"Permisi!" ucap Zerlina sambil mengetuk pintu kayu yang ada di depannya.
"Sher …. Sherly!" seru Zerlina lebih keras lagi sambil terus mengetuk pintu itu.
Ketukan yang semakin lama semakin berubah gedoran karena si penghuni rumah tidak juga membukakan pintu. Zerlina merasakan tangannya mulai sakit, dia menghentikan untuk mengetuk pintu dan membuka tas selempang untuk mencari sesuatu di dalamnya. Sedangkan mulutnya masih terus memanggil Sherly.
"Yes! Ketemu." Ternyata Zerlina mencari koin yang rencananya akan digunakan sebagai alat pengganti untuk mengetuk jendela kaca di sebelah pintu kayu.
"Sherly!" teriak Zerlina sambil mengetuk jendela menggunakan koin itu.
"Tidak mungkin dia tidak mendengar ketukan pintu ini," gumam Zerlina yang masih terus mencoba memanggil serta mengetuk pintu dan jendela. "Ada yang tidak beres ini."
"Do, lo udah pasang CCTV yang gue suruh, kan?" tanya Zerlina pada seseorang di seberang telepon genggamnya dengan suara pelan. Walaupun dia yakin tidak ada yang mendengar pembicaraannya itu. Hanya untuk berjaga-jaga saja jika ternyata CCTV yang terpasang di teras rumah menangkap juga suara yang ada disekitarnya dan merekam setiap suara yang terdengar.
Zerlina menghubungi detektif swasta, peretas, dan juga sahabatnya, Edo.
Zerlina berhenti memanggil Sherly serta mengetuk pintu. Dia merasa kecurigaannya semakin menguat dengan keadaan penghuni rumah itu. Sesekali matanya memperhatikan keadaan di sekitar rumah Sherly. Lingkungan yang cukup sepi di pagi hari sehingga panggilan dirinya tidak mengganggu pemilik rumah di sebelahnya.
"Iya. Gue udah pasang sesuai keinginan, Lo, Paduka Ratu," jawab Edo sengit dari seberang sana.
"Jangan lupa bayar utang-utang, Lo!" seru Edo lagi.
"Beres. Tenang aja, pasti gue bayar. Sekarang, Lo tolong buka dan coba lihat situasi di dalam rumah Sherly," pinta Zerlina sambil sesekali mengetuk jendela dan pintu secara bergantian.
"Jangan bilang, Lo lagi ada di depan rumah Sherly!" seru Edo yang mulai bertambah kesali dengan dugaannya itu. Mengingat tindakan Zerlina yang sering kali bertindak nekat demi untuk mencari kebenaran.
"Iya. Tenang saja, tidak akan terjadi apa-apa sama gue, Ok?" sahut Zerlina santai dan kembali mendesak Edo untuk melakukan apa yang dimintanya. " Sudah buruan buka dan lihat situasinya!"
Sementara Edo mencoba membuka akses CCTV tersembunyi yang sengaja dipasangnya atas permintaan Zerlina. CCTV itu untuk memantau diam-diam keadaan pemilik rumah dan sebagai celah untuk mencari kebenaran. Zerlina mencoba mencari celah untuk mengintip situasi di dalam rumah Sherly.
"Zerlin, buruan lo cari pertolongan! Gue lihat Sherly terkapar di depan pintu kamar dia dan gue melihat seperti ada cairan di sekitar tubuhnya!" seru Edo panik sambil terus memantau situasi di dalam rumah itu.
"Ya–Yang benar, Lo! Coba lo lihat kira-kira sudah berapa lama dia di posisi seperti itu dan tolong sekalian telpon ambulans," seru Zerlina lalu menutup panggilan itu dan melangkahkan kakinya dengan cepat menuju gerbang pos satpam di depan perumahan yang agak jauh dari rumah Sherly.
"Pak, tolong saya!" seru Zerlina pada salah seorang satpam yang sedang bertugas.
"Loh! Nona kok ada di dalam?" tanya satpam itu yang kebingungan karena Zerlina tidak mendapatkan izin saat meminta untuk masuk ke dalam perumahan tersebut.
Pihak perumahan, terutama bagian keamanan mendapatkan perintah dari pemilik rumah, Hendrik suami dari Sherly untuk tidak memperbolehkan Zerlina masuk ke dalam kawasan perumahan itu dengan alasan sudah mengganggu ketentraman dan ketenangan pemilik rumah.
"Begini ya, Pak …" ucap Zerlina berhenti sambil membaca nama satpam yang terpasang di seragamnya. "Pak Ahmad, tidak perlu berpikir bagaimana saya bisa masuk, sekarang juga bapak harus ikut saya. Taruhannya nyawa Ibu Sherly!" pekik Zerlina pada Pak Ahmad.
"Tidak mungkin di dalam rumah ada orangnya, Nona," jawab Pak Ahmad atas pernyataan Zerlina.
"Tadi pagi, Pak Hendrik menitipkan rumahnya karena beliau dan Bu Sherly akan berlibur ke luar kota. Kata beliau untuk memperbaiki kesalahannya dan membuat hubungan dengan Bu Sherly menjadi lebih baik daripada dulu," terang Pak Ahmad lagi.
"Apa bapak melihat di dalam mobil atau di samping Pak Hendrik ada Bu Sherly?" tanya Zerlina memancing ingatan Pak Ahmad.
"Sepertinya, tidak terlihat," ucap Pak Ahmad setelah berusaha mengingat situasi pada saat Hendrik menitipkan rumahnya.
"Nah, dari mana bapak yakni kalau Bu Sherly ada di dalam mobil? Bisa sajakan Pak Hendrik berbohong. Lebih baik kita bersama memastikan keadaan Bu Sherly di dalam rumahnya. Ingat pak, taruhannya nyawa Ibu Sherly," desak Zerlina untuk menyudahi pembicaraan mereka.
Akhirnya Pak Ahmad dan temannya sepakat untuk menyetujui keinginan Zerlina untuk mendatangi rumah Sherly.
"Bawa satu atau dua teman, Pak. Buruan, Pak!" desak Zerlina yang mulai panik karena Edo memberitahukan lewat pesan bahwa Sherly sudah pingsan selama tiga puluh menit yang berarti tepat saat kedatangannya. Zerlina berpikir, jika Sherly berkeinginan untuk membukakan pintu saat namanya dipanggil oleh dirinya walaupun dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengangkat tubuhnya. Ada rasa bersalah dan cemas di dalam diri Zerlina memikirkan keadaan Sherly sekarang ini.
Akhirnya Pak Ahmad membawa dua teman yang sedang bertugas bersamanya. Satu dari pos dia dan satu lagi komandan satpam yang kebetulan sedang inspeksi di area depan perumahan.
"Bu Sherly!" panggil Pak Agung, komandan satpam itu sambil mengetuk pintu rumah itu sesampainya mereka di depan rumah Sherly.
"Pak, sudah dobrak saja pintunya!" seru Zerlina yang semakin emosi karena satpam itu masih saja tidak percaya dengan dirinya. Sedangkan dirinya tidak mungkin berkata bahwa dia tahu pasti keadaan di dalam karena sudah memasang CCTV ilegal di dalam rumah itu.
Akhirnya pintu rumah itu dirusak oleh Pak Ahmad agar bisa masuk dengan cepat.
"Kalian pakai ini," pinta Zerlina sambil menyerahkan tiga pasang sarung tangan elastis pada ketiga satpam setelah dirinya memakai sarung tangan itu.
Beruntung ketiganya menurut dan tidak banyak protes karena melihat keadaan di dalam rumah yang berantakan. Pecahan kaca dari bingkai foto dan pecahan lampu yang berserakan, majalah yang berantakan, meja yang sudah jungkir balik, dan retakan pada lemari kaca yang ada di ruang tamu.
"Hai guys! Sekarang saya berada di rumah Sherly korban kekerasan oleh suaminya yang semula mengajukan tuntutan tetapi, kemarin mencabut tuntutan tersebut dengan alasan yang tidak dapat saya mengerti," ucap Zerlina yang berpura-pura sedang membuat konten secara live.
Zerlina akan membuat rekaman langsung di media sosialnya jika sedang menangani kasus. Media sosial miliknya hanya berteman dengan Edo karena hanya dipakai sebagai tempat menyimpan bukti jika sewaktu-waktu HP miliknya diambil atau dirusak oleh pelaku yang tidak terima karena terbukti sudah melakukan kejahatan. Jika sudah masuk, Edo akan menyimpan video itu ke akun lainnya lagi. Untuk berjaga-jaga jika akun Zerlina dan akunnya diretas oleh pelaku.
"Saya sekarang sedang bersama Pak Ahmad petugas keamanan yang sedang bertugas bersama Pak Ade hari ini. Juga dengan Pak Agung selaku komandan keamanan perumahan cluster The Spring," ucap Zerlina sambil mengarahkan kamera ke wajah orang yang disebutkan dirinya.
Mereka terus berjalan memasuki rumah untuk melihat situasi di dalam dan terus memanggil nama Sherly. Zerlina sendiri terus merekam semua hal yang mereka lewati.
"I--Itu Bu Sherly!" seru Pak Ahmad yang melihat tubuh Sherly terkapar di depan pintu dengan bersimbah cairan bening bercampur darah.
"Coba cek keadaan Bu Sherly!" seru Zerlina pada Pak Ahmad.
"Pak Agung, tolong segera hubungi pihak kepolisian untuk melaporkan kejadian ini," pinta Zerlina pada Pak Agung.
"Pak Ade, tolong cari penghuni rumah yang lainnya tanpa merubah dan menyentuh apapun," pinta Zerlina pada Pak Ade.
"Saya yang akan menghubungi ambulans," ujar Zerlina sambil berjalan menjauh agar pembicaraannya tidak terdengar oleh siapapun.
"Halo, Lo cepat datang kesini dan segera lakukan pembersihan," ucap Zerlina saat sambungan teleponnya diangkat oleh seseorang di seberang.
"Lo dimana sekarang?" tanya Edo pada Zerlina melalui telepon genggamnya. "Gue masih di rumah sakit," jawab Zerlina lalu menceritakan secara singkat keadaan Sherly. "Ya udah, gue ke rumah sakit sekarang dan Lo jangan kemana-mana sebelum gue datang," ancam Edo pada Zerlina dan menyudahi pembicaraan mereka. Sementara itu, Zerlina masih berada di rumah sakit memantau perkembangan keadaan Sherly. Zerlina mencoba untuk menghubungi kedua orang tua Sherly untuk memberitahukan keadaan Sherly. Sekarang Sherly sedang berada di ruang ICU dengan keadaan kritis. Niatnya urung dilakukan saat dia melihat suster yang keluar dari ruang ICU. "Bagaimana keadaan pasien, Sus?" tanya Zerlina pada suster itu. "Dengan keluarga pasien?" tanya suster itu. "Bukan, Sus. Saya pengacara Ibu Sherly dan orang yang membawanya ke sini," jelas Zerlina pada suster itu agar mau memberikan penjelasan bagaimana keadaan Sherly. "Saya membutuhkan persetujuan tindakan kuretase secepatnya karena keadaan pasien yang seda
Keesokan hari, Sherly sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit yang sudah terjadi. Setelah diperbolehkan pulang oleh dokter, Sherly memilih untuk tinggal di rumah kedua orang tuanya. Pihak kepolisian juga sudah meminta keterangan kronologi kejadian yang dialami Sherly. Pihak kepolisian segera mengerahkan anggota mereka untuk mencari Hendrik dan keberadaan kedua orang tua Sherly. Kedua orang tua Hendrik juga sudah dimintai keterangan perihal status DPO yang sekarang disematkan pada Hendrik. Mereka tidak percaya dengan apa yang didengarnya, karena selama ini Hendrik tidak pernah bertindak kasar dan sangat mencintai Sherly. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal dalam hati mama Hendrik mengenai salah satu anaknya itu. Mama Hendrik memilih untuk tidak memberitahukan pada siapa pun tentang apa yang menjadi ganjalannya. Sebagai sesama wanita, Mama Hendrik memilih menutup mata dan hati atas apa yang dialami oleh Sherly saat ini. Mama Hendrik memang tidak menyukai Sherly menjadi mena
"Halo, Zerlin," sapa Edo di seberang."Ya, kenapa, Do?" balas Zerlina."Gue dapet informasi, kepolisian Klaten menemukan Hendrik. Anehnya, dia ada di RSJD Dr. RM Soedjarwadi," tutur Edo."Apa?" seru Zerlina yang terkejut dengan informasi yang baru saja diberikan Edo."Lo, gak salah info, Do?" sambung Zerlina."Makanya, gue telepon, Lo. Kita ke Klaten buat memastikan informasi itu. Gue juga dengar kalau pihak keluarga Hendrik sedang menuju kesana dan sudah menunjuk seorang pengacara," terang Edo lagi."Gak usah, Do. Gue tunggu di Jakarta aja. Lihat keadaan dulu, baru ntar gue pikirin mau bagaimana," balas Zerlina."Lo, yakin?" Edo bertanya untuk memastikan."Iya, gue yakin. Ya udah, gue mau kasih tahu Sherly dulu. Biar dia mempersiapkan mental kalau itu benar-benar Hendrik," jelas Zerlina.Zerlina segera menghubungi Sherly. Dia memberikan informasi seperti yang Edo berikan. Zerlina berharap, Sherly mampu melewati semua proses yang harus dijalaninya hingga tuntas. Tertangkapnya, Hendri
"Hai! Selamat pagi," sapa gadis itu. "Ba--baik. Kamu siapa?" tanya Zerlina kaget. Wajah gadis itu mengingatkan pada sosok yang membuat dirinya sangat terluka. Seseorang yang sangat ingin dilupakan. Tak mau diingat tapi, masih sangat melekat di pikiran. 'Bagaimana bisa, wajahnya mirip dengan dia?' tanya Zerlina dalam hati. "Kamu kenal, Venchi?" tanya Zerlina pada gadis itu. "Ooh, jadi namanya Venchi? Bukan Ven-Ven," sahut gadis itu sambil tersenyum lebar. "Hai! Venchi. Kamu sudah lama tidak bermain kemari. Tahu ya, gak ada Luppy. Luppy sedang sakit, kemarin dia muntah-muntah jadi harus menginap di klinik Om Heru. Jadi aku tidak ada teman," ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan dan mengusap kepala Venchi. Tentu saja hal itu membuat Venchi senang. Anjing itu langsung duduk dan memberikan tangannya pada tangan gadis itu seolah-olah mengajak bersalaman. Lalu Venchi berputar-putar di sekitar kursi roda, entah apa maunya. "Tante, dia pintar dan lucu sekali," teriak gadis itu kegi
Daffa, nama laki-laki yang dipanggil 'Om' oleh Christy. Sosok yang tiba-tiba muncul dan membuat Christy menahan rasa takutnya. Dia berpikir tidaklah mungkin Daffa melakukan hal menjijikkan menurut Christy saat ini, di muka umum. Zerlina melihat perubahan wajah dan aura pada Christy. Dari awal melihat Daffa turun dari mobil sampai Daffa yang berjalan mendekati mereka. Sangat terasa dan menyakitkan saat tadi tangan Christy mencengkram lengannya semakin mengerat. Ditambah lagi saat Christy yang melepaskan cengkraman tangan dan memindahkan posisi kruk dari kanan ke kiri. Zerlina dapat menilai bahwa Christy berusaha menghindarkan kepala dari tangan Daffa yang hendak menyentuhnya. Setelah perdebatan kecil antara Christy dan Daffa tentang siapa yang duduk di samping pengemudi, akhirnya Zerlina yang duduk di sana. Christy dengan alasan susah menempatkan kruk yang dibawa akhirnya mempertahankan keinginannya untuk duduk di bangku belakang. "Hai!" sapa Daffa mencoba memecahkan keheningan di
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
"Anak Konglomerat Dilaporkan Atas Kasus Pelecehan" "Heboh! Sahabat Makan Anak Sahabat" "Inisial D Pelaku Pedofil, Korban C Adalah Anak Dr R" "Benarkah Tuan Muda D Pelaku Pedofil?" "Anak Dokter Jadi Korban Pedofilia." "Anak Rumahan Jadi Korban Pelecehan Orang Terdekat" "Bejat! Pelaku D Tega Melakukan Pelecehan Pada C Yang Notabene Adalah Anak Sahabatnya Sendiri." "Korban C Anak Dokter di RS Terkenal di Jakarta" "Pelaku D Sudah Kenal Dekat Dengan Keluarga C" "Pelaporan Pelecehan Atas C Telah di Terima Pihak Kepolisian" *** "Sialan! Apa yang sudah lo lakukan, Ray! Berengsek!," umpat Daffa yang baru membaca headline di beberapa sosial media dan berita di televisi. "Halo, iya Pa?" sapa Daffa saat ponselnya berdering. "Apa maksud berita yang beredar. Kamu masih belum kapok juga, HAH!" bentak papa Daffa–di seberang–Arman Sanjaya, konglomerat terkaya di kotanya. "Fitnah itu, Pa. Daffa sudah tidak pernah melakukan itu," kilah Daffa dengan perasaan takut. "Hari ini juga kamu pul
"Baik, kalau begitu. Besok pagi kita pergi bersama ke kantor polisi untuk membuat laporan terlebih dahulu," jelas Zerlina setelah mendengar keputusan Raymond. Raut muka Raymond seakan terlukis apa yang baru saja dibacanya dari laptop milik Edo. Walaupun Zerlina belum sempat membacanya, tapi dia merasa yakin ada kenyataan yang tidak pernah diketahui oleh Raymond selama ini. "Besok Christy harus ikut atau tidak?" tanya Raymond. Jujur saja, Raymond gelisah memikirkan bagaimana penilaian orang pada anak gadisnya. Bukan bermaksud menutupi, tetapi lebih menjaga mental Christy. "Bisa hadir, bisa juga tidak. Terpenting saat memberikan keterangan harus jelas dan detail. Nanti kita bisa tanyakan langsung pada Christy, apakah dia siap memberikan keterangan atau mau diwakilkan," terang gadis itu sambil menatap wajah Raymond. Keesokkan pagi, di rumah Raymond. Terlihat Bi Minah sedang membuat sayur cap cay dan telur dadar untuk sarapan. "Bi, benar Christy gak pulang semalam?" Terdengar suara
Christy merasakan dirinya lebih tenang dan lega. Apa yang telah dia lakukan, menceritakan yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk kejadian menyakitkan beberapa waktu yang lalu kepada Raymond. Respon dari papanya, membuat dia merasa lebih dipercaya dan dihargai oleh seseorang yang selama ini diandalkannya. Walaupun Daffa adalah orang yang sudah diberikan kepercayaan yang besar oleh Raymond, tetapi itu tidak membuat papanya menutup telinga dengan apa yang telah dia ceritakan. "Sekali lagi, maafkan, Papa. Satu hal yang harus kamu camkan dalam hati dan pikiran kamu, bahwa papa sangat menyayangi kamu. Kamu adalah hidup papa. Maaf, jika selama ini Papa kurang perhatian sama kamu, Papa sungguh menyesali hal itu. Papa terlena dengan kebaikan manusia, sehingga kejadian buruk bisa menimpamu. Papa janji akan melakukan semua yang sudah papa katakan tadi. Papa tidak akan membiarkan dia bebas setelah mengetahui perbuatanya. Sekarang kamu istirahat lah. Papa masih ada yang mau dibicarakan dengan
Christy mulai meneteskan air matanya. Dengan perlahan dia mulai menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya. Pelecehan pertama yang terjadi dan pelakunya adalah orang yang selama ini dekat, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga oleh dia dan Raymond.Sembari menahan air mata, Christy menceritakan dari awal hingga akhir tentang perbuatan Daffa setelah pulang dari liburan ke Yogyakarta. Beberapa menit berlalu, tak terlihat mimik wajah Raymond yang berubah, tampak datar-datar saja, tak ada emosi yang terbaca di sana. Entah apa yang terlintas di benak Raymond. Serta apa yang dirasakan oleh ayah satu anak itu, setelah mendengarkan cerita Christy tentang sahabatnya.Walaupun tampak tak ada emosi di wajah Raymond, tapi tidak di dalam hatinya. Laki-laki itu sedang menahan emosi yang bergemuruh menyesakkan hati. Sakit hati berulam jantung yang dia rasakan atas kemalangan anak gadisnya. Dia tahu, tidak mungkin Christy mengatakan kebohongan tentang apa yang telah menimpanya. Akan tetapi, dia jug
'Apa-apan ini. Dasar gadis aneh. Meminta izin, tetapi juga mengancam. Lagi pula, kenapa aku gak boleh mengajak Daffa? Jangan-jangan gadis ini mau menggodaku? Tapi, dia bilang ada masalah penting. Masalah siapa yang harus aku tahu dan tidak melibatkan Daffa? Apa ada hubungannya dengan Christy?' ungkap Raymond dalam hati saat membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Zerlina. "Maaf, Dok. Saya ingin memberitahukan jika pasien sudah tidak ada lagi. Tadi pasien terakhir," ucap seorang suster perawat yang membantu Raymond praktik. Raymond seorang dokter anak yang bekerja di rumah sakit milik kakaknya. Dia diberikan tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit umum itu sejak semua keluarga kakaknya pindah ke luar negeri. Karena di sini terjadi permasalahan yang cukup besar dan membuat rumah sakit serta perusahaan milik kakaknya sedikit mengalami goncangan. Permasalahan yang terjadi pada keponakannya itu telah merusak nama baik keluarga kakaknya. Entah peristiwa apa yang dihadapi oleh kepon
Raymond berjalan menuju ke kamarnya sambil memeluk tubuh remaja yang masih lemah itu. Kamar Raymond dan Christy bersebelahan. Ada pintu sekat di antara kamar mereka, tetapi sejak Christy berumur 7 tahun, pintu itu dikunci karena istri Raymond tidak ingin tidur malamnya diganggu dengan segala rengekan dari putrinya. Jadi, Raymond mempersiapkan toilet training sejak Christy sudah mulai bisa berjalan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Dia membiasakan putrinya untuk membuang air kecil setelah minum susu sebelum tidur di malam hari. Jika di tengah malam ada keinginan untuk buang air kecil lagi, Raymond melatih Christy untuk melakukannya di pispot. Pispot itu ditaruh di dalam kamar mandi yang ada di kamar miliki Christy. "Sudah, tidak apa-apa. Kamu aman sama papa. Mimpi buruk takut sama papa," canda Raymond sambil menepuk pundak dan menghibur Christy setelah sampai di dalam kamar. Christy tersenyum getir mendengar candaan papanya. Christy ingin menceritakan peristiwa yang baru saja d
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t