"Apa yang sebenarnya terjadi pada istri Anda, Tuan? Bukankah sudah kukatakan bahwa sebaiknya menghindari hal-hal atau pembicaraan sensitif yang mungkin dapat membuatnya tertekan? Biarkan Nyonya Amanda kembali pulih seutuhnya dahulu agar lukanya dapat membaik dengan benar."
Dokter Bern menghela napasnya setelah berucap pada Logan. Ia kemudian mengeluarkan berkas dan menyodorkannya pada Logan. "Ini adalah hasil pemeriksaan istri Anda. Dan benar, kami menyimpulkan Nyonya Amanda sedang mengalami amnesia, kemungkinan akibat dari shock atau trauma yang dideritanya karena kecelakaan itu."
"Hasil operasinya terlihat bagus jika kau mungkin mengkhawatirkan itu. Tak ada kerusakan otak atau pun syaraf yang mungkin bisa berakibat fatal padanya. Maka, karena itu kami bisa menyimpulkan bahwa amnesia yang dideritanya adalah karena trauma akibat kecelakaan tersebut, Tuan," jelasnya kemudian.
"Walau begitu, perlu Anda ingat, Tuan, istri Anda masih memerlukan ketenangan dan lingkungan yang kondusif di sekitarnya. Untuk itu, tak ada lagi pembicaraan atau tekanan apa pun yang dapat membuatnya merasakan nyeri hebat seperti tadi. Itu akan mengganggu proses pemulihannya. Jadi, tolong Anda jaga baik-baik suasana hati istri Anda."
Logan mengembuskan napasnya perlahan dan mengangguk. "Itu semua salahku," ucapnya muram. "Mungkin aku memang tak pandai menjaga suasana hatinya yang tampak kesal saat ia melihatku tadi. Dan ... mungkin juga karena aku terburu-buru mengungkapkan fakta yang membuatnya terkejut tentang pernikahan kami," ucapnya dengan raut menyesal.
"Benarkah?" balas dokter Bern.
"Ya, sudah pasti itu karena kesalahanku, Dokter. Aku mengatakan padanya tentang pernikahan kami dan aku menolak untuk memberitahunya bagaimana ia bisa mengalami kecelakaan. Jika aku menjelaskan bagaimana ia mengalami kecelakaan, maka aku harus menjelaskan secara rinci tentang bagaimana kesehariannya dengan putra kami. Dan karena itu, aku menolaknya karena tak ingin membuatnya terkejut tentang keberadaan putra kami yang mungkin dapat membuatnya terkejut."
"Yang kutahu, seharusnya ia akan menjemput putra kami sore itu di sekolahnya setelah latihan klub sepak bolanya. Namun kenyataannya, Amanda malah mengalami kecelakaan dengan jalur yang berbeda dari yang seharusnya ia lalui."
"Oh, memang ini semua salahku," keluh Logan kemudian sambil mengacak rambutnya karena frustasi.
Ia menjelaskan dengan menyembunyikan fakta tentang amukan Amanda padanya melalui telepon, beberapa waktu sebelum istrinya itu kecelakaan. Bukan karena ingin berbohong, namun ia akan mencari sendiri penyebab kemarahan Amanda padanya itu.
Dokter Bern mengangguk-angguk sambil mencerna penjelasan Logan. "Tenang, Tuan. Jangan terlalu menyalahkan diri Anda sendiri. Itu semua hanya kecelakaan dan bukan Andalah penyebabnya. Yang perlu dimaklumi adalah, jika mungkin istri Anda bersikap aneh atau berbeda dari yang Anda kenal sebelumnya, Anda tak perlu terlalu terkejut. Tentu saja, itu karena pengaruh dari kondisinya sekarang. Amnesia bukan hanya menghilangkan ingatan-ingatan tertentu darinya, namun juga dapat mengubah suasana hatinya."
"Selain karena obat-obatan yang dapat berpengaruh pada perilakunya, itu juga karena masalah psikisnya yang jelas ikut terganggu karena terguncang. Maklumilah dan kuharap Anda dapat memberi penjelasan pada orang-orang di sekitarnya setelah ia dapat kembali nanti."
Logan mengangguk tanda mengerti. "Baik, aku sungguh mengerti tentang itu, Dokter."
"Benar, Anda patut bersyukur karena istri Anda dapat selamat dari maut, itu yang terpenting. Oh, ya, siapakah orang yang paling istri Anda percaya dan sayangi, Tuan?" tanya dokter Bern lagi. "Jika memungkinkan, biarkan ia mendampingi pemulihan istri Anda. Selain Anda, pastinya."
Logan spontan menjawab, "Putra kami tentu saja. Tapi ia masih terlalu kecil untuk mendampingi ibunya. Dan fakta bahwa Amanda tak dapat mengenalinya saat ini jika ia bertemu dengannya, kurasa akan membuat putra kami terluka nanti karena merasa tersisih oleh ibunya."
"Hm, ya, benar. Itu akan menimbulkan shock yang besar bagi istri juga putra Anda. Adakah anggota keluarga yang lainnya?"
"Ibunya," jawab Logan. "Kurasa ibu mertuaku akan dapat mendampingi Amanda setelah aku menjelaskan kondisinya nanti."
Dokter Bern mengangguk. "Bagus. Baiklah jika begitu, biarkan ibunya mendampingi istri Anda untuk membantu Anda."
****Dua minggu kemudian ....
"Baiklah, aku akan pulang sebentar lagi untuk menemani ayahmu. Suamimu yang akan menggantikanku nanti sambil membawa pakaian baru untukmu, Sayang," ucap seorang wanita sambil tersenyum dan membelai lembut wajah Amanda yang sedang duduk dan bersandar di kepala ranjangnya. Ia lalu meraih nampan bekas makanan yang sebelumnya berada di atas pangkuan Amanda.
"Kapan kau akan kembali lagi, Mom?" tanya Amanda pada wanita paruh baya tersebut yang merupakan ibunya.
"Aku akan kembali sore nanti setelah membantu ayahmu menyelesaikan pesanan untuk para pelanggan kita."
"Tidak bisakah kau menemaniku di sini saja, please?" pinta Amanda.
"Apa yang kau katakan? Bukankah sudah kubilang suamimu akan kemari sebentar lagi, Sayang. Karena kondisimu pun telah jauh membaik, kurasa kau tak terlalu memerlukan aku lagi, benar? Sebentar lagi pun kau bisa kembali pulang," balas Debora, ibu Amanda. "Jangan terlalu kejam pada suamimu, oke? Ah, maksudku, Tuan Logan," ralatnya dengan ekspresi jahil.
Amanda mengembuskan napasnya sejenak. "Apa kau sengaja sedang menggodaku, Mom?" ucapnya ketika melihat raut wajah ibunya tersebut.
Debora mengulum senyumnya dan menggeleng kecil. "Oh, maafkan aku, Sayang. Aku hanya belum terbiasa dengan keadaanmu. Walau pun aku tahu kau mungkin tak mengingatnya sebagai suamimu, namun ... kenyataannya ia memanglah suamimu sekarang. Jadi, jangan terlalu dingin padanya."
Debora kemudian memicingkan kedua matanya dan berkata, "Katakanlah, apa kau benar-benar tak dapat mengingat kisahmu dengannya? Atau setidaknya peristiwa setelah kejadian itu?"
"Ah, padahal ia pria yang tampan dan menantu yang baik. Kau bahkan selalu berbinar saat bercerita tentangnya. Aku masih belum percaya, bagaimana bisa kau melupakan pria yang sangat kau puja itu? Benarkah kau tak mengingat tentang pernikahanmu dengannya, Sayang? Kau tentu tahu dan sudah bisa menerima bahwa kalian juga telah memiliki putra, bukan?" tanya Debora lagi dengan raut penasaran.
Amanda mengembuskan napasnya dan memutar kedua bola matanya. "Oh, Mom, sudah berapa kali kukatakan bahwa aku tak mengingat apa pun selain ia adalah bosku!" keluh Amanda sedikit kesal.
"Namun, jika itu mengenai putraku, ya, aku bisa menerima itu," lanjutnya lagi. Ia mengubah mimiknya dengan sedikit sendu karena mengingat bagaimana selama seminggu ini ia 'diperkenalkan' secara perlahan-lahan tentang putranya melalui rekaman-rekaman video mau pun foto-foto yang dibawa oleh Logan dan keluarganya.
"Oke, oke, baiklah, maafkan aku. Oh, ya ampun, mengapa kau begitu marah setiap kali aku menyebutnya," gerutu Debora. "Aku bahkan masih terkejut saat mereka memberitahuku tentang kondisimu itu."
Tak beberapa lama kemudian, Logan yang sedang mereka bicarakan, masuk ke dalam kamar setelah ia mengetuk beberapa kali.
"Oh, lihat, kau sudah datang," ucap Debora sambil tersenyum cerah ke arah pria yang merupakan menantu kebanggaannya itu.
"Hai, Mom," sapa Logan sambil mendekat dan mencium kedua pipi Debora dengan kasual. Amanda sendiri hanya melirik sekilas, seolah tak benar-benar ingin memperhatikan kedatangan pria gagah yang menebarkan wangi khas miliknya setiap kali ia mendekat itu.
"Baiklah, karena ayahnya telah menungguku, sebaiknya aku pergi sekarang. Dah, Sayang, aku akan kembali sore nanti setelah semua selesai, atau mungkin besok pagi saja." Sambil berucap, Debora kemudian mendekati Amanda dan mencium kedua pipi putrinya itu saat Logan yang ditunggu-tunggunya telah tiba.
Kemudian, hanya ada kecanggungan yang tersisa di antara kedua pasangan itu setelah Debora keluar dari dalam kamar. Baik Amanda mau pun Logan sama-sama terlihat kaku satu dengan yang lain.
"Hai, Sayang," sapa Logan kemudian setelah ia meletakkan sebuah tas yang berisi pakaian baru untuk istrinya di atas sofa di sudut ruangan.
Logan mengenakan kemeja ringan biru laut dengan celana gelap yang kasual untuk tampilannya. Sebuah sweater yang tak ia pakai, terikat di lehernya.
"Bagaimana keadaanmu hari ini?" tanyanya kemudian sambil mendekat ke arah ranjang.
Amanda menatap kesal pada Logan yang bersikap hangat padanya. Ia jelas terlihat tak suka saat pria itu mendekatinya. Ia bahkan secara terang-terangan menunjukkan itu pada Logan. Namun anehnya, bukannya merasa kesal, Logan malah bersikap jauh lebih lembut dan sabar setiap kali menghadapi kemarahannya.
Ya, ia marah karena ia masih merasa tidak ingin melihat wajah pria yang merupakan suaminya itu. Suami yang telah berselingkuh darinya dan menyebabkannya kecelakaan parah. Ia sungguh-sungguh membenci Logan.
"Seperti yang kau lihat, keadaanku masih sama. Masih amnesia, masih terluka, dan masih lemah," balas Amanda tenang namun terkesan ketus sambil menatap Logan penuh arti.
Yang tak Logan ketahui, Amanda mengatakan kebalikan dari yang sesungguhnya ia rasakan. Ya, ia memang masih terluka, masih lemah, namun satu hal yang jelas tak Logan tahu, Amanda tidak amnesia.
Ia dapat mengingat siapa Logan dan bagaimana keadaannya. Ia jelas ingat apa saja yang terjadi padanya sebelum kecelakaan itu. Bahkan, tahun-tahun selama ia menikah dan menjadi istri dari pria yang ada di sebelahnya itu.
Amanda yang pada awalnya terbangun dari siuman dan linglung dengan keadaannya hingga salah menyebut Logan dengan sebutan tuan padanya seperti dulu, akhirnya memutuskan untuk terus berpura-pura mengalami amnesia setelah dokter yang memeriksanya menduga kuat bahwa ia memang sedang mengalami hilang ingatan.
Kini, Amanda sedang memainkan perannya sebagai seorang istri yang sedang kehilangan ingatan untuk sebuah misi. Yaitu, misi untuk bercerai dengan Logan.
____****____Logan mengembuskan napasnya perlahan seolah telah terbiasa memaklumi sikap ketus dan dingin istrinya. Ia tak bereaksi apa pun atau menunjukkan kesenduannya setiap kali Amanda bersikap kejam padanya. Ia hanya akan memakluminya dengan bersikap sabar."Benarkah? Tapi kulihat kau sudah jauh lebih cerah dan segar hari ini," balas Logan sambil tersenyum.Ia kemudian memeriksa perban yang melekat di kepala Amanda. Perban yang sudah tak terlalu tebal dan banyak melilit bekas luka operasi istrinya itu, menandakan kepulihan Amanda yang terlihat cukup signifikan. Dalam hati ia merasa begitu puas."Bagus, lukamu pun sudah hampir mengering sepenuhnya. Bukankah itu hal yang bagus, Sayang?" Sambil berucap, Logan menyentuh perlahan wajah lembut Amanda dengan jemarinya secara kasual yang membuat Amanda sedikit tersentak."Bagus jika itu bisa membuatmu senang," ucap Amanda dengan nada manis namun terkesan sebaliknya."Tentu saja aku senang. Istriku mengalami proses pemulihan yang terbilang bagus, menga
Logan kemudian mendekat ke arah Francesca. "Bagaimana kau bisa kemari, Francesca? Maksudku, Amanda saat ini masih belum dapat ....""Menerima tamu lain selain keluarga maksudmu?" potong Francesca cepat. "Maaf, selain hanya mendengar sekilas kabar darimu, aku juga telah mendengar dari Mom. Ah, maksudku dari ibumu. Ia bahkan terlihat khawatir karena kau belum mengizinkannya untuk menjenguk menantunya. Maka dari itu, aku berinisiatif untuk datang kemari, karena Amanda juga telah seperti saudari bagiku, bukan?" ucap Francesca sambil tersenyum manis.Mendengar jawaban Francesca, Amanda seolah ingin tertawa dan meledak secara bersamaan. Ia diam-diam memutar kedua bola matanya dan tersenyum sinis saat berpikir bagaimana kemampuan akting Francesca yang bersikap manis itu membuatnya begitu muak. Terlebih saat ia mengingat lagi bagaimana sikap genit dan manja yang wanita itu lakukan pada Logan tempo lalu di hotel itu."Kau telah bertemu dengan Mom, rupanya." Logan mengangguk kecil walau masih d
Logan sesekali menatap Amanda yang memalingkan wajah darinya dan menatap ke arah jendela saat mereka dalam perjalanan pulang sore itu pada keesokan harinya.Edie, sopir pribadinya mengendarai mobil dengan kecepatan sedang dan berhati-hati ketika melintasi jalanan dalam perjalanan membawa istrinya kembali. Ia pun telah memerintahkan para pelayan di rumahnya untuk mempersiapkan kamar dengan peralatan khusus agar Amanda merasa nyaman dalam masa pemulihannya yang mungkin dapat memakan waktu beberapa minggu hingga bulan itu. Tak lupa, perawat profesional telah ia sewa selama masa pemulihan Amanda di rumah.Logan sejenak teringat lagi kemarin bagaimana Amanda menangis saat ia terbangun dari tidurnya di samping istrinya yang sudah terisak itu. "Aku ingin pulang sekarang," ucap Amanda kala itu ketika Logan mendapatinya menangis."Pulang? Mengapa? Apakah kau sudah tak nyaman di sini?" tanyanya sambil berpikir sejenak."Aku ingin pulang dan bertemu Andrew," jawab Amanda jujur.Ada jeda sejenak
Setelah Logan melepas sabuk pengaman Amanda, ia kemudian bergegas membuka pintu penumpang untuknya. Ia dengan sigap memposisikan dirinya dengan menyisipkan kedua lengannya di belakang tubuh Amanda yang masih setengah berbaring."Apa yang akan kau lakukan?" tanya Amanda waspada saat melihat gestur tubuh Logan yang bersiap untuk membopongnya. "Aku akan memakai kursi roda saja," lanjutnya defensif ketika tubuhnya menempel dengan posisi yang sempurna pada dada bidang Logan."Itu akan terlalu lama dan akan menimbulkan guncangan saat melewati permukaan terjal," balas Logan cepat.Hanya dalam hitungan detik, Logan kemudian berhasil mengeluarkan Amanda dengan hati-hati dari dalam van dan membopongnya dengan kedua lengan kokohnya seolah Amanda adalah benda rapuh yang ringan."Pegangan padaku jika kau tak ingin terjatuh," ucapnya lagi yang kemudian dilakukan dengan patuh oleh Amanda sembari mengalungkan kedua lengannya pada leher pria itu."Mommy! Mommy!" teriakan kegirangan dari Andrew saat Lo
Amanda telah rapi dan meminum obatnya saat beberapa waktu yang lalu sang putra bersiap berangkat ke sekolah bersama pengasuh dan sopir pribadi mereka pagi itu. Sebelum berangkat, Andrew menyempatkan diri untuk berpamitan dan menciumnya.Amanda dibantu dan dirawat oleh dua orang perawat pribadi yang dipekerjakan Logan. Mereka adalah Mery dan Angie, para perawat muda yang bertugas merawat pasien dalam masa pemulihan seperti dirinya."Apa istriku telah makan dan meminum obatnya?" tanya Logan yang saat itu masuk ke dalam kamar tidur utama di lantai satu kepada para perawat."Sudah, Tuan. Kami juga sudah melakukan pemeriksaan rutin dan telah kami laporkan hasilnya pada dokter Bern. Perban yang lama pun telah kami ganti."Logan mengangguk dan menghampiri Amanda. Ia duduk di tepian ranjang dan meraih jemari Amanda yang tengah bersandar di kepala ranjang. "Apa yang sekarang kau rasakan?" tanyanya."Aku merasa baik. Nyeri di kepalaku pun telah berangsur mereda.""Baguslah, jika kau membutuhkan
"Ha ... halo, Nyonya Meredith," balas Amanda. Ia menahan kegugupannya dari aura menekan yang seolah sedang Meredith kirimkan padanya.Ada jeda sejenak dan rasa terkejut yang wanita itu perlihatkan saat Amanda membalas sapaannya. Jelas ia terlihat takjub sekaligus tak percaya saat mengamati Amanda ketika wanita itu memanggilnya dengan sebutan nyonya, seperti dahulu saat ia masih menjadi sekretaris putranya. Ia berbinar penuh dengan keingintahuan.Amanda sejenak berpikir, sudah benar memang keputusan Logan sebelumnya yang bersikeras untuk tak meminta siapa pun datang menjenguknya kecuali keluarganya. Yah, walau kedatangan Francesca kemarin tak masuk dalam rencananya, setidaknya ia tak harus melihat wajah ibu mertuanya saat ia masih berada di rumah sakit. Karena ia yakin, harinya pasti akan terasa buruk setelah kedatangan wanita itu."Oh, Sayang," balas Meredith kemudian.Entah raut wajah apa yang sedang Meredith tunjukkan. Namun, saat ini di mata Amanda, wanita itu sedang merasakan kebi
"Ko ... konyol?" Meredith sontak mengubah mimik wajahnya yang sebelumnya tampak tak terkontrol menjadi murka. Ia jelas sangat terkejut saat Amanda berani menjawabnya dan bahkan mengatainya konyol seolah tanpa ada rasa ketakutan mau pun rasa canggung seperti Amanda yang sebelumnya.Ada jeda sejenak setelah ia berhasil mengucapkan kata-katanya dan mengembuskan napasnya. "Oh, benar. Haha ... konyolnya aku, bukan? Haha!" balas Meredith kemudian seolah ia ikut menertawakan dirinya sendiri. Namun, diam-diam ia sedang berusaha menekan rasa keterkejutannya itu.Beberapa saat setelah tawa palsunya mereda, ia kemudian berkata, "Well, kau sudah memanggilku dengan sebutan mom secara kasual. Kurasa, itu awal yang bagus," lanjutnya lagi sambil menahan kegeramannya. "Jika kau sudah membaik, maka kurasa kita dapat kembali mengurus butik bersama-sama, bukan?" tanyanya."Butik? Butik apa?" tanya Amanda seolah tak mengerti, sementara ia mulai dapat membaca arah pembicaraan Meredith.Ia memang harus berp
Amanda merasa begitu bahagia dan tenang sepanjang hari setelah ia berhasil membuat ibu mertuanya kesal dan pergi begitu saja dari rumah pagi tadi. Namun, ia yang tengah berbunga itu, malamnya harus merasa sedikit kesal karena lagi-lagi Logan memutuskan untuk ikut tidur seranjang dengannya dan Andrew saat waktu istirahat tiba.Setelah putranya puas bermanja dan bercengkerama bahagia dengannya, kini Andrew yang telah lelah akhirnya dapat tertidur di sampingnya juga. Amanda dengan bahagia mengusap wajah lembut dan rambut halus putranya itu sementara ia sedang terlelap. Jika telah begitu, ia merasa tak ada yang dibutuhkannya lagi karena merasa begitu tenang."Kapan kau akan memulai fisioterapimu? Jika keadaanmu telah memungkinkan, aku akan mengatur jadwal dan mempersiapkan ruangan yang bisa kau gunakan," ucap Logan lembut sambil ikut membelai kepala sang putra."Seharusnya ruang area olah raga kita cukup untuk itu, bukan?" lanjut Logan."Ya, terserah padamu. Kurasa aku hanya memerlukan te
"Apa maksudnya Anda memintaku untuk menemani perjalanan bisnis Anda? Mengapa?" ucap Bella sambil membetulkan letak kacamatanya dan menatap Liam tak percaya setelah pria di hadapannya itu mengutarakan maksudnya beberapa saat tadi."Ya, kau sudah mendengarnya, bukan? Aku akan ada perjalanan dinas selama seminggu untuk proyek baru perusahaan. Aku ingin kau ikut denganku karena kau adalah asistenku. Apakah ada yang salah?" tanyanya.Bella mengembuskan napasnya dengan sedikit keras. Ia kemudian melepas kacamatanya dan memijat tepat di pangkal tulang hidung, di antara kedua matanya tanda frustasi. "Begini, Tuan Liam, tidakkah Anda tahu benar apa inti dari pertanyaanku?"Dengan menahan kesalnya Bella kemudian meletakkan kacamatanya di atas meja kerjanya dan berdiri menghampiri bosnya itu agar dapat sejajar dengannya."Baru sebulan ini Anda menempatakanku di dalam ruangan yang sama dengan Anda dan mengajariku banyak hal untuk menjadi asisten pribadi yang profesional sesuai yang Anda mau. Tapi
"Apa yang sebenarnya telah kau lakukan hingga kau dapat mengambil posisi Iris?" tanya seorang pria berkacamata pada Isabella saat ia menghadap pada sekretaris Liam, pria yang bernama Peter itu.Seperti yang pernah ia dengar, Peter yang merupakan sekretaris sekaligus sahabat bos mereka itu tak terlalu ramah pada karyawan wanita. Dan sekarang memang terbukti karena pria itu terlihat sangat tegas. Pria bernama Peter yang lebih mengedepankan rasionalitas dan pekerjaan itu, terkenal sangat detail dan perfeksionis."Karena kurasa Iris melakukan kesalahan yang membuat Tuan Liam tak suka, kurasa," ucap Bella apa adanya.Peter menggeleng kecil dan mengembuskan napasnya."Dengar Nona Isabella, kulihat kau tak memiliki pengalaman sebagai seorang sekretaris mau pun asisten atau semacamnya. Entah kesalahan apa yang telah Iris perbuat hingga Liam menurunkannya. Tapi, karena kau adalah penggantinya, maka aku akan memperingatkanmu di awal sebelum terlambat. Jangan pernah mencoba mengacaukan pekerjaan
"Memang sungguh kasihan. Padahal ia masih muda. Jika aku menjadi dirinya, aku tak akan menyia-nyiakan begitu saja tubuh dan wajahku itu. Sungguh sayang sekali, bukan? Terlalu mencintai seseorang memang akan berakhir tragis saat tak bisa mendapatkannya." Walau tak berbicara dengan suara lantang, namun percakapan antara seorang wanita berkemeja biru pada lawan bicaranya, wanita berambut pendek berkemeja putih itu nyatanya terdengar juga di telinga seorang gadis yang sedang duduk di balik tembok penyangga di atas atap pada siang itu. "Bagus, aku malah mendengar gosip murahan di sini," gumam gadis itu sambil membuka kotak bekal makan siangnya. "Kupikir ini adalah tempat yang tenang." Gadis berkacamata itu memutuskan untuk tak menghiraukan obrolan dua karyawan lainnya yang ada di balik tembok. Ia dengan tenang kemudian mulai menyantap makanannya. "Ya, benar, bukan? Sungguh sangat disayangkan. Bos kita memiliki tubuh yang sangat bagus. Jika aku adalah wanita yang dicintainya, aku pasti a
Dua tahun kemudian ... "Selamat pada kalian, Tuan-Tuan, bayi kalian telah lahir dengan selamat dan sehat," ucap seorang perawat yang terlihat di dalam televisi layar lebar. Lalu, sorotan beralih pada dua orang pria gagah yang tengah berpelukan dengan haru setelah mendengar berita tersebut. "Lihat wajahmu," ucap Logan terkikik geli sambil menekan tombol berhenti pada televisi layar lebar miliknya yang ada di ruang santai itu. "Jangan mengejekku. Kau sendiri terlihat lucu dengan wajah itu. Tubuh besarmu pun rupanya tak mampu untuk tak bereaksi saat mereka memberi tahu kelahiran putrimu, kan?" balas Wade yang duduk di sebelahnya sambil mencomot keripik yang ada di hadapannya sambil tertawa kecil. Logan dan Wade kini sedang duduk sambil memangku putra dan putri mereka masing-masing. Ya, Jessi dan Amanda sama-sama telah melahirkan bayi mereka dalam waktu yang bersamaan dua tahun lalu. Dan kini, mereka sedang merayakan ulang tahun kedua bayi yang lahir bersamaan itu dengan santai di ked
Keesokan harinya ....Rupert yang memiliki wajah yang terlihat kusut, pagi itu datang ke kediaman Logan. Ia bersama putra dan menantunya kini telah duduk saling berhadapan. Amanda dan Logan sendiri pun sudah dapat mengerti apa yang sedang dirasakan pria itu hanya dengan melihat raut wajahnya yang muram."Jadi, kau memang mendatangi Patricia, benar? Karena itu Sammy menolak semuanya."Logan mengembuskan napasnya dan mengangguk. "Ya, Dad, aku memang mendatanginya.""Lalu mengapa ia memberikan sahamnya dengan namamu?" gumamnya frustasi."Itu karena ia tak ingin Sammy mengambil alih perusahaan Langdon. Bukankah kau juga tahu akan hal itu?" jawab Logan tenang."Tapi mengapa? Bukankah itu juga hal yang bagus untuk putranya?!" ucap Rupert seolah tak mengerti.Ucapan Rupert membuat Logan memicingkan matanya dan menatap Rupert tak suka. "Putranya? Kau kira kau hanya memiliki satu orang putra saja? Apakah kau sadar dengan apa yang telah kau lakukan, Dad?" geramnya."Aku telah bersalah pada Patr
Ayolah, Sayang. Sampai kapan kau akan memasang wajah sebal padaku seperti ini? Bisakah kita tidur dengan damai tanpa kekesalan malam ini?" ucap Logan sambil memeluk sang istri dan mencium bahunya.Amanda yang kini sedang berbaring memunggunginya, tak menjawab bujukan Logan. Ia jelas masih merasa kesal sepulang kunjungan mereka dari dokter kandungan sejak mereka pulang sore tadi yang memang menyatakan dirinya telah hamil lima minggu."Apa kau tak merasa senang akan memiliki putri yang begitu cantik dengan perpaduan wajah seperti dirimu dan diriku, Sayang?" rajuk Logan lagi.Mau tak mau Amanda tersenyum geli. "Oh, please, kita bahkan belum tahu jenis kelamin bayi kita apa karena ia masih terlalu kecil.""Ah, kau sudah tersenyum. Itu lebih baik. Maafkan aku, Sayang. Jangan terlalu membenciku, ya?" Kali ini Logan membalikkan tubuh istrinya dan membelai wajahnya."Aku tak kesal karena memiliki bayi kita, tahu. Tapi aku kesal karena kau membohongiku!"ucap Amanda.Aku tahu, aku tahu, aku aka
Amanda, Logan, Sammy, dan Patricia kini telah duduk melingkar di sebuah meja yang berada di area taman belakang. Setelah Wade, Alan, dan pengacara Grey pergi, mereka meneruskan pembicaraan di dalam rumah. "Jadi, sekarang kau sudah mengerti mengapa aku melakukan ini, bukan?" ucap Patricia pada Sammy. "Sudah cukup aku berurusan dengan pria itu, Sammy. Aku ingin hidup tenang denganmu tanpa memikirkan apa pun. Karena itulah, aku menyerahkan Royal Triumph padamu setelah kau lulus dengan sekolah bisnismu dan kau mampu mengambil alih semuanya." "Jika masih ada harga diri yang tersisa dari diriku, itu adalah perusahaan kakekmu dan nama belakangmu. Aku tak menginginkan namamu menjadi Langdon karena itu tak akan mengubah apa pun. Henson adalah nama belakangmu sejak kau lahir dan akan seterusnya seperti itu." "Mengertilah, Sammy. Bisakah kali ini kau menghentikan semua dan melepaskan hal yang sia-sia itu? Karena aku sungguh-sungguh tak menginginkan untuk hidup bersama pria itu lagi. Tolong, a
"Apa? Menikah? Mereka berdua? Secepat ini?" ucap Logan tak percaya saat Amanda memberitahukan berita mengejutkan tentang rencana pernikahan Wade dan Jessi."Yap. Tiga hari lagi mereka akan mengadakan pernikahan sekaligus resepsi.""Wow, apa Jessi sedang ha ....""Hei!" potong Amanda cepat. "Memangnya kita? Ia tak sedang hamil. Walau ya, Wade memang menginginkan memiliki anak secepatnya. Mungkin karena itu akhirnya mereka mempertimbangkan untuk segera menikah.""Ck, mereka pandai memilih waktu yang sangat 'tepat' di saat-sat seperti ini!" gerutu Logan.Amanda tertawa kecil. "Tak apa. Kita bisa menyelesaikan masalah perusahaan setelah menghadiri pernikahan mereka sejenak. Kediaman Patricia juga tak terlalu jauh dari sana, bukan? Lagi pula, ia sudah seperti keluargaku sendiri. Tak mungkin jika aku tak hadir di pernikahan itu," ucap Amanda."Aku mengerti. Baiklah, kita memang harus tetap hadir di sana."****Tiga hari kemudian ...."Cantik sekali mempelai kita!" ucap Debora, ibu Amanda ke
Logan dan Amanda sama-sama berkutat pada pekerjaannya masing-masing di dalam ruang kerja, dari siang hingga sampai malam menjelang. Mereka begitu fokus karena harus mempersiapkan proposal dan rincian detail yang masing-masing nanti akan mereka gunakan untuk menarik dukungan dari para pemegang saham agar kedudukan Logan menguat untuk dapat menolak keputusan Rupert yang diusulkan secara sepihak tersebut."Logan, seperti yang kita duga, ternyata saham Tuan Baron telah ia jual dengan identitas pembeli yang masih belum diketahui karena tak tercantum dalam informasi," ucap Amanda sambil menyerahkan selembar berkas pada suaminya.Logan membetulkan letak kacamatanya dan meneliti berkas tersebut dengan serius. "Ya, kau benar. Aku akan mencari tahu."Logan kemudian mengeluarkan ponselnya. Ia menekan sebuah nomor dan menanti panggilannya terjawab.Logan berbicara di teleponnya sekitar lima belas menit dengan seseorang yang ia hubungi sebelumnya. Pembicaraan yang serius rupanya berjalan baik. Ia