Share

Susah Minum Obat

Bibir Bu Maria bergetar saat mendengar penuturan Joan. Pria dengan tutur lembut itu kini bersikap dengan tegas menjawab semua tudingan darinya. Bu Maria kali ini merasa lawannya bukan pria lemah.

“Maaf, jika perkataan saya menyinggung Nyonya. Walau bagi Alexa pernikahan ini seperti permainan, tapi tidak dengan saya. Saya akan bertanggungjawab tanpa harus di ingatkan.” Joan menarik napas setelah ia berhasil mengeluarkan apa yang menjadi beban di hati.

Joan kembali pamit menemui Alexa. Ia melihat sang istri kini malah melemah.

“Lex, ke Dokter saja,” ujar Joan.

“Nggak usah!”

Joan mengambil ponsel dan mencoba menghubungi seseorang untuk berkonsultasi tentang kehamilan Alexa. Ia sengaja menjauh dari sang istri dan menelepon di halaman rumah.

“Siang, Nes,” ujar Joan dengan sapaan pada orang di seberang telepon sana.

“Iya, Jo. Ada apa, tumben kamu menelepon.” Suara serak wanita terdengar dari kejauhan.

Joan mulai bercerita tentang kehamilan Alexa. Wanita di seberang telepon sedikit terkejut saat pria dengan wajah blasteran itu bertanya soal kehamilan. Joan mengangguk saat ia mulai mengerti dengan penjelasan dari Ines—Dokter kandungan yang juga sahabat lamanya.

“Terima kasih, Nes.” Joan menutup telepon setelah ia selesai. Kemudian, pria itu ke dapur terlebih dahulu.

“Bi, boleh buatkan teh hangat buat Alexa?” tanya Joan sopan.

Dahi Bi Rukmin berkerut mendengar permintaan Joan. Yang ia tahu, Alexa tidak suka dengan minuman hangat apalagi panas. Namun, wanita dengan daster bunga itu tidak banyak bicara dan langsung membuatkannya.

Joan kembali ke kamar Alexa untuk memberikan dia teh hangat untuk membuat mualnya sedikit reda. Akan tetapi, seperti biasa tingkah Alexa masih saja angkuh dan tidak mau menerima bantuan Joan.

“Kamu lebih memilih masuk rumah sakit dengan infusan di tangan atau minum teh hangat ini?” Joan sama sekali tidak memberikan pilihan. Keduanya sama-sama tidak disukai wanita di hadapannya.

“Aku nggak suka teh hangat,” tolak Alexa.

“Jadi, kamu lebih memilih aku pilihkan rumah sakit untuk berlibur?” Pertanyaan Joan membuat Alexa melirik cepat.

Alexa gegas mengambil gelas dari tangan Joan. Dengan berat hati ia meminumnya walau seperti orang yang sedang meminum jamu. Setelah itu, kembali meyerahkan pada sang suami gelas bekas minumnya.

“Anak pintar,” ujar Joan sembari mengelus pucuk rambut Alexa.

Alexa menepis tangan Joan yang mengelus pucuk rambutnya. Wajahnya terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan sang suami.

“Aku suami kamu, bebas melakukan apa pun, apalagi hanya mengelus rambut saja,” timpal Joan.

Alexa mengerucutkan bibir, ia kesal melihat Joan memperlakukan hal itu. Baginya, tidak penting menunjukkan kepura-puraan itu.

“Jangan pura-pura baik,” ujar Alexa ketus.

“Pura-pura baik bagaimana? Kamu dan aku sudah saling mengenal sejak beberapa lama bukan? Kalau aku pura-pura baik, mana bisa kamu pergi pacaran dengan pria berengsek itu.” Nada suara Joan terlihat sangat emosi.

Alexa melirik ke arah Joan yang terlihat marah. Ia pun tidak lupa jika Joan selalu melindunginya dari sang ayah. Bahkan, berkat Joan ia bisa pergi bersama Frans untuk makan malam atau yang lainya. Bahkan, saat mereka khilaf melakukan dosa yang membuat Alexa harus terjebak sendiri dalam perbuatan maksiat itu dan Frans malah kabur.

“Kamu pura-pura lupa atau pura-pura amnesia?” Lagi, Joan bertanya pada Alexa yang sejak tadi bergeming.

“Kamu menyebalkan Joan!”

Alexa mendorong pria itu ke luar dari kamarnya. Mendengar apa yang dikatakan Joan, ia malah merasa bersalah dengan pria itu. Apalagi selama ini Joan pria yang sangat berjasa dalam hidupnya.

Bukan hanya sebagai sopir, tapi Joan lebih seperti sang kakak yang sedang menjaga adiknya.

“Kenapa aku jadi merasa bersalah pada Joan?” Alexa bergumam sendiri.

**

Sementara, pria bertubuh tinggi dengan anting di telinganya kini sedang meneguk minuman berulang kali. Tubuhnya mulai goyang akibat terlalu banyak meminum minuman keras.

“Frans, lu mau mabuk?” Salah satu pria berjaket coklat menegurnya.

Frans hanya tertawa terbahak karena kesadarannya sudah sedikit hilang. Pria itu kembali mengoceh tidak jelas dan sedikit kacau.

“Kalau seperti ini, karier lu hancur. Pekerjaan lu juga kacau, Bro. Memang kenapa, sih?”

“Lu percuma nanya ke dia. Orang lagi mabuk, dia itu orang paling bego di dunia. Mau jadi menantu konglomerat malah kabur dari acara akad. Gila, nggak tuh.” Salah satu dari mereka kembali bicara.

“Lah, dia udah tajir, Bro. Bokapnya aja pengusaha sukses, ceweknya aja yang gatel kali.”

“Diam lu, semua. Gua belum siap nikah, tahu!”

Frans malah berdiri di atas meja dan menari-nari tidak jelas. Lalu, ia kembali meracau sembari meneguk kembali minuman keras itu.

“Gua bakal di bunuh sama bokap gua kalau dia tahu gua hamilin anak orang! Jadi, lebih baik gua kabur, toh Alexa nggak tahu bebet, bobot gua.” Frans kembali tertawa.

Sementara, beberapa temannya hanya tertawa melihat kelakuan Frans saat dia mabuk. Pria itu sangat rusuh jika sudah berhadapan dengan alkohol.

Pria itu tidak peduli bagaimana hancurnya kedua orang tua Alexa saat tahu sang anak hamil. Dan, kembali tersakiti saat pria bernama Frans itu memilih kabur dan meninggalkan pernikahan mereka.

“Frans, apa lu tahu, kalau ada yang menikahi Alexa saat lu pergi?”

Frans meloncat saat mendengar pernyataan itu. Ia mengernyitkan dahi saat mendengar jika Alexa kini menjadi milik orang lain.

***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status