Daffa, nama laki-laki yang dipanggil 'Om' oleh Christy. Sosok yang tiba-tiba muncul dan membuat Christy menahan rasa takutnya. Dia berpikir tidaklah mungkin Daffa melakukan hal menjijikkan menurut Christy saat ini, di muka umum.
Zerlina melihat perubahan wajah dan aura pada Christy. Dari awal melihat Daffa turun dari mobil sampai Daffa yang berjalan mendekati mereka. Sangat terasa dan menyakitkan saat tadi tangan Christy mencengkram lengannya semakin mengerat.
Ditambah lagi saat Christy yang melepaskan cengkraman tangan dan memindahkan posisi kruk dari kanan ke kiri. Zerlina dapat menilai bahwa Christy berusaha menghindarkan kepala dari tangan Daffa yang hendak menyentuhnya.
Setelah perdebatan kecil antara Christy dan Daffa tentang siapa yang duduk di samping pengemudi, akhirnya Zerlina yang duduk di sana. Christy dengan alasan susah menempatkan kruk yang dibawa akhirnya mempertahankan keinginannya untuk duduk di bangku belakang.
"Hai!" sapa Daffa mencoba memecahkan keheningan di dalam mobil.
"Kenalin, nama aku Daffa," sambungnya dengan mengulurkan tangan kanan.
"Anastasya," sahut Zerlina singkat tanpa membalas uluran tangan Daffa.
'Kok bau alkohol ya?' keluh Zerlina dalam hati. Zerlina mempunyai indera penciuman yang cukup tajam.
"Sudah lama berteman dengan Christy?"
"Belom." Zerlina enggan berbincang dengan Daffa dan Daffa merasakan hal itu.
"Yang, kapan jadwal kamu kontrol kaki?" tanya Daffa pada Christy.
'Yang?' tanya Zerlina dalam hati setelah mendengar panggilan Daffa pada Christy.
'Gak salah panggil tuh orang? Dia teman papa Christy setidaknya umur mereka sama. Tadi Christy juga seperti kaget dan apa ya, takut kah? Cengkraman tangannya kencang sekali. Masih sakit dan ada cap kuku.' Pertanyaan dan pernyataan yang ada benak Zerlina sambil melihat tangan yang ada cap kuku Christy.
Christy hanya diam tak menjawab. Daffa melihat dari spion tengah, ternyata Christy memejamkan matanya. Terlihat Daffa tersenyum tipis melihat hal itu.
'Ayang kecilku pura-pura tidur. Bikin gemes aja deh. Ahhh bibirnya yang tipis dan mungil itu bikin kangen pengen gue lumat lagi. Gara-gara si Raymond brengsek kesenangan gue jadi ke ganggu waktu itu,' ungkap Daffa dalam hati sambil teringat kejadian dimana dirinya dapat mencicipi bibir tipis dan mungil milik Christy serta tangannya yang merasakan kekenyalan dua gunung yang pas di tangan.
Kenangan yang tak akan pernah dilupakan dan sangat ingin di ulang oleh Daffa.
Hari itu, Christy, Raymond, dan Daffa mengambil cuti bersama untuk melakukan liburan ke Yogyakarta menggunakan mobil pribadi selama satu minggu. Daffa dan Raymond ingin mencoba tol yang baru diresmikan. Sekaligus melepas penat dari rutinitas sehari-hari mereka.
"Pa, aku capek banget, mau langsung tidur ya," pamit Christy pada Raymond yang merasa lelah karena sudah berada di dalam mobil begitu lama.
"Mandi dulu, baru tidur. Biar badan kamu gak lengket dan tidur dengan nyenyak," suruh Raymond.
"Baiklah." Jawab Christy sambil berjalan menuju ke kamar.
"Mau kemana, kesayangan Om," tanya Daffa yang baru keluar dari kamar mandi yang ada di dekat ruang tengah. Dia memeluk tubuh mungil Christy.
"Ngantuk, Om. Mau langsung tidur, tapi ma papa di suruh mandi dulu," adu Christy yang masih ada dalam pelukan Daffa.
"Betul kata papa. Biar tidur nyenyak dan wangi, jadi gak bau keringat. Kamu bau asem tau," ucap Daffa sambil mencium rambut dan kening Christy.
"Haiss, udah tau bau asem dicium juga," gerutu Christy sambil melepaskan pelukan Daffa dan pergi menuju ke kamar yang berpintu ungu, biru, dan pink.
Daffa hanya tertawa mendengar protes Christy dan berjalan ke ruang tengah.
"Gue nginap di sini ya. Besok baru gue pulang. Ngantuk gue," ucap Daffa sambil duduk di salah satu sofa kosong.
"Nginap aja, semalam lima ratus ribu," gurau Raymond pada sahabatnya itu.
Daffa adalah orang yang berada di dekatnya saat dia terpuruk karena ditinggalkan oleh istri yang sangat dicintai, ibu kandung Christy.
Setelah Raymond masuk ke kamar, Daffa masuk ke kamar Christy secara diam-diam.
Kebiasaan Christy yang tidak mengunci kamar itu diketahui oleh Daffa dan memudahkan Daffa untuk melakukan keinginannya.
Gadis yang sedari kecil dia jaga telah membangkitkan gairahnya. Dia mengingat saat Christy memakai baju renang warna ungu dan biru. Baju renang dengan lengan panjang dan celana panjang. Sebenarnya tidak ada bagian yang terbuka yang terlihat di baju itu, tetapi baju renang yang menempel ketat di badan Christy memperlihatkan lekuk tubuh Christy yang terlihat seksi di mata Daffa.
Pencahayaan di kamar hanya ada lampu kecil yang berwarna merah. Walaupun minim pencahayaan, Daffa dapat melihat Christy yang mengenakan kaos oblong dan celana pendek. Kebiasaan Christy jika tidur. Pakaian yang nyaman untuk mengistirahatkan tubuh itu makin membuat gairah seksual Daffa makin tak terkendali.
Gadis itu tidur dengan posisi miring, sehingga tampak helaian rambut yang menutupi sebagian wajah Christy. Tangan nakal Daffa mulai menyingkirkan helai rambut yang menutupi wajah mungil itu. Daffa menatap gadis itu dengan penuh nafsu.
"Awas!" teriak Zerlina dan tiba-tiba setir mobil diambil alih oleh Zerlina dari samping.
"Hentikan mobilnya!" bentak Zerlina yang masih membantu menstabilkan setir mobil.
Daffa tersadar dari lamunan mesumnya dan menyalakan lampu sein ke kiri lalu perlahan menginjak rem.
"Kalau Anda mau mati, mati aja sendiri! Jangan ajak-ajak!" teriak Zerlina sambil membuka pintu mobil lalu keluar.
Zerlina mengetuk pintu mobil bagian belakang tempat Christy duduk, "Keluar! Kita turun di sini," suruh Zerlina sambil membantu Christy turun dari mobil.
Setelah Christy turun, Zerlina segera meminta di bukakan pintu bagasi mobil pada Daffa, " Buka pintu bagasi! Saya mau ambil belanjaan."
Daffa membuka kunci otomatis dari depan dan segera turun, "Apa-apa lo! Kalau mau turun di sini jangan ajak-ajak Christy!"
Zerlina tidak menggubris perkataan Daffa. Dia masih menurunkan belanjaan yang tadi dibelinya.
"Christy berangkat dengan saya, jadi pulang juga dengan saya. Anda silakan pergi," usir Zerlina pada Daffa.
"Tidak bisa! Raymond, ayahnya meminta gue buat jemput anaknya, jadi Christy tanggung jawab gue," tampik Daffa.
"Christy, tolong telepon papa kamu sekarang. Katakan kakak ingin berbicara padanya," pinta Zerlina pada Christy.
"Christy! Jangan lakukan apa yang dia minta. Ikut Om sekarang!" perintah Daffa pada Christy sambil menarik tangan Christy.
Christy yang ditarik tangannya secara tiba-tiba, membuat kruk yang sedang di pegang terjatuh.
"Aduh! Kakiku," pekik Christy sambil memegang kakinya yang masih di pasang gips.
Suara teriakkan dari Christy mengundang beberapa pejalan kaki yang melintas.
"Ada apa, Dek?" tanya seorang ibu paruh baya pada Christy.
"Jatuh ditarik dia," sahut Zerlina sambil membantu berdiri setelah memberikan kruk pada Christy.
"Sekarang, Anda silahkan pergi dari sini. Sebelum banyak orang datang kesini," ancam Zerlina.
"Lo, jangan kira sudah menang. Kita gak ada masalah. Jangan membuat masalah dengan gue," ancam Daffa pada Zerlina.
"Christy, kamu ikut Om," perintah Daffa sambil menatap tajam pada Christy.
Zerlina segera menutup arah pandang Daffa, "Anda tidak perlu mengancam seorang gadis. Saya yang akan bertanggung jawab atas Christy dan saya yang akan memberikan penjelasan pada papanya. Jadi jangan diperpanjang urusan ini. Satu hal yang perlu Anda ingat, saya tidak takut dengan segala macam ancaman dari manusia."
Daffa yang tidak dapat berkata-kata lagi segera melangkahkan kakinya menuju ke mobil, tetapi setelah dapat melihat Christy, dia menggerakkan mulutnya dan tampak Christy yang ketakutan.
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
Raymond berjalan menuju ke kamarnya sambil memeluk tubuh remaja yang masih lemah itu. Kamar Raymond dan Christy bersebelahan. Ada pintu sekat di antara kamar mereka, tetapi sejak Christy berumur 7 tahun, pintu itu dikunci karena istri Raymond tidak ingin tidur malamnya diganggu dengan segala rengekan dari putrinya. Jadi, Raymond mempersiapkan toilet training sejak Christy sudah mulai bisa berjalan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Dia membiasakan putrinya untuk membuang air kecil setelah minum susu sebelum tidur di malam hari. Jika di tengah malam ada keinginan untuk buang air kecil lagi, Raymond melatih Christy untuk melakukannya di pispot. Pispot itu ditaruh di dalam kamar mandi yang ada di kamar miliki Christy. "Sudah, tidak apa-apa. Kamu aman sama papa. Mimpi buruk takut sama papa," canda Raymond sambil menepuk pundak dan menghibur Christy setelah sampai di dalam kamar. Christy tersenyum getir mendengar candaan papanya. Christy ingin menceritakan peristiwa yang baru saja d
'Apa-apan ini. Dasar gadis aneh. Meminta izin, tetapi juga mengancam. Lagi pula, kenapa aku gak boleh mengajak Daffa? Jangan-jangan gadis ini mau menggodaku? Tapi, dia bilang ada masalah penting. Masalah siapa yang harus aku tahu dan tidak melibatkan Daffa? Apa ada hubungannya dengan Christy?' ungkap Raymond dalam hati saat membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Zerlina. "Maaf, Dok. Saya ingin memberitahukan jika pasien sudah tidak ada lagi. Tadi pasien terakhir," ucap seorang suster perawat yang membantu Raymond praktik. Raymond seorang dokter anak yang bekerja di rumah sakit milik kakaknya. Dia diberikan tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit umum itu sejak semua keluarga kakaknya pindah ke luar negeri. Karena di sini terjadi permasalahan yang cukup besar dan membuat rumah sakit serta perusahaan milik kakaknya sedikit mengalami goncangan. Permasalahan yang terjadi pada keponakannya itu telah merusak nama baik keluarga kakaknya. Entah peristiwa apa yang dihadapi oleh kepon
Christy mulai meneteskan air matanya. Dengan perlahan dia mulai menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya. Pelecehan pertama yang terjadi dan pelakunya adalah orang yang selama ini dekat, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga oleh dia dan Raymond.Sembari menahan air mata, Christy menceritakan dari awal hingga akhir tentang perbuatan Daffa setelah pulang dari liburan ke Yogyakarta. Beberapa menit berlalu, tak terlihat mimik wajah Raymond yang berubah, tampak datar-datar saja, tak ada emosi yang terbaca di sana. Entah apa yang terlintas di benak Raymond. Serta apa yang dirasakan oleh ayah satu anak itu, setelah mendengarkan cerita Christy tentang sahabatnya.Walaupun tampak tak ada emosi di wajah Raymond, tapi tidak di dalam hatinya. Laki-laki itu sedang menahan emosi yang bergemuruh menyesakkan hati. Sakit hati berulam jantung yang dia rasakan atas kemalangan anak gadisnya. Dia tahu, tidak mungkin Christy mengatakan kebohongan tentang apa yang telah menimpanya. Akan tetapi, dia jug
Christy merasakan dirinya lebih tenang dan lega. Apa yang telah dia lakukan, menceritakan yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk kejadian menyakitkan beberapa waktu yang lalu kepada Raymond. Respon dari papanya, membuat dia merasa lebih dipercaya dan dihargai oleh seseorang yang selama ini diandalkannya. Walaupun Daffa adalah orang yang sudah diberikan kepercayaan yang besar oleh Raymond, tetapi itu tidak membuat papanya menutup telinga dengan apa yang telah dia ceritakan. "Sekali lagi, maafkan, Papa. Satu hal yang harus kamu camkan dalam hati dan pikiran kamu, bahwa papa sangat menyayangi kamu. Kamu adalah hidup papa. Maaf, jika selama ini Papa kurang perhatian sama kamu, Papa sungguh menyesali hal itu. Papa terlena dengan kebaikan manusia, sehingga kejadian buruk bisa menimpamu. Papa janji akan melakukan semua yang sudah papa katakan tadi. Papa tidak akan membiarkan dia bebas setelah mengetahui perbuatanya. Sekarang kamu istirahat lah. Papa masih ada yang mau dibicarakan dengan
"Baik, kalau begitu. Besok pagi kita pergi bersama ke kantor polisi untuk membuat laporan terlebih dahulu," jelas Zerlina setelah mendengar keputusan Raymond. Raut muka Raymond seakan terlukis apa yang baru saja dibacanya dari laptop milik Edo. Walaupun Zerlina belum sempat membacanya, tapi dia merasa yakin ada kenyataan yang tidak pernah diketahui oleh Raymond selama ini. "Besok Christy harus ikut atau tidak?" tanya Raymond. Jujur saja, Raymond gelisah memikirkan bagaimana penilaian orang pada anak gadisnya. Bukan bermaksud menutupi, tetapi lebih menjaga mental Christy. "Bisa hadir, bisa juga tidak. Terpenting saat memberikan keterangan harus jelas dan detail. Nanti kita bisa tanyakan langsung pada Christy, apakah dia siap memberikan keterangan atau mau diwakilkan," terang gadis itu sambil menatap wajah Raymond. Keesokkan pagi, di rumah Raymond. Terlihat Bi Minah sedang membuat sayur cap cay dan telur dadar untuk sarapan. "Bi, benar Christy gak pulang semalam?" Terdengar suara
"Anak Konglomerat Dilaporkan Atas Kasus Pelecehan" "Heboh! Sahabat Makan Anak Sahabat" "Inisial D Pelaku Pedofil, Korban C Adalah Anak Dr R" "Benarkah Tuan Muda D Pelaku Pedofil?" "Anak Dokter Jadi Korban Pedofilia." "Anak Rumahan Jadi Korban Pelecehan Orang Terdekat" "Bejat! Pelaku D Tega Melakukan Pelecehan Pada C Yang Notabene Adalah Anak Sahabatnya Sendiri." "Korban C Anak Dokter di RS Terkenal di Jakarta" "Pelaku D Sudah Kenal Dekat Dengan Keluarga C" "Pelaporan Pelecehan Atas C Telah di Terima Pihak Kepolisian" *** "Sialan! Apa yang sudah lo lakukan, Ray! Berengsek!," umpat Daffa yang baru membaca headline di beberapa sosial media dan berita di televisi. "Halo, iya Pa?" sapa Daffa saat ponselnya berdering. "Apa maksud berita yang beredar. Kamu masih belum kapok juga, HAH!" bentak papa Daffa–di seberang–Arman Sanjaya, konglomerat terkaya di kotanya. "Fitnah itu, Pa. Daffa sudah tidak pernah melakukan itu," kilah Daffa dengan perasaan takut. "Hari ini juga kamu pul
"Baik, kalau begitu. Besok pagi kita pergi bersama ke kantor polisi untuk membuat laporan terlebih dahulu," jelas Zerlina setelah mendengar keputusan Raymond. Raut muka Raymond seakan terlukis apa yang baru saja dibacanya dari laptop milik Edo. Walaupun Zerlina belum sempat membacanya, tapi dia merasa yakin ada kenyataan yang tidak pernah diketahui oleh Raymond selama ini. "Besok Christy harus ikut atau tidak?" tanya Raymond. Jujur saja, Raymond gelisah memikirkan bagaimana penilaian orang pada anak gadisnya. Bukan bermaksud menutupi, tetapi lebih menjaga mental Christy. "Bisa hadir, bisa juga tidak. Terpenting saat memberikan keterangan harus jelas dan detail. Nanti kita bisa tanyakan langsung pada Christy, apakah dia siap memberikan keterangan atau mau diwakilkan," terang gadis itu sambil menatap wajah Raymond. Keesokkan pagi, di rumah Raymond. Terlihat Bi Minah sedang membuat sayur cap cay dan telur dadar untuk sarapan. "Bi, benar Christy gak pulang semalam?" Terdengar suara
Christy merasakan dirinya lebih tenang dan lega. Apa yang telah dia lakukan, menceritakan yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk kejadian menyakitkan beberapa waktu yang lalu kepada Raymond. Respon dari papanya, membuat dia merasa lebih dipercaya dan dihargai oleh seseorang yang selama ini diandalkannya. Walaupun Daffa adalah orang yang sudah diberikan kepercayaan yang besar oleh Raymond, tetapi itu tidak membuat papanya menutup telinga dengan apa yang telah dia ceritakan. "Sekali lagi, maafkan, Papa. Satu hal yang harus kamu camkan dalam hati dan pikiran kamu, bahwa papa sangat menyayangi kamu. Kamu adalah hidup papa. Maaf, jika selama ini Papa kurang perhatian sama kamu, Papa sungguh menyesali hal itu. Papa terlena dengan kebaikan manusia, sehingga kejadian buruk bisa menimpamu. Papa janji akan melakukan semua yang sudah papa katakan tadi. Papa tidak akan membiarkan dia bebas setelah mengetahui perbuatanya. Sekarang kamu istirahat lah. Papa masih ada yang mau dibicarakan dengan
Christy mulai meneteskan air matanya. Dengan perlahan dia mulai menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya. Pelecehan pertama yang terjadi dan pelakunya adalah orang yang selama ini dekat, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga oleh dia dan Raymond.Sembari menahan air mata, Christy menceritakan dari awal hingga akhir tentang perbuatan Daffa setelah pulang dari liburan ke Yogyakarta. Beberapa menit berlalu, tak terlihat mimik wajah Raymond yang berubah, tampak datar-datar saja, tak ada emosi yang terbaca di sana. Entah apa yang terlintas di benak Raymond. Serta apa yang dirasakan oleh ayah satu anak itu, setelah mendengarkan cerita Christy tentang sahabatnya.Walaupun tampak tak ada emosi di wajah Raymond, tapi tidak di dalam hatinya. Laki-laki itu sedang menahan emosi yang bergemuruh menyesakkan hati. Sakit hati berulam jantung yang dia rasakan atas kemalangan anak gadisnya. Dia tahu, tidak mungkin Christy mengatakan kebohongan tentang apa yang telah menimpanya. Akan tetapi, dia jug
'Apa-apan ini. Dasar gadis aneh. Meminta izin, tetapi juga mengancam. Lagi pula, kenapa aku gak boleh mengajak Daffa? Jangan-jangan gadis ini mau menggodaku? Tapi, dia bilang ada masalah penting. Masalah siapa yang harus aku tahu dan tidak melibatkan Daffa? Apa ada hubungannya dengan Christy?' ungkap Raymond dalam hati saat membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Zerlina. "Maaf, Dok. Saya ingin memberitahukan jika pasien sudah tidak ada lagi. Tadi pasien terakhir," ucap seorang suster perawat yang membantu Raymond praktik. Raymond seorang dokter anak yang bekerja di rumah sakit milik kakaknya. Dia diberikan tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit umum itu sejak semua keluarga kakaknya pindah ke luar negeri. Karena di sini terjadi permasalahan yang cukup besar dan membuat rumah sakit serta perusahaan milik kakaknya sedikit mengalami goncangan. Permasalahan yang terjadi pada keponakannya itu telah merusak nama baik keluarga kakaknya. Entah peristiwa apa yang dihadapi oleh kepon
Raymond berjalan menuju ke kamarnya sambil memeluk tubuh remaja yang masih lemah itu. Kamar Raymond dan Christy bersebelahan. Ada pintu sekat di antara kamar mereka, tetapi sejak Christy berumur 7 tahun, pintu itu dikunci karena istri Raymond tidak ingin tidur malamnya diganggu dengan segala rengekan dari putrinya. Jadi, Raymond mempersiapkan toilet training sejak Christy sudah mulai bisa berjalan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Dia membiasakan putrinya untuk membuang air kecil setelah minum susu sebelum tidur di malam hari. Jika di tengah malam ada keinginan untuk buang air kecil lagi, Raymond melatih Christy untuk melakukannya di pispot. Pispot itu ditaruh di dalam kamar mandi yang ada di kamar miliki Christy. "Sudah, tidak apa-apa. Kamu aman sama papa. Mimpi buruk takut sama papa," canda Raymond sambil menepuk pundak dan menghibur Christy setelah sampai di dalam kamar. Christy tersenyum getir mendengar candaan papanya. Christy ingin menceritakan peristiwa yang baru saja d
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t