Keesokan hari, Sherly sudah mulai bisa menerima kenyataan pahit yang sudah terjadi. Setelah diperbolehkan pulang oleh dokter, Sherly memilih untuk tinggal di rumah kedua orang tuanya.
Pihak kepolisian juga sudah meminta keterangan kronologi kejadian yang dialami Sherly. Pihak kepolisian segera mengerahkan anggota mereka untuk mencari Hendrik dan keberadaan kedua orang tua Sherly.
Kedua orang tua Hendrik juga sudah dimintai keterangan perihal status DPO yang sekarang disematkan pada Hendrik. Mereka tidak percaya dengan apa yang didengarnya, karena selama ini Hendrik tidak pernah bertindak kasar dan sangat mencintai Sherly. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal dalam hati mama Hendrik mengenai salah satu anaknya itu.
Mama Hendrik memilih untuk tidak memberitahukan pada siapa pun tentang apa yang menjadi ganjalannya. Sebagai sesama wanita, Mama Hendrik memilih menutup mata dan hati atas apa yang dialami oleh Sherly saat ini.
Mama Hendrik memang tidak menyukai Sherly menjadi menantunya. Menurut mama Hendrik, Sherly tidak selevel dengan keluarganya. Dia tidak berasal dari keluarga kaya. Orang tua Sherly hanya pedagang di pasar Tanah Abang dan tinggal di kawasan perumahan subsidi dari pemerintah.
Perbedaan kasta yang dialami Sherly, pernah juga dirasakan oleh Zerlina. Persahabatan tulus yang Zerlina berikan justru menjadi bumerang pada dirinya. Tak ingin diingat, tapi tak bisa dilupakan. Kesakitan yang pernah dirasakan dulu, masih terasa hingga sekarang.
Di sisi lain, Zerlina mulai mempersiapkan segala sesuatunya untuk melakukan pembelaan pada Sherly. Hari-harinya disibukkan dengan mulai mencari fakta baru terkait kasus Sherly dan mencari keberadaan Hendrik.
Dulu ketidakadilan dalam hukum pernah dirasakan oleh Zerlina. Sehingga hal itu membuat Zerlina berupaya sedemikian rupa sehingga bisa melakukan pembelaan semaksimal mungkin untuk client-nya.
Hari berganti hari tak terasa sudah satu bulan pencarian Hendrik masih belum membuahkan hasil. Sedangkan kedua orang tua Sherly ternyata berada di Malaysia, pihak imigrasi Malaysia memulangkan keduanya setelah mengkonfirmasikan kebenaran dengan pihak imigrasi di Indonesia.
Berdasarkan pengakuan dari kedua orang tua Sherly kepada kepolisian, tiga hari sebelum Sherly mencabut tuntutannya Hendrik datang ke rumah orang tua Sherly.
"Ma, Pa, maafkan Hendrik," pinta Hendrik kala itu pada mama dan papa Sherly.
"Hendrik khilaf. Hendrik cemburu karena terlalu mencintai Sherly. Tolong kasih kesempatan buat Hendrik untuk memperbaiki kesalahan yang telah Hendrik lakukan," sesal Hendrik sambil berurai air mata penuh penyesalan dan tampak sangat terpuruk.
Kedua orang tua Sherly, sepakat memberikan maaf. Tapi, tidak untuk kesempatan berhubungan dengan Sherly lagi. Kesempatan itu tidak bisa diberikan jika keinginan Sherly tidak akan meneruskan rumah tangganya. Sherly adalah anak tunggal mereka, kebahagiaan Sherly yang pertama dan terutama yang menjadi prioritas hidup mereka.
"Sher, Hendrik datang ingin berbicara dengan kamu. Pergilah ke depan, dengarkan apa yang ingin disampaikannya," kata mama Sherly.
Awalnya Sherly enggan bertemu dengan suaminya itu. Ada sedikit rasa takut jika emosi suaminya tiba-tiba naik. Hendrik sering tampak seperti memiliki dua kepribadian. Terkadang lembut dan sangat memanjakannya. Terkadang mudah emosi dan terlalu posesif lalu akan bertindak sangat kasar padanya. Namun, setelah di pikir lagi, Hendrik tidak mungkin melakukan kekerasan di depan kedua orang tuanya, kan.
"Sayang, maafkan saya. Saya janji, di depan kedua orang tuamu. Selamanya tidak akan melukai dirimu lagi. Berikan kesempatan pada saya untuk belajar memperbaiki diri tanpa hidup terpisah," tutur Hendrik setelah Sherly duduk di depan sofa tempat duduk Hendrik.
Penyesalan dari Hendrik sangat terasa di setiap kata-katanya. Sampai tiga hari kesabaran Hendrik dalam meminta maaf serta membujuk Sherly untuk kembali ke rumahnya berhasil. Sherly juga memutuskan mencabut tuntutannya ke kepolisian seperti keinginan Hendrik.
Sherly juga menarik perlindungan hukum sebagai saksi korban serta membatalkan pembelaan dari firma hukum di mana Zerlina bekerja.
"Hendrik, berusaha untuk menjelaskan perasaannya dan akhirnya Sherly luluh atas usaha yang dilakukan Hendrik selama tiga hari itu," terang mama Sherly pada pihak kepolisian saat diminta keterangan perihal yang terjadi.
"Hendrik datang ke rumah kami sendiri waktu itu. Sherly ingin merapikan rumah setelah lama dia tinggalkan, itu alasan yang diberikan oleh Hendrik pada kami," ucap papa Sherly.
"Kami percaya pada Hendrik, karena melihat dan merasakan kebaikan serta ketulusan dalam memperlakukan Sherly. Hal itu membuat kami berubah pikiran dan sepakat memberikan kesempatan seperti yang diinginkan oleh Sherly.
Hendrik juga memberikan hadiah liburan pada kami ke Malaysia sebagai bentuk ungkapan terima kasih karena kami sudah memaafkannya. Tidak ada kecurigaan apapun yang kami rasakan atas rencana dadakan itu, kami berpikir itu bentuk spontanitas dari Hendrik.
Hendrik ikut mengantar kami sampai ke Malaysia. Dia juga menyiapkan penginapan untuk kami menginap selama berlibur. Hendrik menginap semalam dengan alasan untuk beristirahat sebentar dan mengurus perjalanan wisata kami beserta transportasinya.
Keesokan hari, Hendrik sempat berpamitan pada kami sebelum keberangkatannya ke bandara. Dia meminta maaf atas perkataan dan perlakuannya pada Sheryl. Juga karena terpaksa meninggalkan kami di sini berdua. Hendrik mengatakan bahwa apa yang dilakukannya demi kebaikan kami berdua. Entah apa maksudnya saat itu, kami tidak tahu.
Kami baru menyadari jika paspor kami tidak ada di dalam tas sewaktu ada petugas yang meminta menunjukkan identitas kami saat berada di tempat wisata Genting Highland. Saat kami akan menelepon, baru kami tahu jika telepon seluler kami juga hilang.
Kami langsung dibawa oleh petugas keamanan disana dan diinterogasi. Beruntung, kami masih bisa menunjukkan identitas dengan KTP Indonesia.
Entah kapan Hendrik mengambil kedua barang kami itu. Kami awalnya tidak mencurigai Hendrik yang mencuri paspor dan telepon kami. Namun, mengingat selain kami berdua hanya ada Hendrk, serta jadwal wisata kami dia juga yang mengaturnya membuat kami jadi mencurigainya.
Akhirnya kami dipulangkan kembali ke Indonesia setelah melakukan berbagai proses." Penjelasan papa Sherly pada petugas kepolisian yang bertugas untuk menginterogasi papa Sherly.
Mama Sherly juga diinterogasi untuk mendapatkan kesamaan kronologis dengan yang dinyatakan oleh papa Sherly. Pernyataan yang diberikan oleh kedua orang tua Sherly, sama. Hal itu membawa mereka cepat untuk kembali ke rumah dan berkumpul bersama dengan Sherly kembali.
Pencarian Hendrik terus dilakukan dan makin meluas hingga ke luar negeri. Petugas kepolisian mencoba menyusuri perjalanan Hendrik dari Malaysia hingga kembali ke Indonesia keesokan harinya.
Pihak keamanan perumahan cluster The Spring, Pak Ahmad dan Pak Ade adalah orang terakhir yang bertemu dengan Hendrik juga sudah memberikan keterangan. Pihak kepolisian cukup kesulitan untuk mencari keberadaan Hendrik.
CCTV yang ada di sekitar perumahan pun kurang membantu dalam pencarian Hendrik. CCTV di rumah Hendrik ternyata telah dimatikan sejak Sherly kembali ke rumah itu. Sedangkan Zerlina tidak dapat memakai hasil rekaman CCTV yang telah dipasangnya secara ilegal.
Mobil yang dipakai oleh Hendrik terakhir kali sudah ditemukan. Mobil itu ditemukan di parkiran salah satu Mall di Surabaya. Setelah melakukan pemeriksaan pada CCTV yang ada di Mall, lalu melakukan penangkapan. Tetapi, ternyata pengemudinya bukan Hendrik.
Pengemudi itu hanya disuruh oleh seseorang yang tidak dikenal pada saat dirinya bekerja sebagai sopir online di Semarang. Orang itu memberikan instruksi untuk membawa mobil itu di dari Semarang ke Surabaya dengan imbalan uang yang cukup besar lalu meninggalkan mobil itu di sana dan kembali ke Semarang lagi.
Pihak Kepolisian menunjukkan foto Hendrik pada pengemudi itu agar dapat dikenali dan mencari kepastian siapa yang menyuruhnya. Ternyata, itu bukan Hendrik, atau lebih tepatnya tidak mirip dengan Hendrik yang ada di foto.
Catatan telepon Hendrik juga sudah dilacak, tetapi, telepon itu terakhir kali dipakai pada saat meninggalkan rumahnya dan mati hingga sekarang.
Zerlina sebagai pengacara Sherly juga ikut membantu pihak kepolisian dengan caranya sendiri. Zerlina meminta Edo untuk menyadap telepon milik papa dan mama Hendrik. Walaupun beresiko jika ketahuan, tapi Zerlina tidak memperdulikannya, baginya penangkapan secepatnya Hendrik adalah prioritas. Dia tidak mau kehidupan Sherly dibayang-bayangi oleh Hendrik yang masih tidak diketahui rimbanya.
"Halo, Zerlin," sapa Edo di seberang."Ya, kenapa, Do?" balas Zerlina."Gue dapet informasi, kepolisian Klaten menemukan Hendrik. Anehnya, dia ada di RSJD Dr. RM Soedjarwadi," tutur Edo."Apa?" seru Zerlina yang terkejut dengan informasi yang baru saja diberikan Edo."Lo, gak salah info, Do?" sambung Zerlina."Makanya, gue telepon, Lo. Kita ke Klaten buat memastikan informasi itu. Gue juga dengar kalau pihak keluarga Hendrik sedang menuju kesana dan sudah menunjuk seorang pengacara," terang Edo lagi."Gak usah, Do. Gue tunggu di Jakarta aja. Lihat keadaan dulu, baru ntar gue pikirin mau bagaimana," balas Zerlina."Lo, yakin?" Edo bertanya untuk memastikan."Iya, gue yakin. Ya udah, gue mau kasih tahu Sherly dulu. Biar dia mempersiapkan mental kalau itu benar-benar Hendrik," jelas Zerlina.Zerlina segera menghubungi Sherly. Dia memberikan informasi seperti yang Edo berikan. Zerlina berharap, Sherly mampu melewati semua proses yang harus dijalaninya hingga tuntas. Tertangkapnya, Hendri
"Hai! Selamat pagi," sapa gadis itu. "Ba--baik. Kamu siapa?" tanya Zerlina kaget. Wajah gadis itu mengingatkan pada sosok yang membuat dirinya sangat terluka. Seseorang yang sangat ingin dilupakan. Tak mau diingat tapi, masih sangat melekat di pikiran. 'Bagaimana bisa, wajahnya mirip dengan dia?' tanya Zerlina dalam hati. "Kamu kenal, Venchi?" tanya Zerlina pada gadis itu. "Ooh, jadi namanya Venchi? Bukan Ven-Ven," sahut gadis itu sambil tersenyum lebar. "Hai! Venchi. Kamu sudah lama tidak bermain kemari. Tahu ya, gak ada Luppy. Luppy sedang sakit, kemarin dia muntah-muntah jadi harus menginap di klinik Om Heru. Jadi aku tidak ada teman," ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan dan mengusap kepala Venchi. Tentu saja hal itu membuat Venchi senang. Anjing itu langsung duduk dan memberikan tangannya pada tangan gadis itu seolah-olah mengajak bersalaman. Lalu Venchi berputar-putar di sekitar kursi roda, entah apa maunya. "Tante, dia pintar dan lucu sekali," teriak gadis itu kegi
Daffa, nama laki-laki yang dipanggil 'Om' oleh Christy. Sosok yang tiba-tiba muncul dan membuat Christy menahan rasa takutnya. Dia berpikir tidaklah mungkin Daffa melakukan hal menjijikkan menurut Christy saat ini, di muka umum. Zerlina melihat perubahan wajah dan aura pada Christy. Dari awal melihat Daffa turun dari mobil sampai Daffa yang berjalan mendekati mereka. Sangat terasa dan menyakitkan saat tadi tangan Christy mencengkram lengannya semakin mengerat. Ditambah lagi saat Christy yang melepaskan cengkraman tangan dan memindahkan posisi kruk dari kanan ke kiri. Zerlina dapat menilai bahwa Christy berusaha menghindarkan kepala dari tangan Daffa yang hendak menyentuhnya. Setelah perdebatan kecil antara Christy dan Daffa tentang siapa yang duduk di samping pengemudi, akhirnya Zerlina yang duduk di sana. Christy dengan alasan susah menempatkan kruk yang dibawa akhirnya mempertahankan keinginannya untuk duduk di bangku belakang. "Hai!" sapa Daffa mencoba memecahkan keheningan di
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
Raymond berjalan menuju ke kamarnya sambil memeluk tubuh remaja yang masih lemah itu. Kamar Raymond dan Christy bersebelahan. Ada pintu sekat di antara kamar mereka, tetapi sejak Christy berumur 7 tahun, pintu itu dikunci karena istri Raymond tidak ingin tidur malamnya diganggu dengan segala rengekan dari putrinya. Jadi, Raymond mempersiapkan toilet training sejak Christy sudah mulai bisa berjalan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Dia membiasakan putrinya untuk membuang air kecil setelah minum susu sebelum tidur di malam hari. Jika di tengah malam ada keinginan untuk buang air kecil lagi, Raymond melatih Christy untuk melakukannya di pispot. Pispot itu ditaruh di dalam kamar mandi yang ada di kamar miliki Christy. "Sudah, tidak apa-apa. Kamu aman sama papa. Mimpi buruk takut sama papa," canda Raymond sambil menepuk pundak dan menghibur Christy setelah sampai di dalam kamar. Christy tersenyum getir mendengar candaan papanya. Christy ingin menceritakan peristiwa yang baru saja d
'Apa-apan ini. Dasar gadis aneh. Meminta izin, tetapi juga mengancam. Lagi pula, kenapa aku gak boleh mengajak Daffa? Jangan-jangan gadis ini mau menggodaku? Tapi, dia bilang ada masalah penting. Masalah siapa yang harus aku tahu dan tidak melibatkan Daffa? Apa ada hubungannya dengan Christy?' ungkap Raymond dalam hati saat membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Zerlina. "Maaf, Dok. Saya ingin memberitahukan jika pasien sudah tidak ada lagi. Tadi pasien terakhir," ucap seorang suster perawat yang membantu Raymond praktik. Raymond seorang dokter anak yang bekerja di rumah sakit milik kakaknya. Dia diberikan tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit umum itu sejak semua keluarga kakaknya pindah ke luar negeri. Karena di sini terjadi permasalahan yang cukup besar dan membuat rumah sakit serta perusahaan milik kakaknya sedikit mengalami goncangan. Permasalahan yang terjadi pada keponakannya itu telah merusak nama baik keluarga kakaknya. Entah peristiwa apa yang dihadapi oleh kepon
"Anak Konglomerat Dilaporkan Atas Kasus Pelecehan" "Heboh! Sahabat Makan Anak Sahabat" "Inisial D Pelaku Pedofil, Korban C Adalah Anak Dr R" "Benarkah Tuan Muda D Pelaku Pedofil?" "Anak Dokter Jadi Korban Pedofilia." "Anak Rumahan Jadi Korban Pelecehan Orang Terdekat" "Bejat! Pelaku D Tega Melakukan Pelecehan Pada C Yang Notabene Adalah Anak Sahabatnya Sendiri." "Korban C Anak Dokter di RS Terkenal di Jakarta" "Pelaku D Sudah Kenal Dekat Dengan Keluarga C" "Pelaporan Pelecehan Atas C Telah di Terima Pihak Kepolisian" *** "Sialan! Apa yang sudah lo lakukan, Ray! Berengsek!," umpat Daffa yang baru membaca headline di beberapa sosial media dan berita di televisi. "Halo, iya Pa?" sapa Daffa saat ponselnya berdering. "Apa maksud berita yang beredar. Kamu masih belum kapok juga, HAH!" bentak papa Daffa–di seberang–Arman Sanjaya, konglomerat terkaya di kotanya. "Fitnah itu, Pa. Daffa sudah tidak pernah melakukan itu," kilah Daffa dengan perasaan takut. "Hari ini juga kamu pul
"Baik, kalau begitu. Besok pagi kita pergi bersama ke kantor polisi untuk membuat laporan terlebih dahulu," jelas Zerlina setelah mendengar keputusan Raymond. Raut muka Raymond seakan terlukis apa yang baru saja dibacanya dari laptop milik Edo. Walaupun Zerlina belum sempat membacanya, tapi dia merasa yakin ada kenyataan yang tidak pernah diketahui oleh Raymond selama ini. "Besok Christy harus ikut atau tidak?" tanya Raymond. Jujur saja, Raymond gelisah memikirkan bagaimana penilaian orang pada anak gadisnya. Bukan bermaksud menutupi, tetapi lebih menjaga mental Christy. "Bisa hadir, bisa juga tidak. Terpenting saat memberikan keterangan harus jelas dan detail. Nanti kita bisa tanyakan langsung pada Christy, apakah dia siap memberikan keterangan atau mau diwakilkan," terang gadis itu sambil menatap wajah Raymond. Keesokkan pagi, di rumah Raymond. Terlihat Bi Minah sedang membuat sayur cap cay dan telur dadar untuk sarapan. "Bi, benar Christy gak pulang semalam?" Terdengar suara
Christy merasakan dirinya lebih tenang dan lega. Apa yang telah dia lakukan, menceritakan yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk kejadian menyakitkan beberapa waktu yang lalu kepada Raymond. Respon dari papanya, membuat dia merasa lebih dipercaya dan dihargai oleh seseorang yang selama ini diandalkannya. Walaupun Daffa adalah orang yang sudah diberikan kepercayaan yang besar oleh Raymond, tetapi itu tidak membuat papanya menutup telinga dengan apa yang telah dia ceritakan. "Sekali lagi, maafkan, Papa. Satu hal yang harus kamu camkan dalam hati dan pikiran kamu, bahwa papa sangat menyayangi kamu. Kamu adalah hidup papa. Maaf, jika selama ini Papa kurang perhatian sama kamu, Papa sungguh menyesali hal itu. Papa terlena dengan kebaikan manusia, sehingga kejadian buruk bisa menimpamu. Papa janji akan melakukan semua yang sudah papa katakan tadi. Papa tidak akan membiarkan dia bebas setelah mengetahui perbuatanya. Sekarang kamu istirahat lah. Papa masih ada yang mau dibicarakan dengan
Christy mulai meneteskan air matanya. Dengan perlahan dia mulai menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya. Pelecehan pertama yang terjadi dan pelakunya adalah orang yang selama ini dekat, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga oleh dia dan Raymond.Sembari menahan air mata, Christy menceritakan dari awal hingga akhir tentang perbuatan Daffa setelah pulang dari liburan ke Yogyakarta. Beberapa menit berlalu, tak terlihat mimik wajah Raymond yang berubah, tampak datar-datar saja, tak ada emosi yang terbaca di sana. Entah apa yang terlintas di benak Raymond. Serta apa yang dirasakan oleh ayah satu anak itu, setelah mendengarkan cerita Christy tentang sahabatnya.Walaupun tampak tak ada emosi di wajah Raymond, tapi tidak di dalam hatinya. Laki-laki itu sedang menahan emosi yang bergemuruh menyesakkan hati. Sakit hati berulam jantung yang dia rasakan atas kemalangan anak gadisnya. Dia tahu, tidak mungkin Christy mengatakan kebohongan tentang apa yang telah menimpanya. Akan tetapi, dia jug
'Apa-apan ini. Dasar gadis aneh. Meminta izin, tetapi juga mengancam. Lagi pula, kenapa aku gak boleh mengajak Daffa? Jangan-jangan gadis ini mau menggodaku? Tapi, dia bilang ada masalah penting. Masalah siapa yang harus aku tahu dan tidak melibatkan Daffa? Apa ada hubungannya dengan Christy?' ungkap Raymond dalam hati saat membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Zerlina. "Maaf, Dok. Saya ingin memberitahukan jika pasien sudah tidak ada lagi. Tadi pasien terakhir," ucap seorang suster perawat yang membantu Raymond praktik. Raymond seorang dokter anak yang bekerja di rumah sakit milik kakaknya. Dia diberikan tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit umum itu sejak semua keluarga kakaknya pindah ke luar negeri. Karena di sini terjadi permasalahan yang cukup besar dan membuat rumah sakit serta perusahaan milik kakaknya sedikit mengalami goncangan. Permasalahan yang terjadi pada keponakannya itu telah merusak nama baik keluarga kakaknya. Entah peristiwa apa yang dihadapi oleh kepon
Raymond berjalan menuju ke kamarnya sambil memeluk tubuh remaja yang masih lemah itu. Kamar Raymond dan Christy bersebelahan. Ada pintu sekat di antara kamar mereka, tetapi sejak Christy berumur 7 tahun, pintu itu dikunci karena istri Raymond tidak ingin tidur malamnya diganggu dengan segala rengekan dari putrinya. Jadi, Raymond mempersiapkan toilet training sejak Christy sudah mulai bisa berjalan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Dia membiasakan putrinya untuk membuang air kecil setelah minum susu sebelum tidur di malam hari. Jika di tengah malam ada keinginan untuk buang air kecil lagi, Raymond melatih Christy untuk melakukannya di pispot. Pispot itu ditaruh di dalam kamar mandi yang ada di kamar miliki Christy. "Sudah, tidak apa-apa. Kamu aman sama papa. Mimpi buruk takut sama papa," canda Raymond sambil menepuk pundak dan menghibur Christy setelah sampai di dalam kamar. Christy tersenyum getir mendengar candaan papanya. Christy ingin menceritakan peristiwa yang baru saja d
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t