Share

Mual

Alexa merasa mual, ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua makanan yang tadi di makannya. Ia memegangi kepalanya yang terasa nyeri, begitu juga perut yang semakin menjadi. Ia mencoba melangkah ke luar perlahan.

Bu Maria menghampiri sang anak karena mendengar suara muntah Alexa. Wanita berbaju hitam itu mengelus pundaknya. Tidak seharusnya Alexa mengalami hal yang belum waktunya. Namun, karena kesalahannya dan membuat Alexa harus menerima konsekuensi atas perbuatannya.

“Kamu sudah minum obat mualnya belum?” tanya Bu Maria.

“Aku nggak mau minum obat, Ma. Nggak suka, Ma.” Alexa kembali berbaring dengan membalurkan minyak gosok di perutnya.

Bu Maria bingung harus berbuat apa untuk membuat Alexa meminum obat. Ia kasihan melihat calon cucunya jika tidak ada asupan vitamin.

Bu Maria meninggalkan Alexa di kamar, ia lalu menelepon Joan untuk pulang. Selanjutnya ia ke halaman di rumah untuk menyirami beberapa bunga dan tanaman yang ditanamnya.

“Bu, Non Alexa bagaimana keadaannya?” tanya Bu Rumin.

“Ah, anak itu mah susah, Bi. Di suruh minum obat mual nggak mau, salah sendiri.” Bu Maria memang dekat dengan asisten rumah tangganya. Wanita itu ramah dengan siapa saja, sebelum Joan menikah dengan Alexa pun, ia bersikap ramah juga.

Namun, ia agak kesal karena sang suami menikahkannya dengan Alexa. Bu Maria hanya ingin sang anak mendapat suami yang lebih baik. Dan takut Joan hanya memanfaatkan Alexa demi kekayaan sang suami.

“Bibi mau bikin teh hangat, tapi takut Non Alexa marah. Nyonya tahu sendiri kalau Non Lexa mah nggak suka teh hangat,” ujar Bi Rukmin.

“Biarkan saja, ada suaminya. Biar Leon yang mengurusnya.”

“Nyonya yakin? Bukannya Nyonya nggak setuju dengan Joan?”

“Saya mau tahu saja, seberapa kuat dia menghadapi Alexa yang keras kepala dan egois.”

Keduanya saling tersenyum saat melihat Joan yang datang dan tergesa masuk ke rumah tanpa melihat mereka di halaman rumah..

**

Joan langsung masuk ke kamar tanpa mengetuk pintu. Alexa terkesiap dan langsung mengomel sembari melempar bantal ke wajah sang suami.

“Kamu, ngapain ada di sini sekarang?” tanya Alexa ketus.

“Mama kamu menelepon saya, kamu sakit sampai muntah-muntah. Mau saya antar ke rumah sakit?” tanya Joan sembari melangkah mendekati Alexa.

“Stop, jangan maju.  Aku nggak kenapa-kenapa. Jangan sok peduli sama aku, Joan. Kamu itu hanya suami pengganti.”

Joan tidak peduli dengan ucapan Alexa. Ia mendekat dan menyentuh kening sang istri untuk memastikan dia baik-baik saja. Alexa menepis tangan Joan, pria itu kembali bangkit dan berdiri di samping ranjang.

“Walau kamu tidak menganggap saya, tapi pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan buka permainan. Jadi, selama saya menjadi suami kamu, apa yang terjadi sama kamu adalah tanggung jawab saya.” Joan menatap tegas wanita di hadapannya.

Netranya melirik tangan Alexa yang sejak tadi mengelus perutnya yang masih terlihat rata. Pria itu tahu ada janin di rahim sang istri, tapi ia merasa miris karena anak itu bukanlah darah dagingnya.

“Jangan mimpi, setelah anak ini lahir, kupastikan kita akan bercerai.”

Penuturan Alexa membuat Joan geram. Sikap egois dan sombong masih begitu melekat di dirinya padahal Tuhan sedang mengujinya dengan ujian. Namun, Alexa seolah-olah tidak pernah belajar dari kesalahan.

Tidak mau mengambil pusing, Joan pun duduk sembari memainkan ponselnya di sofa. Ia mencari tahu tentang artikel ibu hamil muda. Sesekali ia melirik ke arah Alexa yang sibuk dengan laptopnya.

Joan kembali bangkit dan melihat bungkus obat di meja rias. Ia memperhatikan tulisan dokter dan kegunaan obat tersebut. Lalu, ia kembali menemui ibu mertuanya di luar.

Alexa melihat sikap Joan yang terlihat aneh. Namun, ia tak mau berpikir banyak tentang pria yang mendadak menjadi suaminya.  

Joan menghampiri Bu Maria sembari membawa obat-obatan milik Alexa. Ia bertanya tentang hal itu.

“Kamu baca saja di sana untuk apa,” ujar Bu Maria.

“Saya nggak mengerti, Bu. Yang saya tahu hanya ini obat milik Alexa karena ada namanya.” Joan berkata polos sekali.

“Aduh, percuma saya percaya sama kamu. Kamu itu suaminya, masa kamu nggak mau mencari tahu obat apa itu. Sini,” ujar Bu Maria sembari merampas obat dari tangan menantunya.

Joan menjadi keheranan melihat sikap Bu Maria yang berbeda padanya. Tidak biasa ia judes padanya.

“Ingat, ya, Joan. Kamu itu suaminya, jangan pikir kamu bisa bebas dari tanggung jawab sebagai seorang suami.” Bu Maria menegaskan.

Lagi-lagi Joan merasa terjebak dalam situasi yang sebenarnya bukan ia yang harus berada di posisi itu. Joan menarik napas panjang dengan beberapa kalimat yang akan ia lontarkan.

“Tapi, Nyonya jangan lupa jika anak yang di kandungan Alexa bukan anak saya!”

Keduanya terlihat sangat tegang, apalagi Bu Maria yang tersudut dengan sikap Joan yang berani di depannya.

**

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status