Share

Boneka Besar

Bu Maria membuatkan sang suami teh hangat saat Pak Hanif pulang. Pasangan suami istri itu kini duduk berhadapan. Sang istri tahu jika suaminya sedang banyak masalah. Ia beranjak dari tempat duduk dan memijit pundaknya.

“Papa capek?” tanya Maria.

“Ia, Mah. Apalagi lelah menghadapi Alexa, Papa masih tidak sudi memiliki cucu dari keturunan berengsek.” Pak Hanif kembali mengingat Frans.

Bu Maria terdiam sejenak, memang tidak bisa menolak takdir. Walau sekarang Alexa menikah dengan Joan, tapi pria itu bukan ayah kandung bayi yang dikandung Alexa. Bagaimana bisa semua terjadi pada keluarganya.

Kedua kakak perempuan Alexa semua menikah dengan orang yang tepat. Mengapa anak terakhir mereka mendapat nasib berbeda dengan sang kakak, hanya itu yang menjadi pikiran Bu Maria.

“Sudahlah, Pah. Kasihan Alexa, ia sedang hamil dan butuh dukungan dari kita.” Maria menambahi.

Pak Hanif beranjak dari tempat duduk dan memilih untuk membersihkan diri. Ia sudah muak dengan semua keadaan yang membuatnya tidak bisa berkata-kata. Harga dirinya sudah terinjak-injak oleh sang anak.

Pria itu paham dan seharusnya memberi dukungan, tapi hatinya masih tidak bisa menerima jika sang anak mengandung benih pria yang tidak bertanggung jawab.

Bu Maria kembali terdiam, jika sudah membicarakan Alexa pasti sang suami langsung menghindar. Wanita dengan lipstik merah itu pun tahu jika semua itu kesalahan sang anak yang tidak bisa menjaga kehormatannya.

Bu Maria kembali merapikan gelas dan membawanya ke dapur. Seperti biasa, ia berbincang dengan Bi Rumin. Wajahnya terlihat Sangat masam jika membahas tentang Joan dan Alexa. Suaminya selalu saja membela dan merasa Joan pria baik yang memang pantas untuk sang anak.

“Ibu sama Bapak pasti berdebat lagi?” tanya Bi Rumin.

“Yah, Bibi tahu Bapak seperti apa. Sekali tidak suka dan begitulah.”

“Sabar, Bu. Bapak masih belum bisa menerima, selama ini kan semua anaknya berhasil, tapi cobaan datang dari Non Alexa.”

Bu Maria menyeduh teh untuk menghilangkan bad mood di hatinya. Tarikan napasnya terlihat ia begitu tertekan.

**

Alexa sengaja memilih boneka yang paling besar dan mahal. Ia yakin sopir pribadi ayahnya tidak bisa membelikannya. Bisa jadi Joan akan menguras tabungan bahkan gajinya yang dia sisihkan untuk tabungannya. Alexa puas saat membayangkan keusahan sopir yang sok baik itu.

“Aku mau ini,” ujar Alexa. Alexa mengambil boneka yang menurutnya lucu.

“Ambil yang kamu mau,” balas Joan tanpa melihat harga dan besarnya.

Alex langsung menggendong boneka besar dengan kesusahan. Sudah pasti harganya sangat mahal.

“Memang kamu bisa bayar kalau aku mau yang ini?” Alexa mencibir Joan.

“Ambil saja, saya masih ada tabungan untuk membeli boneka itu.” Jawab Joan membuat Alexa mengerucutkan bibir.

“Kamu kenapa? Nggak suka?”

Alexa mencibir dan melangkah bak anak kecil yang menggendong boneka besar itu ke kasir. Ia pikir Joan tidak bisa membayarnya, tapi malah terlihat santai.

Joan melangkah ke kasir dengan dompet terlihat tebal. Tidak ingin terlihat ingin tahu, Alexa hanya menunggu di tempat duduk.

Saat hendak berbalik, Joan dikejutkan dengan sapaan seorang wanita.

“Bang Joan, loh, Bang Joan kok ada di sini, bukannya Bang Joan ada di—“

Joan langsung meminta wanita itu untuk tidak bicara lagi karena takut Alexa mendengarnya. Dia menarik wanita itu menjauh dari Alexa.

“Sesil, jangan keras-keras. Soalnya Abang lagi menyamar,” ujar Joan.

Pria itu terpaksa harus berbicara pada Sesil dengan sebenarnya. Sementara, Alexa memperhatikannya dari kejauhan dengan bingung dan curiga. Joan dengan siapa, apa kekasihnya atau istrinya bisa jadi, pikir Alexa.

“Maksud Abang apa, sih?” tanya Sesil. Sesil sama sekali tidak mengerti dengan penyamaran apa yang di katakan oleh Joan. sudah lama tak bertemu, malah di buat bingung.

“Nanti Abang ceritakan, tolong pergi dulu. Bagaimana?” Joan meminta Sesil untuk pergi.

Walau ingin tahu, Sesil mengikuti apa yang diminta Joan. Wanita itu meninggalkan toko dan melirik ke arah Alexa yang tiba-tiba menghampiri Joan. Seperti yang dikatakan Joan, cepat pergi dan menjauh.

“Dia siapa?” tanya Alexa.

“Dulu, anak majikan aku sebelum kerja sama Papa kamu.” Hanya itu yang dijawab Joan.

Kemudian Joan mengajak Alexa pergi dan makan siang. Sepertinya dunia begitu sempit, mereka kembali bertemu dengan beberapa orang yang dikenal. Kini Alexa bertemu dengan Bowo.

“Lexa,” panggil Bowo.

“Eh, sama siapa Wi?” tanya Alexa.

Alexa memperhatikannya wajah Bowo yang penuh luka lebam. Tangannya reflek memegang wajah sahabatnya itu.

“Ini kenapa?” tanya Alexa.

“Bukan apa-apa,” jawab Bowo.

Joan merasa tidak suka saat melihat Alexa menyentuh wajah Bowo. Pria itu menatap sengit sang istri dan mengajaknya untuk pergi.

“Apa, sih. Aku belum selesai bicara sama teman aku.” Alexa mengerucutkan bibir.

“Lex, aku nggak suka kamu sembarangan megang cowok. Apa lagi sok perhatian seperti itu. Kamu pikir bagus seperti itu di depan suami kamu?”

“Loh, kok kamu jadi protektif? Ingat, ya, aku terpaksa menikah sama kamu. Lagi pula, jangan pernah ikut campur urusan aku. Mau berteman sama siapa pun hak aku. Dia sahabat aku, Joan.”

“Nggak ada real sahabat antara perempuan dan laki-laki. Pasti di antara salah satu akan tumbuh cinta. Camkan itu!”

Joan tidak main-main dengan perkataannya. Baginya walau mendadak menjadi suami dari anak majikannya, ia pun tidak akan mempermainkan pernikahan.

Hanya saja, ia harus lebih sabar menghadapi Alexa yang masih belia.

“Joan tunggu aku!” Alexa berteriak sembari mengejar Joan yang melangkah cepat.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status