"Hai! Selamat pagi," sapa gadis itu.
"Ba--baik. Kamu siapa?" tanya Zerlina kaget.
Wajah gadis itu mengingatkan pada sosok yang membuat dirinya sangat terluka. Seseorang yang sangat ingin dilupakan. Tak mau diingat tapi, masih sangat melekat di pikiran.
'Bagaimana bisa, wajahnya mirip dengan dia?' tanya Zerlina dalam hati.
"Kamu kenal, Venchi?" tanya Zerlina pada gadis itu.
"Ooh, jadi namanya Venchi? Bukan Ven-Ven," sahut gadis itu sambil tersenyum lebar.
"Hai! Venchi. Kamu sudah lama tidak bermain kemari. Tahu ya, gak ada Luppy. Luppy sedang sakit, kemarin dia muntah-muntah jadi harus menginap di klinik Om Heru. Jadi aku tidak ada teman," ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan dan mengusap kepala Venchi.
Tentu saja hal itu membuat Venchi senang. Anjing itu langsung duduk dan memberikan tangannya pada tangan gadis itu seolah-olah mengajak bersalaman. Lalu Venchi berputar-putar di sekitar kursi roda, entah apa maunya.
"Tante, dia pintar dan lucu sekali," teriak gadis itu kegirangan akan tingkah Venchi.
'Tante? Astaga, gue keliatan tua banget ya?' gerutu Zerlina dalam hati.
Zerlina pura-pura tidak mendengar panggilan gadis itu. Dia memperhatikan tingkah peliharaannya yang lincah.
"Venchi. Venchi." Gadis itu memanggil Venchi sambil menjentikkan jari tengah dengan ibu jarinya. Gadis remaja itu tampak menyukai anjing peliharaan Zerlina. Venchi menghadap ke gadis itu dengan posisi kepala dan dada yang mendekati lantai, kaki depan yang terbuka, serta bokong dan ekor yang naik. Mengirimkan sinyal untuk bermain bersama.
"Namanya, Venchi. Nama panggilannya Ven-Ven," terang Zerlina. "Siapa nama kamu?"
"Namaku, Christy," balas gadis itu.
"Non, masuk! Jangan terlalu lama bermain di luar," panggil seorang bibi pada Christy.
Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam rumah. Sepertinya, dia yang menjaga dan menemani Christy di rumah.
"Ya … bibi! Baru sebentar aku main ma Venchi," protes Christy.
"Venchi?" tanya bibi bingung.
"Ini, Bi. Anjing yang suka main sama aku dan Luppy, Ven-Ven," jelas Christy.
"O …. Ven-Ven itu Venchi?" ujar bibi itu.
Akhirnya bibi itu membiarkan Christy bermain sebentar dengan Venchi. Menurut cerita dari bibi, Venchi beberapa kali masuk ke dalam pekarangan dan bermain bersama anjing peliharaan Christy.
Kebersamaan Zerlina dan Christy saat itu membuat mereka menjadi lebih dekat. Zerlina juga memperbolehkan Christy membawa Venchi bermain ke rumahnya. Beberapa kali, Christy juga berkunjung ke rumah Zerlina bersama dengan anjing peliharaannya, Luppy.
Terkadang Zerlina mengajak Christy untuk grooming di pet shop langganan Zerlina. Berbelanja kebutuhan peliharaan mereka bersama. Juga vaksin di klinik tempat Luppy dirawat.
Hubungan mereka semakin dekat dan akrab. Layaknya seorang teman dengan beda usia. Perbedaan usia di antara mereka tidak membuat mereka risi dan menjaga jarak. Keceriaan dan semangat dari Christy membuat Zerlina merasa mempunyai seorang adik.
"Kak Zerlin, kapan main ke rumahku lagi?" tanya Christy yang sedang menikmati es krim milik Zerlina.
"Kapan, ya?" jawab Zerlina pura-pura berpikir. "Mau dikasih apa memangnya?"
"Mau aku kenalin ma papi," sahut Christy santai.
Zerlina langsung tersedak air minum. "Hai! Jangan bercanda deh, Kamu! Mami kamu mau di kemana, kan?" protes Zerlina.
"Mami ma papi sudah bercerai. Sejak aku kelas 3 SD. Sekarang mami gak tahu ada dimana," tutur Christy pelan tampak mendung menaungi wajahnya.
"O …. Maaf, kakak gak tahu," sesal Zerlina. "Bagaimana kalau nanti malam?"
"Nanti malam, Kak? Beneran? Janji!" ucap Christy sambil mengulurkan jari kelingking untuk mengikat janji.
Zerlina meraih kelingking Christy untuk disatukan. Tiba-tiba Christy tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya. Zerlina tersadar jika dia menjadi korban kejahilan gadis remaja itu.
Christy sengaja berpura-pura sedih agar Zerlina mau menuruti keinginannya. Zerlina yang menjadi jadi objek kejahilan Christy segera membalas dengan menggelitiknya.
Cerita tentang kedua orang tua Christy itu memang benar. Papi dan maminya bercerai dan hak asuh jatuh pada papi Christy, Raymond. Raymond adalah seorang dokter spesialis anak. Dia bekerja di rumah sakit swasta milik kakak kandungnya.
Acara makan malam hari itu batal karena Raymond tiba-tiba ada panggilan dari rumah sakit. Sedangkan Zerlina harus bertemu dengan Edo untuk membicarakan kasus barunya.
Zerlina masih belum tahu alasan dan sejak kapan Christy tidak mau menempuh pendidikan formal. Gadis remaja itu lebih memilih homeschooling sebagai sarana untuk mendapatkan pendidikannya.
Sore hari, Christy mengunjungi rumah Zerlina. Setelah dia menyelesaikan kegiatan homeschooling-nya.
"Kak Zerlin. Aku mau tanya, boleh?" tanya Christy sambil menikmati bakso yang dibawanya.
Zerlina yang baru makan sebutir bakso terakhir miliknya, hanya bisa menganggukkan kepala sambil menatap wajah Christy.
"Menurut kakak, apa yang harus dilakukan oleh anak itu," tunjuk Christy pada film yang sedang mereka tonton.
Di film itu, terlihat seorang anak perempuan berumur kira-kira sebelas tahun sedang menangis dan ketakutan di sudut kamar. Gadis itu baru mengalami pelecehan seksual dan sedang diancam oleh pelaku, yang tak lain adalah tetangganya sendiri.
"Menurut kakak, dia harus berani menceritakan apa yang sudah dialami pada orang tuanya atau pada pihak berwajib. Selain untuk membuat efek jera, juga mencegah adanya korban lain," papar Zerlina.
"Kalau menurut kamu bagaimana?" tanya Zerlina pada Christy. Zerlina tertegun saat memperhatikan raut wajah Christy yang terlihat ada kesedihan, kemarahan, dan kecemasan pada saat bersamaan. Zerlina merasa ada sesuatu yang mengganjal karena pertanyaan Christy, tapi dia tidak mencari lebih jauh.
Christy, bukan anak introvert yang suka menyendiri dan menutup diri dari pertemanan. Sifat Christy yang dari awal terasa mirip dengan diri Zerlina waktu masa remaja, membuat Zerlina cepat akrab dengan Christy. Karakter yang periang, mudah bergaul, komunikatif, dan penyayang binatang seakan ada chemistry di antara keduanya.
"Aku, tidak tahu, Kak. Apa kedua orang tuanya akan percaya? Melihat si berengsek itu dekat dan baik dengan ayahnya." Penjelasan yang dikatakan oleh Christy membuat Zerlina menjadi curiga. Di film, gadis itu tidak tinggal bersama ayahnya, tetapi dengan kakek dan neneknya.
Christy menatap kearah televisi, tetapi pandangan matanya jauh entah kemana. Wajahnya semakin tampak sendu dan matanya mulai berkaca-kaca.
"Percaya atau tidak, kita tidak tahu jika belum mencobanya," ungkap Zerlina sambil memegang tangan Christy.
Christy hanya menatap hampa ke arah Zerlina. Lalu menyunggingkan senyum tipis, "Kak, kita jalan-jalan ke Mall yuk! Lalu mampir ke pet shop, aku mau beli jajan buat Luppy," ajak Christy.
Zerlina tahu jika Christy hanya berusaha untuk tidak memperpanjang bahasan mereka. Zerlina juga tidak mendesak Christy untuk itu.
"Oke. Kamu pakai kursi roda atau kruk?" tanya Zerlina.
"Gak usah keduanya," jawab Christy.
"Gak! Kaki kamu masih belum pulih seperti sediakala," tolak Zerlina.
Setelah perdebatan kecil, akhirnya diputuskan Christy memakai kruk sebagai alat bantu jalan. Dengan setengah hati, Christy menurut pada saran Zerlina. Christy hanya tidak ingin menyusahkan Zerlina. Sedangkan Zerlina ingin kaki Christy cepat sembuh sempurna agar bebas berjalan dan berlari, bahkan mungkin bersepeda.
"Kak, kita di jemput ma papi. Batalkan pesanan online-nya, Kak," ucap Christy setelah menerima telepon dari Raymond, papinya.
Setelah menunggu beberapa menit, tampak sebuah mobil Mazda CX-5 warna hitam mendekati tempat kita berdiri. Mobil milik Raymond, papi Christy.
"O--Om!" pekik Christy antara terkejut dan takut secara bersamaan. Genggaman tangannya berubah menjadi cengkeraman yang kuat pada tangan Zerlina.
Daffa, nama laki-laki yang dipanggil 'Om' oleh Christy. Sosok yang tiba-tiba muncul dan membuat Christy menahan rasa takutnya. Dia berpikir tidaklah mungkin Daffa melakukan hal menjijikkan menurut Christy saat ini, di muka umum. Zerlina melihat perubahan wajah dan aura pada Christy. Dari awal melihat Daffa turun dari mobil sampai Daffa yang berjalan mendekati mereka. Sangat terasa dan menyakitkan saat tadi tangan Christy mencengkram lengannya semakin mengerat. Ditambah lagi saat Christy yang melepaskan cengkraman tangan dan memindahkan posisi kruk dari kanan ke kiri. Zerlina dapat menilai bahwa Christy berusaha menghindarkan kepala dari tangan Daffa yang hendak menyentuhnya. Setelah perdebatan kecil antara Christy dan Daffa tentang siapa yang duduk di samping pengemudi, akhirnya Zerlina yang duduk di sana. Christy dengan alasan susah menempatkan kruk yang dibawa akhirnya mempertahankan keinginannya untuk duduk di bangku belakang. "Hai!" sapa Daffa mencoba memecahkan keheningan di
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
Raymond berjalan menuju ke kamarnya sambil memeluk tubuh remaja yang masih lemah itu. Kamar Raymond dan Christy bersebelahan. Ada pintu sekat di antara kamar mereka, tetapi sejak Christy berumur 7 tahun, pintu itu dikunci karena istri Raymond tidak ingin tidur malamnya diganggu dengan segala rengekan dari putrinya. Jadi, Raymond mempersiapkan toilet training sejak Christy sudah mulai bisa berjalan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Dia membiasakan putrinya untuk membuang air kecil setelah minum susu sebelum tidur di malam hari. Jika di tengah malam ada keinginan untuk buang air kecil lagi, Raymond melatih Christy untuk melakukannya di pispot. Pispot itu ditaruh di dalam kamar mandi yang ada di kamar miliki Christy. "Sudah, tidak apa-apa. Kamu aman sama papa. Mimpi buruk takut sama papa," canda Raymond sambil menepuk pundak dan menghibur Christy setelah sampai di dalam kamar. Christy tersenyum getir mendengar candaan papanya. Christy ingin menceritakan peristiwa yang baru saja d
'Apa-apan ini. Dasar gadis aneh. Meminta izin, tetapi juga mengancam. Lagi pula, kenapa aku gak boleh mengajak Daffa? Jangan-jangan gadis ini mau menggodaku? Tapi, dia bilang ada masalah penting. Masalah siapa yang harus aku tahu dan tidak melibatkan Daffa? Apa ada hubungannya dengan Christy?' ungkap Raymond dalam hati saat membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Zerlina. "Maaf, Dok. Saya ingin memberitahukan jika pasien sudah tidak ada lagi. Tadi pasien terakhir," ucap seorang suster perawat yang membantu Raymond praktik. Raymond seorang dokter anak yang bekerja di rumah sakit milik kakaknya. Dia diberikan tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit umum itu sejak semua keluarga kakaknya pindah ke luar negeri. Karena di sini terjadi permasalahan yang cukup besar dan membuat rumah sakit serta perusahaan milik kakaknya sedikit mengalami goncangan. Permasalahan yang terjadi pada keponakannya itu telah merusak nama baik keluarga kakaknya. Entah peristiwa apa yang dihadapi oleh kepon
Christy mulai meneteskan air matanya. Dengan perlahan dia mulai menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya. Pelecehan pertama yang terjadi dan pelakunya adalah orang yang selama ini dekat, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga oleh dia dan Raymond.Sembari menahan air mata, Christy menceritakan dari awal hingga akhir tentang perbuatan Daffa setelah pulang dari liburan ke Yogyakarta. Beberapa menit berlalu, tak terlihat mimik wajah Raymond yang berubah, tampak datar-datar saja, tak ada emosi yang terbaca di sana. Entah apa yang terlintas di benak Raymond. Serta apa yang dirasakan oleh ayah satu anak itu, setelah mendengarkan cerita Christy tentang sahabatnya.Walaupun tampak tak ada emosi di wajah Raymond, tapi tidak di dalam hatinya. Laki-laki itu sedang menahan emosi yang bergemuruh menyesakkan hati. Sakit hati berulam jantung yang dia rasakan atas kemalangan anak gadisnya. Dia tahu, tidak mungkin Christy mengatakan kebohongan tentang apa yang telah menimpanya. Akan tetapi, dia jug
Christy merasakan dirinya lebih tenang dan lega. Apa yang telah dia lakukan, menceritakan yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk kejadian menyakitkan beberapa waktu yang lalu kepada Raymond. Respon dari papanya, membuat dia merasa lebih dipercaya dan dihargai oleh seseorang yang selama ini diandalkannya. Walaupun Daffa adalah orang yang sudah diberikan kepercayaan yang besar oleh Raymond, tetapi itu tidak membuat papanya menutup telinga dengan apa yang telah dia ceritakan. "Sekali lagi, maafkan, Papa. Satu hal yang harus kamu camkan dalam hati dan pikiran kamu, bahwa papa sangat menyayangi kamu. Kamu adalah hidup papa. Maaf, jika selama ini Papa kurang perhatian sama kamu, Papa sungguh menyesali hal itu. Papa terlena dengan kebaikan manusia, sehingga kejadian buruk bisa menimpamu. Papa janji akan melakukan semua yang sudah papa katakan tadi. Papa tidak akan membiarkan dia bebas setelah mengetahui perbuatanya. Sekarang kamu istirahat lah. Papa masih ada yang mau dibicarakan dengan
"Anak Konglomerat Dilaporkan Atas Kasus Pelecehan" "Heboh! Sahabat Makan Anak Sahabat" "Inisial D Pelaku Pedofil, Korban C Adalah Anak Dr R" "Benarkah Tuan Muda D Pelaku Pedofil?" "Anak Dokter Jadi Korban Pedofilia." "Anak Rumahan Jadi Korban Pelecehan Orang Terdekat" "Bejat! Pelaku D Tega Melakukan Pelecehan Pada C Yang Notabene Adalah Anak Sahabatnya Sendiri." "Korban C Anak Dokter di RS Terkenal di Jakarta" "Pelaku D Sudah Kenal Dekat Dengan Keluarga C" "Pelaporan Pelecehan Atas C Telah di Terima Pihak Kepolisian" *** "Sialan! Apa yang sudah lo lakukan, Ray! Berengsek!," umpat Daffa yang baru membaca headline di beberapa sosial media dan berita di televisi. "Halo, iya Pa?" sapa Daffa saat ponselnya berdering. "Apa maksud berita yang beredar. Kamu masih belum kapok juga, HAH!" bentak papa Daffa–di seberang–Arman Sanjaya, konglomerat terkaya di kotanya. "Fitnah itu, Pa. Daffa sudah tidak pernah melakukan itu," kilah Daffa dengan perasaan takut. "Hari ini juga kamu pul
"Baik, kalau begitu. Besok pagi kita pergi bersama ke kantor polisi untuk membuat laporan terlebih dahulu," jelas Zerlina setelah mendengar keputusan Raymond. Raut muka Raymond seakan terlukis apa yang baru saja dibacanya dari laptop milik Edo. Walaupun Zerlina belum sempat membacanya, tapi dia merasa yakin ada kenyataan yang tidak pernah diketahui oleh Raymond selama ini. "Besok Christy harus ikut atau tidak?" tanya Raymond. Jujur saja, Raymond gelisah memikirkan bagaimana penilaian orang pada anak gadisnya. Bukan bermaksud menutupi, tetapi lebih menjaga mental Christy. "Bisa hadir, bisa juga tidak. Terpenting saat memberikan keterangan harus jelas dan detail. Nanti kita bisa tanyakan langsung pada Christy, apakah dia siap memberikan keterangan atau mau diwakilkan," terang gadis itu sambil menatap wajah Raymond. Keesokkan pagi, di rumah Raymond. Terlihat Bi Minah sedang membuat sayur cap cay dan telur dadar untuk sarapan. "Bi, benar Christy gak pulang semalam?" Terdengar suara
Christy merasakan dirinya lebih tenang dan lega. Apa yang telah dia lakukan, menceritakan yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk kejadian menyakitkan beberapa waktu yang lalu kepada Raymond. Respon dari papanya, membuat dia merasa lebih dipercaya dan dihargai oleh seseorang yang selama ini diandalkannya. Walaupun Daffa adalah orang yang sudah diberikan kepercayaan yang besar oleh Raymond, tetapi itu tidak membuat papanya menutup telinga dengan apa yang telah dia ceritakan. "Sekali lagi, maafkan, Papa. Satu hal yang harus kamu camkan dalam hati dan pikiran kamu, bahwa papa sangat menyayangi kamu. Kamu adalah hidup papa. Maaf, jika selama ini Papa kurang perhatian sama kamu, Papa sungguh menyesali hal itu. Papa terlena dengan kebaikan manusia, sehingga kejadian buruk bisa menimpamu. Papa janji akan melakukan semua yang sudah papa katakan tadi. Papa tidak akan membiarkan dia bebas setelah mengetahui perbuatanya. Sekarang kamu istirahat lah. Papa masih ada yang mau dibicarakan dengan
Christy mulai meneteskan air matanya. Dengan perlahan dia mulai menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya. Pelecehan pertama yang terjadi dan pelakunya adalah orang yang selama ini dekat, bahkan sudah dianggap sebagai keluarga oleh dia dan Raymond.Sembari menahan air mata, Christy menceritakan dari awal hingga akhir tentang perbuatan Daffa setelah pulang dari liburan ke Yogyakarta. Beberapa menit berlalu, tak terlihat mimik wajah Raymond yang berubah, tampak datar-datar saja, tak ada emosi yang terbaca di sana. Entah apa yang terlintas di benak Raymond. Serta apa yang dirasakan oleh ayah satu anak itu, setelah mendengarkan cerita Christy tentang sahabatnya.Walaupun tampak tak ada emosi di wajah Raymond, tapi tidak di dalam hatinya. Laki-laki itu sedang menahan emosi yang bergemuruh menyesakkan hati. Sakit hati berulam jantung yang dia rasakan atas kemalangan anak gadisnya. Dia tahu, tidak mungkin Christy mengatakan kebohongan tentang apa yang telah menimpanya. Akan tetapi, dia jug
'Apa-apan ini. Dasar gadis aneh. Meminta izin, tetapi juga mengancam. Lagi pula, kenapa aku gak boleh mengajak Daffa? Jangan-jangan gadis ini mau menggodaku? Tapi, dia bilang ada masalah penting. Masalah siapa yang harus aku tahu dan tidak melibatkan Daffa? Apa ada hubungannya dengan Christy?' ungkap Raymond dalam hati saat membaca pesan-pesan yang dikirimkan oleh Zerlina. "Maaf, Dok. Saya ingin memberitahukan jika pasien sudah tidak ada lagi. Tadi pasien terakhir," ucap seorang suster perawat yang membantu Raymond praktik. Raymond seorang dokter anak yang bekerja di rumah sakit milik kakaknya. Dia diberikan tanggung jawab untuk mengelola rumah sakit umum itu sejak semua keluarga kakaknya pindah ke luar negeri. Karena di sini terjadi permasalahan yang cukup besar dan membuat rumah sakit serta perusahaan milik kakaknya sedikit mengalami goncangan. Permasalahan yang terjadi pada keponakannya itu telah merusak nama baik keluarga kakaknya. Entah peristiwa apa yang dihadapi oleh kepon
Raymond berjalan menuju ke kamarnya sambil memeluk tubuh remaja yang masih lemah itu. Kamar Raymond dan Christy bersebelahan. Ada pintu sekat di antara kamar mereka, tetapi sejak Christy berumur 7 tahun, pintu itu dikunci karena istri Raymond tidak ingin tidur malamnya diganggu dengan segala rengekan dari putrinya. Jadi, Raymond mempersiapkan toilet training sejak Christy sudah mulai bisa berjalan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Dia membiasakan putrinya untuk membuang air kecil setelah minum susu sebelum tidur di malam hari. Jika di tengah malam ada keinginan untuk buang air kecil lagi, Raymond melatih Christy untuk melakukannya di pispot. Pispot itu ditaruh di dalam kamar mandi yang ada di kamar miliki Christy. "Sudah, tidak apa-apa. Kamu aman sama papa. Mimpi buruk takut sama papa," canda Raymond sambil menepuk pundak dan menghibur Christy setelah sampai di dalam kamar. Christy tersenyum getir mendengar candaan papanya. Christy ingin menceritakan peristiwa yang baru saja d
Zerlina menghentikan perkataan Edo, dia tidak ingin sahabatnya itu melanjutkan keingintahuannya. Lalu dia mengajak Edo untuk segera pergi sesuai rencana mereka."Chris, maaf Kakak pergi dulu ya, ada kerjaan di kantor," jelas Zerlina pada anak remaja yang sudah dianggap sebagai adiknya itu. Begitu pula pada Christy yang sudah merasa nyaman bersama Zerlina."Iya, Kak."Edo dan Zerlina naik ke mobil Zerlina. Edo diantar pulang sampai ke rumahnya. Kebetulan rumah laki-laki itu tak jauh dari kantor Zerlina. Edo segera ingin mencari tahu lebih detail tentang Daffa, sedangkan Zerlina bergegas menuju ke ruangan atasannya.Rencana Christy setelah selesai home schooling adalah bertemu dengan Zerlina. Sebenarnya, dia masih ada ganjalan hati yang ingin dibicarakan pada Zerlina, tetapi kepergian sosok wanita yang sudah dianggap sebagai kakak perempuannya itu membuat Christy mengurungkan niatnya. Dia tahu ada prioritas yang harus dilakukan oleh Zerlina.Christy kembali ke rumahnya sambil membawa Ve
Christy merasa sedikit lebih lega setelah berbicara dengan Zerlina. Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mengikuti saran dari Zerlina."Pa …. Papa, boleh aku masuk?" tanya Christy yang berada di depan kamar Raymond sambil mengetuk pelan pintunya."Masuk, Sayang.""Pa, aku mau tidur di sini.""Tumben minta tidur sama papa.""Sudah lama gak tidur bareng papa lagi, boleh ya, ya?" rayu Christy pada Raymond."Tentu saja boleh, Sayang. Sini masuk dan tolong kamu tutup pintunya."Dari lantai bawah sepasang telinga mendengarkan percakapan ayah dan anak. Tampak seringai dari sudut bibirnya.'Jadi, kamu berusaha kabur lagi dari gue, Yang? Baiklah, coba kita lihat sampai sejauh apa usahamu untuk kabur.' Cibir Daffa pada usaha Christy."Pa, papa percaya banget ya sama, Om Daffa?" tanya Christy yang menghadap samping ke arah Raymond sambil memeluk boneka kesayangan yang dia bawa bersamanya."Kenapa, Sayang? Tentu saja papa percaya dengan sahabat papa itu. Hanya dia lah satu-satunya oran
Setelah mendapatkan taksi online, Christy segera menghubungi Raymond dan memberikan telepon genggamnya pada Zerlina.["Selamat malam, kenapa Christy tidak pulang bersama dengan Daffa, sahabat saya,"] tegur Raymond sebelum Zerlina mengatakan apapun.["Maaf, jika keputusan saya untuk turun dari mobil Pak Daffa membuat Anda marah. Saya mengambil keputusan itu demi keselamatan saya, termasuk Christy,"] jelas Zerlina.["Saya akan menjelaskan semuanya setelah saya sampai di rumah."]Sebelum menutup pembicaraan mereka, Zerlina meminta ijin agar Christy diperbolehkan untuk menginap di rumahnya malam ini.Raymond tidak memberikan ijin. Dia justru menyuruh Zerlina untuk langsung membawa pulang Christy."Gak boleh ya, Kak?" tanya Christy dengan berwajah muram.Zerlina hanya menganggukkan kepala dan menyerahkan telepon genggam Christy."Udah, kamu tenang aja. Kakak nanti ngomong lagi ke papa kamu." Zerlina mengamati Christy yang tampak sedang memendam permasalahan. "Kalau boleh kakak tahu, kamu t