar pesan pada Adam. "Bukan Sesil, bahkan dia tidak ada mengirim pesan hari ini." "Tapi biasanya dia mengirim pesan?" tanya Alexa sinis. Kali ini malah Alexa yang merasa kesal dengan Joan. Keduanya sebenarnya sudah saling peduli. Apalagi Alexa yang sudah mulai merasa kesal atau cemburu jika Joan bersama dengan wanita lain. "Kenapa jadi aku yang di sudutkan? Kita lagi bahas Jerico."Alexa kini merasa heran,
Tidak bisa di biarkan, Joan pun tidak mungkin menyembunyikan identitasnya. Selain itu, di mulai cemas dengan beberapa kali Jerico kakaknya menghubungi Alexa. Tidak akan Joan diam begitu saja seperti dulu sang kakak merebut semuanya. "Hari ini aku mau ke kantor papa. Kamu di rumah sama mama atau ada kegiatan lain?" tanya Alexa. "Aku mau ketemu Sesil." Sontak kopi yang sedang di minum Joan pun tersembur begitu saja. Alexa sudah menduga jika sang suami akan kaget mendengar apa yang di katakan. Memang dengan sengaja Alexa mendekati Sesil untuk mengetahui hubungan mereka berdua. Joan kembali merapikan bajunya yang sedikit terkena kopi. "Di ganti Joan. Kamu mau ke kantor Papa dengan baju dengan noda?" Alexa sedikit menggerutu lalu mengambil baju kemeja berwana navy dan menyerahkannya pada Joan."Pakai ini." "Kamu enggak mau bantu aku ganti baju?" tanya Joan."Mimpi aja terus. Halu! Pakai sendiri." Alexa keluar dari kamar, sedangkan Jona terkekeh di kamarnya. Agak sedikit senang karen
“Sana, tidur di bawah!” Alexa dengan kasar melempar bantal pada Joan yang baru saja masuk ke kamar. Joan keheranan melihat kelakuan anak majikannya, baru saja mereka sah menjadi suami istri karena pengantin pria tiba-tiba pergi dari acara. Pihak wanita kebingungan, untuk menutup rasa malu dengan terpaksa Joan menerima membantu keluarga itu karena jika tidak, ia akan kehilangan pekerjaan sebagai sopir pribadi keluarga Raharja. “Jangan pernah berpikir, kamu menikah sama aku dan berpikir aku istri kamu! Aku nggak pernah akan menganggap kau suami aku, ngerti?” Joan tidak mendengarkan perkataan sang istri. Ia memilih merebahkan tubuh di sofa yang ada di kamar. Pikirannya sekarang begitu kacau saat ia kembali mengingat pernikahan pagi tadi. Alexa merasa kesal saat pria hadapannya, Joan malah memejamkan mata tanpa menjawab sepatah kata pun darinya. Ia kembali jengkel saat Joan seolah-olah tidak mau mendengarkan ucapannya dengan menutup seluruh tubuh dengan selimut. Alexa naik ke ranja
Frans kembali menjadi perdebatan yang hangat, pria yang berhasil membuat putri kesayangan Pak Hanif jatuh cinta dan melakukan hal gila. Bu Maria tidak banyak bicara lagi, ia tahu sikap sang suami yang tidak bisa di ganggu keputusannya. Hatinya hancur saat suatu hari ia menemukan tespack di kamar Alexa. “Jawab, Lexa. Ini punya siapa?” Bu Maria bertanya dengan perasaan campur aduk. Sementara itu, Alexa hanya bisa menangis dan berlutut di bawah kaki sang ibu. Gadis itu terus menangis karena kesalahannya. Hal yang membuatnya tidak bisa melanjutkan kuliah untuk masa depannya, sebuah dosa dan kesalahan yang tidak dapat di maklumi. “Bangun, Lexa. Jangan membuat ibu semakin gagal mendidik kamu! Apa kata Papamu nanti?” Bu Maria menangisi sang anak yang kini berbadan dua. Ia tidak membayangkan, Putri kesayangannya kehilangan masa depan. Apalagi pacarnya belum bekerja dan mengandalkan harta orang tua. “Ma, maafkan aku. Aku nggak sengaja, Ma.” Alexa masih menangis di hadapan sang ibu.
Alexa masih berada di meja makan bersama sang ibu. Maria sedang merapikan makanan yang tersisa, sedangkan Alexa menunggunya untuk bicara. “Ma, aku mau bicara,” ujar Alexa. “Bicara apa?” tangan Bu Maria masih sibuk merapikan meja makan di bantu Bi Rumin. “Jangan di sini, di dalam saja,”pinta Alexa. “Mama bersihkan sebentar ini,” ujar sang ibu. Alexa menunggu dengan malas sang ibu merapikan meja makan. Ia berpikir untuk apa sang ibu repot-repot merapikan meja makan toh sudah ada pembantu di rumahnya. Bu Maria memang rajin dalam merapikanrumah. Walau ia sudah memiliki asisten rumah tangga, ia masih mau mengerjakan semua sendiri. Berbeda dengan Alexa yang tanpa mau mengerjakan sesuatu dirumahnya. Selesai merapikan meja makan, BuMaria langsung ke ruang TV mengikuti Alexa yang sudah berada di sana. Wanita dengan wajah cantik itu sepertinya sudah tahu apa yang akan dikatakan sanganak. “Ma, tolong bicarakan dengan Papa,aku nggak suka pernikahanku dengan Joan. Masa ia aku menik
Alexa merasa mual, ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua makanan yang tadi di makannya. Ia memegangi kepalanya yang terasa nyeri, begitu juga perut yang semakin menjadi. Ia mencoba melangkah ke luar perlahan.Bu Maria menghampiri sang anak karena mendengar suara muntah Alexa. Wanita berbaju hitam itu mengelus pundaknya. Tidak seharusnya Alexa mengalami hal yang belum waktunya. Namun, karena kesalahannya dan membuat Alexa harus menerima konsekuensi atas perbuatannya.“Kamu sudah minum obat mualnya belum?” tanya Bu Maria.“Aku nggak mau minum obat, Ma. Nggak suka, Ma.” Alexa kembali berbaring dengan membalurkan minyak gosok di perutnya.Bu Maria bingung harus berbuat apa untuk membuat Alexa meminum obat. Ia kasihan melihat calon cucunya jika tidak ada asupan vitamin.Bu Maria meninggalkan Alexa di kamar, ia lalu menelepon Joan untuk pulang. Selanjutnya ia ke halaman di rumah untuk menyirami beberapa bunga dan tanaman yang ditanamnya.“Bu, Non Alexa bagaimana keadaannya?” tanya
Bibir Bu Maria bergetar saat mendengar penuturan Joan. Pria dengan tutur lembut itu kini bersikap dengan tegas menjawab semua tudingan darinya. Bu Maria kali ini merasa lawannya bukan pria lemah. “Maaf, jika perkataan saya menyinggung Nyonya. Walau bagi Alexa pernikahan ini seperti permainan, tapi tidak dengan saya. Saya akan bertanggungjawab tanpa harus di ingatkan.” Joan menarik napas setelah ia berhasil mengeluarkan apa yang menjadi beban di hati.Joan kembali pamit menemui Alexa. Ia melihat sang istri kini malah melemah. “Lex, ke Dokter saja,” ujar Joan. “Nggak usah!” Joan mengambil ponsel dan mencoba menghubungi seseorang untuk berkonsultasi tentang kehamilan Alexa. Ia sengaja menjauh dari sang istri dan menelepon di halaman rumah.“Siang, Nes,” ujar Joan dengan sapaan pada orang di seberang telepon sana. “Iya, Jo. Ada apa, tumben kamu menelepon.” Suara serak wanita terdengar dari kejauhan.Joan mulai bercerita tentang kehamilan Alexa. Wanita di seberang telepon sedikit terk
Frans mendekati Bowo yang memberikan info tentang Alexa. Seperti petir yang menyambar, ia begitu terkejut mendengarnya. Ia pikir pernikahan itu akan gagal dan ia lepas tanggung jawab. Memang benar ia tidak jadi menikah dengan Alexa, tapi bukan berarti dirinya bisa terima dengan pernikahan kekasihnya itu dengan pria lain.Frans begitu emosi mendengar hal itu dari mulut Bowo.Apalagi Alexa sedang mengandung benihnya. Frans kembali memastikan pada Bowo tentang informasi itu. Sekali lagi, Frans tidak percaya dengan apa yang terjadi. Mungkin Bowo hanya membual padanya agar dirinya menyesal.“Lu kaget?” tanya Bowo.“Kok lu tanya begitu, gua pasti kagetlah, bisa-bisanya dia nikah sama orang lain. Dia lagi mengandung anak gua!” Frans berteriak di depan Bowo.Bowo tidak terima, ia menarik kerah baju Frans dan membalas ucapannya.“Bodoh bangat, lu! Otak lu geser apa? Sudah jelas lu ninggalin dia di pernikahan dan nggak mau tanggung jawab. Sekarang, ada yang menutupi aib lu, lu malah ngamuk. Pik