Beranda / Romansa / Pria Tepat Untuk Karina / 03.Ciuman yang teringat

Share

03.Ciuman yang teringat

Penulis: silent-arl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-08 11:25:51

Karina membawa tasnya, dia harus pulang. Atau lebih tepatnya dia tidak bisa melihat Gina yang mencoba merayu Evan.

Ini tidak mungkin perasaan cemburu. Evan bukanlah orang yang spesial, dan tadi hanya sebuah ciuman. Mungkin itu yang di yakini Karina saat ini.

Adam mengikuti Karina, dia juga harus menjadi pria yang perhatian. Siapa tau,Evan butuh waktu berduaan dengan teman kencannya.

Saat gadis-gadis seusia Karina sedang berpetualang mencari cinta sejati. Karina malah harus terjebak dengan teman kencan temannya sendiri.

Gadis itu memijat pelipisnya,Adam tiba-tiba berdiri di depannya seolah menghadang Karina.

“Aku bisa mengantar mu. Di mana rumah mu,Karina?” tawar Adam, wajahnya berseri.

Karina menggeleng “Kamu tadi minum sake,Adam. Aku harus pulang.”

“Benar juga. Kalau begitu hati-hati di jalan.”

“Oke.”

Tidak ada alasan khusus yang membuat Karina pulang. Bahkan telepon tadi hanyalah sebuah alasan agar dia bisa segera keluar dari situasi canggung ini.

Membayangkan ciuman tadi membuat Karina hampir gila. Dia menepikan mobilnya dan mengambil nafas dalam-dalam. Pasti sekarang Gina dan Evan sedang berciuman, bibir yang tadi menyentuh bibirnya kini harus bergiliran dengan Gina.

Tiba-tiba, Karina keluar dari mobilnya dan memuntahkan sushi yang ia makan. Dia merasa begitu mual, ini adalah sebuah kesalahan.

Evan bukan miliknya, tidak pernah menjadi miliknya.

Apa pun itu, Karina harus segera melupakan Evan. Ekspresi Karina tampak tersiksa,entah dari mana air mata itu menetes seperti keran bocor yang tidak bisa di perbaiki.

Karina mengusap berkali-kali, tetapi semua itu percuma. Dia malah terisak dan terduduk lemas di atas kursi jok mobil yang pintunya masih terbuka itu.

Sementara itu,Evan malah lebih sibuk menyesap sakenya dari pada bicara dengan Gina.

Toleransi alkoholnya tidak main-main. Pria itu terus menenggak sake seolah itu air putih biasa.

“Gina, bisa aku minta nomer telepon Karina? Ada sesuatu yang harus aku kembalikan.”

“Apa itu? Titip saja dengan ku.”

“Ini urusan pribadi Gina.” Desis Evan, jelas dia tidak akan menoleransi Gina lagi kalau tidak memberikan apa yang ia mau.

Terpaksa Gina memberikan data pribadi Karina, padahal Gina tau kalau Karina bukan orang yang akan dengan mudah memberikan data pribadi kepada orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan.

Hari libur, hari yang membuat Karina frustasi. Sebab dia tidak tau harus berbuat apa. Gadis itu duduk di sofa sambil menonton televisi.

Bahkan kalau tidak dibayar sekali pun, Karina rela berangkat kerja asal tidak di usir oleh satpam.

-Aku ada di restoran Camel,apa kau ada waktu untuk bertemu?

Pesan itu masuk, dari caranya Karina tau kalau itu adalah Evan. Sebuah nomor baru.

-Siapa ini?

-Evan.

Benar tebakan Karina, gadis itu ingin menyembunyikan rasa bahagianya. Sayangnya tidak bisa, Karina lompat dari sofa dan menari kecil memutari meja bundar.

Seharusnya dia marah karena Evan memiliki nomornya, seingat Karina dia tidak pernah memberikannya pada Evan. Bodo amat, sekarang dia harus segera bersiap.

-15 menit lagi aku sampai.

Karina membalas pesan itu. Tidak ada waktu, dia meraih dress tanpa lengan berwarna putih. Rambut ikalnya tergerai hingga menutupi dada. Tanpa riasan berlebihan, Karina melaju menuju tempat Evan.

Di depan bangunan bernuansa Timur Tengah, Karina meremas kemudinya dengan kencang. Dia mengambil nafas panjang, dan menghembuskannya kasar.

Karina masuk dan langsung melihat Evan dengan kaos Polo hitam. Pria itu memakai kacamata hitam yang terlihat mahal.

“Hai.” Sapa Evan, dia menunjuk kursi di sebelahnya “Duduk di sini.”

“Ada apa?” tanya Karina, nadanya masih ketus seperti tidak berperasaan.

Karina memutar bola matanya, dia tidak pernah tau restoran ini, padahal jaraknya hanya 10 menit dari apartemennya.

“Mau pesan sarapan?” tawar Evan.

Karina mengangguk “Apa pun, aku benar-benar tidak tau soal makanan Timur Tengah. Namun aromanya..”  Karina mengendus angin yang membuat rasa laparnya kian menggelora.

Evan tersenyum “Jadi, semua yang ada di dalam kepala mu selalu kau ungkapkan?”

“Oh maaf.” Karina mengigit bibirnya. Itu adalah kebiasaan buruknya, dia tidak berbakat berbohong atau menutup-nutupi.

“Aku pesan dulu. Minum?”

“Apa pun,Evan.”

“Oke.”

Beberapa saat kemudian Evan kembali duduk, dia melepas kacamata hitamnya dan menaruhnya di meja “Satu haleem,sambosa dan es lemon.” Dia menjelaskan apa yang ia pesan.

“Apa ini restoran baru?” tanya Karina antusias. Dia masih terkesiap dengan pemandangan baru ini.

“Tidak. Kalau di lihat dari dinding yang pudar, pasti sudah berusia lebih dari 5 tahun.” Komentar Evan menunjuk tembok yang sedikit usang.

Karina mengerucutkan bibir sambil mengangguk. Evan melihat atau lebih tepatnya mengamati Karina.

Salah satu alis Karina terangkat “Ada apa?”

“Aku tidak tau, tapi aku biasanya tidak sarapan.”

“Lalu, kenapa mengajak ku ke sini? Seharusnya kita ke taman, atau..”

“Depan toilet.” Sahut Evan cepat, dia mengusap tengkuk lehernya “Bukan tempat terbaik untuk berciuman,Karina.”

“Aku tidak membicarakan tentang itu.” Wajah Karina berkata lain, dia di buat merona hanya karena kalimat itu.

Sulit untuk percaya bahwa pria bernama Evan Reed yang usianya terpaut 13 lebih tua dari Karina malah menjadi sosok yang membuat jantung Karina tak karuan.

“Mana ikat rambut mu?” tanya Evan, dia meremas jemarinya di atas meja.

“Untuk apa?”

“Mengikat rambut mu, aku butuh itu untuk melihat leher mu yang jenjang.” Bisik Evan tepat di sebelah telinga Karina.

Tubuh Karina meremang, dia menahan nafasnya. Sungguh, Evan benar-benar menguji pertahanan yang terbuat dari latihan beberapa tahun ini.

Karina di selamatkan oleh pramusaji yang membawakan makanan mereka.Karina dan Evan kompak menoleh pada sang pramusaji.

Perut Karina tiba-tiba meronta meminta di isi, dia melihat sambosa berbentuk segita dengan tatapan lapar.

Evan mengambilkan satu untuk Karina dan menaruhnya di piring “Aku akan memesankan lagi kalau kamu suka.”

Gadis itu mencoba walau masih panas. Aroma gorengan dan rasa rempah yang kuat bersatu dan menciptakan rasa yang luar biasa.

Karina terpana, dia menggerutkan dahi, memelototi Evan yang memang sedang menunggu reaksi Karina.

“Apa seenak itu?”

“Coba saja. Ini menakjubkan.”

Evan malah mencium bibir Karina dan mengambil sedikit rasa dari ujung bibir gadis itu. Pria itu mengangguk setuju.

“Sedikit pedas, dan manis.”

Setelah meletakan sisa sambosa ke piring, Karina melirik Evan yang menyuapkan haleem ke mulutnya. Dia terlihat menikmati makanan yang seperti sup hangat itu.

“Kamu mau coba,Karina?” Evan mengangkat sendoknya ke dekat bibir Karina.

Dada Karina terasa sesak, dia heran kenapa Evan begitu lihai dalam hal menggodanya.

Evan berpura-pura kelelahan menahan sendok, dia menompang tangannya ke tangan lain “Ayolah, ini enak,Karina.”

Karina menuruti pria itu dan memakan dari sendok pemberian Evan. Mereka seperti sepasang kekasih yang menghabiskan sabtu pagi bersama.

“Enak kan? Aku suka yang ini,tapi kurang manis.” Evan mengerlingkan mata genit.

Senyum lebar yang tertahan di bibir Evan membuatnya terlihat begitu tampan. Dia mengusap pipi Karina, dia harus berhenti menggoda gadis itu. Kalau tidak,Karina bisa kena masalah pencernaan setelah ini.

Karina menunggu di depan restoran. Evan bersikeras untuk membayar sarapan yang mengenyangkan itu. Dia meraba-raba isi tasnya dan mengeluarkan ponsel.

-Karina, kapan kamu pulang?

Tanya Papanya lewat pesan singkat.

-Aku belum tau. Apa Mama tidak akan marah kalau aku pulang lebih awal?

Jawab Karina, hubungan keluarganya agak kacau.

-Pulanglah,urusan Mama biar Papa yang menyelesaikan.

-Aku akan mengajukan cuti. Satu minggu, hanya satu minggu.

Karina bergegas memasukan ponsel saat Evan keluar menghampirinya. Dia kembali memakai kacamata hitamnya yang terlihat mahal.

Evan melangkah dan berhenti di sebelah Karina, pria itu menaruh tangannya di pundak Karina.

“Aku ingin sesuatu yang manis.” Bisik Evan.

Karina mendelik “Aku traktir es krim, sampai kamu kembung.”

“Aku punya ide yang lebih bagus,Karina.” Celetuk Evan menghentikan Karina yang sudah berjalan di depannya “Aku mau sesuatu yang lain.”

“Jangan aneh-aneh. Ini masih terlalu pagi,Evan.” Karina memutuskan untuk melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam mobil. Dia tidak bisa terus-terusan bicara dengan Evan yang tidak mengalihkan pandangan dari bibirnya.

Sesampainya di toko es krim, Karina langsung memilih dua jenis es krim favoritnya.

“Matcha dan coklat.”

Evan menarik lengan Karina “Matcha? Kamu suka, rasa rumput?”

“Kalau begitu aku seorang sapi. Itu minuman favorit ku.” Balas Karina, dia menerima cup es krim dengan warna kontras.

“Aku memesan rasa,ini dan itu.” Evan menunjuk rasa kopi dan vanila.

Selera Evan sangat klasik,tidak ada tantangan dalam wadah berisi es krim putih dan coklat kehitaman itu.

Bisa dibilang,sisi dewasa Evan itu terpancar dalam caranya memilih menu makanan dan minuman. Dia cenderung menghindari rasa baru yang tidak familiar.

Mereka duduk di bangku yang menghadap jalanan. Jendela dengan kusen hijau muda itu menjadi salah satu penghalang keduanya dari sisi jalan yang masih sepi.

“Aku ingin mengajak mu makan malam. Nanti ku jemput pukul 8 malam,bagaimana?” celetuk Evan memecah keheningan.

Karina mengangkat bahu, mulutnya penuh dengan es krim rasa matcha.

“Aku tidak ada acara. Tapi aku harus menolaknya.”

“Kenapa?” Evan mengusap bibir Karina yang meninggalkan sisa es krim.

“Kamu teman kencan Gina,Gina adalah teman ku. Apa perlu alasan lain?”

“Tapi kamu membalas ciuman ku. Dan aku suka mencium mu.” Evan mengikuti gaya bicara Karina yang angkuh.

Mata Karina berbinar, apa dia terlihat semenyebalkan itu saat sedang bicara. Karina menutup bibirnya hingga tipis, dia harus menjaga lisan mulai sekarang.

“Aku jemput atau kamu datang sendiri?” desak Evan, dia kembali ke nada suara yang rendah dan datar.

Karina melirik Evan “Apa kamu juga mengundang Gina?”

Evan menggeleng sembari memasukan sisa es krim terakhirnya ke dalam mulut. Dia menaikan sebelah alisnya ketika Karina menatapnya penuh tanya.

“Kalau begitu aku ke sana sendiri. Aku yang traktir.” Usul Karina, dia harus secepat kilat mengatakannya.

“Restoran di pinggir pantai. Jam 8.”

Mereka kemudian diam, saling menikmati pagi yang masih panjang ini. Karina sibuk dengan es krim yang mulai meleleh, bisa di lihat kalau Evan juga menikmati pemandangan itu.

Tanpa sengaja,Karina memakan es krimnya dengan kacau dan belepotan di bibirnya hingga dagu. Evan melihat itu dan langsung menarik wajah Karina.

Sapuan bibir Evan di bibir Karina membuat gadis itu tidak bisa berkata-kata. Es krim itu dingin, namun bibir Evan hangat. Kombinasi yang nikmat.

Ketika menyelipkan lidahnya ke sela bibir Karina, sensasi aneh juga Evan rasakan. Ia tidak pernah merasa bibir seseorang bisa selembut dan semanis ini.

Evan menyukai ini, hembusan nafas Karina terasa begitu hangat. Menggelitik ujung bibir Evan seperti sedang menggodanya.

Karina menggeluarkan geraman kecil,ketika Evan menyudahi ciuman yang salah tempat itu.

“Aku suka matcha sekarang.”

Karina mengusap bibirnya “Kopi itu.. Enak juga.” Bisik Karina, mungkin itu pujian yang sangat aneh. Tapi aslinya Karina kurang menikmati kopi, dia lebih memilih pahitnya matcha dari pada apa pun.

Berciuman sebelum memiliki status hubungan. Jelas itu bukan gaya Karina, tapi dia tidak bisa bohong, dia menikmati waktu bersama Evan. Termasuk ciumannya

Bab terkait

  • Pria Tepat Untuk Karina   04. Prioritas

    Ruang ganti baju yang tidak lebih besar dari pada kamar mandi Karina,kini menjadi tempat perangnya. Malam ini dia harus tampil cantik.Dia ingin terlihat spesial di mata Evan. Sebisa Karina saja sebenarnya.Namun, gaun terindahnya hanyalah kimono dress yang ia beli beberapa tahun lalu. Dress dengan bahan satin berwarna biru, belahan dada yang dalam serta tidak ketat,padahal menurut Karina ketat adalah salah satu kompenen penting untuk terlihat seksi.Rencana Karina untuk tampil mempesona gagal sudah. Dia malah terlihat seperti wanita yang hendak mendatangi rekan kerjanya di sebuah bar.Kini dia mengikat rambut dan memoleskan lipstik berwarna merah muda.Dia siap, entah apa yang akan dia lakukan. Dia siap untuk malam ini.Karian keluar dari apartemennya,dia menuju mobil yang terparkir di bawah. Sesosok wanita dengan wajah sedih berdiri tak jauh dari sana.Wanita itu adalah Gina. Karina dengan cepat mendekati Gina yang tampak kacau.“Gina? Ada apa?” tanya Karina, dia menopang tubuh Gina

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-12
  • Pria Tepat Untuk Karina   05. Tidak sendiri

    Aroma lavender, seprei satin yang dingin namun nyaman. Karina membuka matanya perlahan, dia samar-samar melihat beberapa buku yang tersusun di nakas dekat rajang. Lampu tidur menyala dengan redup.“Sudah bangun?” Evan baru datang membawakan dua cangkir kopi yang masih hangat.Karina mengangguk “Maaf, tapi kenapa aku di sini?”“Kamu pingsan.” Evan menaruh kopinya di meja, kamarnya besar dan bersih. Tidak pernah terbayangkan kamar seorang pria lajang akan serapi ini.Karina memijat pelipisnya, dia masih terbaring di ranjang king size milik Evan. Wajahnya memancarkan ekspresi sangat menyesal,itu langsung terbaca oleh Evan.“Aku tidak keberatan kamu tidur di sini,Karina.” Evan duduk di pinggir ranjang dan menempelkan telapak tangannya di dahi Karina “Apa kamu sakit?”“Aku... ini cuma serangan panik.” Gumam Karina, dia malu mengakui kelemahannya itu.“Separah ini, tapi aku tidak tau. Aku minta maaf,Karina.” Bohong Evan, dia tidak mau membuat Karina malu karena dirinya yang tau soal masala

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-12
  • Pria Tepat Untuk Karina   06. Di depan mata

    Mereka berdua berhenti di sebuah rest area. Sekitar 2 jam lagi mereka akan sampai. Bahkan sekarang, mereka sudah menjauh dari hiruk pikuk kota yang ramai.Karina baru keluar dari toilet, dia duduk di bangku dekat mini market. Gadis itu menggeluarkan ponsel dan memberi pesan kepada Papa.-Aku akan sampai dua jam lagi, aku akan menginap di hotel. Itu demi kebaikan bersama.Karina menatap matahari yang rendah, memamerkan warna jingga yang apik. Biasanya dia tidak akan berhenti saat pulang. Dia heran, area ini ternyata cukup indah.Angin yang menerpa wajah Karina, tidak membuat gadis itu kedinginan. Walau dia di paksa memakai jaket oleh Evan.Evan menghampiri Karina dengan membawakan camilan. Evan tau kalau Karina tidak suka makanan manis dan lebih menikmati sesuatu yang gurih.“Aku belikan camilan ini. Tidak ada matcha. Sayang sekali.” Canda Evan ketika menyodorkan minuman coklat.“Asal tidak kopi.” Balas Karina, dia tersenyum nakal pada Evan.Karina mengigit roti berisi ayam yang di bel

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Pria Tepat Untuk Karina   07.Rumah?

    Di depan rumah dengan model yang minimalis. Warna rumah itu sedikit pudar,putih yang sudah tidak indah lagi lebih tepatnya. Karina keluar dari mobil, menghirup udara yang sejuk namun membuatnya takut.Gadis itu terhuyung, dia memegang erat mobil seperti akan jatuh ke jurang.Jantungnya seperti berhenti namun tiba-tiba berpacu begitu cepat. Ini amat melelahkan.“Karina..” panggil seorang pria dengan wajah yang lelah. Pria itu adalah Alex, calon kakak iparnya yang juga orang yang paling Karina hindari.“Alex.” Jawab Karina, dia menelan isi tenggorokannya dengan susah payah.Rasanya seluruh tubuh Karina panas hanya karena melihat Alex. Pria itu tak tau malu, benar-benar tidak pernah terbayang betapa munafiknya Alex.Bukan masalah kalau dulu Alex tidak bermanis-manis dengan Karina. Yang membuat Karina trauma bertemu dengan Alex adalah, pria berusia 30 tahun itu ikut menjelek-jelekan Karina kepada kakaknya,Tia.Pria itu bahkan membuat fitnah bahwa Karina pernah tidur dengannya. Dan Alex la

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Pria Tepat Untuk Karina   08. Acara Pernikahan

    Tidak ada jamuan makan malam untuk Karina yang datang jauh-jauh dari kota lain. Namun itu malah terlihat lebih natural, dan tidak di buat-buat.Sayangnya, gadis itu malah mendapat sambutan seperti seorang penjahat yang tidak pernah di harapkan kehadirannya.Terutama Tia dan Mama, mereka berdua memandang Karina ketus sembari berkomat-kamit. Untung saja Karina tidak tertarik dengan perbincangan keduanya.Acara makan malam sebelum pernikahan Tia dan Alex. Ini semacam tradisi di keluarga Papa.Semua hidangan yang tersaji di meja makan adalah pemberian Karina. Dia membeli dari restoran kesukaan semua anggota keluarganya.“Ma, kita sudah lama tidak memakan Tostadas.” Tia girang. Dia memang sangat menyukai makahan khas Mexico dengan toping udang yang menggiurkan itu.Mama mendengus “Tapi tidak ada wine.” Sindir Mama.Dia sangat sebal dengan Karina yang tidak bisa minum. Mama dan Tia menganggap hal itu sangat

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Pria Tepat Untuk Karina   09. Masa Lalu

    Acara melarikan diri itu gagal total. Karina tertahan karena keluarga dari pihak Papa mengajak Karina untuk mengikuti tradisi foto keluarga.Walau Mama dan Tia jelas menolak memajang wajah Karina di rumah mereka. Dalam sekejab, tubuh Karina di tarik oleh Evan agar dia bisa melindungi Karina.“Sebaikannya kalian foto tanpa aku.” Karina mendongak dan memaksakan senyuman pada bibinya.“Benar. Karina ingin pulang, dia tidak pernah betah saat tinggal di rumah.” Sahut Mama, dia melirik Karina dan Evan bergantian.Entah kenapa,Evan lebih marah daripada Karina. Jelas-jelas gadis itu tidak pernah mengatakan apa pun perihal rumah yang tidak pernah menyambutnya itu.Seperti itulah Karina, dia tidak akan membantah Mama apa pun yang Mama ucapkan. Dia akan menerima semua, karena Karina merasa dia memang pantas mendapatkan semua cacian itu.Papa yang tadi sedang menyalami tamu kini sudah ikut bergabung. Pria paruh baya itu mendekati istrinya dan merangkul

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Pria Tepat Untuk Karina   10.Rahasia

    Setelah semua masalah yang terjadi. Karina tetap ngotot ingin berpamitan dengan keluarganya. Dia sudah baik-baik saja. Semua itu berkat reaksi Evan yang tidak berlebihan.Pagi ini mereka akan kembali, meski jatah cuti Karina masih sangat banyak. Dia lebih memilih kembali kembali ke kota untuk bekerja.“Aku saja yang masuk. Aku hanya ingin berpamitan,Evan.” Ucap Karina memohon, mereka sudah berada di depan rumah yang tampak sepi itu hampir 10 menit.Evan mengusap wajahnya kasar “Setelah semua yang mereka ucapkan,kamu masih mau menemuinya? Aku tidak tau kalau kamu sebaik itu,Karina.”Entah mengapa, Karina malah tersenyum. Dia merasa terhibur saat Evan mencemaskannya.“Aku cukup berpamitan 5 menit. Setelah itu aku akan keluar dengan senyuman.” Janji Karina.Semua hampir selesai, tinggal satu langkah lagi agar hati Karina pulang dengan tenang. Jujur saja dia masih ingin bertemu dengan Papa.“Kalau begitu,aku ikut masuk.” Evan melepas sabu

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Pria Tepat Untuk Karina   11. Terlambat

    Sesuai janji Evan kepada Karina. Pria itu lantas mengantar gadis itu pulang ke apartemennya dengan selamat. Apartemen Karina tidak jauh, hanya sekitar 15 menit dan mereka sudah sampai.Mereka berjalan bersama-sama sambil bergandeng tangan menyusuri koridor bangunan yang sudah sepi.Apartemen Karina lebih kecil dan sederhana. Tidak ada pembatas untuk dapur,ruang makan, ruang Tv. Semua jadi satu.Sesampainya di depan apartemen milik Karina. Pria itu mendekap gadis itu, memberikan kecupan selamat tinggal. Jujur saja, Evan terlalu berat meninggalkan Karina sendirian. Dia masih ingin bersama gadis itu.“Besok kita harus bertemu lagi.” Bisik Evan tidak mau menganggu para tetangga Karina.Karina mengangguk di pelukan Evan “Oke,aku tidak akan kerja lembur besok.”Evan tertawa ringan. Kepala Karina kini bersandar di dadanya. Gadis itu bisa mendengarkan detak jantung Evan dengan jelas.Pelan,berirama, detak jantung Evan begitu teratur. Rasanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-23

Bab terbaru

  • Pria Tepat Untuk Karina   END

    Empat tahun setelah kepergian Karina, banyak hal yang berubah. Misalnya Nick yang memilih untuk tinggal di desa kecil di Toronto. Nick sempat tidak kuat saat tahun pertama kematian Karina. Dia sakit dan tidak memiliki semangat hidup.Akhirnya kedua kakaknya memutuskan untuk membawa Nick kembali ke Toronto.Dean sudah selesai kuliah, dia belum melanjutkan kuliahnya ke tahap S2, dia memilih kerja di perusahaan Brian setelah Brian memutuskan untuk pensiun dini.Jadi ada dua orang yang amat patah hati itu kehilangan arah setelah kehilangan wanita paling mereka cintai. Bagi Nick, Karina adalah segalanya, dunianya. Sementara untuk Brian, Karina adalah masa lalu yang bahkan tidak sempat mendengarkan ucapaan maaf darinya.Dean dan Jasmin memiliki hubungan lebih serius dari sebelumnya. Mereka tinggal bersama di rumah milik kedua orang tuanya. Belum ada pernikahan, karena sekarang Jasmin yang mengelola kafe dan sekarang juga memiliki toko bunga sendiri.Di sisi lain, Diana sedang menjadi dokter

  • Pria Tepat Untuk Karina   Diana 9

    Justin mengantar ibunya ke rumah lalu kembali ke rumah sakit untuk menjalankan tugasnya. Ibuku ngotot untuk bertemu dengan ibu Justin. Kini di rumahku sedang penuh dengan wajah-wajah wanita dewasa.Ibuku bersama dengan kedua kakak ayah yang sepertinya tidak akan pulang dalam waktu dekat ini. Mereka menolak pulang ke Toronto, hanya karena ibuku tidak mau di bawa diajak ke sana.Ibu Justin juga jadi sangat akrab dengan semua wanita di rumahku. Mudah sekali perempuan-perempuan ini mengakrabkan diri. Tidak sampai setengah jam, obrolan mereka sudah menjadi tidak terkontrol.Justin pernah bercerita kalau ibunya membuatkan beberapa kue kering untuk ibuku. Saat mereka membawa ke rumah, semua terkejut dengan kata beberapa dari Justin yang ternyata jumlahnya sangat banyak. Semua orang di rumahku mencobanya, mereka semua suka. Yah, walaupun akhirnya aku juga yang menghabiskan karena ibuku tidak boleh makan terlalu banyak gluten.Aku memejamkan mata di ujung ruang tamu. Suara sahut-sahutan menghi

  • Pria Tepat Untuk Karina   Dean 9

    Aku mendapat tempat magang yang tidak jauh dari rumah. Aku tetap mengambil kesempatan ini karena harus menepati janjiku pada Jasmin. Sebagai laki-laki aku tidak akan pernah ingkar dengan apa yang sudah aku sebutkan.Ibuku sudah tahu, dan dia salah satu orang yang paling mendukungku untuk mengambil keputusan ini. Ayah juga memuji kedewasaanku.Bukan tanpa sebab. Aku berani melakukan ini semua karena sadar bahwa nanti akan tiba saatnya aku yang menjadi kepala keluarga.Ada berapa banyak orang yang akan pada pundakku. Dan kalau aku menunjukan sisi lemahku, aku pasti akan terus berada di tempat dan tidak bisa melangkah lebih maju.Panutanku adalah kedua orang tuaku. Mereka tidak pernah menelantarkan aku dan Diana. Masa kecil kami, di hiasi dengan memori baik dan aku bangga dengan hal itu.Maka dari itu, sekarang moto hidupku adalah. Sedihku tidak boleh lebih lama dari helaan napasku.Aku sedang memindahkan beberapa kotak kardus dari gudang ke ruanganku. Isinya tidak terlalu spesial, tapi

  • Pria Tepat Untuk Karina   Diana 8

    Aku tidak bisa berhadapan dengan ibuku. Setelah, Dean pulang. Aku semakin betah mengurung diri di kamar. Aku hanya keluar untuk ke kampus dan setelah itu aku pulang. Mungkin benar, aku memang tidak tangguh dan kuat. Tapi bagaimana ini, aku benar-benar pengecut.Nyaliku ciut ketika berhadapan dengan ibuku.Dean masuk ke kamarku setelah aku mengambil segelas jus dari kulkas.“Masih tidak mau keluar, huh?”Aku mengangguk, kurebahkan tubuhku di ranjang “Sedang apa di sini?”Rasanya kepalaku mau pecah karena semua penghuni rumah ini mulai memberiku tekanan yang tidak bisa aku tahan lagi.Dean mengetuk-ngetuk meja belajarku “Kami mau mengajak mom foto keluarga. Dan, dad memintaku untuk mengajakmu.”Aku menghela napas panjang. Kutatap cermin yang ada di sebrangku. Dengan wajah ini, aku tidak ingin di foto. Mataku bengkak, dengan warna hitam di bawahnya.“Tunggu lima menit.” ujarku, berdiri dari ranjang.Dean meraih ganggang pintu tapi tidak menekannya “Diana, bisakah kau berhenti bersikap se

  • Pria Tepat Untuk Karina   Dean 8

    Selesai sudah liburan kami, ibu dan ayahku sedang mengemas barang sementara aku dan Jasmin membantu memasukan ke dalam mobil.Adikku yang baik itu sudah pulang lebih dulu dengan pacarnya. Tidak adil.Jasmin mendatangiku setelah selesai memasukan koper terakhir.“Kata mom, kita boleh pulang dulu. Mereka akan pulang nanti sore.” Jelasku pada Jasmin. Dia makin manja setelah tahu aku akan pergi magang.Jasmin mendongak dengan tatapan sendu “Dean, apa kita akan baik-baik saja? Maksudku, aku sudah sangat bergantung padamu. Tidak mudah ternyata melepaskanmu.”Aku memeluk gadis kecil itu kian erat “Tenang. Aku hanya pergi 6 bulan. Semua akan baik-baik saja.”Jasmin akhirnya mengangguk. Dia berjinjit untuk menerima ciumanku.Aku sungguh berharap hubungan kami akan berjalan lancar. Aku rela melakukan apa pun demi gadis ini.*** Beberapa bulan kemudian...Aku pulang ke rumah setelah menghabiskan hampir 4 bulanku di Toronto. Kedua bibiku ikut, mereka terkejut saat aku bercerita soal ibu yang te

  • Pria Tepat Untuk Karina   Diana 7

    Ibu dan ayahku tidak bisa pulang malam ini. Mereka terjebak badai yang tiba-tiba muncul, meski tidak ada peringatan tapi kalau aku lihat memang badai kali ini tidak terlalu parah. Hanya hujan disertai angin yang kencang. Mugkin karena ada di sebelah pantai, angin jadi terasa lebih kencang saat berhembus.Makan malam yang tadi Jasmin buat lebih istimewa dari makan yang aku berikan pada mereka tadi siang. Jasmin membuat beberapa masakan yang aku sendiri tidak tahu namanya. Aku yakin masakan itu cukup rumit.Kata Dean, Jasmin memang suka memasak. Salah satunya makanan manis, dia berjanji akan membuat kue untuk kami semua nanti.Satu hal yang aku sadari, saat kakakku bersama Jasmin. Dean bisa berubah menjadi versi terbaik dirinya. Apa aku juga seperti itu saat bersama Justin? Entahlah, aku hanya bisa merasakan kenyamanan saat bersama Justin.*** Justin menghampiriku di kamar saat dia selesai mandi. Rambutnya masih basah, sampai menetes ke pundaknya. Mata Justin menatapku yang tengurap di

  • Pria Tepat Untuk Karina   Dean 7

    Jasmin masuk ke kamarku setelah Justin keluar. Akhir-akhir ini aku menjadi semakin lengket dengan Jasmin. Dia juga tidak keberatan. Setelah aku menjelaskan kalau aku adalah pria yang penuh dengan kekhawatiran, Jasmin malah mencoba menenangkanku. Dan semua upayanya selalu berhasil.Dia duduk di sebelah ku, ranjang ini terlalu besar untuk kami. Seharusnya aku memakai kamar dengan ranjang yang lebih kecil. Lagian tidak masuk akal, ini bukan kamar utama, tapi kenapa memiliki ranjang king size.“Tadi aku bicara dengan Diana, dia terlihat biasa saja saat aku bilang ingin satu kamar denganmu.” Ucap Jasmin, terdengar jelas kalau dia sedikit terintimidasi dengan adikku.Aku tersenyum dan meraih jari-jarinya yang lentik “Dia memang seperti itu. Tapi percayalah, kalau dia tidak bilang dia membencimu, maka dia tidak begitu.”Jasmin menunduk menatap jemari kami yang saling bertautan “Atau karena aku miskin dan kamu kaya.”“Tidak.” Sahutku, memotong pembicaraanya “Diana tidak seperti itu, begitu ju

  • Pria Tepat Untuk Karina   Diana 6

    Kepalaku bergoyang-goyang ketika mobil Justin memasuki gelangang kapal feri yang masih sepi. Bagaiman tidak, kami berangkat pukul 7 pagi di saat semua orang masih tidur, aku malah harus menyebrangi lautan.Kami akan berlibur, tidak hanya berdua. Ada ibu dan ayahku, Dean dan Jasmin. Mereka sudah berangkat kemarin malam.Ayahku ingin mengajak kami berlibur mumpung ini jadwal libur panjang kuliah. Sebelum kami mulai sibuk sendiri, dia ingin menghabiskan waktu lebih banyak untuk keluarganya.Justin menawarkan diri untuk ikut, setelah hampir 6 bulan berpacaran dengannya. Dia semakin menyatu dengan keluargaku. Terutama ayahku, ayah selalu membanggakan Justin kepada teman-temannya.Apalagi setelah seorang teman ayah diperiksa oleh Justin saat Justin menjaga di rumah sakit.Kalau kalian tanya soal bagaimana hubunganku dengan Justin. Aku tidak bisa bercerita banyak, tapi aku mulai peduli padanya.Justin amat sibuk beberapa bulan ini. Tapi di jam sibuknya, aku selalu menyempatkan mendatanginya

  • Pria Tepat Untuk Karina   Dean 6

    Aku menatap pintu coklat itu setelah tertutup rapat. Mengantar Jasmin sudah menjadi keseharian yang tidak bisa aku hindar. Setelah melawati beberapa kali kencan dengannya. Aku merasa dia wanita yang pantas di lindungi.Jasmin tidak pernah menuntutuku, tidak juga meminta hal yang aneh-aneh meski kondisinya tidak seberuntung orang lain seusianya.Saat ibuku menawarkan pekerjaan sampingan di kafe miliknya, Jasmin langsung menyetujinya tanpa berpikir panjang. Impiannya adalah memiliki toko bunga sendiri.Jasmin juga bercerita dia sudah tidak memiliki ambisi untuk kuliah. Asal hutang kedua orang tuanya lunas, dia sudah cukup puas.Sekarang aku harus ke kampus, aku hampir lupa. Akhir-akhir ini aku benci ke kampus. Berpamitan dengan Jasmin membuatku merasa kekosongan yang tidak ingin kurasakan.Setelah aku sampai kampus, salah seorang dosenku berjalan dengan cepat menghampiriku. Dosen atau lebih terkenal sebagai profesor Brian.Dia meremas pundakku kencang “Apa kamu anak dari Karina?”Sepert

DMCA.com Protection Status