Share

04. Prioritas

Ruang ganti baju yang tidak lebih besar dari pada kamar mandi Karina,kini menjadi tempat perangnya. Malam ini dia harus tampil cantik.

Dia ingin terlihat spesial di mata Evan. Sebisa Karina saja sebenarnya.

Namun, gaun terindahnya hanyalah kimono dress yang ia beli beberapa tahun lalu. Dress dengan bahan satin berwarna biru, belahan dada yang dalam serta tidak ketat,padahal menurut Karina ketat adalah salah satu kompenen penting untuk terlihat seksi.

Rencana Karina untuk tampil mempesona gagal sudah. Dia malah terlihat seperti wanita yang hendak mendatangi rekan kerjanya di sebuah bar.

Kini dia mengikat rambut dan memoleskan lipstik berwarna merah muda.

Dia siap, entah apa yang akan dia lakukan. Dia siap untuk malam ini.

Karian keluar dari apartemennya,dia menuju mobil yang terparkir di bawah. Sesosok wanita dengan wajah sedih berdiri tak jauh dari sana.

Wanita itu adalah Gina. Karina dengan cepat mendekati Gina yang tampak kacau.

“Gina? Ada apa?” tanya Karina, dia menopang tubuh Gina yang hampir ambruk.

Tangis Gina pecah ketika dia memeluk Karina “Aku tidur dengan Adam tadi malam,Karina.”

Karina benci terlambat,khususnya malam ini. Tapi dia tidak bisa mengabaikan Gina yang butuh teman cerita. Karina mengusap wajah Gina yang basah.

“Kenapa kamu sendirian di sini? Mana Adam?”

“Aku tinggal di hotel. Aku tidak tau, tapi aku merasa ini salah,Karina. Aku menyukai Evan,aku ingin Evan bukan Adam.” Isak Gina terdengar memilukan hati Karina.

Gadis itu melihat jam tangannya,sudah pukul 7. Karina menghela nafas “Beri aku 5 menit, aku harus menghubungi seseorang.”

Karina menelepon Evan, untung saja pria itu masih di rumah dan langsung mengangkatnya.

Karina : “Maaf, ada Gina. Dia sedang butuh teman. Sepertinya hari ini harus batal.”

Evan menggerutkan kening, dia benar-benar tidak suka dengan berita yang baru saja di ucapkan Karina.

Ironisnya,Evan tidak tau bagaiamana cara mengucapkan keinginannya itu.

Evan : “Setelah Gina pulang. Hubungi aku.”

Karina : “Baiklah,kalau begitu bye.

Karina memasukan ponselnya kembali ke dalam tas, dia mendatangi Gina dan mempersilahkan Gina masuk ke rumah. Gina melihat Karina yang lebih cantik dari biasanya.

“Apa kau ada acara?”

Karina mengangguk “Tapi aku sudah bilang kalau aku terlambat.”

Gina masuk ke dalam rumah, Karina menyuguhkan teh hangat untuk temannya yang sedang kedinginan. Aroma teh itu menyeruak, teh hijau kesukaan Karina. Gadis itu rela merogoh kocek lebih banyak demi mendapatkan kualitas teh kesukaanya.

Tatapan Gina menusuk Karina,dia curiga kalau temannya sudah memiliki kekasih dan sengaja tidak memberitau dirinya.

Karena Karina merasa risih,gadis itu menghela nafas panjang “Bukan Gina. Sekarang ceritakan kenapa kamu kemari, di jam semalam ini?”

Gina mengerjab, dia menaruh gelasnya di meja “Aku tidak bisa, Adam sepertinya menyukai mu. Kami mabuk,Karina. Sejujurnya aku mencoba menghubungi Evan, tapi sepertinya dia tidak tertarik padaku.” Gina mendengus pelan.

Karina mengangguk paham, seperti dugaan. Karina memang pendengar yang sangat baik. Dia tidak masalah ketika tidak ada yang mendengarkannya.

“Lalu bagaimana soal pasangan yang akan kamu bawa di pesta pernikahan kakak mu?” lanjut Gina.

Karina hampir saja melupakan hal itu, masalah utamanya. Dia banyak teralihkan, terutama dengan Evan. Dia ingin membawa pulang Evan, tapi sepertinya itu tidak mungkin.

Hubungan mereka tidak sejauh itu. Atau bahkan,Karina sendiri tidak tau apa yang sedang mereka jalankan sekarang.

Sesuatu tanpa nama. Evan begitu menguasai Karina. Gadis itu bahkan siap memberikan apa pun untuk Evan. Sangat di sayangkan kalau Karina menjauhi Evan,tapi dia tidak tega melihat Gina yang terobsesi pada Evan.

Karina mengangkat bahunya “Aku belum memikirkan apa pun. Sepertinya aku akan pulang sendiri.”

“Kenapa kamu tidak bersama Adam.” Gina bersemangat.

“Adam?”

Gina mengangguk “Aku akan ikut bersama Evan?”

“Tapi kamu bahkan tidak di undang,Gina.” Ketus Karina. Dia tidak mau ada yang tau soal keluarganya. Karina belum siap dengan penilaian orang lain.

Gina menggaruk dagunya “Setelah acara pernikahan, kita bisa berlibur. Ini masa tenang di kantor, kita semua di beri waktu cuti..”

Karina mengangkat tangan kirinya “Aku tidak setuju, kalau kalian mau liburan. Sebaiknya itu tanpa ku,Gina.”

Suara hembusan nafas Gina semakin kentara. Wanita itu frustasi karena temannya sangat tidak menyenangkan. Musim panas sudah di depan mata, tapi Karina malah akan menghabiskan waktu itu di kantor. Tidak mungkin kan?

Tidak lama kemudian, ada seseorang yang mengetuk pintu apartemen Karina. Seorang kurir yang membawa bunga Kamelia dan Anyelir. Bunga itu di rangkai dengan begitu indah.

“Untuk nona Karina.” Ucap kurir itu menyerahkan buket bunga pada Karina.

Di dalamnya ada secarik kertas, Karina membaca dengan seksama –Aku menunggu mu,Evan-

Kalimat itu membuat jantung Karina berdegup tak karuan, dia di buat jatuh cinta pada Evan. Baru pertama kali ada yang memberikan bunga pada Karina.

Gina iri, sebenarnya siapa pria yang memberi perhatian begitu romantis pada Karina? Dia berharap, bunga itu adalah miliknya.

“Gina, maaf. Sepertinya aku harus pergi.”

Gina berdegik, dia menggertakan gigi menahan ucapan kasar yang hampir terlontar. Gina mengambil tasnya “Aku pergi.”

“Maaf,Gina.”

Karina dengan cepat menghampiri Evan yang sudah menunggu di restoran. Gadis itu mengatur nafasnya yang cekat. Rupanya dia baru sadar, kalau dirinya sudah lama tidak berolah raga.

Cukup lama Karina berdiri di depan restoran. Entah kenapa dia ragu. Lagi-lagi serangan panik datang di waktu yang tidak tepat.

Kaki Karina lemas,dia merasa tubuhnya hampir ambruk karena debaran jantung yang amat kencang. Suara yang ada di kepalanya benar-benar membuat Karina muak.

Dia mengankat kepalanya saat seseorang berdiri tepat di depannya, menutupi cahaya lampu yang menyorot wajahnya.

Karima meremas dadanya yang serasa terbakar “Evan...” rintih Karina, dia meraih tangan pria itu. Setelah itu, Karina tidak tau apa yang terjadi. Dia pingsan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status