Share

Chapter 4

Author: Mia006
last update Last Updated: 2023-12-10 05:27:46

Seperti biasa seusai kuliah Marren langsung menuju sebuah restoran yang ada di sebuah mall kecil yang terletak tak jauh dari Kampusnya.

Marren segera menuju ruang karyawan untuk berganti pakaian. Kini gadis itu telah berganti seragam pramusaji restoran.

Marren menyapa beberapa rekan kerja dan seorang manajer restoran yang sangat mengenalnya dengan baik.

"Hai Ren, apa kabar hari ini?" sapa Manajer yang sedang duduk di sebuah ceruk ruang karyawan melepas kesibukannya dengan pembukuan yang ada di hadapannya.

"Baik Pak! Sangat baik!" jawab Marren dengan antusias yang membuat lelaki bertubuh tinggi besar dan bertampang maskulin itu mengangkat wajahnya dari aktivitasnya. menatap lembaran bon dan buku kas.

"Hei, ada apa? Sepertinya kamu sedang sangat bersemangat, ya?" Pak Evan meneguk kopinya dengan senyuman khasnya yang membuat aura maskulinnya terlihat lebih ramah.

"Marren kan memang selalu kelebihan energi pak! Seperti baterai Kelinci itu Pak!" sahut Radi yang sedang melintasi ruangan sambil membawa nampan yang berisikan beberapa piring dan gelas kotor untuk di cuci.

Mendengar itu pak Evan tergelak dan mengiyakan ucapan Radi. Marren hanya mencibir dengan gaya khasnya sambil merapikan kembali rambut kucir kudanya. Lalu ia buru-buru ke ruang depan yang merupakan ruang makan untuk para pengunjung.

Maret segera membantu Radi mengangkat semua perkakas kotor sepeninggal para pengunjung. Marren sangat cekatan dan gesit melakukan pekerjaannya, kini ia sedang mengelap meja-meja yang siap diisi oleh pengunjung baru.

Akan tetapi ia merasakan sebuah tangan dengan enaknya meremas bokongnya yang terbalut celana hitam seragam yang ia kenakan. Bertepatan Pak Evan keluar dari ruang karyawan dan melihat hal itu.

Marren spontan menoleh ke belakang dan langsung mendapati seorang pria bertubuh gemuk sedang memandangi dengan tatapan nakal kepadanya.

"Apa yang Anda lakukan? Anda benar-benar kurang ajar!"

BUG!

Dengan kesal Marren memukul wajah Pria yang berpenampilan seperti seorang Sugar Dady. Pria itu mengerang kesakitan menerima pukulan Marren.

"KURANG AJARI BERANI-BERANINYA KAMU MEMUKULKU!" bentak Pria berjas hitam dan berkepala botak itu sangat marah hingga membuat semua mata menoleh ke arah mereka.

Bahkan tanpa mereka sadari ada beberapa pengunjung dari restoran itu dan restoran yang bersebelahan dengan mereka merekam insiden itu menggunakan ponsel mereka.

"BAPAK YANG KURANG AJAR PADA SAYA! DASAR ORANGTUA MESUM! BAPAK TADI MEREMAS BOKONG SAYA!" balas Marren tak mau kalah.

"JANGAN MENGADA-ADA YA! KAMU MAU DUIT, KAN? SENGAJA MERAYU SAYA TAPI KARENA SAYA MENOLAK KAMU BERBUAT KASAR!! KAMU TAHU SIAPA SAYA? BISA BUSUK KAMU DIPENJARA KARENA KELAKUANMU TADI!"

"YANG SAYA TAHU BAPAK ORANG MESUM DAN..... "

Belum selesai ucapan Marren, tiba-tiba 2 orang berbadan kekar segera mendekati Marren dan salah satunya hendak menangkap pergelangan tangan Marren namun terhalang oleh tangan Evan.

"Maaf Bapak sekalian, tolong jangan berbuat onar di restoran kami." Pak Evan segera menepis tangan salah satu pengawal itu dan berdiri di antara Marren dan ketiga Pria itu.

"ANAK BUAHMU YANG BERBUAT ONAR! LIHAT SAJA DIA MEMUKULKU DAN MEMFITNAHKU MESUM!'' Bentak Pria berkepala plontos tetap mengotot dengan pendiriannya.

Kini para pengunjung Mall makin ramai mengerumuni mereka.

"Oh, Bapak harusnya bukan hanya dapat pukulan tapi Bapak bisa dipenjara karena berbuat kurang ajar pada perempuan. Apalagi sekarang membuat keributan di sini. Saya melihat sendiri tangan Bapak melakukan itu pada anak buah saya. Kalau bapak masih mengotot tak percaya, biar saya buka CCTV restoran dan CCTV dari Mall. Banyak CCTV di sekitar sini, pasti salah satu di antaranya ada yang merekam kejadian tadi" ancam Pak Evan dengan tegas.

Pria plontos itu langsung berubah kecut. "Saya tahu Bapak siapa! Justru Bapak yang seorang anggota parlemen harusnya bisa menjadi contoh yang baik untuk masyarakat! Jika terbukti Bapak bersalah saya akan menuntut Bapak!" Pak Evan mengeluarkan ancamannya.

Bertepatan dua petugas keamanan Mall mendatangi mereka dan segera membubarkan kerumunan dengan membawa semua yang bersangkutan ke dalam kantor Mall.

"Aduh, ada-ada saja!"

Vina mendesah dengan kasar, sepeninggal mereka dan orang-orang di sekitar tempat itu mulai kembali normal dengan kegiatan masing-masing walau sebagian orang masih kasak-kusuk membicarakan insiden yang baru saja terjadi.

"lya, apes itu Om Botak! Marren yang dikerjai, untung saja bukan Botaknya yang dikeplak" Radi menimpali sambil terkekeh.

Vina, Bima dan Rudi ikut terkekeh mendengarnya.

"Eh guys, aku merasa Pak Evan perhatian sekali ya pada, Marren?" gumam Bima mengalihkan pembicaraan.

Radi terlihat terkejut. "Ya iyalah Pak Evan kan manajer kita, ya tentu saja harus membela Marren. Apalagi jelas-jelas orang itu yang salah, bagaimana sih kamu?" Radi mencoba menyampaikan logikanya.

"Ih, bukan sekarang saja! Sejak ada Marren, Pak Evan jadi lebih sering bercanda dan gayanya itu... Seperti apa ya? Seperti orang jatuh cinta!" Bima mencoba meyakinkan.

"Heh! Dasar Kakek bangka! Marren masih kuliah, baru juga dua puluh tahun! Umurnya saja separuhnya Bapak!" Radi makin menentang opini Bima.

"Halah, bilang saja kamu cemburu? lya, kan?" Bima menepuk-nepuk pundak Radi seolah menyabarkan Pemuda berperawakan kurus itu.

Radi tergelak menutupi perasaannya yang terbaca dengan jelas oleh Bima. Mereka pun ikut menertawakan dan meledek Radi tentang gosip yang sudah terungkap berkat pengamatan Bima. Hanya Vina yang tersenyum sekedarnya melihat itu.

"Heh, sudah, sudah! Itu Bapak dan Marren sudah kembali. Bubar! Bubar!" sahut Rudi yang muncul dari luar restoran.

Mendengar itu mereka langsung membubarkan diri dan kembali ke pos pekerjaan mereka masing-masing. Namun kepura-puraan itu tak berlangsung lama, begitu mereka melihat pak Evan dan Marren yang berwajah tegang memasuki restoran, mereka langsung mengerumuni kedua orang itu.

"Jadi? Jadi bagaimana tadi, Pak?" Radi menyerbu dengan tak sabar.

Pak Evan duduk di sebuah bangku pengunjung. Laki-laki tampan berjambang tipis dan berambut jabrik itu tersenyum miring yang membuat ketampanan maskulinnya itu makin memesona.

Vina menggigit bibirnya melihat pemandangan itu.

"Ya, begitulah, merasa orang yang punya kuasa mau semena-mena. Setelah ketahuan salah dari CCTV Mall dia minta damai, mau menyuap kita dengan uang asal masalah ini tak dibawa ke ranah hukum." Pak Evan mulai menjelaskan.

"Negosiasi berlangsung alot karena Sang Botak itu sangat keras kepala!" Marren menggerutu kesal.

"Pihak Mall setuju menyerahkan kasus ini untuk dibawa ke pihak berwajib, jadi mungkin beberapa hari ke depan saya akan mendampingi Marren sebagai saksi, jadi jika saya tak ada di tempat saat itu semua urusan saya serahkan ke kamu ya Radi."

"Hah? Oke pak! Siap!" jawab Radi yang kaget namun cepat tanggap dengan perintah mendadak itu.

"Huh, benar-benar hari yang aneh," gumam Marren sambil merenung.

"Ada apa, Ren? Kamu ada masalah apa lagi?" tanya Bima menoleh kepada Marren yang membuat semuanya ikut menoleh kepada gadis cantik bertahi lalat di pipi itu.

Mendengar pertanyaan itu lagi-lagi Marren mendesah dan menceritakan insiden-insiden yang ia alami sebelumnya. Semua yang mendengarnya melongo bengong dan kaget. Kecuali Pak Evan yang menatapnya dengan senyum terpana.

"Wah, wah, wah... Tahu begitu tadi Saya tak perlu menahan saja ya tangan pengawal-pengawal tadi? Kalau kamu bisa hajar mereka pasti seru" Pak Evan berdecap kagum menatap Marren yang cengengesan malu sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Ya bukan begitu juga Pak...." Marren berusaha merendah.

"lya benar! Coba kepala Sang Botak di keplak sama Marren, biar bener dikit itu otaknya!" Celetuk Bima yang membuat semuanya terkekeh.

🥀🥀🥀

Malam itu Marren diantar pulang oleh Pak Evan dan Radi yang menumpang mobil Pak Evan. Pak Evan memaksa melakukan itu karena khawatir akan keselamatan Marren.

Sepeninggal mobil sedan hitam itu, Marren memasuki sebuah halaman rumah susun yang terletak di pinggiran kota. Gadis itu berjalan dengan riang, menggumamkan sebuah nada lagu di sela bibirnya yang mengulum permen coklat favoritnya. la memasuki lift dan memencet angka 3.

Sesampainya di depan rumah Marren mengetuk dan mengucapkan salam, namun tak ada jawaban. Marren mengernyit bingung dan memanggil sekali lagi sambil memuka pintu.

Dan betapa terkejutnya dia saat mendapati pintu terbuka dengan sendirinya.

"Loh? Tak dikunci? Mommy?" Marren bergegas memasuki rumah yang gelap.

la menyalakan lampu ruang tamu sambil terus memanggil Ibunya. Marren mencoba menelepon ponsel Mommy-nya setelah ia tak menemukan Mommy-nya di mana pun, akan tetapi ponsel sang Mommy pun tak aktif.

Perasaan cemas mulai menghinggapinya. la beranjak dari kursinya untuk bertanya ke tetangga terdekat, namun langkahnya terhenti saat matanya tertumbuk oleh sebuah tulisan di atas kertas yang terpajang di balik pintu rumah.

"Jika ingin ibumu selamat, jangan bicara pada siapa pun! Akan ada mobil yang menjemputmu di depan gerbang. Ingat jangan macam-macam! Siapkan dirimu dari sekarang! Turuti perintah kami!"

''Oh Tuhan... Apa lagi ini?'' lirih Marren terduduk lemas.

Related chapters

  • Posesif My Husband    Chapter 5

    ''Ya Tuhan... Kumohon pertolongan-Mu, tolong selamatkanlah Mommy..." Marren mulai menitikkan air mata. Sekuat apa pun dia jika sesuatu menimpa Mommy-nya, ia akan hancur berkeping-keping. Segala yang ia lakukan demi kebahagiaan Mommy-nya yang kini sakit-sakitan akibat jantung lemah sejak kepergian Daddy Marren yang mengalami sebuah kecelakaan pesawat dalam perjalanan bisnis bersama Kakeknya, serasa tak ada artinya jika ia tak bisa menjaga Mommy-nya dengan benar. Dan kini Mommy-nya berada dalam bahaya di tangan seorang penculik atau bahkan lebih dari satu orang. ''Tidak! tidak ada waktu untuk menangis! Aku harus kuat demi Mommy, apa pun yang terjadi. Aku harus bisa menyelamatkan Mommy!" Sumpah Marren kepda dirinya sendiri. Gadis itu berlari ke gerbang utama rumah susun dan berdiri menunggu dengan tenang. Benar saja, tak berapa lama kemudian sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap memasuki jalanan rumah susun sederhana yang mengesankan pemandangan yang sangat kontras

    Last Updated : 2023-12-11
  • Posesif My Husband    Chapter 6

    Marren mengerjapkan mata sebelum akhirnya membuka mata sepenuhnya. Gadis itu terlonjak kaget dan bingung saat menyadari ia terbangun di sebuah kamar yang sangat indah dan penuh perabotan mewah. 'Nona, sudah sadar?" Marren menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari seorang gadis belia yang baru saja memasuki ruangan itu dan sedang berjalan ke arahnya. Gadis belia itu tampak sangat antusias menyambutnya. "Ini... Di mana? Kamu siapa?" Marren mencoba bangkit namun langsung di cegah oleh Sang Gadis yang memakai seragam itu. ''Aaah ini, ini di kamar Anda, Nona. Dan saya Haura, yang akan merawat dan membantu segala kebutuhan, Nona." jawab Haura menunduk penuh hormat. "Apa?" Belum sempat Marren bertanya lebih jauh, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Ceklek! Pintu terbuka dan tertutup. Kali ini seorang wanita lebih tua dengan rambut putih yang menutupi hampir seluruh kepala datang dengan sikap anggun. Wanita itu terlihat sangat luwes dan berwibawa dengan setelan jas dan

    Last Updated : 2023-12-12
  • Posesif My Husband    Chapter 7

    Dengan perasaan malu, Marren mengamati dirinya di cermin kamar mandi, la benar-benar melihat tanda bekas ciuman seseorang. Bukan hanya satu, ada beberapa di leher, pundak dan dadanya. Marren merabanya, ada getaran aneh yang ia rasakan. la juga meraba bibirnya yang terasa lebih tebal dan bengkak. 'Itu kamar siapa? Tapi tak ada siapa pun di sana?' batin Marren penasaran, lalu segera memakai baju yang ia dapatkan dari Haura. 'Oh tidak! Apalagi ini? Kenapa pagi begini harus memakai gaun resmi seperti ini?" Marren menggerutu dalam hati. Lebih-lebih potongan baju yang agak rendah itu tak bisa menutupi tanda merah di leher dan pundaknya. 'Sial! Sepertinya aku harus memakai syal tinggi untuk menutupinya. Ah tapi pasti akan terlihat aneh, kan? Ini masih terlalu pagi!' gerutunya dalam hati. Tok! Tok! Tok! "Nona, apa Anda baik-baik saja?" panggil Haura dari balik pintu kamar mandi. "I... lya, sebentar lagi aku selesai," Marren menjawab dengan gugup, karena terlalu lam

    Last Updated : 2023-12-13
  • Posesif My Husband    Chapter 8

    "Ada apa ini? Kalian sepertinya sudah saling mengenal, tapi Kakek rasa bukan dalam keadaan baik. Apa itu benar?" Kakek Devan memandang keduanya bergantian. Refleks Marren menghela napas dengan kesal dan menceritakan kejadian saat pertama kali bertemu Arsan, seperti anak kecil yang sedang mengadukan kenakalan Kakak pada orang tuanya. Kakek Devan mendengarnya dengan antusias di selingi gelak tawanya menatap Marren yang bersungut-sungut. "Ya, mau bagaimana lagi. Arsan sedang bosan, Kek. Apalagi saat tahu kalau dia pandai berkelahi, makanya Arsan iseng saja sekalian" sahut Arsan dengan santai sambil duduk di seberang kursi Kakeknya. "Iseng! Yang benar saja!" Marren bersedekap defensif dan memandang Arsan dengan masam, akan tetapi Pria tampan yang mempunyai lesung pipi itu mengabaikannya dengan mengendikan bahunya. Bahkan ia mengerlingkan iris hazel dengan manis dan membuat Marren semakin jengkel. "Iya Kek! Coba Kakek melihatnya sendiri, saat dia menghajar penjambret

    Last Updated : 2023-12-16
  • Posesif My Husband    Chapter 9

    Marren menggeliat dengan manja dan merentangkan tangannya dengan bebas. Namun, ia merasakan tubuhnya terasa sangat berat seolah ada batu besar yang menimpanya. Perlahan gadis itu membuka lentik kedua matanya. Marren tersentak dari tidurnya dan betapa terkejutnya dia saat mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Dengan panik, ia membungkus diri dalam selimut dan menyalakan lampu tidur yang ada di meja samping ranjang. Gadis itu menahan gusar karena ia tak mengingat apa pun yang terjadi. ''Oh tidak! Apa yang sudah terjadi? Apa aku dan Arsan sudah...?" Marren menggigit bibir menahan isaknya, ia mencoba menenangkan diri untuk mengingat apa yang terjadi, namun ia tak bisa mengingat apa pun. Marren memaksakan untuk bangkit dan membasuh dirinya, ia berendam cukup lama untuk menenangkan diri jika saja hal terburuk yang ia pikirkan benar-benar terjadi. Namun, tetap saja ia tidak bisa mengingat apa pun di malam pertama setelah pernikahannya. Apalagi ia m

    Last Updated : 2023-12-17
  • Posesif My Husband    Chapter 10

    🥀🥀🥀 Makan malam telah terhidang di meja makan. Namun, hanya Marren yang sedang asyik menikmati makan malam itu. Dua piring yang telah disediakan di atas meja masih dalam keadaan tertelungkup, karena Sang Empunya belum menampakkan batang hidungnya. Untuk itulah Marren sengaja makan lebih awal karena ingin buru-buru menyelesaikan aktivitasnya agar bisa menghindari kedua Kakak Beradik itu. Walaupun para asisten rumah tangga itu memandangnya aneh karena terlihat sangat jelas ingin menghindari makan malam bersama dengan para Tuan Muda, Marren tidak memedulikan itu semua, karena ia mulai tidak nyaman malam bersama dengan para Tuan Muda. Marren tidak memedulikan itu semua, karena ia mulai tidak nyaman dengan situasi yang ada. Belum sempat ia bisa hidup tenang karena sikap Arsan, kini Arland pun tiba-tiba hadir di antara mereka dan Marren merasakan perasaan yang aneh dan menekannya saat menatap sosok Arland. Dengan perasaan lega Marren meneguk air putih di tangannya, lalu b

    Last Updated : 2023-12-18
  • Posesif My Husband    Chapter 11

    "Maafkan Saya Pak Vano, Saya harus melakukan itu di hadapan Bapak, agar Bapak bisa segera melupakan Saya dengan rasa sakit yang Bapak terima hari ini. Tidak apa-apa jika saja Bapak memandang Saya seperti wanita ja***g atau bahkan pela**r yang menjual diri pada konglomerat! Tidak apa-apa, asal Bapak selamat!" jerit batin Marren yang berkecamuk tak karuan. Sambil menyisakan tangisnya, ia memasuki sebuah kamar kosong yang ada di lantai dua, la sengaja memilih kamar dengan posisi terjauh di rumah itu, agar ia bisa menenangkan dirinya tanpa gangguan siapa pun, terutama Arsan. Hatinya benar-benar remuk redam. Marren yang dulu memang sempat jatuh cinta pada Vano yang tampan, dewasa dan sangat bertanggung jawab itu kini harus mengubur rasa cintanya dalam-dalam. Walaupun begitu ia sangat tahu diri bahwa umur mereka yang terpaut cukup jauh membuatnya lebih memilih mundur, apalagi ia melihat teman kerjanya juga sangat menyukai manajernya itu dengan sepenuh

    Last Updated : 2023-12-19
  • Posesif My Husband    Chapter 12

    Siang itu Marren terbangun dengan keadaan yang masih tanpa sehelai benang pun. Tubuh polosnya tertutup selimut tebal yang hangat karena udara yang dingin dari AC menembus kulitnya. Marren menutup wajahnya dengan malu setelah teringat apa yang telah terjadi sebelumnya. la memeluk tubuhnya erat-erat dan segera berlari membilas diri di kamar mandi dengan selimut yang melilit tubuhnya. 'Tidak apa-apa. Toh dia suamimu Marren! Tidak apa-apa! Lagi pula ini demi menyelamatkan Pak Vano. Dan lagi, Saya selalu meminum pil KB itu terus, jadi Saya tidak akan hamil, sekiranya Arsan tidak memakai pengaman pun kurasa tidak akan apa-apa. Tapi si brengsek itu sepertinya tidak pernah pakai pengaman? Aku tidak sempat memperhatikannya! Boro-boro! Yang penting dengan begini Pak Vano terlepas dari cengkeraman Arsan!' Marren mendumel dalam hati dan mencoba membuang ingatan semua tingkah binalnya demi meredam amarah Arsan. Namun semakin ia membuang semakin jelas gambar

    Last Updated : 2023-12-20

Latest chapter

  • Posesif My Husband    Chapter 161

    Marren mendorong Arsan dari dekapannya dan menatapnya dengan mata terbelalak tak percaya. "Ada apa, Arsan? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Kenapa tiba-tiba kamu mengucapkan itu? Apa maksudmu, tiba-tiba seperti ini?" cecar Marren tercekat tak percaya. Wanita cantik itu menatap Arsan dengan tatapan mata berkaca-kaca.Melihat Arsan hanya terdiam membisu, Marren mengangguk paham."Apa ini ya.... Saya telah melarikan diri bersama Arland waktu itu? Jadi kamu tak percaya..." "Marren, Sayang...." sela Arsan yang kini bersimpuh di kaki Marren dan memeluk lututnya dan menghentikan ucapan Marren yang kini terpaku diam menatap Arsan yang ada di lututnya. "Dosa Ryzadrd terlalu besar untuk diampuni. Kakek telah menghancurkan hidupmu begini rupa. Saya terlalu malu untuk menatapmu sekarang. Tak ada lagi yang bisa Saya banggakan dan saya persembahkan untukmu, Marren. Saya bahkan yang hanya memiliki sedikit perasan kepadamu tanpa sadar hanya diperalat untuk mengikatmu secara paksa." Buliran a

  • Posesif My Husband    Chapter 160

    "Sayang, apa kamu sudah selesai berbicara? Ayo, kita pulang, sepertinya Marren sedang kerepotan dengan anak-anaknya. Sebaiknya kita pamit," ucap seorang wanita yang tiba-tiba datang dan menggandeng lengan Vano, perut wanita itu terlihat sedikit buncit. Arsan menatap wanita tersebut, yang menatapnya dengan sopan namun sangat jelas terlihat dia menikmati apa yang sedang dilihatnya. "Sarah? Kamu sudah selesai berbicara dengan Marren?" tanya Vani menoleh pada wanita yang terlihat agak genit itu."Perkenalkan, Tuan Muda, ini istri saya Sarah, dan Sarah ini adalah Tuan Muda....""Arsan, Tuan Muda Arsan, suami Marren.""Salam kenal, Tuan Muda Arsan, saya Sarah, istri Tuan Vano ini, pemilik restoran yang punya banyak cabang di beberapa mall di kota-kota besar di Indonesia," sela Sarah memotong ucapan Vano dan mengulurkan tangannya untuk dijabat Arsan. Ucapan Sarah, membuat Vano jengah dan menegurnya walau dengan suara lembut. Akan tetapi sepertinya Sarah sangat menikmati pamer di hadap

  • Posesif My Husband    Chapter 159

    "Bagaimana, Brian?" tanya Arsan setelah dokter Brian memeriksa kondisi Kakek Ryzadrd. Dokter Brian memegang gagang kacamatanya dengan gelisah dan mendesah perlahan."Arsan, Kakek meninggal karena pembuluh darah arterinya putus dan kehilangan banyak darah dan mengakibatkan syok dalam jantungnya. Dan Kakek meninggal sekitar 2 sampai 3 jam yang lalu," ungkap dokter Brian dengan tatapan penuh simpati. "Kenapa tidak pasti?" sela Arland kepada Brian menutupi ranjang dan seprei yang berlumuran darah Kakek Ryzadrd yang mengering. "Karena suhu ruangan ini sangat rendah, jadi membuat suhu tubuh juga semakin cepat turun dan dapat mempengaruhi pembekuan dengan cepat," jawab Brian yang membuat Arland terdiam menguyup wajahnya sendiri dengan kasar. Pria itu terlihat sangat stres. "Dan memang beliau meninggal karena sebab bunuh diri, tak ada tanda-tanda kekerasan apa pun yang terjadi," lanjut Brian dengan wajah penuh duka. Dokter muda yang berumur tak jauh di atas Arsan itu menghela napas deng

  • Posesif My Husband    Chapter 158

    Mendengar ucapan Arsan yang terbata-bata, Arland tak kuasa menahan gelak tawanya dan membuat Marren dan Madya menatapnya dengan tatapan heran."Ada apa, Arland? Apa yang sebenarnya terjadi?" tegur Madya yang langsung membuat Arland menghentikan gelak tawanya. Lalu dengan menyisakan tawanya, akhirnya Arland mengakui, bahwa dia sengaja membisikkan kata-kata itu untuk membuat Arsan marah dan bangun."Apalagi yang bisa membuatmu marah selain itu? Lihat saja, Ma, bahkan dia bisa melawan dan bangkit dari kematian hanya karena Marren," papar Arland yang membuat Marren dan Madya menangis terharu. Marren kembali memeluk dan menciumi tangan Arsan. Sementara Arsan menahan sakit karena tawanya yang terlepas begitu saja. "Awas... kau... Arland...." ancam Arsan dengan suara berat, namun lagi lagi Arland mengendikan bahunya dengan acuh. "Bangun dengan benar lebih dulu, baru kau bisa mengancamku," ledek Arland dengan wajah senang.🥀🥀🥀Akhirnya setelah beberapa hari di rawat, Arsan diperbolehk

  • Posesif My Husband    Chapter 158

    Hari itu suasana ruang tunggu ICCU terlihat lengang dan penuh kesedihan. Karena saat mereka sampai di sana, kamar Arsan sedang di penuhi oleh para dokter dan perawat yang sedang mengupayakan keselamatan Arsan dari berhentinya detak jantung pria tampan itu. Dalam sehari sepeninggal Marren, sudah dua kali jantung Arsan berhenti berdetak hingga harus mendapatkan serangkai penyelamatan dari para dokter, seperti yang sedang dilakukan saat ini. "Ya, Tuhan, Saya mohon selamatkanlah Arsan, selamatkanlah suami Saya. Saya dan anak-anak masih sangat membutuhkannya. Izinkanlah Arsan sembuh dan hidup bersama anak-anaknya, karena itu adalah impiannya sejak dulu. Ya, Tuhan, Saya mohon kepada-Mu," doa Marren dalam hati seraya menahan isaknya. Marren terus menatap kaca transparan yang kini tertutup oleh korden tebal berwarna putih agar mereka tak melihat apa yang telah terjadi di dalam ruangan tersebut. Marren menguatkan hatinya seraya meletakkan tangan bersandarkan kaca itu. Sementara Masya t

  • Posesif My Husband    chapter 156

    Arland meninggalkan ruangan itu dan menutup pintunya rapat rapat tanpa tahu jari-jemari Arsan mulai bergerak walau hanya sesaat. Hingga rombongan Arland dan Marren meninggalkan rumah sakit itu demi membawa Marren pulang setelah ia berbicara dengan Dokter pengawas Arsan dan menyerahkan nomor ponsel Arland jika ada perkembangan kondisi Arsan. Sesampainya di rumah, Marren menangis tersedu dalam pelukan Ibunya dan Arland menegaskan Marren harus makan dan beristirahat. Mengabaikan semua itu Marren menatap kedua bayinya yang terlelap dalam keranjang bayi. Marren meneteskan air mata menatap si kembar dengan lemah terkulai di ranjang. Madya menahan isaknya saat melihat Marren yang begitu pucat dan seolah kehilangan semangat dalam hidupnya. "Sayang, makanlah dan beristirahatlah barang sejenak. Kamu harus sehat demi anak-anak. Mommy akan siapkan makanan untukmu dan kamu harus makan," bujuk Madya seraya membelai rambut Marren yang tergerai berantakan di pundak. "Kamu juga harus makan, Arl

  • Posesif My Husband    Chapter 155

    Marren menatap sosok Arsan yang berbaring lemah tak berdaya di hadapannya. Kini ia harus kuat menghadapi kenyataan yang ada.Wanita cantik itu hanya terdiam membeku dan menatap satu persatu alat yang terpasang di sekitar tubuh Arsan dengan selang atau pun kabel yang berakhir di badan Arsan. Sebuah selang pun melekat di dalam mulut Arsan yang sedikit terbuka. Dengan tangan gemetar hebat, Marren memegang punggung tangan awan yang diam tak bergerak. Tangan yang dulu selalu kokoh menggenggamnya itu, kini terkulai lemah dengan selang infus tertancap di sana Marren menggenggam ringan tangan dan jari-jemari Arsan.Marren menciumnya tanpa mengatakan apa pun. Seraya memandang wajah Arsan yang terlelap, Marren memeluk tangan itu meletakkannya pada pipinya. "Syukurlah, Nyonya terlihat tenang dan baik-baik saja sejak siuman tadi. Nyonya, sepertinya sudah menerima keadaan Tuan Muda," ujar Naura memecah kesunyian. la menatap Marren melalui kaca transparan di balik ruangan itu bersama Arland.

  • Posesif My Husband    Chapter 154

    "Arsan!" pekik Marren dengan bangun tersentak kaget. Hal itu membuat Naura segera menghambur ke hadapan Marren. "Nyonya? Anda sudah siuman? Syukurlah," sahut Naura dengan wajah senang namun tak bisa menutupi wajah sedihnya Wajahnya terlihat sangat sembab karena terlalu banyak menangis. "Nau, apa yang terjadi? Ini di mana?" tanya Marren kebingungan seraya melihat ke sekelilingnya, la terbangun di sebuah kamar serba putih dan di kelilingi oleh kelambu dengan warna yang sama. "Anda pingsan. Nyonya. Sekarang sedang di UGD. Tadi Tuan Arland yang membawa Anda kemari," papar Naura dengan tatapan berkaca-kaca.Mendengar penjelasan Naura, Marren melompat dari ranjang dengan tergesa gesa."Di mana Arsan? Di mana, suami saya?" pekik marry kebingungan dan panik. Naura memeluk Marren dengan cepat dan menangis tersedu-sedu."Nyonya, harus tenang. Anda baru sadar. Sebaiknya pelan-pelan dulu," cegah Naura dengan bingung dan penuh kekhawatiran."Saya ingin melihat kondisi Arsan. Apa ada perkembang

  • Posesif My Husband    Chapter 153

    Marren diam termangu di depan ruang tunggu kamar operasi. Saat ini la hanya bisa diam tanpa bisa menangis karena sudah terlalu lelah menangis.la merasakan kedua matanya yang terasa bengkak dan perih akibat terlalu banyak menangis. "Ya, Tuhan, Arsan... Kita baru saja bertemu kembali setelah berbulan-bulan lamanya terpisah karena kesalahan Saya. Tetapi, sekarang kamu malah seperti ini. Kita baru saja bertemu dan bahagia, Arsan. Saya mohon, bertahanlah dan jangan tinggalkan Saya dan anak anak kita," gumam Marren berdoa di dalam hatinya. Sebulir air mata bening meluncur begitu saja membasahi kedua pipinya, la tak bisa menahan buliran demi buliran air mata yang terus menerus turun membasahi pipinya. Saat itu ia hanya di temani oleh Naura, karena Madya harus menenangkan kedua cucunya dengan asi Marren dan susu formula yang telah disiapkan khusus untuk keduanya. Apalagi kini Marren sedang menghadapi sebuah musibah dengan tertembaknya Arsan oleh sang kakek demi melindungi dirinya. Nau

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status