"Yah, berantemnya setop dulu. Mer udah mau pipis banget ini! Lagian abang polisi bukannya mau berbuat cabul sama Mer. Abang polisi cuma bukain resleting celana Mer yang tadi macet. Ayah minggir dulu, Mer mau pipis. Abang polisi, tissuenya mana? Cepetan, udah mau keluar ini pipisnya!"
Mer sampai melompat-lompat menahan sesak pada kandung kemihnya. Dengan wajah lebam-lebam, Galih merogoh saku celananya. Mengeluarkan sebungkus tissue pada Merlyn. Merlyn buru-buru masuk ke dalam toilet.
"Nanti saat menarik resletingnya, luruskan dulu arahnya. Jauhkan kain yang di samping resleting. Jadi nggak akan kejepit lagi kainnya sewaktu resletingnya kamu tarik. Mengerti, Mer?" Galih mengusap hidupnya yang terasa hangat dan basah. Darah sudah mengalir di sana. Galih mencabut beberapa tissue dari tangan Merlyn untuk menahan darah yang menetes, sebelum membantu menutup pintu toilet dan berdiri tegak di sana.
"Iya... iya... Abang polisi. Saya tahu. Memangnya saya anak kecil apa, nggak bisa naikin resleting sendiri?" Merlyn menjawab kencang dari balik pintu toilet.
"Kalau kamu memang bukan anak kecil dan bisa sendiri, ngapain tadi kamu meminta tolong saya untuk membetulkan resleting celana kamu yang macet, heh? Sampai ayah kamu malah jadi salah paham seperti ini, Mer?" Galih menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Pusing dengan segala keabsurdan dan tingkah aneh Merlyn.
"Ooohhhh... Saya khilaf, Bang. Namanya juga manusia. Sesekali kan bisa khilaf juga. Termasuk saya. Saya kan juga manusia, Bang?" Merlyn menjawab santai, sementara Galih hanya bisa mengelus dada saja. Dia pasrah. Ampunnnn, Gusti!
"Mungkin benar Anda memang bermaksud untuk menolong putri saya. Tapi Anda tetap salah karena tidak memanggil polwan saja untuk membantu permasalahannya. Anda ini kan laki-laki. Seharusnya anda tahu apa yang di sebut dengan etika. Mer itu memang tidak paham prosedur, tapi Anda kan paham." Chris masih saja bertahan dengan pendapatnya sendiri yang ia rasa benar. Galih ini pasti modus saja karena ingin dekat-dekat dengan putrinya.
"Saya minta maaf kalau Bapak merasa perbuatan saya itu salah. Tetapi saya yakin dan percaya kalau Bapak pasti lebih tahu tentang keadaan putri Bapak sendiri. Mer ini kalau sudah punya mau, tidak bisa di bantah. Lagi pula ia sudah sangat kebelet buang air kecil, Pak Chris. Saya hanya sekedar membantunya dan saya tidak melakukan apapun padanya. Anda bisa menanyakan kebenaran kata-kata saya pada putri Anda sendiri." Galih tahu ia memang salah walau tidak sepenuhnya. Oleh karena dengan kesatria dan lapang dada ia minta maaf dan mengakui kesalahannya.
Merlyn keluar beberapa menit kemudian dengan celana yang sudah terkancing rapi. Matanya seketika tampak sedih saat melihat wajah babak belur Galih. Dia heran, kenapa ayahnya hobby sekali memukuli abang polisinya padahal si abang sama sekali tidak bersalah.
"Ayah, abang polisi nggak salah. Tadi Mer yang tadi minta tolong sama abang polisi untuk bukain resleting yang macet. Ayah minta maaf dong sama abang polisi karena udah nuduh dan mukul abang polisi sembarangan. Setelah ayah minta maaf ke abang polisi, baru Mer mau minta maaf sama ayah. Karena mau mancing tapi nggak ngajak-ngajak ayah. Padahal biasa ayah kalau mau mancing selalu ngajak Mer. Makanya Mer kena karma, Yah. Mer jadi ditangkap polisi sekarang."
Adu Mer sedih. Dia kembali menangis karena teringat kembali kata-kata yang diucapkan oleh mbak polwan tadi. Mbak polwan mengatakan kalau ia tidak akan bisa pulang lagi ke rumah dan akan tidur di dalam sel yang pengap dan banyak nyamuk bersama-sama dengan para tersangka lainnya.
Chris yang sudah mendengar soal asal muasal kata memancing versi Mer dari Liz, hanya bisa memandang kasihan sekaligus kesal pada putri naifnya ini. Sementara Merlyn yang dipandangi oleh ayahnya malah mengartikan lain. Ia merasa ayahnya pasti marah sekali dan akan kembali menghukumnya di ruang isolasi. Penjara dan ruang isolasi itu sama menyeramkannya menurutnya. Ia tidak bisa memilih salah satunya. Dan sialnya ia malah akan menjalani kedua-duanya bukan?
"Ayah kalau mau marah nanti aja ya? Satu satu dulu Mer terima hukumannya. Sekarang Mer di penjara aja dulu. Nanti kalau udah keluar dari penjara, baru Mer akan masuk ruang isolasi yang di rumah. Tapi ayah sabar ya? Kata mbak polwan Mer akan di kurung di sini lama. Jangan-jangan nanti saat Mer pulang, ayah udah nggak kenal lagi sama Mer karena rambut Mer udah putih semua." Mer merasa dadanya sesak oleh bayangannya sendiri. Bagaimana ia harus hidup saat jauh dari ayahnya, bundanya, abangnya dan juga anak-anak down syndrome di Rumah Ceria. Bagaimana pula nasib boneka-boneka kain flanel yang baru separuh jalan dibuatnya. Air mata Mer kembali mengalir dengan derasnya. Apalagi saat mbak polwan kembali memborgol tangannya. Sedihnya makin menjadi-jadi saja rasanya.
"Apa tidak bisa anak saya tidak usah di borgol, Bu polwan? Kasihan itu tangannya luka-luka semua. Lagi pula ia juga tidak akan menghilangkan barang bukti atau lari ke mana-mana." Chris mencoba bernegosiasi dengan Bripda Astuti. Tetapi sang polwan tetap keukeh mengatakan bahwa itu adalah prosedur dan kebijakan dari atasannya.
"Buka kembali borgol Ibu Merlyn, Bripda Astuti. Juper akan memeriksanya sekarang. Borgol itu tidak diperlukan lagi saat ini. Pemborgolan hanya dilakukan jika memang dipandang perlu agar tahanan tidak melarikan diri. Semua tergantung pada diskresi di lapangan. Sementara saat ini, hal itu sudah tidak lagi diperlukan." Dengan sedikit ogah-ogahan, akhirnya Bripda Astuti melepaskan kembali borgol Merlyn.
"Merlyn akan segera dibawa ke ruangan Juper, Pak Chris. Apakah Bapak sudah menunjuk pengacara resmi untuk Mer?" Galih menghela lembut bahu Merlyn ke arah ruangan Juper. Galih sebenarnya agak was-was karena Bripda Gede belum juga kembali. Padahal Mer akan segera diperiksa. Mer sangat memerlukan rekaman CCTV itu untuk membuktikan kalau ia memang tidak bersalah. Ia hanya ketiban sial karena dijebak. Saat anak buahnya itu mengabari bahwa ia akan segera sampai, barulah Galih merasa sedikit lega.
"Saya sudah memberikan kuasa penuh kepada Ethan Hartomo Putranto sebagai pengacara anak saya. Nah, itu dia, Ethan sudah tiba." Chris luar biasa lega saat Ethan membawa surat kuasa penuh menjadi pengacara Merlyn. Setelah Merlyn menandatanganinya, Ethan ikut masuk ke ruangan Juper dan duduk di samping Merlyn. Chris terpaksa memakai jasa anak si Tomo ini, karena Maureen sedang mengikuti seminar di Den Haag sana.
"Selamat malam Ibu Merlyn. Tolong sebutkan nama lengkap !nda?" Sang Juper mulai bersiap-siap menginterogasinya dan mengetik semua curhatannya.
"Merlyn Diwangkara, Pak Polisi."
"Umur?"
"25 tahun."
"Alamat?"
"Pondok Indah 12, Kebayoran Lama, Jak Sel."
"Apakah tas ini milik Anda, Bu Merlyn?" Sang Juper memperlihatkan tas oversize Merlyn."
"Iya benar, Pak Polisi." Mer menganggukkan kepalanya. Tas besar itu memang kepunyaannya.
"Apakah obat-obatan ini milik Anda, Bu Merlyn?" Tanya Juper lagi dengan suara lantang. Ia seperti mengeja kata perkata agar bisa dimengerti Merlyn.
"Bukan, Pak Polisi. Saya tidak punya obat-obatan seperti Incida*nya Bik Sari begitu. Itu bukan punya saya." Jawab Merlyn tegas.
"Jadi kalau begitu mengapa obat-obatan ini ada di tas Anda? Anda mendapatkan obat-obatan itu dari mana Bu Merlyn? Bisa Anda sebutkan siapa orang yang sudah memasok narkoba ini kepada Anda?" Sang juper mulai berusaha menjebak Merlyn dengan pertanyaan- pertanyaan yang bersayap. Ethan langsung bereaksi keras. Ia seketika berniat protes dengan pertanyaan yang menjebak seperti itu.
"Anda ini bagaimana sih Pak Polisi? Bapak yang nanya eh Bapak juga yang menjawab sendiri. Kalau begitu ngapain juga Bapak nanya-nanya saya lagi? Bapak capek ya sudah memeriksa begitu banyak tersangka, makanya jadi tidak fokus? Kasihan. Emmmm, Bapak butuh aqu* barangkali. Biar kembali fokus?"
Merlyn terlihat bersimpati dan kasihan terhadap sang Juper yang disangkanya sampai tidak fokus memberikan pertanyaan akibat kelelahan. Ethan tidak dapat menyembunyikan cengiran lebarnya, karena geli bin takjub atas jawaban Merlyn. Sepertinya clientnya kali ini malah yang membuat pusing Jupernya. Bukan sebaliknya. Dagelan lawak-lawak banget ini mah. Ethan memutuskan untuk sementara ia akan mengikuti maunya Merlyn saja.
"Begini saja. Akan saya rubah pertanyaannya. Apakah obat-obatan itu milik Anda, Bu Merlyn?" Tanya Juper lagi sambil memijit-mijit keningnya sendiri. Dia pusing menghadapi tersangka yang antik seperti Merlyn ini.
"Bukan, Pak Polisi." Merlyn menjawab tegas.
"Kalau begitu obat-obatan itu milik siapa?"
"Ya mana saja tahu Pak Polisi. Yang jadi polisi di sini siapa? Kan Bapak? Ya sudah menjadi tanggung jawab Bapak lah untuk mencari penjahatnya. Ini kok Bapak nanyanya sama saya? Saya jadi bingung."
Merlyn memandang sang Juper dengan tatapan heran. Sudah menjadi tugas polisi lah untuk menangkap penjahat. Ye kan? Lah masak dia yang kagak tahu apa-apa ditanyain? Dia mau nanya sama siapa coba? Masa nanya sama tas? Bapak ini pasti kerjanya makan gaji buta saja. Males menangkap penjahat. Maunya nanya-nanya orang terus. Harusnya bapak polisi ini dilaporkan ke KPK. Menghabiskan uang negara saja menggaji polisi yang tidak memiliki inisiatif dan malas bekerja.
Sang Juper sendiri pun saat ini sudah mulai kembali memijit-mijit keningnya. Selama sepuluh tahun berkarir sebagai seorang juru periksa, baru kali ini lah ia mati kutu menghadapi orang yang akan diperiksanya.
"Bapak polisi kenapa? Sakit kepala? Sama saya juga. Udahan yuk main tanya-tanyaannya. Kita pulang aja. Udah malem. Bapak nggak capek apa? Kalau saya mah capek pake banget, Pak. Pengen pulang. Hiks... hiks... hiks..." Merlyn yang kelelahan akhirnya menangis lagi. Sekarang ia sudah merindukan kasurnya yang pasti sudah menunggu-nunggunya pulang.
"Apakah Ibu pernah menitipkan tas pada seseorang pada saat penggerebekan tadi terjadi?" Sang Juper berusaha mencari jalan tengah. Sekarang ia tidak yakin ada seorang agen narkoba yang otaknya sekilo kurang dua ons seperti Merlyn ini. Bisa hancur lebur kartel Narkoba kalau agennya bahkan tidak tahu bagaimana cara berbohong dan berdiplomasi. Ternyata manusia naif dan jujur masih ada di muka bumi ini. Mana cantik kinyis-kinyis begini lagi manusianya. Ealahhh... mbathin apa dirinya ini. Kerja... kerja....
"Tidak Pak polisi. Cuma sewaktu akan tes urine tadi, mbak polwannya bilang nggak boleh bawa tas ke toilet. Jadi tasnya saya letakkan begitu saja di kursi. Nah selepas saya dari toilet mbak polwan tiba-tiba saja memborgol saya. Si Mbak juga bilang kalau obat-obatan itu punya saya. Bohong banget kan, Pak Polisi? Lah saya aja kalau sakit minumnya obat sirup atau puyer, karena saya kan nggak bisa minum obat bulet-bulet begitu. Soalnya obatnya suka ketinggalan di lidah tapi minumnya udah abis. Jadi mana mungkin coba itu obatnya punya saya? Mana banyak banget lagi. Itu adalah hil yang mustahal kan Pak polisi? Eh hal yang mustahil maksudnya."
Mer membela diri dengan berapi-api. Lah kalau misal dia terpaksa harus minum obat bulet begitu aja harus digerus dulu, masa itu obat satu plastik besar kepunyaannya. Hah yang benar saja! Belum sempat sang Juper kembali mengajukan pertanyaan, Merlyn melihat Galih masuk ke dalam ruangan. Hatinya seketika tenang. Kalau ada abang polisi, semua pasti beres!
"Ini bukti rekaman CCTV yang kami sita dari club. Mungkin ini bisa dipakai sebagai petunjuk dan alat bukti yang baru, Pak Sonny." Galih berjalan masuk ke dalam ruangan Juper dengan alat bukti baru. Ia sangat berharap, ada petunjuk yang meringankan Merlyn dari CCTV ini.
"Abang Polisi, saya kedinginan. Ruangan di sini suhunya dingin sekali. Pasti acnya dipasang sampai nomor 16. Kalau kedinginan saya jadi bolak balik pengen pipis." Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Galih membuka jaketnya begitu saja dan memakaikannya pada Merlyn. Merlyn hanya tinggal memasukkan kedua lengannya pada jaket karena Galih dengan sabar memastikan kalau jaketnya telah terpasang dengan benar pada tubuh Merlyn.
"Abang polisi, saya haus. Minta minum." Merlyn kembali meneriakkan perintah. Seperti tadi Galih memang diam saja. Tetapi ia segera beranjak dan datang-datang telah membawa sebotol air mineral. Saat Merlyn kesusahan membuka tutup botolnya, tanpa banyak tanya dia membukakannya dan meletakkan tissue dengan tujuan untuk Merlyn menyeka mulutnya yang basah. Dan semua itu tidak lepas dari pengamatan Chris dan Orlando dari depan pintu ruangan Juper. Mereka berdua saling berpandangan. Orlando terlihat nyaris tidak percaya kalau anak buahnya yang terkenal tegas dan ganas itu, mau-maunya diperintah-perintah seperti seorang kacung oleh seorang tersangka. Luar biasa!
"Kalau kamu kedinginan atau haus, kan kamu bisa mengatakannya pada saya, Mer. Ngapain kamu harus menunggu pak polisi itu?" Ethan bersuara juga akhirnya karena penasaran. Jika kebanyakan orang akan takut jika berbicara atau minimal bertemu dengan para polisi, maka Merlyn adalah kebalikannya. Ia malah bersikap seperti bossnya para polisi. Menakjubkan!
"Karena kamu kan bukan polisi, Than." Jawab Mer singkat.
"Hah? Maksudnya?" Ethan malah semakin bingung dengan kalimat pendek ambigu yang dilontarkan oleh Merlyn.
"Polisi itu kan pelayan masyarakat kata Abang polisi Galih. Sementara saya ini kan masyarakat. Jadi itu artinya, Abang polisi Galih itu adalah pelayan saya. Makanya kalau saya memerlukan apa-apa, ya sudah seharusnya saya mintanya ke abang polisi. Bukan sama kamu, Ethan. Kamu itu kan orang yang akan belain saya, bukan pelayan saya." Ethan terdiam. Dia tidak tahu lagi harus menanggapi kata-kata Merlyn seperti apa.
Saat rekaman CCTV dibuka, Ethan dan Juper pun akhirnya mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Merlyn itu benar adanya. Pada saat Merlyn masuk ke dalam toilet dan tasnya ia letakkan begitu saja, seorang staff wanita club yang sedang menunggu giliran untuk test urine, memasukkan obat-obatan itu dengan cepat ke dalam tas Merlyn. Satu hal yang membuat sang Juper dan Ethan geleng-geleng kepala adalah ternyata Bripda Astuti pun mengetahui hal tersebut. Di CCTV terlihat Bripda Astuti tepat ada di belakang sang pelaku. Namun ia diam saja alih-alih menangkapnya. Saat Merlyn keluar dari toilet, Bripda Astuti malah langsung memborgolnya dan menuduh Merlyn kalau ia adalah seorang pengedar Narkoba. Hal-hal seperti inilah yang paling membahayakan institusi. Yaitu saat seorang penegak hukum menjadi seorang penjebak hukum.
"KURANG AJAR!" Desisan penuh kemarahan terdengar dari mulut Galih saat melihat salah seorang anak buahnya melakukan kecurangan terselubung seperti ini. Kalau saja Galih tidak melihat dengan mata dan kepalanya sendiri, dia pasti tidak akan percaya kalau salah satu teamnya bisa bertindak sekeji ini! Ia akan segera memberi sanksi kepada Bripda Astuti atas kesalahan yang sengaja di lakukannya ini!
"Apa sekarang client saya bisa di bebaskan Pak Sonny?" Ethan lega luar biasa saat melihat hasil rekaman CCTV, yang pada akhirnya bisa menjelaskan darimana obat-obatan terlarang itu bisa ada di dalam tas Merlyn. Sebagai seorang pengacara ia bangga karena bisa membebaskan clientnya. Dan sebagai seorang laki-laki yang sedang memburu cinta, ia lega karena orang yang diincarnya terbebas dari bencana masuk penjara.Dan bonus satu hal lagi, citra dirinya akan naik di mata calon mertua dan calon kakak iparnya. Double jack pot bukan?"Sepertinya Ibu Merlyn baru akan di bebaskan besok pagi, Pak Ethan. Ada beberapa berkas dan masalah prosedural yang harus ia tanda tangani terlebih dahulu. Atasan saya tadi sudah mengkonfirmasi kalau client Anda akan bebas setelah beberapa prosedur di lewati." Juper bernama Sonny Harsono itu telah bersiap-siap untuk segera pulang. Setelah marathon menginterogasi para tersangka dari pukul empat s
Galih melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul enam kurang sepuluh menit. Sebaiknya ia segera bangun kalau tidak mau menjadi korban keganasan Pak Chris lagi. Pagi-pagi bukan sarapan nasi lemak dan secangkir kopi, tapi malah sarapan bogem mentah dan kata-kata mutiara yang sudah pasti berhamburan keluar semua dari mulut pedasnya.Ia sedikit meringis saat merasakan lengan kanannya pegal dan kesemutan, karena dijadikan bantal serbaguna oleh makhluk cantik di sampingnya ini. Belum lagi tubuhnya yang juga sudah dialih fungsikan menjadi guling bernyawa semalaman. Walaupun jujur ia senang sekali sebenarnya. Tidur semalaman memeluk makhluk semolek Merlyn telah menghadirkan perasaan yang iya iya di dalam setiap pembuluh darahnya. Bagaimana pun ia adalah seorang laki-laki biasa. Ia mempunyai hasrat dan kadang kala sedikit pikiran-pikiran sesat. Sebagai seorang laki-laki yang sehat, hormon testoteron pasti membuatnya berjuang keras untuk menjaga tangan dan
"Kenapa lo melakukan hal sekeji itu pada Merlyn, Tut? Setahu gue lo bukanlah orang yang berkepribadian ganda. Alter ego itu kebayakan cuma ada di film atau novel-novel. Sejak kita TK sampai SMU,gue taunya lo itu baik dan suka menolong orang yang lemah. Lo cocok banget jadi polwan. Tapi kemarin, lo bersikap kayak pecundang. Lo mempermalukan harga diri lo sendiri sekaligus institusi yang menaungi kita semua. Gue nggak kenal lo yang begini ini."Galih menegur Bripda Astuti yang baru saja selesai mengikuti sidang KKEP atau Komisi Kode Etik Polri karena telah melanggar Pasal 13 PP 2/2003. Bripda Astuti dihukum tidak boleh mengikuti pendidikan selama satu tahun dan demosi penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun. Setelah memaki-maki Astuti dengan kata-kata kasar yang memerahkan semua telinga anak-anak buahnya yang ikut ditatar tadi, Galih memutuskan untuk duduk bersama, dan menasehati Astuti sebagai teman. Bagaimanapun juga Astuti adalah teman lamanya sejak
"Merlyn ingin belajar mandiri, Yah. Tolong biarin Mer tahu susahnya cari uang di luar sana. Kalau Mer di rumah terus, bagaimana wawasan Mer bisa berkembang? Mer akan belajar untuk menjaga diri sebaik-baiknya, Yah. Boleh ya, Yah?" Merlyn berusaha menghapal kata-kata yang diucapkan oleh Liz kemarin. Mer ingin seperti Liz yang sukses menjalankan perusahaan papanya padahal Liz itu baru tamat beberapa tahun lalu. Masa Mer yang dua tahun lebih tua dari Liz tidak bisa berbuat apa-apa? Liz kemarin sudah mengajarinya untuk saling beradu argumen dengan ayahnya. Liz mengajarinya untuk menjawab begini, kalau papanya ngomong begitu. Liz bilang setiap orang pasti bisa belajar. Makanya ia juga ingin berdikari sendiri dan mencari pengalaman."Kamu mau bekerja dibagian apa, Nak? Ayah nggak mau kalau kamu nanti dihi a-hina dan dilecehkan orang. Dunia di luar tembok rumah kita itu keras, sayang. Manusia-manusianya juga banyak yang tidak benar. Ayah takut nanti kamu sakit hat
Galih berlari kencang dengan Merlyn yang berada dalam gendongannya. Ia nyaris tidak sanggup menggendong Mer karena kedua tangannya terus saja gemetaran hebat. Ibunya lah yang menyadarkannya untuk segera membawa Merlyn ke rumah sakit terlebih dahulu ketimbang membunuh preman-preman itu. Briptu Hendrawan lah yang akhirnya menghandle masalah preman, dan Bripda Indra yang berusaha dengan sekuat tenaga menahan tangannya yang terus saja tidak puas-puasnya memukuli si preman, walaupun orangnya sudah tidak sadarkan diri. Ternyata ibunya menelepon kedua anak buahnya untuk mencegahnya menjadi seorang pembunuh."Aduhhhh... bagaimana ini Non? Bibik bisa dimarahin tuan sama nyonya ini karena nggak bisa ngejagain si Enon. Sadar dong, Non. Bibik takut ngeliat si Enon diem aja kayak gini."Bik Sari menangis ketakutan saat melihat majikan kecilnya tergolek lemah di dalam mobil Galih. Galih yang sedang menyetir di depan, kehilangan konsentrasi karena terus
"Jadi beneran barang belanjaan kami sudah diantarkan anak buah Abang polisi ke rumah? Apa anak buah Abang polisi itu tahu kalau alamat rumah saya itu di--""Pondok Indah 12 Kebayoram Lama, Jaksel, kan?" Potong Galih cepat."Iya bener, Bang. Hebat banget ya anak buah Abang Polisi. Kayak Rommy Rafael. Tau aja alamat rumah orang. Eh Abang juga hebat ding, hapal sama alamat rumah saya. Padahal saya cuma bilangnya sekali." Merlyn memandang takjub Galih yang tengah konsentrasi menyetir. Ternyata polisi itu hebat-hebat ya? Mereka tahu aja alamat rumah kita ada di mana."Abang polisi bukan sekedar hafal dengan alamat rumah kamu, Merlyn. Tapi Abang polisi ini memang sengaja ngapalin. Iya kan, Abang Polisi?" Sekar sengaja menggoda putranya yang wajahnya kembali memerah karena ia ketahuan telah menghapal alamat rumah Merlyn.Galih yang bertingkah seperti ini sangat membuat Sekar penasaran. Ia ingin melihat s
"Lima belas menit sudah berlalu dari saat Galih mengatakan suka kepadanya. Sekarang ia dan Bik Sari sudah ada di dalam mobil. Galih sedang mengantar mereka pulang. Di dalam rumah tadi ia memang tidak mengatakan apapun soal perasaan Galih padanya. Bukan apa-apa, ia masih kaget. Tapi sekarang ia pensaran setengah mati. Lebih baik ia menanyakan saja semua rasa penasarannya sampai tuntas. Toh tidak ada orang di sini. Kalau Bik Sari dan ARTnya yang paling ia cintai. Jadi bukan orang. ""Abang suka sama saya? Sungguh?" Galih mengangguk mantap. Merlyn seketika mengangguk-anggukkan kepalanya. Puas akan jawaban Galih yang tidak berubah."Jadi udah 21 orang sama Abang polisi. Abang suka saya karena apa? Harta atau wajah?" Tanya Merlyn serius."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Kalau saja Galih tidak mengenal Merlyn dengan baik, pasti ia akan tersinggung mendengar kata-kata frontal Merlyn. Tapi karena ia sudah mengenal Merlyn luar d
Pagi menjelang siang yang sibuk. Merlyn membawa serta Bik Sari ditambah dengan 3 orang pelayan baru untuk membantunya di kantin. Di saat jam-jam menjelang makan siang seperti ini, mereka semua sibuk berjibaku di dapur. Sebagian makanan memang ada yang sudah dimasak dari rumah, tapi sebagian lagi di masak di dapur kantin. Merlyn lumayan bisa memasak walau tidak sepintar Bik Sari yang cuma masak tumis kangkung saja enak. Tangannya juara, euy! Saat ini gas kebetulan habis. Dan untungnya abang tukang gas tiba hanya dalam waktu sepuluh menit. Alhamdullilah. Tapi Merlyn sedikit takut saat melihat warna tabung gasnya."Abang tukang gas. Bisa nggak kalau besok-besok nganter gas 3 kilogramnya warnanya jangan ijo begini. Saya mau yang warnanya kuning, kelabu, merah muda atau biru pun boleh. Karena kalau warna hijau, pasti nanti meledak kata abang tukang balon."Sahut Merlyn takut-takut saat memasang tabung gas elpiji yang
"Saya tidak mau tahu, Galih. Kamu harus mencari putri saya, dan membawanya kehadapan saya secepatnya. Kalau putri saya sampai kenapa-napa, bersiap-siaplah. Saya tidak akan pernah memberikannya pada kamu lagi. Baru tiga bulan kamu menjaganya, ia sudah lari dari kamu. Tidak bisa diandalkan!" Chris merasa darahnya naik sampai ke ubun-ubun saat Galih menceritakan kaburnya putri semata wayangnya. Apalagi penyebab kaburnya adalah kesalahpahaman yang rancu seperti ini. Rasanya ia ingin sekali memutilasi Galih kecil-kecil."Mas Galih nggak salah, Pak. Saya dan calon suami saya yang salah. Kami terlalu pengecut untuk menjumpai orang tua saya. Makanya kami meminta bantuan Mas Galih. Kami tidak tahu malah jadi seperti ini. Kami berdua minta maaf, Pak." Arini dan Dokter Harsya meminta maaf pada Pak Chris. Sebenarnya mereka berdua takut pada amarah ayah Merlyn ini. Tetapi mereka juga tidak tega melihat Galih disalahkan sendiri. Mereka kasihan sekali melihat keadaan Gal
Merlyn menyusun dokumen-dokumen Galih yang bertebaran di atas meja kerjanya. Sementara suaminya malah tertidur pulas di atas meja. Suaminya menjadikan kedua lengannya sebagai bantal dan tidur dalam posisi duduk di meja kerja. Selalu saja begini. Suaminya bila sedang sibuk bisa menghabiskan waktu berhari-hari di ruang kerjanya. Apalagi bila sedang mempelajari kasus. Bisa berhari-hari suaminya mengunci diri di ruang kerja. Merlyn sampai merasa jadi janda untuk sementara.Akhir-akhir suaminya memang sibuk sekali. Banyak kasus-kasus yang terus diembankan padanya. Rata-rata semuanya beresiko tinggi. Alhasil suaminya jadi agak sedikit mengabaikannya. Tetapi tidak apa-apa. Sebagai istri yang baik, sudah seharusnya ia mendukung karir suaminya, bukan?Suara getaran ponsel mengalihkan kesibukannya menyusun berkas. Nada dering itu adalah nada dering ponsel suaminya. Tetapi bendanya malah tidak terlihat. Setelah dicari-cari rupanya ponsel suaminya ter
Tiga bulan kemudian."Bismillahirrahmanirrahim. Dengan terlebih dahulu memohon ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala, Ananda Galih Kurniawan Jati. Saya nikahkan dan Saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya Merlyn Diwangkara binti Christian Diwangkara dengan seperangkat alat sholat dan uang sebesar dua ratus dua puluh juta rupiah sudah dibayar tunai." Chris menjabat erat tangan Galih dalam prosesi ijab kabul pernikahan putri tercintanya."Saya terima nikah dan kawinnya Merlyn Diwangkara binti Christian Diwangkara dengan seperangkat alat sholat dan uang sejumlah dua ratus dua puluh juta rupiah dibayar tunai."Galih dengan suara tegas dan lantang mengucapkan ijab kabul dalam satu tarikan nafas. "Bagaimana saksi? Sah?" Tanya pak penghulu kepada saksi yang
"Anda ingin mengancam saya dengan nyawa pengasuh saya, Pak Kompol?" George menyeringai. Rivalnya sudah tiba rupanya."Yang benar saja. Nyawanya sama sekali tidak ada artinya untuk saya. Silahkan saja kalau Anda ingin melubangi kepalanya. Saya tidak keberatan sama sekali. Tapi nyawa si cantik ini tentu amat sangat berarti bagi Anda bukan Pak Kompol Galih Kurniawan Jati?"KLIK! George menempelkan revolvernya yang ia selipkan dibalik bantal ke kening Merlyn. Ia kemudian turun dari tempat tidur dan membawa Merlyn dalam rangkulannya. Tangan kekarnya memiting leher Merlyn. Kini mereka saling berdiri berhadap-hadapan dengan sandera masing-masing. Galih dengan glock 17 di kepala Mbok Sum, dan George dengan revolver yang juga ditempelkan pada kening mulus Merlyn. Galih dan George sama-sama diam. Mereka saling menatap dan sama-sama menunggu siapa yang terlebih dahulu membuat kesalahan. Suasana ka
"Sir ini bagaimana sih? Baru saja saya lega, ini sudah stress lagi. Sial amat ya saya? Lepas dari mulut harimau eh sekarang malah masuk ke lubang buaya."Merlyn terduduk lemas di kursi mendengar kalimat terakhir George. Saking stressnya, ia sampai mengantuk-antukkan keningnya pada meja makan. George yang duduk di sebelahnya, segera meletakkan telapak tangannya di atas meja. Menahan kening Merlyn agar tidak menghantam meja makan marmer yang keras."Bukan masuk ke lubang buaya, Nak. Tapi masuk ke dalam mulut buaya. Kalau yang masuk ke dalam lubang buaya, itu adalah tujuh pahlawan revolusi kita yang gugur demi membela harkat bangsa dan negara," Mbok Sum tersenyum geli melihat tingkah polah Merlyn yang lucu di matanya. Sayang sekali gadis unik ini tidak mencintai cucunya. Padahal ia yakin, wanita lugu apa adanya seperti Merlyn inilah yang paling cocok untuk mendampingi sifat keras kepala cucunya."Oh sudah ga
Merlyn merasakan jalannya mobil makin melambat sebelum akhirnya berhenti. Tidak lama kemudian terdengar seperti suara pintu gerbang yang digeser. Mobil kembali melaju pelan diiringi suara pintu gerbang yang sepertinya kembali ditutup. Laju mobil kemudian benar-benar berhenti diiringi dengan suara mesin mobil yang dimatikan. Merlyn tersentak kaget saat merasakan ikatan di matanya dibuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak karena silau."Ayo turun!" Hardik George. Setelah mengulet beberapa kali untuk meregangkan ototnya yang rasanya kram dan pegal-pegal semua, Merlyn keluar dari mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh George. Suasananya aneh sekali bukan? Ia ini kan ceritanya sedang diculik. Tetapi malah diperlakukan seperti seorang nona besar oleh George. Pake dibukain pintu mobil segala. Kalau saja suasananya berbeda, mungkin ia akan merasa baper tingkat dewa karena merasa diperlakukan begitu istimewa."Penutup mata su
Pintu gerbang seketika terbuka saat Galih tiba di kediaman keluarga Diwangkara. Satpam sudah menunggu dan langsung membukakan pintu saat melihat laju kendaraannya mulai mendekat. Galih melihat ada dua mobil yang dikenalinya sebagai mobil kedua atasannya di garasi. Selain itu ada tiga mobil lagi kepunyaan Chris, Tian dan juga mobil umum yang biasa di kendarai oleh Mang Yayat. Sepertinya mereka semua kembali bersiap-siap untuk mencari Merlyn. Suasana tegang langsung terasa saat ia bergegas menghampiri kerumunan kecil yang sepertinya sedang berdiskusi di teras rumah. Dan benar saja dugaannya. Ada Jendral Badai Putra Alam dan IrjenPol Orlando Atmanegara juga di sana."Kamu bilang kalau kamu mencintai anak saya kan Galih. Kalau begitu tolong temukan anak saya! Bawa ia kembali kehadapan saya! Bawa ia pulang Galih!" Galih bahkan belum sempat memberi hormat kepada kedua atasannya saat Chris langsung saja menyambutnya dan mengguncang-guncang kedua bahunya dengan em
"Sir, ini jalannya salah! Ahelah akhir-akhir ini kenapa orang yang niat nganterin saya pulang pada lupa jalan semua ya? Lho... lho.. lho... ini kita mau kemana sih, Sir? Kok jalannya malah muter-muter terus?" Merlyn kebingungan karena George terus saja membawanya berputar-putar ke arah jalan-jalan yang tidak pernah dilaluinya sama sekali."Diam! Jangan banyak tanya. Saya memang tidak membawa kamu untuk saya antar pulang!" George membentaknya kasar. Tiba-tiba saja George menghentikan kendaraannya di pinggir jalan yang agak sepi. Ia mengeluarkan sebuah kain hitam dan tali nylon dari dalam laci dashboard. Menutup matanya dengan kain hitam dan mengikat kedua tangannya dengan tali nylon erat-erat. "Kenapa saya diiket-iket begini sih, Sir? Ini mata saya juga k
Hari terus berganti. Merlyn menghitung sudah tujuh hari lamanya abang pacarnya menjalankan misi rahasianya. Abang pacarnya selalu mengatakan bahwa saat ia menjalankan misi rahasianya, ia harus memutus semua akses komunikasinya dengan dunia luar. Merlyn mengerti, abang pacarnya adalah seorang polisi. Pasti ada hal-hal yang tidak bisa abang pacarnya bagi dengan dirinya. Terkadang Merlyn sangat takut kalau abang pacarnya suatu hari kelak akan pulang dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Tetapi ya, memang begitulah resiko seorang abdi negara. Kemarin ayahnya menasehatinya secara khusus. Ayahnya mengatakan bahwa saat ia telah memutuskan untuk menjadi pasangan seorang pria berseragam, itu artinya ia harus siap diduakan. Cinta pertama dan wajib bagi para pria berseragam itu adalah negaranya. Ia masih ingat saat abang pacarnya berpamitan padanya tujuh hari yang lalu."Mer, maaf ya, Abang harus