Share

02.Pertemuan yang aneh

Ketika pria yang seharusnya menjadi pendampingnya malam ini mendekati meja Karina. Evan dengan cekatan mendekatkan kursi pada Karina. Jelas wanita itu tidak tampak baik-baik saja.

Pria berwajah muda itu tampak bingung "Karina?"

Dia heran, seharusnya wanita cantik itu mengenalinya karena dia memakai baju yang sama persis seperti di foto profilnya.

Belum sempat Karina menjawab,mata karina tertuju pada sepatu hitam. Karina hanya ingin keluar dari sini.

Evan terlebih dulu mengedikan bahu,dengan senyum penuh merendahkan dia menatap pria yang kebingungan itu  "Maaf, aku menemukannya duluan. Kami harus pergi sekarang."

Karina yang linglung kini mengikuti Evan yang menarik tangannya.Tangan Evan terasa hangat dan kokoh meremas jemari Karina yang basah.

Evan memecah kerumunan dengan mudah. Bahkan saat ada antrian di luar restoran yang mengular, Evan berhasil memberikan nafas lega bagi Karina.

Mereka berdua berdiri di terotoar tak jauh dari parkiran.

"Sudah, sekarang kamu bebas." 

Karina menggerang jengkel "Aku bodoh sekali." Dia berjongkok, kakinya terlalu lemah untuk berdiri saat ini. Serangan panik yang tiba-tiba datang tanpa permisi.

Evan mengusap bahu Karina seolah tau kalau gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Dia ikut berjongkok di sebelah Karina yang nafasnya terdengar menyesakan.

Tuhuh Karina terlihat munggil di sebelah Evan yang kekar. Tanpa berbicara sepatah kata, Evan berhasil memperbaiki kondisi Karina.

Karina berpaling menatap wajah Evan yang tampak tenang, dia menatap pria itu lekat-lekat "Bagaimana dengan Wine mu?"

Evan tertawa terbahak-bahak, di saat seperti ini, Karina masih sempat memikirkan orang lain.Dia memikirkan Wine mahal yang bahkan belum datang saat keduanya pergi dari restoran. Karina paling tidak suka merepotkan orang lain.

Dan semua ini jelas salahnya, dia menyeret orang yang bahkan belum ia tau namanya.

"Tenang, kamu bisa mentraktirku kapan saja." Jawab Evan santai, dia menepuk punggung Karina.

"Tapi kita tidak mungkin bertemu lagi." jawab Karina polos.

"Aku meragukan hal itu. Ayo berdiri, aku tidak mau kaki kram setelah ini."

Ketika gadis itu merapikan bajunya yang kusut, Evan meliriknya dan mengenali kartu tanda pengenal yang bergelatung di ujung tas coklat Karina.

“Kamu bekerja di RCO Company?”

Karina memberi anggukan singkat dan mengulurkan tangan “Aku Karina,berapa yang harus aku bayar untuk sebotol Wine yang kamu pesan?”

Pria itu memasukan jemarinya ke saku celana bahan “Aku Evan,Evan Reed.” Balas Evan, dia menyalami Karina dengan penuh antusias.

Saat melepas genggaman tangan,gadis itu membungkuk singkat “Aku pergi dulu,Evan.” pamit Karina, dia sempat melirik mata Evan sebelum benar-benar pergi dari sana.

“Bye,Karina.”

Sehari setelah kejadian paling memalukan di hidup Karina. Gadis itu menyerah untuk mendapatkan teman kencan di pesta pernikahan yang tinggal menghitung hari.

Harapan untuk memamerkan bahwa hidupnya baik-baik saja sudah pupus. Bahkan setelah dia membayar uang muka yang tidak murah untuk pria yang bahkan sudah mengecewakan sejak awal.

Alih-alih mengerjakan pekerjaanya yang belum selesai. Karina malah sibuk mengetikan nama Evan Reed di laptopnya. Dia penasaran, hanya sebatas itu.

Rupanya tidak sesulit itu, Evan Reed, seorang psikolog yang juga pebisnis handal. Usianya 37 tahun, dan masih lajang. Rupanya,Evan juga terkenal di kalangan para wanita. Karina melihat sosial media Evan yang penuh dengan komentar para wanita yang mencari perhatiannya.

Kata-kata lajang seperti menggelitik sejukur tubuh Karina. Gadis itu menyunggingkan senyum malu-malu.

Saat sedang asik melihat foto Evan,Gina masuk ke ruangan Karina dan membuat gadis itu terkejut.

“Karina, apa ini?” dia menunjuk laptop yang sudah berganti layar “Apakah kamu tertarik dengan seorang pria?”

“Tidak,bukan.” Karina menggeliat di atas kursi kerjanya.

“Nanti malam temani aku, aku harus bertemu seseorang.”

“Pacar baru?”

“Bukan, kami baru bertemu beberapa hari lalu. Dia mengajak ku berkencan nanti malam. Sayangnya dia membawa teman,dan aku juga harus membawa seseorang.” Jelas Gina, dia dengan santai duduk di bangku tamu depan Karina.

Karina menggeleng “Ajak yang lain saja. Aku sibuk.”

“Siapa? Tidak ada yang bisa, yang lain sibuk berkencan Karina.” Sindir Gina “Aku tunggu di parkiran jam 7 malam.”

Gigih sekali Gina, bahkan tampang datar Karina tidak menyulutkan semangatnya untuk mengajak Karina. Namun tidak bisa dipungkiri,hanya Gina yang tahan dengan sifat keras kepala Karina.

Sejenak, Karina kembali mencari tau tentang Evan. Dia tenggelam ke dalam setiap berita mengenai pria itu.

Pukul 7 lebih 10 menit, Karina menuju parkiran dengan segala pikiran yang berkecambuk. Ia tidak mau pergi,tapi tidak bisa menghindar.

Gina berlari kecil keluar dari mobil sedan merah “Karina!! Kita naik mobil ku.”

“Aku mengikuti mu dari belakang.” Potong Karina, ada kemungkinan dia akan menyelinap dan dia butuh mobilnya untuk melancarkan aksi itu.

Di depan sebuah restoran Jepang,Karina harus parkir cukup jauh karena kondisi saat itu cukup ramai. Gadis itu keluar dari mobil,rambutnya yang panjang dibiarkan terikat begitu saja.

Baju kerja yang ia kenakan hampir membuat Gina jantungan. Kemeja biru dan rok sepan hitam, padahal wajah Karina sangat cantik tapi selera fashion yang ia miliki mendapat nilai minus.

“Ayo masuk.” Gina berjalan di depan Karina.

Sepertinya Gina sudah tau di mana dia harus duduk. Wanita itu berjalan melewati beberapa meja privat yang tak terlihat dari luar.

Tiba di salah satu bilik yang tertutup,Gina membuka pintu dan Karina langsung mengenali pria yang duduk bersila mengenakan kemeja senada dengan Karina.

Pria itu Evan, dia menyesap sake yang ada di dalam gelas berukuran mini. Evan mengerucutkan bibir saat melihat Karina yang kehabisan kata-kata.

Evan mengusap bibir yang basah karena sake yang ia minum. Gina bergegas masuk.

Karina seperti seorang robot yang otomatis ikut bersila di sebelah Gina.

“Karina, dia Evan teman kencan ku.” Gina memamerkan Evan yang menggulurkan tangan pada Karina.

“Sepertinya kita pernah bertemu?” tanya Evan dengan nada menggoda yang jahil.

Nadi Karina seperti berhenti berdenyut, pria yang sempat ia pikirkan tertnyata teman kencan Gina. Perut Karina seperti diplintir saat mereka harus berkenalan untuk kedua kalinya.

“Aku Adam.” Pria di sebelah Evan menyela dan mengantikan tangan Evan.

“Karina.” Karina tersenyum dan menarik tanganya dengan cepat.

Walau Adam tampan dan terlihat seperti pria baik-baik, tapi dia bukan Evan. Adam tidak memberi efek apa pun pada Karina.

Karina mencoba meraih teh hijau yang di sajikan gratis untuk semua tamu. Lidahnya seperti terbakar, rupanya teh itu lebih panas daripada yang ia duga.

Gina duduk di sebelah Evan, sementara Adam pindah ke sebelah Karina.

Ia kesulitan menelan makanannya karena Adam terus mengajaknya bicara. Pria itu sangat aktif.

Karina kesulitan mengimbangi energi Adam. Padahal awalnya, Karina pikir Adam bisa diajak ke kampung halamannya. Namun sepertinya, Karina harus mengurungkan niat itu.

“Aku harus kebelakang. Maaf.” Karina keluar dengan cepat, dia harus segera keluar dari tempat yang menyesakan ini.

Tak lama kemudian, Evan juga pamit keluar dengan alasan yang sama.

Benar saja, gadis itu duduk di depan toilet ,padahal toilet sedang kosong.

“Perlu bantuan,Karina?” suara rendah itu membuat Karina merasa kembali tenang.

Gadis itu mendongak “Tidak.”

Bahkan dari balik wajah pucat Karina, Evan bisa mengetahui betapa cantikna gadis itu. Pria itu meraih dagu Karina, dengan usapan yang teramat lembut di bibir Karina.

“Aku perlu membantu mu.” Imbuh Evan penuh percaya diri.

Evan memajukan tubuh ke arah Karina, dia mencium bibir itu dengan lembut.

Ciuman Evan,aroma tubuh tanpa parfum yang memabukan. Karina menikmati semua ini.

Setelah memberikan salam perkenalan pada bibir Karina,Evan melepaskan dagu Karina.

“Jadi? Masih tidak butuh bantuan ku,Karina?”

“Karina!!” suara Gina menganggu suasana yang sedang panas ini.

Bisa di pastikan kalau saat ini wajah Karina merah padam. Dia menoleh cepat menatap Gina, matanya mengedip dengan cepat.

Karina memundurkan tubuhnya yang sangat berdekatan dengan Evan.

“Ada panggilan di ponsel mu.”

“Oh, iya, tunggu. Baik.” Karina kelabakan, dia lalu mendahuli Evan , meninggalkan pria yang mengamati punggung gadis itu menghilang ke dalam bilik.

“Enak.” Gumam Evan, dia kemudian pergi ke toilet.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status