"Hah? Mancing ikan kakap di club? Ini maksudnya bagaimana? Saya bingung." Galih pusing mendengar kalimat tanpa ujung pangkal yang jelas. Apalagi mengenali seorang pria tampan metroseksual yang meneriakkan kata-kata mahal dari pakaian dan aksesoris yang dikenakannya. Siapa yang tidak kenal dengan pria yang tampak protektif di samping Merlyn ini. Pengacara muda Ethan Hartomo Putranto. Putra Hartomo Putranto, yang juga seorang pengacara gaek negeri ini.
"Tadi tetangga saya, Liz kan ulang tahun. Nah, Yessy mengusulkan untuk main ke club. Siapa tahu dapat kakap katanya. Terus saya minta ikut sama Liz. Tapi sampai di sini jangankan ikannya, kolamnya aja pun nggak ada, Bang." Adu Mer kesal. Galih dan Ethan saling bertatapan dan mereka akhirnya mengerti soal kata pancing memancing ini. Belum juga Galih memberi Merlyn nasehat, seorang gadis cantik menyeruak kerumunan. Saat si gadis melihat Mer, wajah tegangnya berangsur lega. Akhirnya Merlyn berhasil ia temukan.
"Mer, lo ini ke mana aja sih? Gue kan udah bilang, lo duduk aja di pojokan sono. Kalo lo ilang, gue bakalan di mutilasi kecil-kecil sama bokap lo! Syukurlah lo kagak ngapa-ngapa." Liz yang sedari tadi sudah membayangkan akan di sate oleh Chris dan Tian kalau ini incess oneng sampai hilang, mengomeli Merlyn. Syukurlah kalau akhirnya semuanya baik-baik saja.
"Wuihhh lo hebat beut ya, Mer? Lo malah duluan dapet kakapnya dibanding kami semua. Bukan kakap lagi ini mah, Mer. Tapi paus." Yessy merasa mendadak pengen mimisan saat melihat penampakan macho manly nya Ethan. Oneng sih boleh oneng, tapi nasibnya mah mujur terus.
"Hah kakap? Paus? Mana? Gue nggak berasa mancing kok tetiba lo bilang gue dapet ikan kakap dan paus aja. Mana ikan-ikannya?" Merlyn celingukan ke sana ke mari mencari ikan. Tapi yang ada malah orang yang terus berlalu-lalang membawa semacam tabung yang ada di laboratorium.
"Ini Mer, pausnya. Iniii!! Saolohhh lo lempeng bener sih Mer kayak pipa paralon." Yessy menunjuk-nunjuk dada Ethan agar Merlyn sadar.
"Ethan ganteng banget begini masa dibilang ikan. Ikan paus lagi, kan besar banget. Padahal Ethan kan badannya bagus banget kayak iklan susu yang di teve. Nggak gendut macam ikan paus. Liat nih, perutnya aja pasti kayak roti kotak-kotak yang ada di indomare*." Merlyn menatap wajah Ethan dalam-dalam dengan tangan terangkat. Bermaksud untuk mengelus perut six packnya. Galih seketika menahan laju tangan Merlyn yang hampir saja menyentuh perut Ethan. Apa-apaan ini?!
"Jangan sembarangan menyentuh orang lain Merlyn. Tidak baik. Paham! Apalagi laki-laki. Sama sekali TIDAK BOLEH. Mengerti?!" Galih menekankan kata laki-laki dan tidak bolehnya dengan suara geraman. Dengan patuh Merlyn mengangguk. Polisi itu selalu benar bukan? Entah kalau polisi yang lain. Tapi kalau abang polisinya sudah pasti benar. Titik.
Antrian untuk test urine telah sampai pada Yessy dan Merlyn. Merlyn menatap Galih dengan wajah kebingungan dan bersumpah kalau dia tidak hamil. Setelah Galih meyakinkannya kalau itu hanyalah sebuah prosedur test yang menyatakan bahwa dia tidak mengkonsumsi narkoba, barulah ia patuh untuk di bawa beberapa polisi wanita ke toilet club. Kalau saja ia tidak malu dan dianggap tidak professional, rasanya Galih ingin sekali ikut menemani Merlyn dan menunggunya di depan toilet. Merlyn tampak ketakutan dan kebingungan.
"Siapa yang berulang tahun dan bernama Liz?" Galih langsung menyalak begitu Merlyn menghilang dari pandangannya.
"Sa--saya Pak Polisi." Takut-takut Liz mengangkat tangannya. Polisi ini galak sekali rupanya. Padahal tadi sewaktu berbicara dengan Merlyn suaranya lembuttt sekali. Giliran dengan dia aja, membentak-bentak melulu. Cih!
"Sebagai tetangganya saya yakin sekali kalau Anda mengetahui keistimewaannya. Kenapa Anda malah membawanya ke sini? Saya yakin orang tuanya paati sama sekali tidak tahu kalau putrinya Anda bawa ke tempat seperti ini." Galih mulai mengintimidasi Liz. Dia kesal sekali karena Liz telah membawa Merlyn ke tempat yang tidak ada faedahnya seperti ini. Liz langsung keder saat diingatkan pada Om Chris.
"Tadi saya memang sudah berniat untuk mengantarnya pulang, Pak Polisi. Tapi si Mer pengen ikut. Saya kan jadi nggak tega. Secara dia itu nggak boleh ke mana-mana. Om Chris dan Tian kan posesif parah orangnya. Mer ini kayak dipasung tak kasat mata sebenarnya, Pak Polisi." Liz mencoba membela diri.
"Maaf ya, Pak Polisi. Menurut hemat saya, justru Merlyn yang naif ini harus diajak untuk melihat dunia. Dengan terus melindungi dan mengurungnya di rumah, justru tidak akan membuka pikirannya. Saya kira dia perlu tahu soal dunia luar. Siapa tahu dengan begitu, naifnya akan sedikit berkurang. Dari cerita Liz tadi, sepertinya keluarganya terlalu melindunginya sampai ia menjadi tidak tahu apa-apa tentang dunia. Dia seperti seorang kanak-kanak yang terjebak pada tubuh seorang wanita dewasa. Dia berhak menentukan jalan hidupnya sendiri."
Ethan mulai bersuara. Sebagai seorang pengacara muda, dia tidak suka jika melihat seseorang menindas seseorang lainnya. Walaupun itu adalah orang tuanya sendiri. Setiap manusia memiliki dua hak fundamental yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Galih berdecak.
"Benar kalau Anda memandangnya dari sudut pandang Anda sebagai seorang pengacara. Tetapi dari sudut pandang saya sebagai seorang aparat, kita harus meminimalisir dampak kejahatan yang mungkin akan terjadi, jika kita lalai dan membiarkan orang yang memiliki keistimewaan seperti Merlyn ini salah jalan dalam bersosialisasi. Khususnya dengan orang-orang yang tidak ada hubungan darah dengannya. Anda tahu sendiri, di luar sana sarangnya ular dan buaya. Orang seperti Merlyn tidak bisa membedakan mana ular-ularan, apalagi buaya-buayaan. Dia bahkan tidak menyadari bahwa salah satu buaya jadi-jadian sudah mengintainya sedari tadi." Galih menyindir pedas. Wajah Ethan seketika memerah. Sialan, polisi ini menyindirnya rupanya!
"Saya nggak tahu apa-apa! Itu bukan punya saya! Bukan!!! Kenapa saya di borgol!" Merlyn kebingungan saat para polisi wanita tiba-tiba saja memborgol tangannya dan mendorong-dorongnya ke depan. Ia kebingungan dan ketakutan saat tangannya di borgol dan di kumpulkan di depan. Bersama dengan beberapa pengunjung yang terbukti positif mengkonsumsi narkoba. Galih, Liz dan Ethan tentu saja kaget luar biasa.
"Bripda Astuti, ada apa ini? Kenapa ia di borgol?" Galih menginterogasi salah seorang anak buahnya, yaitu Bripda Astuti.
"Wanita ini kedapatan membawa Methylenediozymethamphetamine atau MDMA dalam jumlah besar dalam tasnya, Komandan. Jadi ia terpaksa kami borgol dan amankan."
Galih terdiam. Ua sama sekali tidak menyangka akan ada masalah besar seperti ini. Merlyn sekarang mulai menangis. Wajar kalau ia ketakutan. Apalagi orang seperti dirinya yang tidak pernah berurusan dengan hal-hal kriminal, tiba-tiba saja diborgol dan dibentak-bentak oleh banyak orang. Merlyn pasti shock.
"Tapi ini bu--bukan punya saya. Saya sama sekali tidak punya obat seperti Incida*nya Bik Sari begini. Sungguh saya tidak bohong A--Abang polisi." Bripda Astuti dan beberapa anggota kepolisian lainnya saling berpandangan saat Merlyn memanggil Galih dengan panggilan abang polisi, alih-alih pak polisi.
"Tidak apa-apa Merlyn. Kalau itu bukan punya kamu, kamu tenang saja. Pasti ada orang yang sengaja menjebak kamu. Saya akan mendampingi dan menjadi pengacara kamu nanti di kepolisian." Ethan menyentuh bahu Merlyn sekilas. Berusaha memberikan ketenangan. Melihat suasana mulai memanas, Ethan langsung merubah sikapnya menjadi serius dan professional. Dia sudah merubah panggilan lo guenya menjadi saya kamu pada Merlyn. Suasana mulai genting dan tidak terkendali.
"Saya kira tidak perlu Pak Ethan. Tantenya adalah Maureen Diwangkara. Kalau-kalau Anda tidak tahu. Dan inilah maksud saya soal hal-hal yang tidak diinginkan tadi. Seperti inilah jadinya kalau orang seperti Merlyn salah mengartikan kebebasan dalam bersosialisasi. Ia mudah dijebak dalam dunia yang gila ini."
Galih menjawab datar namun sarat dengan rasa kesal. Ada rasa tidak suka yang diam-diam menyelinap di hatinya, saat melihat keposesifan Ethan terhadap Merlyn yang baru saja dikenalnya.
"Astaga, jadi kamu ini keponakannya Ibu Maureen? Saya mengenal Icha anak Om Dexter. Berarti kamu ini anaknya Om Chris dan adiknya Tian ya? Astaga, saya adalah teman Abang kamu, Tian. Kamu tenang saja Mer, saya akan mendampingi kamu hingga kasus ini clear."
Sekarang Ethan mengerti mengapa Tian selalu saja menghalanginya jika ia ingin main ke rumahnya. Ia memang terkenal sebagai seorang don juan dan tukang gonta ganti pacar. Rupanya Tian menyembunyikan adik istimewanya ini dari predator seperti dirinya. Wajar saja memang. Karena setelah melihat Merlyn, sepertinya dia memutuskan untuk serius mengejarnya. Tidak masalah gadis ini sedikit lama loadingnya. Yang penting hatinya baik dan bersih. Bonus cantiknya luar biasa lagi.
"Mer, kok bisa jadi begini sih? Gue harus bagaimana ini ngejelasinnya sama bokap lo, coba." Tepat pada saat itu, ponsel Liz berdering.
"Haduh Mer, ini bokap lo telpon, lagi. Gu--gue harus jawab apa coba? Mati gue kali ini Mer. Bisa dimakan mentah gue sama bokap lo!" Liz melemparkan ponselnya begitu saja ke sofa club, seolah-olah sedang memegang ular. Wajah Liz sudah seperti tidak dialiri darah saking pucatnya. Ia tahu dia sudah melakukan satu kesalahan besar.
"Berani berbuat harus berani bertanggung jawab, Ibu Liz. Angkat dan katakan yang sebenarnya pada orang tua Merlyn. Sekarang!" Galih membentak Liz. Kalau saja bisa, Galih ingin sekali menelepon orang tua Merlyn sekaligus juga menenangkan Merlyn. Saat ini Merlyn terlihat makin kebingungan kala dikumpulkan dengan belasaan orang yang hasil tes urinenya positif. Wajahnya pias dan sedih. Hasil urine Merlyn memang negatif. Tapi barang bukti pil XTCnya itu malah lebih memberatkan posisinya saat ini. Makanya ia sampai diborgol.
"Ha--hallo Om Chris. Mer--"
"Kalian ada di mana Liz? Ponsel Mer ditinggal, rumah kamu juga kosong. Kalian sekarang ada di mana hah?!"
Liz menjauhkan telinganya dari ponsel, saking kuatnya suara Chris yang berteriak marah kepadanya. Liz tidak tahu harus menjelaskan mulai dari mana. Apalagi saat dia melihat Merlyn disuruh berjongkok dengan para pengunjung yang terjaring razia. Liz tidak tega melihatnya. Karena ia tahu pasti, Merlyn pasti hanya dijebak oleh seseorang.
"Elizabeth Khalif Ahmad, kalian sekarang ada dimana?!"
Liz semakin ketakutan. Saat Om Chris memanggil nama lengkapnya, itu artinya ayah Merlyn itu pasti sedang marah besar.
"Ka--ka--kami ada di Exodu* Om. Om cepat ke sini ya? Mer di tangkap polisi om. Diborgol lagi. Hiks... hiks... hiks...."
"APAAAAA?! Kok bisa? Om akan segera kesana."
Liz hanya bisa menangis ketakutan bercampur rasa sesal, karena telah membawa Merlyn ke tempat ini. Gadis polos itu pasti dimanfaatkan oleh orang-orang yang sedang kepepet untuk menghilangkan barang bukti.
"Sekarang semua berdiri! Berbaris yang rapi. Briptu Hendrawan, bila hasil test urine para pegawai ini ada yang positif, langsung geledah lokernya!!!" Galih memberikan perintah dengan suara tegas. Walaupun ia terus saja memberi perintah-perintah kepada para anak buahnya, tapi tatapannya sebentar-sebentar tertuju pada Merlyn yang sekarang terlihat seperti orang linglung. Ia cuma berdiri diam dengan tangan terborgol. Seorang pengunjung pria yang berdiri di samping kirinya, dengan sengaja menyenggol bahunya dengan ekspresi wajah cabul. Sepertinya pengunjung itu sedang mencari-cari kesempatan untuk menyentuh Merlyn. Galih segera maju menghampiri.
Bughhh!!! Bughhhh!!!
"Jaga sikap Anda! Jangan sampai saya melihat lagi tangan kotor Anda menyentuhnya!" Galih sepertinya tidak dapat menahan gerakan tangannya sendiri yang dengan refleks langsung saja memberikan beberapa bogem mentah kepada si pengunjung cabul. Briptu Hendrawan dan Bripda Gede saling berpandang-pandangan. Belum pernah sejarahnya mereka melihat atasan mereka kehilangan kendali seperti itu hanya karena salah seorang tersangka yang diisengi tersangka lainnya. Tetapi saat melihat wajah Merlyn, mereka berdua sama-sama mengulum senyum maklum. Mereka langsung tahu bahwa Merlyn adalah wanita yang beberapa hari lalu nyaris terjaring operasi mereka, dan memanggil atasan mereka dengan sebutan abang polisi dengan mesra. Gebetan atasannya rupanya. Pantas saja ngamuk besar atasannya. Cinta sudah bicara rupanya.
"Kamu tidak apa-apa, Merlyn." Galih menghampiri Merlyn yang kini berdiri semakin mepet ke tembok. Merlyn hanya menggelengkan kepalanya dengan lesu. Merlyn menjadi pendiam sekali. Ia bahkan sama sekali tidak mau memandang wajah Galih. Sedari tadi ia terus saja menundukkkan wajahnya. Galih merasa serba-salah. Dia ini polisi yang sedang bertugas menjalankan tugas negara. Tidak professional rasanya bila ia mengistimewakan Merlyn di antara para pengunjung yang terjaring razia lainnya. Khususnya Merlyn saat ini terkena Operasi Tangkap Tangan. Walau ia yakin pasti ada sesuatu yang salah di sini. Tapi ia harus bertindak sesuai prosedur. Kalau ia sampai bertindak gegabah, demosi pasti sudah menunggunya.
"Ada dua orang pegawai yang positif, Komandan. Tapi loker mereka negatif. Apa kita bisa membawa mereka semua ke markas, Komandan!" Bripda Gede memberi laporan akhir.
"Bawa mereka semua ke markas untuk di periksa penyidik."
"Siap laksanakan!!!" Bripda Gede memberi hormat ala militer dengan menyentuh sedikit ujung topinya. Galih merasa begitu tidak tega saat melihat Merlyn yang gemetaran karena terus saja dibentak-bentak oleh anak buahnya. Setiap bahu Mer tersentak, setiap itu pula Galih mengkertakkan giginya. Mau menolong dia harus professional. Mau di biarkan saja, hatinya kok rasanya remuk redam. Ini lah akibatnya kalau ia sudah mulai membawa-bawa masalah hati dalam pekerjaannya. Bisa bubar jalan semua strategi-strategi yang sudah dikonsepnya siang malam bersama team intinya ini.
"Hati-hati jalannya! Jangan saling dorong. Bugh!!!" Galih emosi saat melihat salah seorang pengunjung club yang sepertinya sedang sakaw, mendorong Merlyn kasar hingga nyaris terjerembab ke depan. Merlyn tidak bisa leluasa bergerak karena kedua tangan dalam keadaan terborgol. Keseimbangan tubuhnya menjadi tidak stabil.
"Kamu nggak apa-apa, Mer?" Tanya Galih khawatir. Lagi-lagi Mer hanya menggeleng tanpa mau melihat pada Galih sama sekali.
"Kenapa kamu tindak mau berbicara dan memandang wajah saya, heh? Kamu... kamu marah sama saya?" Akhirnya Galih tidak tahan juga didiamkan oleh Merlyn. Saat ini Galih mengangkat dagu Merlyn dan memaksanya menengadah. Gadis ini senang menangis rupanya. Pantas saja dia terus saja menundukkan wajahnya.
"Kamu tidak usah khawatir ya, Mer? Kalau kamu tidak bersalah, kamu pasti akan segera dibebaskan." Galih mengusap lembut pipi basah Merlyn dengan sayang. Kasihan gadis ini.
"Saya memang tidak bersalah, Bang. Saya tidak tahu kenapa ada obat-obatan sebanyak itu ada di tas saya. Tadi pada saat test urine, mbak polwannya bilang, nggak boleh bawa tas di toilet. Jadi tasnya saya tinggal dipojokan. Setelah tes urine selesai dan bawaan kami di periksa semua, baru mbak polwannya bilang di tas saya ada barang bukti. Saya aja nggak tahu kalau di tas saya ada obat-obatan. Sungguh Abang polisi, saya tidak bohong." Air mata Merlyn berjatuhan lagi. Matanya kini tampak membengkak karena terus-terusan menangis. Galih merogoh saku celananya dan menyeka mata dan pipi basah Merlyn dengan sapu tangannya.
"Ingus saya juga udah banyak ini, Bang. Belum dibersihkan?" Merlyn mendongakkan wajahnya. Memperlihatkan pada Galih kalau hidungnya juga basah. Tanpa banyak bicara Galih membersihkan hidung Mer yang langsung saja membersitkan semua isinya pada sapu tangan Galih.
Briptu Hendrawan, Bripda Gede bahkan Ethan yang sedari tadi sibuk menelepon ke sana ke mari sampai menghentikan pembicaraannya, saat melihat pemandangan tidak biasa yang tersaji di depannya. Demi apa coba seorang Kompol Galih Kurniawan Jati membersit cairan hidup seorang gadis yang sedang terjaring razia OTT kalau bukan karena cinta?
Merlyn tiba di kantor polisi bersama dengan belasan orang yang terjaring razia lainnya. Ia yang seumur hidupnya tidak pernah sekalipun menginjakkan kakinya ke kantor polisi, malam ini langsung saja bersilahturahmi ke tempat ini sebagai seorang tersangka pengedar narkoba. Kedengarannya sangat mengerikan bukan? Ethan yang sedari tadi ingin mendampinginya dan bertindak sebagai pengacaranya telah ditolak tegas oleh Galih. Menurut Galih, Ethan harus menunjukkan surat kuasa sebagai pengacaranya yang resmi terlebih dahulu, barulah ia bisa untuk membelanya. Saat surat kuasa itu sudah berkekuatan hukum baru Ethan berhak untuk mendampinginya."Semuanya berbaris rapi dan masuk ke dalam ruangan dengan saling memegang bahu orang yang ada di depannya!" Bripda Astuti meneriakkan perintahnya dengan tegas. Merlyn yang tangannya diborgol tampak agak kesulitan saat harus memegang bahu orang yang ada di depannya. Sementara orang yang di belakangnya langsung saja meremas
"Dua kali Anda bertemu dengan anak saya. Dua kali itu juga Anda memeluk-meluknya. Saya sudah pernahmemperingatkan Anda untuk menjauhkan tangan Anda dari putri saya. Dan ini yang ketiga kalinya, Anda malah mau berbuat cabul dengannya. Anda ini polisi atau bukan hah? Mengapa Anda terus saja memanfaatkan kepolosan putri saya untuk kesenangan Anda sendiri!" Saat tinju Chris akan kembali melayang ke wajah Galih, Mer langsung saja menahan tangan ayahnya."Yah, berantemnya setop dulu. Mer udah mau pipis banget ini! Lagian abang polisi bukannya mau berbuat cabul sama Mer. Abang polisi cuma bukain resleting celana Mer yang tadi macet. Ayah minggir dulu, Mer mau pipis. Abang polisi, tissuenya mana? Cepetan, udah mau keluar ini pipisnya!"Mer sampai melompat-lompat menahan sesak pada kandung kemihnya. Dengan wajah lebam-lebam, Galih merogoh saku celananya. Mengeluarkan sebungkus tissue pada Merlyn. Merlyn buru-buru masuk ke dalam to
"Apa sekarang client saya bisa di bebaskan Pak Sonny?" Ethan lega luar biasa saat melihat hasil rekaman CCTV, yang pada akhirnya bisa menjelaskan darimana obat-obatan terlarang itu bisa ada di dalam tas Merlyn. Sebagai seorang pengacara ia bangga karena bisa membebaskan clientnya. Dan sebagai seorang laki-laki yang sedang memburu cinta, ia lega karena orang yang diincarnya terbebas dari bencana masuk penjara.Dan bonus satu hal lagi, citra dirinya akan naik di mata calon mertua dan calon kakak iparnya. Double jack pot bukan?"Sepertinya Ibu Merlyn baru akan di bebaskan besok pagi, Pak Ethan. Ada beberapa berkas dan masalah prosedural yang harus ia tanda tangani terlebih dahulu. Atasan saya tadi sudah mengkonfirmasi kalau client Anda akan bebas setelah beberapa prosedur di lewati." Juper bernama Sonny Harsono itu telah bersiap-siap untuk segera pulang. Setelah marathon menginterogasi para tersangka dari pukul empat s
Galih melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul enam kurang sepuluh menit. Sebaiknya ia segera bangun kalau tidak mau menjadi korban keganasan Pak Chris lagi. Pagi-pagi bukan sarapan nasi lemak dan secangkir kopi, tapi malah sarapan bogem mentah dan kata-kata mutiara yang sudah pasti berhamburan keluar semua dari mulut pedasnya.Ia sedikit meringis saat merasakan lengan kanannya pegal dan kesemutan, karena dijadikan bantal serbaguna oleh makhluk cantik di sampingnya ini. Belum lagi tubuhnya yang juga sudah dialih fungsikan menjadi guling bernyawa semalaman. Walaupun jujur ia senang sekali sebenarnya. Tidur semalaman memeluk makhluk semolek Merlyn telah menghadirkan perasaan yang iya iya di dalam setiap pembuluh darahnya. Bagaimana pun ia adalah seorang laki-laki biasa. Ia mempunyai hasrat dan kadang kala sedikit pikiran-pikiran sesat. Sebagai seorang laki-laki yang sehat, hormon testoteron pasti membuatnya berjuang keras untuk menjaga tangan dan
"Kenapa lo melakukan hal sekeji itu pada Merlyn, Tut? Setahu gue lo bukanlah orang yang berkepribadian ganda. Alter ego itu kebayakan cuma ada di film atau novel-novel. Sejak kita TK sampai SMU,gue taunya lo itu baik dan suka menolong orang yang lemah. Lo cocok banget jadi polwan. Tapi kemarin, lo bersikap kayak pecundang. Lo mempermalukan harga diri lo sendiri sekaligus institusi yang menaungi kita semua. Gue nggak kenal lo yang begini ini."Galih menegur Bripda Astuti yang baru saja selesai mengikuti sidang KKEP atau Komisi Kode Etik Polri karena telah melanggar Pasal 13 PP 2/2003. Bripda Astuti dihukum tidak boleh mengikuti pendidikan selama satu tahun dan demosi penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Setelah memaki-maki Astuti dengan kata-kata kasar yang memerahkan semua telinga anak-anak buahnya yang ikut ditatar tadi, Galih memutuskan untuk duduk bersama, dan menasehati Astuti sebagai teman. Bagaimanapun juga Astuti adalah teman lamanya sejak
"Merlyn ingin belajar mandiri, Yah. Tolong biarin Mer tahu susahnya cari uang di luar sana. Kalau Mer di rumah terus, bagaimana wawasan Mer bisa berkembang? Mer akan belajar untuk menjaga diri sebaik-baiknya, Yah. Boleh ya, Yah?" Merlyn berusaha menghapal kata-kata yang diucapkan oleh Liz kemarin. Mer ingin seperti Liz yang sukses menjalankan perusahaan papanya padahal Liz itu baru tamat beberapa tahun lalu. Masa Mer yang dua tahun lebih tua dari Liz tidak bisa berbuat apa-apa? Liz kemarin sudah mengajarinya untuk saling beradu argumen dengan ayahnya. Liz mengajarinya untuk menjawab begini, kalau papanya ngomong begitu. Liz bilang setiap orang pasti bisa belajar. Makanya ia juga ingin berdikari sendiri dan mencari pengalaman."Kamu mau bekerja dibagian apa, Nak? Ayah nggak mau kalau kamu nanti dihi a-hina dan dilecehkan orang. Dunia di luar tembok rumah kita itu keras, sayang. Manusia-manusianya juga banyak yang tidak benar. Ayah takut nanti kamu sakit hat
Galih berlari kencang dengan Merlyn yang berada dalam gendongannya. Ia nyaris tidak sanggup menggendong Mer karena kedua tangannya terus saja gemetaran hebat. Ibunya lah yang menyadarkannya untuk segera membawa Merlyn ke rumah sakit terlebih dahulu ketimbang membunuh preman-preman itu. Briptu Hendrawan lah yang akhirnya menghandle masalah preman, dan Bripda Indra yang berusaha dengan sekuat tenaga menahan tangannya yang terus saja tidak puas-puasnya memukuli si preman, walaupun orangnya sudah tidak sadarkan diri. Ternyata ibunya menelepon kedua anak buahnya untuk mencegahnya menjadi seorang pembunuh."Aduhhhh... bagaimana ini Non? Bibik bisa dimarahin tuan sama nyonya ini karena nggak bisa ngejagain si Enon. Sadar dong, Non. Bibik takut ngeliat si Enon diem aja kayak gini."Bik Sari menangis ketakutan saat melihat majikan kecilnya tergolek lemah di dalam mobil Galih. Galih yang sedang menyetir di depan, kehilangan konsentrasi karena terus
"Jadi beneran barang belanjaan kami sudah diantarkan anak buah Abang polisi ke rumah? Apa anak buah Abang polisi itu tahu kalau alamat rumah saya itu di--""Pondok Indah 12 Kebayoram Lama, Jaksel, kan?" Potong Galih cepat."Iya bener, Bang. Hebat banget ya anak buah Abang Polisi. Kayak Rommy Rafael. Tau aja alamat rumah orang. Eh Abang juga hebat ding, hapal sama alamat rumah saya. Padahal saya cuma bilangnya sekali." Merlyn memandang takjub Galih yang tengah konsentrasi menyetir. Ternyata polisi itu hebat-hebat ya? Mereka tahu aja alamat rumah kita ada di mana."Abang polisi bukan sekedar hafal dengan alamat rumah kamu, Merlyn. Tapi Abang polisi ini memang sengaja ngapalin. Iya kan, Abang Polisi?" Sekar sengaja menggoda putranya yang wajahnya kembali memerah karena ia ketahuan telah menghapal alamat rumah Merlyn.Galih yang bertingkah seperti ini sangat membuat Sekar penasaran. Ia ingin melihat s
"Saya tidak mau tahu, Galih. Kamu harus mencari putri saya, dan membawanya kehadapan saya secepatnya. Kalau putri saya sampai kenapa-napa, bersiap-siaplah. Saya tidak akan pernah memberikannya pada kamu lagi. Baru tiga bulan kamu menjaganya, ia sudah lari dari kamu. Tidak bisa diandalkan!" Chris merasa darahnya naik sampai ke ubun-ubun saat Galih menceritakan kaburnya putri semata wayangnya. Apalagi penyebab kaburnya adalah kesalahpahaman yang rancu seperti ini. Rasanya ia ingin sekali memutilasi Galih kecil-kecil."Mas Galih nggak salah, Pak. Saya dan calon suami saya yang salah. Kami terlalu pengecut untuk menjumpai orang tua saya. Makanya kami meminta bantuan Mas Galih. Kami tidak tahu malah jadi seperti ini. Kami berdua minta maaf, Pak." Arini dan Dokter Harsya meminta maaf pada Pak Chris. Sebenarnya mereka berdua takut pada amarah ayah Merlyn ini. Tetapi mereka juga tidak tega melihat Galih disalahkan sendiri. Mereka kasihan sekali melihat keadaan Gal
Merlyn menyusun dokumen-dokumen Galih yang bertebaran di atas meja kerjanya. Sementara suaminya malah tertidur pulas di atas meja. Suaminya menjadikan kedua lengannya sebagai bantal dan tidur dalam posisi duduk di meja kerja. Selalu saja begini. Suaminya bila sedang sibuk bisa menghabiskan waktu berhari-hari di ruang kerjanya. Apalagi bila sedang mempelajari kasus. Bisa berhari-hari suaminya mengunci diri di ruang kerja. Merlyn sampai merasa jadi janda untuk sementara.Akhir-akhir suaminya memang sibuk sekali. Banyak kasus-kasus yang terus diembankan padanya. Rata-rata semuanya beresiko tinggi. Alhasil suaminya jadi agak sedikit mengabaikannya. Tetapi tidak apa-apa. Sebagai istri yang baik, sudah seharusnya ia mendukung karir suaminya, bukan?Suara getaran ponsel mengalihkan kesibukannya menyusun berkas. Nada dering itu adalah nada dering ponsel suaminya. Tetapi bendanya malah tidak terlihat. Setelah dicari-cari rupanya ponsel suaminya ter
Tiga bulan kemudian."Bismillahirrahmanirrahim. Dengan terlebih dahulu memohon ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala, Ananda Galih Kurniawan Jati. Saya nikahkan dan Saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya Merlyn Diwangkara binti Christian Diwangkara dengan seperangkat alat sholat dan uang sebesar dua ratus dua puluh juta rupiah sudah dibayar tunai." Chris menjabat erat tangan Galih dalam prosesi ijab kabul pernikahan putri tercintanya."Saya terima nikah dan kawinnya Merlyn Diwangkara binti Christian Diwangkara dengan seperangkat alat sholat dan uang sejumlah dua ratus dua puluh juta rupiah dibayar tunai."Galih dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas. "Bagaimana saksi? Sah?" Tanya pak penghulu kepada saksi yang
"Anda ingin mengancam saya dengan nyawa pengasuh saya, Pak Kompol?" George menyeringai. Rivalnya sudah tiba rupanya."Yang benar saja. Nyawanya sama sekali tidak ada artinya untuk saya. Silahkan saja kalau Anda ingin melubangi kepalanya. Saya tidak keberatan sama sekali. Tapi nyawa si cantik ini tentu amat sangat berarti bagi Anda bukan Pak Kompol Galih Kurniawan Jati?"KLIK! George menempelkan revolvernya yang ia selipkan dibalik bantal ke kening Merlyn. Ia kemudian turun dari tempat tidur dan membawa Merlyn dalam rangkulannya. Tangan kekarnya memiting leher Merlyn. Kini mereka saling berdiri berhadap-hadapan dengan sandera masing-masing. Galih dengan glock 17 di kepala Mbok Sum, dan George dengan revolver yang juga ditempelkan pada kening mulus Merlyn. Galih dan George sama-sama diam. Mereka saling menatap dan sama-sama menunggu siapa yang terlebih dahulu membuat kesalahan. Suasana ka
"Sir ini bagaimana sih? Baru saja saya lega, ini sudah stress lagi. Sial amat ya saya? Lepas dari mulut harimau eh sekarang malah masuk ke lubang buaya."Merlyn terduduk lemas di kursi mendengar kalimat terakhir George. Saking stressnya, ia sampai mengantuk-antukkan keningnya pada meja makan. George yang duduk di sebelahnya, segera meletakkan telapak tangannya di atas meja. Menahan kening Merlyn agar tidak menghantam meja makan marmer yang keras."Bukan masuk ke lubang buaya, Nak. Tapi masuk ke dalam mulut buaya. Kalau yang masuk ke dalam lubang buaya, itu adalah tujuh pahlawan revolusi kita yang gugur demi membela harkat bangsa dan negara," Mbok Sum tersenyum geli melihat tingkah polah Merlyn yang lucu di matanya. Sayang sekali gadis unik ini tidak mencintai cucunya. Padahal ia yakin, wanita lugu apa adanya seperti Merlyn inilah yang paling cocok untuk mendampingi sifat keras kepala cucunya."Oh sudah ga
Merlyn merasakan jalannya mobil makin melambat sebelum akhirnya berhenti. Tidak lama kemudian terdengar seperti suara pintu gerbang yang digeser. Mobil kembali melaju pelan diiringi suara pintu gerbang yang sepertinya kembali ditutup. Laju mobil kemudian benar-benar berhenti diiringi dengan suara mesin mobil yang dimatikan. Merlyn tersentak kaget saat merasakan ikatan di matanya dibuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak karena silau."Ayo turun!" Hardik George. Setelah mengulet beberapa kali untuk meregangkan ototnya yang rasanya kram dan pegal-pegal semua, Merlyn keluar dari mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh George. Suasananya aneh sekali bukan? Ia ini kan ceritanya sedang diculik. Tetapi malah diperlakukan seperti seorang nona besar oleh George. Pake dibukain pintu mobil segala. Kalau saja suasananya berbeda, mungkin ia akan merasa baper tingkat dewa karena merasa diperlakukan begitu istimewa."Penutup mata su
Pintu gerbang seketika terbuka saat Galih tiba di kediaman keluarga Diwangkara. Satpam sudah menunggu dan langsung membukakan pintu saat melihat laju kendaraannya mulai mendekat. Galih melihat ada dua mobil yang dikenalinya sebagai mobil kedua atasannya di garasi. Selain itu ada tiga mobil lagi kepunyaan Chris, Tian dan juga mobil umum yang biasa di kendarai oleh Mang Yayat. Sepertinya mereka semua kembali bersiap-siap untuk mencari Merlyn. Suasana tegang langsung terasa saat ia bergegas menghampiri kerumunan kecil yang sepertinya sedang berdiskusi di teras rumah. Dan benar saja dugaannya. Ada Jendral Badai Putra Alam dan IrjenPol Orlando Atmanegara juga di sana."Kamu bilang kalau kamu mencintai anak saya kan Galih. Kalau begitu tolong temukan anak saya! Bawa ia kembali kehadapan saya! Bawa ia pulang Galih!" Galih bahkan belum sempat memberi hormat kepada kedua atasannya saat Chris langsung saja menyambutnya dan mengguncang-guncang kedua bahunya dengan em
"Sir, ini jalannya salah! Ahelah akhir-akhir ini kenapa orang yang niat nganterin saya pulang pada lupa jalan semua ya? Lho... lho.. lho... ini kita mau kemana sih, Sir? Kok jalannya malah muter-muter terus?" Merlyn kebingungan karena George terus saja membawanya berputar-putar ke arah jalan-jalan yang tidak pernah dilaluinya sama sekali."Diam! Jangan banyak tanya. Saya memang tidak membawa kamu untuk saya antar pulang!" George membentaknya kasar. Tiba-tiba saja George menghentikan kendaraannya di pinggir jalan yang agak sepi. Ia mengeluarkan sebuah kain hitam dan tali nylon dari dalam laci dashboard. Menutup matanya dengan kain hitam dan mengikat kedua tangannya dengan tali nylon erat-erat. "Kenapa saya diiket-iket begini sih, Sir? Ini mata saya juga k
Hari terus berganti. Merlyn menghitung sudah tujuh hari lamanya abang pacarnya menjalankan misi rahasianya. Abang pacarnya selalu mengatakan bahwa saat ia menjalankan misi rahasianya, ia harus memutus semua akses komunikasinya dengan dunia luar. Merlyn mengerti, abang pacarnya adalah seorang polisi. Pasti ada hal-hal yang tidak bisa abang pacarnya bagi dengan dirinya. Terkadang Merlyn sangat takut kalau abang pacarnya suatu hari kelak akan pulang dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Tetapi ya, memang begitulah resiko seorang abdi negara. Kemarin ayahnya menasehatinya secara khusus. Ayahnya mengatakan bahwa saat ia telah memutuskan untuk menjadi pasangan seorang pria berseragam, itu artinya ia harus siap diduakan. Cinta pertama dan wajib bagi para pria berseragam itu adalah negaranya. Ia masih ingat saat abang pacarnya berpamitan padanya tujuh hari yang lalu."Mer, maaf ya, Abang harus