"Amnesia? Apa maksud ucapanmu, Dokter? Apakah maksudmu istriku tak bisa mengenaliku lagi atau apa?" tanya Logan tak percaya setelah beberapa saat yang lalu ia mendengar dokter Bern memberi penjelasan tentang kondisi istrinya.
"Tuan, tenanglah dahulu. Ini hanya dugaan sementara mengingat bagaimana reaksi istri Anda tadi setelah sepenuhnya siuman. Maka dari itu, kami akan melakukan pemeriksaan kembali untuk memastikan kondisi Nyonya yang sebenarnya."
"Namun, mengingat bagaimana ia bereaksi tadi terhadap Anda, kurasa ... Anda harus mempersiapkan diri dan tak terlalu menekannya jika ia memang benar sedang mengalami amnesia. Dan jika dilihat dari sikap istri Anda, kurasa benar ia mengalami amnesia."
"Ta ... tapi, Dokter ... bagaimana itu bisa terjadi? Apakah maksudmu ia akan melupakanku selamanya? Tidakkah ia hanya meracau saja karena efek obat bius atau semacamnya yang belum sepenuhnya hilang?"
"Tuan Logan, perlu diingat, istri Anda mengalami pendarahan yang hebat pasca kecelakaan tersebut. Ia tampaknya tak benar-benar melupakan Anda. Dan ya, mari kita berharap saja ia hanya meracau karena masih belum sepenuhnya sadar akibat efek obat yang diberikan."
"Tetapi, persiapkan juga diri Anda, jika kemungkinan ia mengalami amnesia. Jika benar itu terjadi, mari kita berharap ia hanya mengalami hilang ingatan sebagian pada memori-memori tertentu hingga melupakannya. Bukan berarti ia akan lupa pada Anda sepenuhnya. Kurasa, ia hanya akan mengalami amnesia sementara. Namun sekali lagi, kami akan tetap melakukan pemeriksaan dan pemantauan rutin pada istri Anda untuk kepastiannya."
"Oh, ya Tuhan," lirih Logan. Ia mengusap wajahnya dengan frustasi.
"Tenanglah, Tuan. Berikanlah waktu dan masa pemulihan pada istri Anda agar ingatannya dapat kembali lagi. Kehilangan ingatan sementara pada pasien pasca mendapat trauma berat di area kepala merupakan hal yang bisa saja terjadi. Oleh karena itu, cobalah untuk tak terlalu menekan pasien atau mungkin membuat otaknya bekerja terlalu berat dengan mencoba memberinya informasi yang berlebihan yang mungkin bisa membuatnya terbebani hingga shock."
Dokter Bern menghela napas sejenak. "Aku tahu ini begitu berat bagi Anda, Tuan. Namun, aku yakin semua akan membaik begitu ingatan istri Anda kembali."
"Lalu, sampai kapan ia tak bisa mengingatku, Dokter? Sampai berapa lama?" tanya Logan.
Dokter Bern menggeleng kecil. "Maaf, itu bukan sesuatu yang dapat diprediksikan secara pasti. Ada yang bisa mengingat lagi dalam waktu singkat secara tiba-tiba, namun ada juga yang tak bisa mengingat dalam waktu yang cukup lama, bahkan selamanya. Yang pasti, berikanlah ia stimulus perlahan yang familier dengan masa di mana ia kehilangan ingatan tersebut agar dapat membantunya untuk mengingat lagi hal-hal yang mungkin ia lupakan sebelumnya. Untuk itu, peran Anda sebagai suami dan orang terdekat di sekitarnya sangat diperlukan di sini."
Ucapan dokter membuat Logan sedikit tersentak. Ia sejenak bimbang. Bagaimana ia akan membantu Amanda untuk mengingat dengan baik jika yang dibutuhkan istrinya adalah seseorang yang benar-benar dekat dengannya?
Ia merasa ragu, apakah ia adalah orang yang tepat untuk itu? Mampukah ia membantu Amanda sementara ia sendiri menyadari bahwa selama ini ia tak merasa terlalu dekat dengan sang istri. Dan kenangan apa yang bisa ia bagikan pada Amanda jika selama ini wanita itu mungkin tak pernah menganggapnya sebagai seorang suami bahkan seorang lelaki.
"I ... ia tadi memanggilku dengan sebutan tuan, sama seperti panggilannya saat ia masih menjadi sekretarisku dan saat kami belum menikah. Apakah itu artinya ia hanya mengingatku sebatas atasannya saja?" tanya Logan.
"Lalu bagaimanakah dengan putra kami? Bagaimana jika aku mempertemukannya dengan ibunya? Apakah ia akan dapat langsung mengingat semuanya ketika ia melihat putra kami?" lanjutnya lagi dengan semangat seolah mendapat secercah harapan.
Dokter Bern mengangguk dan sejenak berpikir. "Itu patut dicoba. Segala kemungkinan dapat saja terjadi karena kita tak tahu pasti bagaimana ingatan itu akan kembali. Namun, sebaiknya Anda melakukannya secara perlahan, mengingat bisa saja terjadi kemungkinan istri Anda akan mengalami guncangan saat ia tak siap menerima informasi yang begitu besar. Seperti menerima fakta bahwa ia telah menikah dengan Anda dan memiliki seorang putra sementara ia mengingat sebaliknya."
Logan mengangguk dan mendesah frustasi. Ia tahu segala kemungkinan bisa saja terjadi dan tak dapat diprediksi oleh siapa pun. Sedari tadi, tanpa orang lain tahu, ia sendiri sedang berusaha menenangkan dirinya setelah begitu terkejut dengan kondisi Amanda ketika wanita itu siuman.
****
Sementara itu, seorang wanita terlihat sedang mondar-mandir di dalam sebuah ruang tidur dengan kesal sambil sesekali menatap lagi ponsel yang tergeletak di atas sebuah meja dengan raut penuh amarah.
"Jadi kau masih menunggui istri kecilmu itu, ha? Apa karena itu kau jadi mengabaikanku lagi sekarang, Logan? Karena istri kecil malangmu itu!? Urgh! Beraninya kau! Kau melakukannya lagi. Apa kau akan mengabaikanku dan meninggalkanku seperti waktu di hotel kemarin?" geramnya sambil kemudian meraih ponsel miliknya itu.
Wanita itu menggeleng keras. "Tidak, tidak, kau tak bisa mengabaikanku begitu saja dengan alasan apa pun, Logan. Terlebih karena wanita itu! Itu tak boleh! Argh! Tak boleh!" serunya kesal pada ponsel yang digenggamnya seolah ia sedang berteriak pada seseorang.
Kemudian, ia melempar ponsel miliknya hingga membentur dinding dan terpental di atas lantai berkarpet tebal di dalam kamarnya.
"Argh! Menyebalkan!" Ia mengacak rambutnya dan kembali menggeram kesal. "Jika saja semua berjalan sesuai dengan rencana, pasti ini tak akan terjadi. Semua karena wanita itu hingga aku harus menderita dan repot seperti ini. Argh! Sial kau, Amanda! Sial! Harusnya kau pergi saja selagi ada kesempatan. Mengapa kau harus bertahan di sana, wanita bodoh? Mengapa? Aargh!"
Wanita itu kembali mengacak rambut pirang panjangnya dengan frustasi untuk melampiaskan kekesalannya. Dadanya naik turun karena emosi yang telah meledak. Dan beberapa saat setelah napasnya yang memburu mulai mereda, ia menghempaskan dirinya untuk duduk di salah satu sofa di sana.
Dengan mengepalkan kedua tangannya, ia kembali bermonolog, "Well, kudengar kau telah siuman, ha? Baiklah, biarkan aku si Francesca baik hati ini menjengukmu. Oh, ya, tentu saja, aku akan melihat bagaimana kondisi Nyonya Langdon kecil itu setelah kecelakaan tragis yang menimpanya. Apa kau kini sudah menjadi buruk rupa seperti yang kuharapkan?" ucapnya dengan senyum sinis.
"Cih! Nyonya Langdon apa? Harusnya aku yang menjadi Nyonya Langdon. Kau tunggu saja, Amanda, apa yang bisa kulakukan untuk merebut kembali semua yang seharusnya menjadi milikku. Ya, semua adalah milikku karena sekarang aku akan mengambil kembali sesuatu yang telah kutitipkan padamu selama ini, wanita bodoh. Haha!"
Tawa jahat Francesca bergema dalam ruangan sepi di dalam apartemen miliknya itu. Rautnya menunjukkan bahwa ia telah memikirkan rencana baru. Dan dengan senyum liciknya, ia beranjak dari duduknya untuk melangkah menuju ke arah ponsel yang tergeletak di atas karpet tebal penghias kamar tidurnya. Ia meraih kembali ponselnya dan mulai menekan sebuah nomor sambil tersenyum penuh arti.
____****____Logan lalu kembali ke kamar Amanda malam itu setelah ia menerima kabar bahwa Amanda telah terbangun lagi ketika efek obat penenang telah habis. Ia menemui Amanda yang telah dipindahkan ke ruang perawatan setelah seorang perawat memberitahunya.Dengan perlahan, Logan masuk ke dalam kamar tersebut dan mendapati Amanda tengah bersandar pada ranjang dengan posisi setengah duduk. Ia sejenak merasa canggung ketika ia mendekat ke arah ranjang Amanda. Wanita itu hanya menatap kedatangannya dalam diam tanpa berkata apa-apa. "H ... hai," sapa Logan dengan canggung pada Amanda. Ia menarik salah satu kursi agar dapat duduk di samping ranjang Amanda.Kekikukan kembali melandanya saat Amanda masih menatapnya dengan ekspresi yang tak dapat Logan tebak. "Apa yang kau rasakan sekarang, Sayang?" tanya Logan lagi dengan suara yang masih sedikit serak karena menekan emosinya beberapa saat lalu.Amanda sedikit menunjukkan reaksi dengan memalingkan wajahnya saat Logan memanggilnya dengan sebutan sayang, n
"Apa yang sebenarnya terjadi pada istri Anda, Tuan? Bukankah sudah kukatakan bahwa sebaiknya menghindari hal-hal atau pembicaraan sensitif yang mungkin dapat membuatnya tertekan? Biarkan Nyonya Amanda kembali pulih seutuhnya dahulu agar lukanya dapat membaik dengan benar."Dokter Bern menghela napasnya setelah berucap pada Logan. Ia kemudian mengeluarkan berkas dan menyodorkannya pada Logan. "Ini adalah hasil pemeriksaan istri Anda. Dan benar, kami menyimpulkan Nyonya Amanda sedang mengalami amnesia, kemungkinan akibat dari shock atau trauma yang dideritanya karena kecelakaan itu.""Hasil operasinya terlihat bagus jika kau mungkin mengkhawatirkan itu. Tak ada kerusakan otak atau pun syaraf yang mungkin bisa berakibat fatal padanya. Maka, karena itu kami bisa menyimpulkan bahwa amnesia yang dideritanya adalah karena trauma akibat kecelakaan tersebut, Tuan," jelasnya kemudian."Walau begitu, perlu Anda ingat, Tuan, istri Anda masih memerlukan ketenangan dan lingkungan yang kondusif di s
Logan mengembuskan napasnya perlahan seolah telah terbiasa memaklumi sikap ketus dan dingin istrinya. Ia tak bereaksi apa pun atau menunjukkan kesenduannya setiap kali Amanda bersikap kejam padanya. Ia hanya akan memakluminya dengan bersikap sabar."Benarkah? Tapi kulihat kau sudah jauh lebih cerah dan segar hari ini," balas Logan sambil tersenyum.Ia kemudian memeriksa perban yang melekat di kepala Amanda. Perban yang sudah tak terlalu tebal dan banyak melilit bekas luka operasi istrinya itu, menandakan kepulihan Amanda yang terlihat cukup signifikan. Dalam hati ia merasa begitu puas."Bagus, lukamu pun sudah hampir mengering sepenuhnya. Bukankah itu hal yang bagus, Sayang?" Sambil berucap, Logan menyentuh perlahan wajah lembut Amanda dengan jemarinya secara kasual yang membuat Amanda sedikit tersentak."Bagus jika itu bisa membuatmu senang," ucap Amanda dengan nada manis namun terkesan sebaliknya."Tentu saja aku senang. Istriku mengalami proses pemulihan yang terbilang bagus, menga
Logan kemudian mendekat ke arah Francesca. "Bagaimana kau bisa kemari, Francesca? Maksudku, Amanda saat ini masih belum dapat ....""Menerima tamu lain selain keluarga maksudmu?" potong Francesca cepat. "Maaf, selain hanya mendengar sekilas kabar darimu, aku juga telah mendengar dari Mom. Ah, maksudku dari ibumu. Ia bahkan terlihat khawatir karena kau belum mengizinkannya untuk menjenguk menantunya. Maka dari itu, aku berinisiatif untuk datang kemari, karena Amanda juga telah seperti saudari bagiku, bukan?" ucap Francesca sambil tersenyum manis.Mendengar jawaban Francesca, Amanda seolah ingin tertawa dan meledak secara bersamaan. Ia diam-diam memutar kedua bola matanya dan tersenyum sinis saat berpikir bagaimana kemampuan akting Francesca yang bersikap manis itu membuatnya begitu muak. Terlebih saat ia mengingat lagi bagaimana sikap genit dan manja yang wanita itu lakukan pada Logan tempo lalu di hotel itu."Kau telah bertemu dengan Mom, rupanya." Logan mengangguk kecil walau masih d
Logan sesekali menatap Amanda yang memalingkan wajah darinya dan menatap ke arah jendela saat mereka dalam perjalanan pulang sore itu pada keesokan harinya.Edie, sopir pribadinya mengendarai mobil dengan kecepatan sedang dan berhati-hati ketika melintasi jalanan dalam perjalanan membawa istrinya kembali. Ia pun telah memerintahkan para pelayan di rumahnya untuk mempersiapkan kamar dengan peralatan khusus agar Amanda merasa nyaman dalam masa pemulihannya yang mungkin dapat memakan waktu beberapa minggu hingga bulan itu. Tak lupa, perawat profesional telah ia sewa selama masa pemulihan Amanda di rumah.Logan sejenak teringat lagi kemarin bagaimana Amanda menangis saat ia terbangun dari tidurnya di samping istrinya yang sudah terisak itu. "Aku ingin pulang sekarang," ucap Amanda kala itu ketika Logan mendapatinya menangis."Pulang? Mengapa? Apakah kau sudah tak nyaman di sini?" tanyanya sambil berpikir sejenak."Aku ingin pulang dan bertemu Andrew," jawab Amanda jujur.Ada jeda sejenak
Setelah Logan melepas sabuk pengaman Amanda, ia kemudian bergegas membuka pintu penumpang untuknya. Ia dengan sigap memposisikan dirinya dengan menyisipkan kedua lengannya di belakang tubuh Amanda yang masih setengah berbaring."Apa yang akan kau lakukan?" tanya Amanda waspada saat melihat gestur tubuh Logan yang bersiap untuk membopongnya. "Aku akan memakai kursi roda saja," lanjutnya defensif ketika tubuhnya menempel dengan posisi yang sempurna pada dada bidang Logan."Itu akan terlalu lama dan akan menimbulkan guncangan saat melewati permukaan terjal," balas Logan cepat.Hanya dalam hitungan detik, Logan kemudian berhasil mengeluarkan Amanda dengan hati-hati dari dalam van dan membopongnya dengan kedua lengan kokohnya seolah Amanda adalah benda rapuh yang ringan."Pegangan padaku jika kau tak ingin terjatuh," ucapnya lagi yang kemudian dilakukan dengan patuh oleh Amanda sembari mengalungkan kedua lengannya pada leher pria itu."Mommy! Mommy!" teriakan kegirangan dari Andrew saat Lo
Amanda telah rapi dan meminum obatnya saat beberapa waktu yang lalu sang putra bersiap berangkat ke sekolah bersama pengasuh dan sopir pribadi mereka pagi itu. Sebelum berangkat, Andrew menyempatkan diri untuk berpamitan dan menciumnya.Amanda dibantu dan dirawat oleh dua orang perawat pribadi yang dipekerjakan Logan. Mereka adalah Mery dan Angie, para perawat muda yang bertugas merawat pasien dalam masa pemulihan seperti dirinya."Apa istriku telah makan dan meminum obatnya?" tanya Logan yang saat itu masuk ke dalam kamar tidur utama di lantai satu kepada para perawat."Sudah, Tuan. Kami juga sudah melakukan pemeriksaan rutin dan telah kami laporkan hasilnya pada dokter Bern. Perban yang lama pun telah kami ganti."Logan mengangguk dan menghampiri Amanda. Ia duduk di tepian ranjang dan meraih jemari Amanda yang tengah bersandar di kepala ranjang. "Apa yang sekarang kau rasakan?" tanyanya."Aku merasa baik. Nyeri di kepalaku pun telah berangsur mereda.""Baguslah, jika kau membutuhkan
"Ha ... halo, Nyonya Meredith," balas Amanda. Ia menahan kegugupannya dari aura menekan yang seolah sedang Meredith kirimkan padanya.Ada jeda sejenak dan rasa terkejut yang wanita itu perlihatkan saat Amanda membalas sapaannya. Jelas ia terlihat takjub sekaligus tak percaya saat mengamati Amanda ketika wanita itu memanggilnya dengan sebutan nyonya, seperti dahulu saat ia masih menjadi sekretaris putranya. Ia berbinar penuh dengan keingintahuan.Amanda sejenak berpikir, sudah benar memang keputusan Logan sebelumnya yang bersikeras untuk tak meminta siapa pun datang menjenguknya kecuali keluarganya. Yah, walau kedatangan Francesca kemarin tak masuk dalam rencananya, setidaknya ia tak harus melihat wajah ibu mertuanya saat ia masih berada di rumah sakit. Karena ia yakin, harinya pasti akan terasa buruk setelah kedatangan wanita itu."Oh, Sayang," balas Meredith kemudian.Entah raut wajah apa yang sedang Meredith tunjukkan. Namun, saat ini di mata Amanda, wanita itu sedang merasakan kebi
"Apa maksudnya Anda memintaku untuk menemani perjalanan bisnis Anda? Mengapa?" ucap Bella sambil membetulkan letak kacamatanya dan menatap Liam tak percaya setelah pria di hadapannya itu mengutarakan maksudnya beberapa saat tadi."Ya, kau sudah mendengarnya, bukan? Aku akan ada perjalanan dinas selama seminggu untuk proyek baru perusahaan. Aku ingin kau ikut denganku karena kau adalah asistenku. Apakah ada yang salah?" tanyanya.Bella mengembuskan napasnya dengan sedikit keras. Ia kemudian melepas kacamatanya dan memijat tepat di pangkal tulang hidung, di antara kedua matanya tanda frustasi. "Begini, Tuan Liam, tidakkah Anda tahu benar apa inti dari pertanyaanku?"Dengan menahan kesalnya Bella kemudian meletakkan kacamatanya di atas meja kerjanya dan berdiri menghampiri bosnya itu agar dapat sejajar dengannya."Baru sebulan ini Anda menempatakanku di dalam ruangan yang sama dengan Anda dan mengajariku banyak hal untuk menjadi asisten pribadi yang profesional sesuai yang Anda mau. Tapi
"Apa yang sebenarnya telah kau lakukan hingga kau dapat mengambil posisi Iris?" tanya seorang pria berkacamata pada Isabella saat ia menghadap pada sekretaris Liam, pria yang bernama Peter itu.Seperti yang pernah ia dengar, Peter yang merupakan sekretaris sekaligus sahabat bos mereka itu tak terlalu ramah pada karyawan wanita. Dan sekarang memang terbukti karena pria itu terlihat sangat tegas. Pria bernama Peter yang lebih mengedepankan rasionalitas dan pekerjaan itu, terkenal sangat detail dan perfeksionis."Karena kurasa Iris melakukan kesalahan yang membuat Tuan Liam tak suka, kurasa," ucap Bella apa adanya.Peter menggeleng kecil dan mengembuskan napasnya."Dengar Nona Isabella, kulihat kau tak memiliki pengalaman sebagai seorang sekretaris mau pun asisten atau semacamnya. Entah kesalahan apa yang telah Iris perbuat hingga Liam menurunkannya. Tapi, karena kau adalah penggantinya, maka aku akan memperingatkanmu di awal sebelum terlambat. Jangan pernah mencoba mengacaukan pekerjaan
"Memang sungguh kasihan. Padahal ia masih muda. Jika aku menjadi dirinya, aku tak akan menyia-nyiakan begitu saja tubuh dan wajahku itu. Sungguh sayang sekali, bukan? Terlalu mencintai seseorang memang akan berakhir tragis saat tak bisa mendapatkannya." Walau tak berbicara dengan suara lantang, namun percakapan antara seorang wanita berkemeja biru pada lawan bicaranya, wanita berambut pendek berkemeja putih itu nyatanya terdengar juga di telinga seorang gadis yang sedang duduk di balik tembok penyangga di atas atap pada siang itu. "Bagus, aku malah mendengar gosip murahan di sini," gumam gadis itu sambil membuka kotak bekal makan siangnya. "Kupikir ini adalah tempat yang tenang." Gadis berkacamata itu memutuskan untuk tak menghiraukan obrolan dua karyawan lainnya yang ada di balik tembok. Ia dengan tenang kemudian mulai menyantap makanannya. "Ya, benar, bukan? Sungguh sangat disayangkan. Bos kita memiliki tubuh yang sangat bagus. Jika aku adalah wanita yang dicintainya, aku pasti a
Dua tahun kemudian ... "Selamat pada kalian, Tuan-Tuan, bayi kalian telah lahir dengan selamat dan sehat," ucap seorang perawat yang terlihat di dalam televisi layar lebar. Lalu, sorotan beralih pada dua orang pria gagah yang tengah berpelukan dengan haru setelah mendengar berita tersebut. "Lihat wajahmu," ucap Logan terkikik geli sambil menekan tombol berhenti pada televisi layar lebar miliknya yang ada di ruang santai itu. "Jangan mengejekku. Kau sendiri terlihat lucu dengan wajah itu. Tubuh besarmu pun rupanya tak mampu untuk tak bereaksi saat mereka memberi tahu kelahiran putrimu, kan?" balas Wade yang duduk di sebelahnya sambil mencomot keripik yang ada di hadapannya sambil tertawa kecil. Logan dan Wade kini sedang duduk sambil memangku putra dan putri mereka masing-masing. Ya, Jessi dan Amanda sama-sama telah melahirkan bayi mereka dalam waktu yang bersamaan dua tahun lalu. Dan kini, mereka sedang merayakan ulang tahun kedua bayi yang lahir bersamaan itu dengan santai di ked
Keesokan harinya ....Rupert yang memiliki wajah yang terlihat kusut, pagi itu datang ke kediaman Logan. Ia bersama putra dan menantunya kini telah duduk saling berhadapan. Amanda dan Logan sendiri pun sudah dapat mengerti apa yang sedang dirasakan pria itu hanya dengan melihat raut wajahnya yang muram."Jadi, kau memang mendatangi Patricia, benar? Karena itu Sammy menolak semuanya."Logan mengembuskan napasnya dan mengangguk. "Ya, Dad, aku memang mendatanginya.""Lalu mengapa ia memberikan sahamnya dengan namamu?" gumamnya frustasi."Itu karena ia tak ingin Sammy mengambil alih perusahaan Langdon. Bukankah kau juga tahu akan hal itu?" jawab Logan tenang."Tapi mengapa? Bukankah itu juga hal yang bagus untuk putranya?!" ucap Rupert seolah tak mengerti.Ucapan Rupert membuat Logan memicingkan matanya dan menatap Rupert tak suka. "Putranya? Kau kira kau hanya memiliki satu orang putra saja? Apakah kau sadar dengan apa yang telah kau lakukan, Dad?" geramnya."Aku telah bersalah pada Patr
Ayolah, Sayang. Sampai kapan kau akan memasang wajah sebal padaku seperti ini? Bisakah kita tidur dengan damai tanpa kekesalan malam ini?" ucap Logan sambil memeluk sang istri dan mencium bahunya.Amanda yang kini sedang berbaring memunggunginya, tak menjawab bujukan Logan. Ia jelas masih merasa kesal sepulang kunjungan mereka dari dokter kandungan sejak mereka pulang sore tadi yang memang menyatakan dirinya telah hamil lima minggu."Apa kau tak merasa senang akan memiliki putri yang begitu cantik dengan perpaduan wajah seperti dirimu dan diriku, Sayang?" rajuk Logan lagi.Mau tak mau Amanda tersenyum geli. "Oh, please, kita bahkan belum tahu jenis kelamin bayi kita apa karena ia masih terlalu kecil.""Ah, kau sudah tersenyum. Itu lebih baik. Maafkan aku, Sayang. Jangan terlalu membenciku, ya?" Kali ini Logan membalikkan tubuh istrinya dan membelai wajahnya."Aku tak kesal karena memiliki bayi kita, tahu. Tapi aku kesal karena kau membohongiku!"ucap Amanda.Aku tahu, aku tahu, aku aka
Amanda, Logan, Sammy, dan Patricia kini telah duduk melingkar di sebuah meja yang berada di area taman belakang. Setelah Wade, Alan, dan pengacara Grey pergi, mereka meneruskan pembicaraan di dalam rumah. "Jadi, sekarang kau sudah mengerti mengapa aku melakukan ini, bukan?" ucap Patricia pada Sammy. "Sudah cukup aku berurusan dengan pria itu, Sammy. Aku ingin hidup tenang denganmu tanpa memikirkan apa pun. Karena itulah, aku menyerahkan Royal Triumph padamu setelah kau lulus dengan sekolah bisnismu dan kau mampu mengambil alih semuanya." "Jika masih ada harga diri yang tersisa dari diriku, itu adalah perusahaan kakekmu dan nama belakangmu. Aku tak menginginkan namamu menjadi Langdon karena itu tak akan mengubah apa pun. Henson adalah nama belakangmu sejak kau lahir dan akan seterusnya seperti itu." "Mengertilah, Sammy. Bisakah kali ini kau menghentikan semua dan melepaskan hal yang sia-sia itu? Karena aku sungguh-sungguh tak menginginkan untuk hidup bersama pria itu lagi. Tolong, a
"Apa? Menikah? Mereka berdua? Secepat ini?" ucap Logan tak percaya saat Amanda memberitahukan berita mengejutkan tentang rencana pernikahan Wade dan Jessi."Yap. Tiga hari lagi mereka akan mengadakan pernikahan sekaligus resepsi.""Wow, apa Jessi sedang ha ....""Hei!" potong Amanda cepat. "Memangnya kita? Ia tak sedang hamil. Walau ya, Wade memang menginginkan memiliki anak secepatnya. Mungkin karena itu akhirnya mereka mempertimbangkan untuk segera menikah.""Ck, mereka pandai memilih waktu yang sangat 'tepat' di saat-sat seperti ini!" gerutu Logan.Amanda tertawa kecil. "Tak apa. Kita bisa menyelesaikan masalah perusahaan setelah menghadiri pernikahan mereka sejenak. Kediaman Patricia juga tak terlalu jauh dari sana, bukan? Lagi pula, ia sudah seperti keluargaku sendiri. Tak mungkin jika aku tak hadir di pernikahan itu," ucap Amanda."Aku mengerti. Baiklah, kita memang harus tetap hadir di sana."****Tiga hari kemudian ...."Cantik sekali mempelai kita!" ucap Debora, ibu Amanda ke
Logan dan Amanda sama-sama berkutat pada pekerjaannya masing-masing di dalam ruang kerja, dari siang hingga sampai malam menjelang. Mereka begitu fokus karena harus mempersiapkan proposal dan rincian detail yang masing-masing nanti akan mereka gunakan untuk menarik dukungan dari para pemegang saham agar kedudukan Logan menguat untuk dapat menolak keputusan Rupert yang diusulkan secara sepihak tersebut."Logan, seperti yang kita duga, ternyata saham Tuan Baron telah ia jual dengan identitas pembeli yang masih belum diketahui karena tak tercantum dalam informasi," ucap Amanda sambil menyerahkan selembar berkas pada suaminya.Logan membetulkan letak kacamatanya dan meneliti berkas tersebut dengan serius. "Ya, kau benar. Aku akan mencari tahu."Logan kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia menekan sebuah nomor dan menanti panggilannya terjawab.Logan berbicara di teleponnya sekitar lima belas menit dengan seseorang yang ia hubungi sebelumnya. Pembicaraan yang serius rupanya berjalan baik. Ia