"Kamu apain aja anak saya di dalam mobil, hah? Kamu ini setiap kali bertemu dengan anak saya, pasti ada saja acara pelukannya. Tidak di kebun kopi, di dalam mobil, selalu saja modus. Bajingan!"
Chris mengarahkan tongkat bisbolnya sekuat tenaga ke arah tubuh Galih. Dari samping kanan kirinya Tian dan Tama juga merangsek maju bermaksud untuk menghajar polisi modusan yang kesempatan banget memeluk-meluk si Merlyn. Tama kesal sekali. Enak sekali orang ini main peluk-peluk saja. Lah dia saja yang sudah bertahun-tahun menjadi pengawal santingan Mer, sekalipun tidak pernah mencuranginya. Padahal terkadang pengen juga. Eh ngebathin apa sih dia? Tama malu sendiri dengan pikiran absurdnya. Ingat pacar woy!
"Eh... eh... stopp... stopp... setopppp! Yah, Bang Tian, Bang Tama. Jangan sembarangan memukul aparat kepolisian yang sedang bertugas. Sanksinya berat! Denger ya, nih Mer bacain kata mbah g****e di klinik hukum online. Dalam KUHP terdapat pengaturan mengenai kekerasan yang dilakukan terhadap aparat yaitu dalam Pasal 212 KUHP yang berbunyi ; Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat juta lima ratus ribu rupiah," Merlyn yang melihat suasana sudah tidak kondusif segera meraih ponsel. Ia browsing mengenai tindakan mencelakakan petugas hukum. Bagaimana pun, Galih telah menolongnya.
"Terus ancaman hukumannya dapat di tambah. Kalau petugasnya sampai luka-luka, akan di penjara lima tahun. Kalau luka berat, delapan tahun enam bulan dan kalau sampai mati di penjaranya bisa sampai dua belas tahun! Abang polisi pasti mati ini kalau kalian keroyok bertiga. Ayah apa tahan tidur di hotel Rodeo eh Oreo sendirian selama dua belas tahun? Bang Tian, Bintang pasti kawin lagi kalau dianggurin selama dua belas tahun. Dan Bang Tama, apa mungkin Karina nungguin Abang sampai dua belas tahun? Yang bener Abang keluar dari penjara si Karina anaknya udah lima. Kalau punya otak dipake mikir dong. Jangan di anggurin aja? Jadi karatan kan jadinya?"
Merlyn membacakan hasil temuannya sembari berdiri tegak di depan Galih. Ia merentangkan kedua tangannya. Berusaha melindungi abang polisinya dari hajaran ayahnya, abangnya dan juga Tama. Galih mendengus. Tinggi badan gadis ini bahkan tidak mencapai bahunya. Tetapi lagaknya sudah seperti seorang Wonder Women saja. Ia tidak sudi berlindung dibalik rok wanita. Cuih! Tapi tunggu dulu. Ponsel siapa yang dipakai oleh gadis ini? Soalnya ponselnya 'kan dalam keadaan kehabisan daya. Jangan... jangan...
"Ponsel siapa yang kamu pakai browsing itu, Mer?"
"Ya ponsel Abang lah. Kan ponsel saya lagi mati karena habis baterenya. Abang lupa? Katanya polisi, tapi hal-hal kecil begini saja Abang tidak ingat. Bagaimana mau menangkap penjahat coba?" Merlyn menjawab dengan pandangan seolah-olah ia sudah gila karena menanyakan pertanyaan yang seabsurd itu padanya. Gadis ini memang luar biasa. Luar bisa onengnya maksudnya.
"Kamu tahu tidak, kalau seseorang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun, itu sudah melanggar Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU No.19/2016. Dan kamu tahu tidak ancaman hukumannya apa?" Merlyn dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Enam tahun penjara atau denda paling banyak banyak enam ratus juta rupiah. Satu hal lagi, Lembaga Permasyarakatan itu biasa di sebut dengan nama hotel Prodeo, bukan Rodeo apalagi Oreo. Mengerti kamu?" Ia mengambil kembali ponselnya yang di pinjam tanpa permisi oleh Merlyn.
"Apa? Enam ratus juta hanya karena meminjam hape orang buat browsing? Wahhh... yang buat undang-undang musti didemo ini. Nggak masuk akal! Kuota yang dipakai tidak seberapa tapi dendanya nauzubillah. Pemerasan ini namanya!" Merlyn mencak-mencak mendengar penjelasan Galih. Ia benar-benar tidak terima. Ternyata ada yang lebih mahal dari para penjual makanan dan minuman di cinema!
"Mengenai ehm pelukan yang saya lakukan pada putri Anda. Saya akan menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya pada Anda, Pak Chris. setelah saya menjelaskannya, baru Anda boleh berasumsi. Tapi demi Tuhan, biarkan Merlyn menukar pakaian dan mungkin minum paracetamol dulu. Lihat bibirnya sampai membiru karena kedinginan!"
==================================
"Jelaskan semuanya dari awal, Mer. Jangan sampai ada yang ketinggalan atau kamu sembunyikan dari kami semua." Chris menatap tajam putrinya yang sedang memegangi selembar kertas dan terus saja komat kamit membaca dan sepertinya mencoba menghafalnya. Mer sudah berganti pakaian dan minum obat. Keadaannya sudah sedikit lebih baik. Mereka sekarang sudah berkumpul di ruang tamu. Siap mendengarkan cerita Merlyn.
"Bunda mana, Yah?" Mata Merlyn mencari-cari sekutunya. Ia tahu setelah ini ia pasti akan di hukum. Kalau bundanya ada disini, biasanya bundanya akan mencoba membelanya mati-matian. Makanya ia menanyakan keberadaan bundanya yang sama sekali belum terlihat sedari tadi.
"Bundamu menginap di rumah Tante Maddie. Kenapa? Mencari pembela? Jangan menjadi seorang pengecut, Merlyn. Ayah tidak pernah mengajarkan kamu untuk menjadi seorang pecundang. Ingat, tangan mencencang, bahu memikul. Sekarang jelaskan!" Chris duduk berhadap-hadapan dengan Merlyn. Di samping kanan dan kirinya duduk Tian, Tama dan Galih. Mereka semua bersiap mendengarkan cerita versi dirinya.
"Sebentar, Mer hafal dulu urutan kejadiannya." Merlyn membaca sekali lagi kertas yang terus dia tulis dan coret sedari tadi. Berkomat-kamit sebentar, sebelum mengucapkan kata aamiin diakhir hafalannya.
"Kamu mencatat semua kata-kata yang ingin kamu ceritakan pada ayah, Mer? Ayah cuma ingin kamu menceritakan kronologis kejadian kenapa kamu berbohong pada Tama dan pulang basah kuyub dengan bapak polisi ini. Ayah bukan meminta kamu untuk berpidato, Mer!" Chris menepuk dahinya. Merlyn menjengitkan alisnya.
"Tapi tadi Ayah sendiri yang bilang jangan sampai ada kata-kata yang ketinggalan atau Mer sembunyikan. Makanya ini Mer catat semua biar nggak ada kalimat yang terlupa atau ketinggalan, Yah." Merlyn menjawab bingung. Lah pan tadi mintanya versi lengkap. Sekarang malah minta ringkasannya saja. Ini yang bener sebenernya pegimana sih? Merlyn menjadi bingung sendiri.
"Seingatnya kamu saja, Mer. Bagian-bagian mana saja yang sekiranya menurut kamu penting untuk diceritakan. Dan yang paling penting, jangan menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya hanya karena takut kamu akan dimarahi. Itu maksud ucapan ayah kamu, Mer."
Galih berusaha menjelaskan dengar sabar. Ia tidak tega juga melihat Merlyn kebingungan dan ketakutan sedari tadi. Istimewa bundanya tidak ada. Merlyn pasti makin merasa tidak nyaman karena merasa tidak ada yang membelanya.
"Termasuk waktu Abang maksa saya angkat tangan dan menyuruh saya masuk ke dalam mobil patroli karena mengira saya ini kaki tangan gembong narkoba ya, Bang?"
Mampusss! Salah ngomong gue, batin Galih.
"Anda menyangka anak saya ini kaki tangan gembong narkoba? Kalau benar putri saya ini kaki tangan gembong narkoba, pasti sudah bangkrut itu bandarnya karena anak buahnya tertangkap melulu. Asumsi Anda sama sekali tidak masuk akal!" Chris sampai berdiri dari kursinya karena emosi mendengar tuduhan Galih terhadap putrinya.
"Saya tadi tidak melihat dengan jelas wajah putri Bapak karena gelap. Lagi pula dalam tugas saya tidak boleh tebang pilih. Semua orang sama kedudukannya di dalam hukum. Putri Anda tadi berada di lokasi penangkapan gembong narkoba. Jadi wajar saja kalau saya berasumsi demikian bukan?" Galih menjawab diplomatis. Chris hanya mendengus kasar.
"Karina tadi pengen ke club, Yah. Dan dia ngajakin Bang Tama. Mer nggak enak bikin Bang Tama nanti berantem lagi sama Karina gara-gara Mer. Makanya Mer bilang kalau Mer nanti pulangnya dijemput sama Bang Tian. Nah, pas Mer mau mesen ojek online, rupanya hp Mer mati. Habis baterenya, Yah."
"Kan Abang sudah bilang jangan memakai ponsel danga danga seperti itu lagi. Baru saja dicharge full baterenya, eh baru sejam kemudian sudah padam. Pake hape yang lumayan sedikit dong, Mer. Kamu ini pelit banget sih jadi orang? Duit nggak bakalan di bawa mati juga!" Tian berusaha menasehati adik iritnya.
"Sudah besok kamu beli ponsel seperti punya abang saja. Sudah tahan air sampai 2 meter, tahan debu, ios 12 lagi. Baterenya juga nggak gampang soak. Hampir bisa di bilang nggak ada kelemahannya, Dek."
"Ada satu kelemahan iphon* yang Abang nggak tahu kan?"
"Hah? Apa coba?" Tanya Tian penasaran. Adik onengnya ini mengerti apa mengerti masalah fitur dan plus minusnya sebuah ponsel.
"Denger baik-baik ya, Bang. Kelemahan iphon* itu cuma satu. Nggak bisa d******d game atau aplikasi di play store. Cemen banget kan?"
Astaghfirullahaladzim! Keonengan hakiki adiknya ternyata makin meningkat tajam. Tian speechless. Ia tidak tahu lagi harus menasehati adik onengnya ini mulai dari mana dan dengan bahasa apa.
"Iphon* memang tidak bisa dipakai untuk mendownload game dan aplikasi via playstore, Mer. Karena khusus untuk iphon* aplikasi itu semua bisa di akses di APP store. Jadi intinya sama saja, hanya nama aplikasinya yang berbeda. Paham kamu, Mer?"
Galih kembali menjelaskan dengan sabar. Chris, Tian bahkan Tama harus mengakui kalau Galih ini sabar sekali dalam menghadapi cara berfikir sederhananya Merlyn. Cara Galih menjelaskan sesuatu itu sangat runut dan terkesan tidak menggurui. Ia memakai kaca mata dan sudut pandang Merlyn. Makanya Mer cepat mengerti maksud dan tujuan ucapannya.
"Oohhh gitu... namanya aja yang beda ya? Tapi fungsinya sama?" Merlyn mengangguk-anggukkan kepalanya sendiri. Dia puas karena sudah mengerti. Ia kemudian melanjutkan kembali ceritanya.
"Nah terus waktu Mer keluar dari parkiran mau nyari taksi biasa aja yang nggak pakai aplikasi, eh malah hujan deras banget. Waktu Mer mau neduh di halte, Mer mendengar ada suara tembak-tembakan. Mer pikir lagi shooting film eh rupanya beneran," selama Mer bercerita, Galih memperhatikannya dengan mata tidak berkedip. Ia suka sekali melihat cara Merlyn cerita. Lucu dan menggemaskan.
Astaga, Galih. Ingat, kamu ini seorang polisi!
"Terus Mer mau diamankan ke kantor polisi sama Abang Polisi ini karena dipikir kaki tangan gembong narkoba. Tapi akhirnya nggak jadi karena Abang Polisi bilang Mer nggak salah. Terus Abang Polisi nganterin Mer pulang. Udah lengkap belum cerita saya, Bang?"
Merlyn menatap Galih meminta dukungan. Galih menganggukkan kepalanya agar gadis ini bisa segera beristirahat. Galih melihat wajah Merlyn memerah dan matanya berair. Pasti suhu tubuhnya mulai meninggi. Lebih baik gadis ini segera beristirahat. Entah mengapa ia selalu jatuh kasihan setiap melihat si Merlyn ini dalam kesulitan. Saudara bukan, teman bukan, pacar apalagi. Tetapi entah kenapa hatinya selalu merasa ingin menjaganya, melindunginya. Mungkin itu karena tugasnya sebagai seorang polisi yang memang sudah seharusnya melindungi setiap warga negaranya. Ya, pasti karena itu.
"Mengenai mengapa saya memeluk putri Bapak, itu saya lakukan karena putri Bapak terus-terusan menggigil kedinginan. Pakaiannya basah kuyup. Saya menyarankan untuk mengganti pakaian basahnya dengan pakaian bersih saya, tapi putri Bapak menolak. Saya takut kalau putri Bapak terkena hipotermia. Makanya saya, maaf memeluknya sepanjang perjalanan dengan lengan kiri saya selama saya menyetir. Saya berusaha membagi panas tubuh alami saya kepada putri Bapak yang untungnya berhasil. Putri Bapak tertidur di sepanjang perjalanan dalam maaf, pelukan saya. Itulah penjelasan saya mengenai masalah pelukan tadi. Masalah Bapak mempercayai atau tidak kata-kata saya, Bapak bisa mengkonfirmasinya langsung dengan putri Bapak sendiri. Kita berdua sama-sama tahu bahwa kejujuran putri Bapak itu bahkan lebih jujur dari pada seorang anak kecil sekalipun."
Galih dengan kesatria mengakui semua perbuatannya pada Merlyn kepada ayahnya. Masalah apakah ayah gadis itu mempercayainya atau tidak, itu bukan urusannya. Yang terpenting adalah ia sudah menjelaskan semua kejadiannya.
"Saya mengucapkan terima kasih karena Anda telah menolong putri saya lagi, Pak Polisi. Tetapi saya tetap tidak suka kalau Anda menyentuh-nyentuh putri saya walau sekasual apapun bentuknya. Saya harap Anda tidak akan mengulanginya lagi. Putri saya ini istimewa sekali cara berpikirnya. Dia tidak akan mengerti kalau ia itu dimodusi atau dimanfaatkan sekalipun. Ini peringatan pertama dan terakhir untuk Anda. Jangan memanfaatkan kenaifan putri saya lagi atau saya akan menghabisi Anda dengan kedua tangan saya sendiri. Mengerti!"
Chris menatap kedua mata Galih dengan pandangan mengancam. Ada keteguhan dan keseriusan yang nyata di sana. Chris bersungguh-sungguh dengan semua ucapannya.
"Siap! Saya mengerti Pak Chris." Galih menjawab tegas ala polisi. Pandangan Chris kini beralih pada Tian. Ada tatapan yang hanya mereka berdua sajalah yang mengerti.
"Tian, bawa adikmu ke ruang isolasi. Biarkan dia merenungi semua kesalahannya hari ini. Nasib baik dia tadi bertemu dengan seorang polisi. Ayah tidak tahu nasibnya akan seperti apa jika ia bertemu dengan seorang perampok atau pemerkosa. Bawa ia sekarang kesana."
Chris menugaskan Tian untuk membawa Merlyn ke gudang belakang rumah yang biasa mereka sebut dengan ruang isolasi. Ruangan ini tempatnya terpisah cukup jauh dari rumah utama. Dia memang sengaja menugaskan Tian yang membawa putrinya ke sana. Karena sejujurnya ia takut hatinya nanti akan luluh apabila ia melihat cucuran air mata putrinya. Semua kesalahan memang harus ada konsekuensinya bukan? Bukan masalah hukumannya point utamanya. Akan tetapi masalah indisiplinernya lah yang ingin ia tekankan. Ia bertujuan agar yang bersangkutan lain kali akan berpikir seribu kali untuk mengulangi kembali kesalahannya. Chris selalu bersikap tegas terhadap anak-anaknya.
"Ampun, Yah. Ampun. Jangan membawa Mer ke ruangan itu lagi, Yah. Disana gelap sekali, Yah. Mer! Mer bukannya ingin mengelakkan hukuman, Yah. Ini pakai ini aja ya, Yah. Mer sudah pilih yang paling lebar dan paling tipis kulitnya. Libas aja Mer pakai ikat pinggang, Ayah? Suka hati ayah berapa kali pun. Mer nggak akan minta pengurangan angka. Asal jangan di bawa ke gudang ya, Yah? Mer takut!"
Merlyn sampai menyembah-nyembah ayahnya karena ketakutan. Dia tidak suka dikurung di gudang dalam keadaan gelap-gelapan. Setiap ia dan Tian kecil dulu melakukan kesalahan, biasanya ayahnya akan menghukum mereka agar mereka tahu konsekuensi dari sebuah kesalahan. Mulai dari berdiri satu kaki, menulis berlembar-lembar dengan kata-kata saya tidak akan mengulangi kesalahan lagi, dicambuk ikat pinggang dan yang terakhir, disekap di gudang belakang rumah. Merlyn yang sangat takut dengan kegelapan selalu menangis sepanjang malam apabila ia harus dikurung semalaman di sana. Hingga sampai dewasa seperti sekarang ini pun, Merlyn tetap ketakutan saat dihukum di sana.
"Maaf, Pak Chris. Bukannya saya bermaksud lancang. Tapi hukuman seperti itu tidak mendidik, Pak. Bukankah lebih baik kalau Bapak menghukumnya dengan cara-cara yang lebih manusiawi? Membersihkan rumah, bakti sosial atau menjadi tenaga honorer di panti jompo misalnya. Bukankah itu lebih mendidik, Pak Chris? Lagi pula putri anda itu sedang sakit. Kasihan, Pak."
Galih yang tadi sudah bermaksud ingin pamit pulang, menjadi tidak tega saat melihat Merlyn minta-minta ampun sambil nangis kejer seperti itu kepada ayahnya. Galih yakin sampai di rumah pun dia tidak akan bisa tidur dengan tenang karena membayangkan Merlyn yang pasti akan menangis ketakutan di dalam gudang semalaman.
"Kamu jangan mengintervensi segala keputusan saya. Pintu keluar ada di sebelah sana. Anda mau pulang sekarang atau mau saya mutilasi kecil-kecil!" Chris mengamuk karena merasa digurui. Ia paling tidak suka kalau segala keputusannya di intervensi.
Dengan apa boleh buat Galih terpaksa undur diri. Hatinya bagai diremas-remas saat melihat Merlyn yang terus saja menangis menghiba-hiba saat ditarik paksa Tian ke gudang belakang rumah. Sesaat sebelum Merlyn menghilang dari ruangan, mereka berdua saling bertatapan. Ada permintaan tolong tak terucap dari kolam air matanya untuk Galih. Hanya saja ia bukan siapa-siapa di sana. Ia tidak punya hak untuk mengintervensi Chris. Tapi dia tidak bisa diam saja tanpa bertindak. Ia akan menolong Merlyn bagaimanapun caranya!
Di dalam mobil Galih memasang earphone dan menelepon seseorang. Untuk pertama kalinya Galih menggunakan kekuasaannya untuk urusan pribadinya.
"Hallo Iptu Bramantyo, tolong lacak nomor ponsel Marilyn Diwangkara dan alamat rumah Madeline Nainggolan. Sekarang!"
Setelah menunggu kurang lebih sekitar lima menit, Galih mendapatkan apa yang dicarinya. Masalahnya nomor ponsel Marilyn dalam keadaan tidak aktif. Akhirnya dalam keadaan hujan deras pada pukul 01.45 dini hari, Galih mendatangi rumah Madeline Nainggolan untuk menemui Marilyn Diwangkara. Dia harus segera membawa bunda Merlyn ini pulang, untuk menenangkan hati putrinya yang saat ini pasti sedang demam tinggi dan ketakutan.
Ia memang tidak bisa menolong Merlyn secara langsung. Tapi ia akan menolongnya melalui bundanya. Kalau saja para anak buahnya tahu akan kelakuan absurdnya ini, entah mau ditaruh di mana mukanya. Ia yang selalu saja menasehati para anak buahnya untuk bersikap professional antara masalah pribadi dan pekerjaan, kini malah ia sendiri yang melanggarnya!
Galih memperhatikan nomor rumah Madeline Nainggolan sekali lagi untuk memastikan kebenaran rumah yang dicarinya. Ia tadi sempat berkonfrotasi dengan pihak keamanan komplek yang tidak bersedia membukakan portal untuknya. Tetapi setelah mereka melihat kartu identitas dan glock 19 di pinggangnya akhirnya mereka jiper juga. Dan di sinilah ia sekarang berada. Di kediaman Radja dan Madeline Nainggolan, tantenya Merlyn.Saat ia menekan bel, seorang Satpam bertubuh kekar lagi-lagi tidak mengizinkannya untuk menemui majikannya. Ia beralasan tuan rumahnya pasti tidak bersedia menerima tamu pada jam-jam tidak lazim seperti ini. Mau tidak mau, ia harus kembali memperlihatkan kartu identitas kepolisiannya. Barulah sang Satpam menelepon majikannya.Saat ini ia telah duduk di ruang tamu keluarga Nainggolan. Asiaten Rumah Tangga yang membukakan pintu berpesan agar ia menunggu sebentar. Nyonya rumahnya akan segera keluar untuk menemuinya.
"Pak dokter, saya udah sembuh kok. Lihat badan saya sudah nggak panas lagi. Batuk-batuknya juga sudah reda. Saya sudah boleh pulang sekarang kan Pak Dokter?" Merlyn meraih tangan kanan Dokter Dika dan menyentuhkannya ke kening dan lehernya sendiri, demi untuk meyakinkan sang dokter."Yang jadi dokternya di sini siapa? Kamu atau saya? Kenapa malah jadi kamu yang mengatur-ngatur saya?" Dengan ketus Dika membalas kata-kata Merlyn. Tapi tidak urung dia membelai lembut kening dan leher pasien cantiknya. Masih sedikit hangat. Merlyn belum sehat betul."Yang merasakan sakit atau tidak itu tubuh siapa? Tubuh saya kan? Tapi kenapa malah Pak Dokter yang merasa lebih tahu?" Merlyn membalikkan kata-katanya dengan jenius pada Dika.Tumben si oneng ini pinter? Mungkin signalnya sedang bagus-bagusnya."Oohhh... jadi kamu merasa lebih tahu soal kondisi tubuh kamu dibandingkan dengan saya? Baiklah. Kalau begitu sa
Hari ulang tahun Rumah Ceria bagi anak-anak penderita down syndrome telah tiba. Merlyn sudah meminta izin pada ayah dan bundanya untuk membawa Thunder, mobil kesayangannya ke sana. Tapi dengan catatan harus disopiri oleh Mang Yayat. Merlyn memang bisa menyetir sendiri, tetapi selalu saja ada insiden yang menyertainya. Kaca spion yang hancur atau meratakan pagar rumah tetangga, adalah sebagian kecil dari insiden yang diakibatkan oleh kecerobohannya. Oleh karena itu, untuk meminimalisir keadaan, sekarang Merlyn akan disopiri atau minimal ditemani jika ingin ke mana-mana.Mobilnya saat ini telah dipenuhi oleh berbagai macam boneka kain flanel, makanan ringan bahkan balon-balon warna warni yang lucu. Mer sudah menabung lama untuk bisa membeli semua ini. Walaupun ayahnya pernah menawarinya untuk menggunakan uang ayahnya saja untuk membantu anak-anak panti, tapi Mer menolaknya. Masa mau beramal tetapi malah memakai uang orang lain? Itu kan namanya pembo
"Hah? Mancing ikan kakap di club? Ini maksudnya bagaimana? Saya bingung." Galih pusing mendengar kalimat tanpa ujung pangkal yang jelas. Apalagi mengenali seorang pria tampan metroseksual yang meneriakkan kata-kata mahal dari pakaian dan aksesoris yang dikenakannya. Siapa yang tidak kenal dengan pria yang tampak protektif di samping Merlyn ini. Pengacara muda Ethan Hartomo Putranto. Putra Hartomo Putranto, yang juga seorang pengacara gaek negeri ini."Tadi tetangga saya, Liz kan ulang tahun. Nah, Yessy mengusulkan untuk main ke club. Siapa tahu dapat kakap katanya. Terus saya minta ikut sama Liz. Tapi sampai di sini jangankan ikannya, kolamnya aja pun nggak ada, Bang." Adu Mer kesal. Galih dan Ethan saling bertatapan dan mereka akhirnya mengerti soal kata pancing memancing ini. Belum juga Galih memberi Merlyn nasehat, seorang gadis cantik menyeruak kerumunan. Saat si gadis melihat Mer, wajah tegangnya berangsur
Merlyn tiba di kantor polisi bersama dengan belasan orang yang terjaring razia lainnya. Ia yang seumur hidupnya tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya ke kantor polisi, malam ini langsung saja bersilahturahmi ke tempat ini sebagai seorang tersangka pengedar narkoba. Kedengarannya sangat mengerikan bukan? Ethan yang sedari tadi ingin mendampinginya dan bertindak sebagai pengacaranya telah ditolak tegas oleh Galih. Menurut Galih, Ethan harus menunjukkan surat kuasa sebagai pengacaranya yang resmi terlebih dahulu, barulah ia bisa untuk membelanya. Saat surat kuasa itu sudah berkekuatan hukum baru Ethan berhak untuk mendampinginya."Semuanya berbaris rapi dan masuk ke dalam ruangan dengan saling memegang bahu orang yang ada di depannya!" Bripda Astuti meneriakkan perintahnya dengan tegas. Merlyn yang tangannya diborgol tampak agak kesulitan saat harus memegang bahu orang yang ada di depannya. Sementara orang yang di belakangnya langsung saja meremas
"Dua kali Anda bertemu dengan anak saya. Dua kali itu juga Anda memeluk-meluknya. Saya sudah pernahmemperingatkan Anda untuk menjauhkan tangan Anda dari putri saya. Dan ini yang ketiga kalinya, Anda malah mau berbuat cabul dengannya. Anda ini polisi atau bukan hah? Mengapa Anda terus saja memanfaatkan kepolosan putri saya untuk kesenangan Anda sendiri!" Saat tinju Chris akan kembali melayang ke wajah Galih, Mer langsung saja menahan tangan ayahnya."Yah, berantemnya setop dulu. Mer udah mau pipis banget ini! Lagian abang polisi bukannya mau berbuat cabul sama Mer. Abang polisi cuma bukain resleting celana Mer yang tadi macet. Ayah minggir dulu, Mer mau pipis. Abang polisi, tissuenya mana? Cepetan, udah mau keluar ini pipisnya!"Mer sampai melompat-lompat menahan sesak pada kandung kemihnya. Dengan wajah lebam-lebam, Galih merogoh saku celananya. Mengeluarkan sebungkus tissue pada Merlyn. Merlyn buru-buru masuk ke dalam to
"Apa sekarang client saya bisa di bebaskan Pak Sonny?" Ethan lega luar biasa saat melihat hasil rekaman CCTV, yang pada akhirnya bisa menjelaskan darimana obat-obatan terlarang itu bisa ada di dalam tas Merlyn. Sebagai seorang pengacara ia bangga karena bisa membebaskan clientnya. Dan sebagai seorang laki-laki yang sedang memburu cinta, ia lega karena orang yang diincarnya terbebas dari bencana masuk penjara.Dan bonus satu hal lagi, citra dirinya akan naik di mata calon mertua dan calon kakak iparnya. Double jack pot bukan?"Sepertinya Ibu Merlyn baru akan di bebaskan besok pagi, Pak Ethan. Ada beberapa berkas dan masalah prosedural yang harus ia tanda tangani terlebih dahulu. Atasan saya tadi sudah mengkonfirmasi kalau client Anda akan bebas setelah beberapa prosedur di lewati." Juper bernama Sonny Harsono itu telah bersiap-siap untuk segera pulang. Setelah marathon menginterogasi para tersangka dari pukul empat s
Galih melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul enam kurang sepuluh menit. Sebaiknya ia segera bangun kalau tidak mau menjadi korban keganasan Pak Chris lagi. Pagi-pagi bukan sarapan nasi lemak dan secangkir kopi, tapi malah sarapan bogem mentah dan kata-kata mutiara yang sudah pasti berhamburan keluar semua dari mulut pedasnya.Ia sedikit meringis saat merasakan lengan kanannya pegal dan kesemutan, karena dijadikan bantal serbaguna oleh makhluk cantik di sampingnya ini. Belum lagi tubuhnya yang juga sudah dialih fungsikan menjadi guling bernyawa semalaman. Walaupun jujur ia senang sekali sebenarnya. Tidur semalaman memeluk makhluk semolek Merlyn telah menghadirkan perasaan yang iya iya di dalam setiap pembuluh darahnya. Bagaimana pun ia adalah seorang laki-laki biasa. Ia mempunyai hasrat dan kadang kala sedikit pikiran-pikiran sesat. Sebagai seorang laki-laki yang sehat, hormon testoteron pasti membuatnya berjuang keras untuk menjaga tangan dan
"Saya tidak mau tahu, Galih. Kamu harus mencari putri saya, dan membawanya kehadapan saya secepatnya. Kalau putri saya sampai kenapa-napa, bersiap-siaplah. Saya tidak akan pernah memberikannya pada kamu lagi. Baru tiga bulan kamu menjaganya, ia sudah lari dari kamu. Tidak bisa diandalkan!" Chris merasa darahnya naik sampai ke ubun-ubun saat Galih menceritakan kaburnya putri semata wayangnya. Apalagi penyebab kaburnya adalah kesalahpahaman yang rancu seperti ini. Rasanya ia ingin sekali memutilasi Galih kecil-kecil."Mas Galih nggak salah, Pak. Saya dan calon suami saya yang salah. Kami terlalu pengecut untuk menjumpai orang tua saya. Makanya kami meminta bantuan Mas Galih. Kami tidak tahu malah jadi seperti ini. Kami berdua minta maaf, Pak." Arini dan Dokter Harsya meminta maaf pada Pak Chris. Sebenarnya mereka berdua takut pada amarah ayah Merlyn ini. Tetapi mereka juga tidak tega melihat Galih disalahkan sendiri. Mereka kasihan sekali melihat keadaan Gal
Merlyn menyusun dokumen-dokumen Galih yang bertebaran di atas meja kerjanya. Sementara suaminya malah tertidur pulas di atas meja. Suaminya menjadikan kedua lengannya sebagai bantal dan tidur dalam posisi duduk di meja kerja. Selalu saja begini. Suaminya bila sedang sibuk bisa menghabiskan waktu berhari-hari di ruang kerjanya. Apalagi bila sedang mempelajari kasus. Bisa berhari-hari suaminya mengunci diri di ruang kerja. Merlyn sampai merasa jadi janda untuk sementara.Akhir-akhir suaminya memang sibuk sekali. Banyak kasus-kasus yang terus diembankan padanya. Rata-rata semuanya beresiko tinggi. Alhasil suaminya jadi agak sedikit mengabaikannya. Tetapi tidak apa-apa. Sebagai istri yang baik, sudah seharusnya ia mendukung karir suaminya, bukan?Suara getaran ponsel mengalihkan kesibukannya menyusun berkas. Nada dering itu adalah nada dering ponsel suaminya. Tetapi bendanya malah tidak terlihat. Setelah dicari-cari rupanya ponsel suaminya ter
Tiga bulan kemudian."Bismillahirrahmanirrahim. Dengan terlebih dahulu memohon ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala, Ananda Galih Kurniawan Jati. Saya nikahkan dan Saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya Merlyn Diwangkara binti Christian Diwangkara dengan seperangkat alat sholat dan uang sebesar dua ratus dua puluh juta rupiah sudah dibayar tunai." Chris menjabat erat tangan Galih dalam prosesi ijab kabul pernikahan putri tercintanya."Saya terima nikah dan kawinnya Merlyn Diwangkara binti Christian Diwangkara dengan seperangkat alat sholat dan uang sejumlah dua ratus dua puluh juta rupiah dibayar tunai."Galih dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas. "Bagaimana saksi? Sah?" Tanya pak penghulu kepada saksi yang
"Anda ingin mengancam saya dengan nyawa pengasuh saya, Pak Kompol?" George menyeringai. Rivalnya sudah tiba rupanya."Yang benar saja. Nyawanya sama sekali tidak ada artinya untuk saya. Silahkan saja kalau Anda ingin melubangi kepalanya. Saya tidak keberatan sama sekali. Tapi nyawa si cantik ini tentu amat sangat berarti bagi Anda bukan Pak Kompol Galih Kurniawan Jati?"KLIK! George menempelkan revolvernya yang ia selipkan dibalik bantal ke kening Merlyn. Ia kemudian turun dari tempat tidur dan membawa Merlyn dalam rangkulannya. Tangan kekarnya memiting leher Merlyn. Kini mereka saling berdiri berhadap-hadapan dengan sandera masing-masing. Galih dengan glock 17 di kepala Mbok Sum, dan George dengan revolver yang juga ditempelkan pada kening mulus Merlyn. Galih dan George sama-sama diam. Mereka saling menatap dan sama-sama menunggu siapa yang terlebih dahulu membuat kesalahan. Suasana ka
"Sir ini bagaimana sih? Baru saja saya lega, ini sudah stress lagi. Sial amat ya saya? Lepas dari mulut harimau eh sekarang malah masuk ke lubang buaya."Merlyn terduduk lemas di kursi mendengar kalimat terakhir George. Saking stressnya, ia sampai mengantuk-antukkan keningnya pada meja makan. George yang duduk di sebelahnya, segera meletakkan telapak tangannya di atas meja. Menahan kening Merlyn agar tidak menghantam meja makan marmer yang keras."Bukan masuk ke lubang buaya, Nak. Tapi masuk ke dalam mulut buaya. Kalau yang masuk ke dalam lubang buaya, itu adalah tujuh pahlawan revolusi kita yang gugur demi membela harkat bangsa dan negara," Mbok Sum tersenyum geli melihat tingkah polah Merlyn yang lucu di matanya. Sayang sekali gadis unik ini tidak mencintai cucunya. Padahal ia yakin, wanita lugu apa adanya seperti Merlyn inilah yang paling cocok untuk mendampingi sifat keras kepala cucunya."Oh sudah ga
Merlyn merasakan jalannya mobil makin melambat sebelum akhirnya berhenti. Tidak lama kemudian terdengar seperti suara pintu gerbang yang digeser. Mobil kembali melaju pelan diiringi suara pintu gerbang yang sepertinya kembali ditutup. Laju mobil kemudian benar-benar berhenti diiringi dengan suara mesin mobil yang dimatikan. Merlyn tersentak kaget saat merasakan ikatan di matanya dibuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak karena silau."Ayo turun!" Hardik George. Setelah mengulet beberapa kali untuk meregangkan ototnya yang rasanya kram dan pegal-pegal semua, Merlyn keluar dari mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh George. Suasananya aneh sekali bukan? Ia ini kan ceritanya sedang diculik. Tetapi malah diperlakukan seperti seorang nona besar oleh George. Pake dibukain pintu mobil segala. Kalau saja suasananya berbeda, mungkin ia akan merasa baper tingkat dewa karena merasa diperlakukan begitu istimewa."Penutup mata su
Pintu gerbang seketika terbuka saat Galih tiba di kediaman keluarga Diwangkara. Satpam sudah menunggu dan langsung membukakan pintu saat melihat laju kendaraannya mulai mendekat. Galih melihat ada dua mobil yang dikenalinya sebagai mobil kedua atasannya di garasi. Selain itu ada tiga mobil lagi kepunyaan Chris, Tian dan juga mobil umum yang biasa di kendarai oleh Mang Yayat. Sepertinya mereka semua kembali bersiap-siap untuk mencari Merlyn. Suasana tegang langsung terasa saat ia bergegas menghampiri kerumunan kecil yang sepertinya sedang berdiskusi di teras rumah. Dan benar saja dugaannya. Ada Jendral Badai Putra Alam dan IrjenPol Orlando Atmanegara juga di sana."Kamu bilang kalau kamu mencintai anak saya kan Galih. Kalau begitu tolong temukan anak saya! Bawa ia kembali kehadapan saya! Bawa ia pulang Galih!" Galih bahkan belum sempat memberi hormat kepada kedua atasannya saat Chris langsung saja menyambutnya dan mengguncang-guncang kedua bahunya dengan em
"Sir, ini jalannya salah! Ahelah akhir-akhir ini kenapa orang yang niat nganterin saya pulang pada lupa jalan semua ya? Lho... lho.. lho... ini kita mau kemana sih, Sir? Kok jalannya malah muter-muter terus?" Merlyn kebingungan karena George terus saja membawanya berputar-putar ke arah jalan-jalan yang tidak pernah dilaluinya sama sekali."Diam! Jangan banyak tanya. Saya memang tidak membawa kamu untuk saya antar pulang!" George membentaknya kasar. Tiba-tiba saja George menghentikan kendaraannya di pinggir jalan yang agak sepi. Ia mengeluarkan sebuah kain hitam dan tali nylon dari dalam laci dashboard. Menutup matanya dengan kain hitam dan mengikat kedua tangannya dengan tali nylon erat-erat. "Kenapa saya diiket-iket begini sih, Sir? Ini mata saya juga k
Hari terus berganti. Merlyn menghitung sudah tujuh hari lamanya abang pacarnya menjalankan misi rahasianya. Abang pacarnya selalu mengatakan bahwa saat ia menjalankan misi rahasianya, ia harus memutus semua akses komunikasinya dengan dunia luar. Merlyn mengerti, abang pacarnya adalah seorang polisi. Pasti ada hal-hal yang tidak bisa abang pacarnya bagi dengan dirinya. Terkadang Merlyn sangat takut kalau abang pacarnya suatu hari kelak akan pulang dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Tetapi ya, memang begitulah resiko seorang abdi negara. Kemarin ayahnya menasehatinya secara khusus. Ayahnya mengatakan bahwa saat ia telah memutuskan untuk menjadi pasangan seorang pria berseragam, itu artinya ia harus siap diduakan. Cinta pertama dan wajib bagi para pria berseragam itu adalah negaranya. Ia masih ingat saat abang pacarnya berpamitan padanya tujuh hari yang lalu."Mer, maaf ya, Abang harus