Share

Chapter 3

Author: Mia006
last update Last Updated: 2023-12-09 05:58:14

Sesampainya dalam kelas, dengan kesal Marren menghempaskan tubuhnya. Wira terheran-heran menatap sahabatnya yang terlihat kacau dan berantakan.

"Pagi Ren, ada apa kamu? Tidak seperti biasanya kamu terlambat?"

"Saya sedang kesal! Dan... Ah... Ini kenapa harus terbawa?"

Marren tersadar bahwa ia masih membawa sapu tangan Pemuda tampan itu di tangannya saat ia akan mendekap wajahnya.

Buru-buru ia memasukkan sapu tangan itu ke dalam tas selempangnya dan mengambil botol minuman dari dalam tasnya.

la minum dengan sangat puasnya, hal itu membuat Wira terkekeh geli melihat Marren terengah setelah hampir menghabiskan setengah botol air minumnya.

"Jadi?"

"Ya, jadi hari ini Saya dua kali berkelahi dengan preman! Yang satu karena dia menjambret tas dan satu lagi karena menolong bocah dipalak tapi malah dia seolah-olah 'tidak apa-apa kok, duit kecil ini! Benar-benar menyebalkan! Sumpah! Dan siapa pula dia?"

Marren bersandar dengan kasar sambil menutup botol minumnya lalu memasukkannya kembali ke dalam tas.

Wira terbelalak mendengar cerita. Marren yang nyerocos tanpa berhenti bicara dalam satu tarikan napas.

"Tapi kamu tak apa-apa, kan? Apa kamu terluka?"

"Tidak! Saya hanya Kesal!"

"Ya, ya, ya... Itu tandanya kamu tidak kenapa-kenapa karena kamu masih bisa mengomel seperti itu....."

Marren terkekeh mendengar ucapan Wira yang sangat hafal akan tabiatnya yang selalu bersemangat dalam setiap ucapan dan perbuatan.

Sangat bertolak belakang dengan dirinya yang lebih tertutup, kalem dan lebih feminin dibanding Marren.

Tak berapa lama seorang Dosen pria berpakaian sangat rapi dan elegan memasuki ruang kelas Marren.

Pelajaran pagi berlangsung seperti biasanya, tegang dan serius karena pembawaan Pak Reza yang berwibawa dan tegas.

Hal itu membuat Marren bisa lupa akan peristiwa besar yang telah ia lalui pagi itu.

Tak terasa waktu berlalu, bel istirahat. pun berbunyi, Marren bergegas mengeluarkan kotak bekal makanannya dari dalam tas. la sangat kelaparan karena insiden pagi itu.

Dengan antusias gadis berkucir cepol itu membuka kotak bekal makan siangnya yang berisi nasi dan telur gulung serta sop brokoli bikinan Mommy-nya, tak lupa sambal yang sangat nikmat.

"Wah... Enak sekali!" Wira melihat dengan antusias menu makanan Marren.

Gadis itu terkekeh dengan bangga seolah menunjukkan 'Mamaku gitu loh!'

"Ambil saja kalau mau, Mommy masakannya selalu the best!" Balas Marren mendekatkan tempat sayur sop kepada Wira yang berbekal nasi dan berlauk ayam teriyaki.

Wira mengernyit ingin menolak karena ia tak menyukai sayuran jenis apa pun.

"Aaaaaa!"

Marren memaksa menyuapi Wira, mau tak mau Wira melahap suapan sayur sop brokoli itu dengan wajah getir, namun wajahnya berubah senang beberapa saat kemudian.

"Enak, kan? Apa kubilang?" sahut Marren tersenyum sementara Wira mengangguk karena sibuk mengunyah.

"Wah kelihatannya enak, Saya juga mau!"

Belum sempat kedua gadis itu menoleh dan menjawab sumber suara, sebuah tangan yang bertakhtakan jam tangan mewah melintasi wajah Marren dan dengan seenaknya mencomot satu potong telur gulung milik gadis itu.

"Hei!!" bentak Marren menoleh kepada si pelaku yang ternyata Pemuda tampan yang ia temui pagi itu, kini sedang mengunyah telurnya dengan nikmat.

Lagi-lagi belum sempat Marren melanjutkan omelannya, tiba-tiba beberapa perempuan histeris melihat ke arah mereka.

Marren mengernyit bingung.

"Aagk... Arsan!"

"Tuan muda Arsan...!"

"Aaaakkhgg... Kak Arsan! Kak Arsan!"

"Kak Arsaaaan ada di sini?"

Marren terbelalak kaget saat melihat kericuhan yang terjadi tiba-tiba. Para mahasiswi dari kalangan anak-anak tenar dari berbagai jurusan semua berkerumun di sekeliling Arsan. Layaknya pangeran dengan dayang-dayangnya, Arsan berdiri dengan gaya yang angkuh nan menawan.

Semua mata tertuju pada mereka. Bahkan beberapa mahasiswa ikut berkerumun tak jauh dari tempat itu.

"Kamu mau jadi koki di rumah Saya? Saya sedang membutuhkan koki di rumah. Masakanmu enak!"

"Siapa yang butuh..."

"Saya saja kak! Saya kak!"

"Saya kak!"

"Sayaaaa! Sayaaaa...!"

Bantahan Marren tertelan oleh suara-suara yang saling bersahutan saling memperebutkan posisi yang ditawarkan Arsan padanya. Gerakan tangan Arsan meredam keributan itu.

"Oke, oke. Kalau begitu coba kalian buktikan kepadaku sekarang. Aku ada di kelas sebelah" ucap Arsan dengan mata yang menatap Marren dalam-dalam sebelum ia meninggalkan tempat itu.

Marren membalas tatapan Arsan dengan memonyongkan bibirnya julit.

"Huh? Apa-apaan sih? Siapa dia, orang sampai begitu semua? Cih.... Bocah culun seperti dia...." omel Marren seenaknya sambil beralih kepada Wira yang ternyata terpaku menatap sosok Arsan yang menjauh dengan wajah merona.

"Heh! Wira! Kamu juga kenapa malah ikut-ikutan begitu?"

"Em... Tidak...." Wira menutup wajahnya karena malu.

Marren makin curiga akan tingkah sahabatnya itu. Namun dia mengabaikannya dan kembali duduk lalu melahap bekal makan siangnya.

"Memangnya kamu tak tahu? Dia itu Tuan Muda Arsan dari keluarga Ryzadrd, Ryzadrd itu!"

"Ryz..aa...drd?"

"Ih... Ryzadrd pemilik XYNZ COMPAR OFFICE itu!"

"Hah?"

"Iya, Ren! Keluarga Ryzadrd pemilik saham terkuat Indonesia beberapa di Australia itu!" Wira sangat antusias.

"Aku dengar kabarnya keluarga Ryzadrd punya pulau pribadi, bandara pribadi, dan grup itu penyokong terbesar pemerintahan!" Wira berbisik kepada Marren yang hanya menjawab acuh tak acuh.

"Dan kudengar lagi keluarga Ryzadrd sedang mencari calon menantu untuk kedua Pangeran Ryzadrd lho!" Wira makin merona.

Marren terpaku diam dan berhenti mengunyah, dia terus mendengarkan penuturan Wira tanpa berkomentar, apalagi melihat wajah Wira yang sangat antusias dan berbinar-binar saat menceritakan tentang pemuda itu.

"Ah dia itu seperti Pangeran dalam dongeng ya? Sempurna! Dan aku tak menyangka akan bertemu dia sedekat ini!" lanjut Wira dengan wajah terpesona.

"Memang dia mahasiswa Kampus ini, ya? Kenapa aku tak pernah melihatnya? Sejak kapan dia di sini?" Akhirnya Wira membuka suara dengan enggan.

"Itu, aku dengar sih karena dia ingin hidup mandiri, makanya dia pindah kesini, dia baru hari ini kembali ke Indonesia." Wira masih tetap dengan wajah yang sama. Seolah menunjukkan dia sangat bangga mengetahui seluk beluk tentang Arsan.

"Oh.... Sudah ah, buruan makan. Sebentar lagi jam istirahatnya selesai." Marren makan dengan lahap tanpa bersuara, karena ia benar-benar lapar serta mengacuhkan semua tentang Arsan.

Mendengar ucapan Marren, Wira buru-buru melahap bekal makan siangnya dengan wajah antusias lebih dari sebelumnya.

🥀🥀🥀

"Marren...!" Marren menghentikan langkahnya saat keluar dari perpustakaan. Melihat arah sumber suara dengan wajah kesal. Eric mengangkat bahu tanda 'tau tuh!"

Arsan merebut ponsel Marren tanpa memedulikan teriakan protes dari Sang Pemilik, dengan acuh ia menulis sebuah nomor ponsel lalu memencet tombol panggilan.

Setelah memastikan nadanya terhubung, Arsan segera memutuskan sambungan telepon dan menyerahkan ponsel itu kepada pemiliknya yang telah memasang wajah masam.

"Itu nomor ponsel Saya. Kamu harus mengangkatnya tiap saya menelepon! Ingat itu!" Arsan segera berlari menjauh tanpa memedulikan protes Marren.

Pemuda berperawakan tinggi tegap itu berjalan berdampingan bersama Eric menuju arah berlawanan dengan Marren.

Namun sebelum menjauh lagi-lagi Arsan menoleh ke arah Marren dan memberinya ancaman dengan pandangan.

Marren membalasnya dengan meletakkan jari telunjuk di atas keningnya dengan posisi miring.

"Sinting!" gumam Marren dengan santai. Walaupun ia tahu tak akan terdengar Arsan, tapi ia tahu pesannya tersampaikan karena Pemuda itu terkekeh menampilkan sederet giginya yang putih dan rapi.

Untuk sekian detik Marren seperti tersihir akan tawa menawan itu, namun histeris para mahasiswi di sekitarnya membuyarkan lamunannya. Marren bergegas meninggalkan tempat itu.

Dan benar saja, langkah Pemuda itu terhalang oleh beberapa mahasiswi dari kelas lain yang tergolong anak-anak tenar yang mencoba berkenalan dan meminta foto bersama. Akan tetapi Eric bertindak cepat layaknya pengawal yang mengusir para penggemar untuk Sang Bintang.

Walaupun Marren baru menginjak tahun pertama di kampus itu, ia pun terkenal karena kepiawaiannya dalam hal olahraga, namun ia tak pernah menonjolkan dirinya dan ikut dalam geng anak tenar. la hanya ingin fokus dalam kuliah dan bekerja.

Marren hanya menggeleng sinis saat melihat beberapa mahasiswi itu terlibat cek-cok saat Pemuda incaran mereka juga diperebutkan oleh para mahasiswi senior. Para junior hanya berani menatap di pinggiran seolah menunggu giliran.

"Kasihan" ujar Marren dengan tawa ringan.

Related chapters

  • Posesif My Husband    Chapter 4

    Seperti biasa seusai kuliah Marren langsung menuju sebuah restoran yang ada di sebuah mall kecil yang terletak tak jauh dari Kampusnya. Marren segera menuju ruang karyawan untuk berganti pakaian. Kini gadis itu telah berganti seragam pramusaji restoran. Marren menyapa beberapa rekan kerja dan seorang manajer restoran yang sangat mengenalnya dengan baik. "Hai Ren, apa kabar hari ini?" sapa Manajer yang sedang duduk di sebuah ceruk ruang karyawan melepas kesibukannya dengan pembukuan yang ada di hadapannya. "Baik Pak! Sangat baik!" jawab Marren dengan antusias yang membuat lelaki bertubuh tinggi besar dan bertampang maskulin itu mengangkat wajahnya dari aktivitasnya. menatap lembaran bon dan buku kas. "Hei, ada apa? Sepertinya kamu sedang sangat bersemangat, ya?" Pak Evan meneguk kopinya dengan senyuman khasnya yang membuat aura maskulinnya terlihat lebih ramah. "Marren kan memang selalu kelebihan energi pak! Seperti baterai Kelinci itu Pak!" sahut Radi yang sedang me

    Last Updated : 2023-12-10
  • Posesif My Husband    Chapter 5

    ''Ya Tuhan... Kumohon pertolongan-Mu, tolong selamatkanlah Mommy..." Marren mulai menitikkan air mata. Sekuat apa pun dia jika sesuatu menimpa Mommy-nya, ia akan hancur berkeping-keping. Segala yang ia lakukan demi kebahagiaan Mommy-nya yang kini sakit-sakitan akibat jantung lemah sejak kepergian Daddy Marren yang mengalami sebuah kecelakaan pesawat dalam perjalanan bisnis bersama Kakeknya, serasa tak ada artinya jika ia tak bisa menjaga Mommy-nya dengan benar. Dan kini Mommy-nya berada dalam bahaya di tangan seorang penculik atau bahkan lebih dari satu orang. ''Tidak! tidak ada waktu untuk menangis! Aku harus kuat demi Mommy, apa pun yang terjadi. Aku harus bisa menyelamatkan Mommy!" Sumpah Marren kepda dirinya sendiri. Gadis itu berlari ke gerbang utama rumah susun dan berdiri menunggu dengan tenang. Benar saja, tak berapa lama kemudian sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap memasuki jalanan rumah susun sederhana yang mengesankan pemandangan yang sangat kontras

    Last Updated : 2023-12-11
  • Posesif My Husband    Chapter 6

    Marren mengerjapkan mata sebelum akhirnya membuka mata sepenuhnya. Gadis itu terlonjak kaget dan bingung saat menyadari ia terbangun di sebuah kamar yang sangat indah dan penuh perabotan mewah. 'Nona, sudah sadar?" Marren menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari seorang gadis belia yang baru saja memasuki ruangan itu dan sedang berjalan ke arahnya. Gadis belia itu tampak sangat antusias menyambutnya. "Ini... Di mana? Kamu siapa?" Marren mencoba bangkit namun langsung di cegah oleh Sang Gadis yang memakai seragam itu. ''Aaah ini, ini di kamar Anda, Nona. Dan saya Haura, yang akan merawat dan membantu segala kebutuhan, Nona." jawab Haura menunduk penuh hormat. "Apa?" Belum sempat Marren bertanya lebih jauh, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Ceklek! Pintu terbuka dan tertutup. Kali ini seorang wanita lebih tua dengan rambut putih yang menutupi hampir seluruh kepala datang dengan sikap anggun. Wanita itu terlihat sangat luwes dan berwibawa dengan setelan jas dan

    Last Updated : 2023-12-12
  • Posesif My Husband    Chapter 7

    Dengan perasaan malu, Marren mengamati dirinya di cermin kamar mandi, la benar-benar melihat tanda bekas ciuman seseorang. Bukan hanya satu, ada beberapa di leher, pundak dan dadanya. Marren merabanya, ada getaran aneh yang ia rasakan. la juga meraba bibirnya yang terasa lebih tebal dan bengkak. 'Itu kamar siapa? Tapi tak ada siapa pun di sana?' batin Marren penasaran, lalu segera memakai baju yang ia dapatkan dari Haura. 'Oh tidak! Apalagi ini? Kenapa pagi begini harus memakai gaun resmi seperti ini?" Marren menggerutu dalam hati. Lebih-lebih potongan baju yang agak rendah itu tak bisa menutupi tanda merah di leher dan pundaknya. 'Sial! Sepertinya aku harus memakai syal tinggi untuk menutupinya. Ah tapi pasti akan terlihat aneh, kan? Ini masih terlalu pagi!' gerutunya dalam hati. Tok! Tok! Tok! "Nona, apa Anda baik-baik saja?" panggil Haura dari balik pintu kamar mandi. "I... lya, sebentar lagi aku selesai," Marren menjawab dengan gugup, karena terlalu lam

    Last Updated : 2023-12-13
  • Posesif My Husband    Chapter 8

    "Ada apa ini? Kalian sepertinya sudah saling mengenal, tapi Kakek rasa bukan dalam keadaan baik. Apa itu benar?" Kakek Devan memandang keduanya bergantian. Refleks Marren menghela napas dengan kesal dan menceritakan kejadian saat pertama kali bertemu Arsan, seperti anak kecil yang sedang mengadukan kenakalan Kakak pada orang tuanya. Kakek Devan mendengarnya dengan antusias di selingi gelak tawanya menatap Marren yang bersungut-sungut. "Ya, mau bagaimana lagi. Arsan sedang bosan, Kek. Apalagi saat tahu kalau dia pandai berkelahi, makanya Arsan iseng saja sekalian" sahut Arsan dengan santai sambil duduk di seberang kursi Kakeknya. "Iseng! Yang benar saja!" Marren bersedekap defensif dan memandang Arsan dengan masam, akan tetapi Pria tampan yang mempunyai lesung pipi itu mengabaikannya dengan mengendikan bahunya. Bahkan ia mengerlingkan iris hazel dengan manis dan membuat Marren semakin jengkel. "Iya Kek! Coba Kakek melihatnya sendiri, saat dia menghajar penjambret

    Last Updated : 2023-12-16
  • Posesif My Husband    Chapter 9

    Marren menggeliat dengan manja dan merentangkan tangannya dengan bebas. Namun, ia merasakan tubuhnya terasa sangat berat seolah ada batu besar yang menimpanya. Perlahan gadis itu membuka lentik kedua matanya. Marren tersentak dari tidurnya dan betapa terkejutnya dia saat mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Dengan panik, ia membungkus diri dalam selimut dan menyalakan lampu tidur yang ada di meja samping ranjang. Gadis itu menahan gusar karena ia tak mengingat apa pun yang terjadi. ''Oh tidak! Apa yang sudah terjadi? Apa aku dan Arsan sudah...?" Marren menggigit bibir menahan isaknya, ia mencoba menenangkan diri untuk mengingat apa yang terjadi, namun ia tak bisa mengingat apa pun. Marren memaksakan untuk bangkit dan membasuh dirinya, ia berendam cukup lama untuk menenangkan diri jika saja hal terburuk yang ia pikirkan benar-benar terjadi. Namun, tetap saja ia tidak bisa mengingat apa pun di malam pertama setelah pernikahannya. Apalagi ia m

    Last Updated : 2023-12-17
  • Posesif My Husband    Chapter 10

    🥀🥀🥀 Makan malam telah terhidang di meja makan. Namun, hanya Marren yang sedang asyik menikmati makan malam itu. Dua piring yang telah disediakan di atas meja masih dalam keadaan tertelungkup, karena Sang Empunya belum menampakkan batang hidungnya. Untuk itulah Marren sengaja makan lebih awal karena ingin buru-buru menyelesaikan aktivitasnya agar bisa menghindari kedua Kakak Beradik itu. Walaupun para asisten rumah tangga itu memandangnya aneh karena terlihat sangat jelas ingin menghindari makan malam bersama dengan para Tuan Muda, Marren tidak memedulikan itu semua, karena ia mulai tidak nyaman malam bersama dengan para Tuan Muda. Marren tidak memedulikan itu semua, karena ia mulai tidak nyaman dengan situasi yang ada. Belum sempat ia bisa hidup tenang karena sikap Arsan, kini Arland pun tiba-tiba hadir di antara mereka dan Marren merasakan perasaan yang aneh dan menekannya saat menatap sosok Arland. Dengan perasaan lega Marren meneguk air putih di tangannya, lalu b

    Last Updated : 2023-12-18
  • Posesif My Husband    Chapter 11

    "Maafkan Saya Pak Vano, Saya harus melakukan itu di hadapan Bapak, agar Bapak bisa segera melupakan Saya dengan rasa sakit yang Bapak terima hari ini. Tidak apa-apa jika saja Bapak memandang Saya seperti wanita ja***g atau bahkan pela**r yang menjual diri pada konglomerat! Tidak apa-apa, asal Bapak selamat!" jerit batin Marren yang berkecamuk tak karuan. Sambil menyisakan tangisnya, ia memasuki sebuah kamar kosong yang ada di lantai dua, la sengaja memilih kamar dengan posisi terjauh di rumah itu, agar ia bisa menenangkan dirinya tanpa gangguan siapa pun, terutama Arsan. Hatinya benar-benar remuk redam. Marren yang dulu memang sempat jatuh cinta pada Vano yang tampan, dewasa dan sangat bertanggung jawab itu kini harus mengubur rasa cintanya dalam-dalam. Walaupun begitu ia sangat tahu diri bahwa umur mereka yang terpaut cukup jauh membuatnya lebih memilih mundur, apalagi ia melihat teman kerjanya juga sangat menyukai manajernya itu dengan sepenuh

    Last Updated : 2023-12-19

Latest chapter

  • Posesif My Husband    Chapter 161

    Marren mendorong Arsan dari dekapannya dan menatapnya dengan mata terbelalak tak percaya. "Ada apa, Arsan? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Kenapa tiba-tiba kamu mengucapkan itu? Apa maksudmu, tiba-tiba seperti ini?" cecar Marren tercekat tak percaya. Wanita cantik itu menatap Arsan dengan tatapan mata berkaca-kaca.Melihat Arsan hanya terdiam membisu, Marren mengangguk paham."Apa ini ya.... Saya telah melarikan diri bersama Arland waktu itu? Jadi kamu tak percaya..." "Marren, Sayang...." sela Arsan yang kini bersimpuh di kaki Marren dan memeluk lututnya dan menghentikan ucapan Marren yang kini terpaku diam menatap Arsan yang ada di lututnya. "Dosa Ryzadrd terlalu besar untuk diampuni. Kakek telah menghancurkan hidupmu begini rupa. Saya terlalu malu untuk menatapmu sekarang. Tak ada lagi yang bisa Saya banggakan dan saya persembahkan untukmu, Marren. Saya bahkan yang hanya memiliki sedikit perasan kepadamu tanpa sadar hanya diperalat untuk mengikatmu secara paksa." Buliran a

  • Posesif My Husband    Chapter 160

    "Sayang, apa kamu sudah selesai berbicara? Ayo, kita pulang, sepertinya Marren sedang kerepotan dengan anak-anaknya. Sebaiknya kita pamit," ucap seorang wanita yang tiba-tiba datang dan menggandeng lengan Vano, perut wanita itu terlihat sedikit buncit. Arsan menatap wanita tersebut, yang menatapnya dengan sopan namun sangat jelas terlihat dia menikmati apa yang sedang dilihatnya. "Sarah? Kamu sudah selesai berbicara dengan Marren?" tanya Vani menoleh pada wanita yang terlihat agak genit itu."Perkenalkan, Tuan Muda, ini istri saya Sarah, dan Sarah ini adalah Tuan Muda....""Arsan, Tuan Muda Arsan, suami Marren.""Salam kenal, Tuan Muda Arsan, saya Sarah, istri Tuan Vano ini, pemilik restoran yang punya banyak cabang di beberapa mall di kota-kota besar di Indonesia," sela Sarah memotong ucapan Vano dan mengulurkan tangannya untuk dijabat Arsan. Ucapan Sarah, membuat Vano jengah dan menegurnya walau dengan suara lembut. Akan tetapi sepertinya Sarah sangat menikmati pamer di hadap

  • Posesif My Husband    Chapter 159

    "Bagaimana, Brian?" tanya Arsan setelah dokter Brian memeriksa kondisi Kakek Ryzadrd. Dokter Brian memegang gagang kacamatanya dengan gelisah dan mendesah perlahan."Arsan, Kakek meninggal karena pembuluh darah arterinya putus dan kehilangan banyak darah dan mengakibatkan syok dalam jantungnya. Dan Kakek meninggal sekitar 2 sampai 3 jam yang lalu," ungkap dokter Brian dengan tatapan penuh simpati. "Kenapa tidak pasti?" sela Arland kepada Brian menutupi ranjang dan seprei yang berlumuran darah Kakek Ryzadrd yang mengering. "Karena suhu ruangan ini sangat rendah, jadi membuat suhu tubuh juga semakin cepat turun dan dapat mempengaruhi pembekuan dengan cepat," jawab Brian yang membuat Arland terdiam menguyup wajahnya sendiri dengan kasar. Pria itu terlihat sangat stres. "Dan memang beliau meninggal karena sebab bunuh diri, tak ada tanda-tanda kekerasan apa pun yang terjadi," lanjut Brian dengan wajah penuh duka. Dokter muda yang berumur tak jauh di atas Arsan itu menghela napas deng

  • Posesif My Husband    Chapter 158

    Mendengar ucapan Arsan yang terbata-bata, Arland tak kuasa menahan gelak tawanya dan membuat Marren dan Madya menatapnya dengan tatapan heran."Ada apa, Arland? Apa yang sebenarnya terjadi?" tegur Madya yang langsung membuat Arland menghentikan gelak tawanya. Lalu dengan menyisakan tawanya, akhirnya Arland mengakui, bahwa dia sengaja membisikkan kata-kata itu untuk membuat Arsan marah dan bangun."Apalagi yang bisa membuatmu marah selain itu? Lihat saja, Ma, bahkan dia bisa melawan dan bangkit dari kematian hanya karena Marren," papar Arland yang membuat Marren dan Madya menangis terharu. Marren kembali memeluk dan menciumi tangan Arsan. Sementara Arsan menahan sakit karena tawanya yang terlepas begitu saja. "Awas... kau... Arland...." ancam Arsan dengan suara berat, namun lagi lagi Arland mengendikan bahunya dengan acuh. "Bangun dengan benar lebih dulu, baru kau bisa mengancamku," ledek Arland dengan wajah senang.🥀🥀🥀Akhirnya setelah beberapa hari di rawat, Arsan diperbolehk

  • Posesif My Husband    Chapter 158

    Hari itu suasana ruang tunggu ICCU terlihat lengang dan penuh kesedihan. Karena saat mereka sampai di sana, kamar Arsan sedang di penuhi oleh para dokter dan perawat yang sedang mengupayakan keselamatan Arsan dari berhentinya detak jantung pria tampan itu. Dalam sehari sepeninggal Marren, sudah dua kali jantung Arsan berhenti berdetak hingga harus mendapatkan serangkai penyelamatan dari para dokter, seperti yang sedang dilakukan saat ini. "Ya, Tuhan, Saya mohon selamatkanlah Arsan, selamatkanlah suami Saya. Saya dan anak-anak masih sangat membutuhkannya. Izinkanlah Arsan sembuh dan hidup bersama anak-anaknya, karena itu adalah impiannya sejak dulu. Ya, Tuhan, Saya mohon kepada-Mu," doa Marren dalam hati seraya menahan isaknya. Marren terus menatap kaca transparan yang kini tertutup oleh korden tebal berwarna putih agar mereka tak melihat apa yang telah terjadi di dalam ruangan tersebut. Marren menguatkan hatinya seraya meletakkan tangan bersandarkan kaca itu. Sementara Masya t

  • Posesif My Husband    chapter 156

    Arland meninggalkan ruangan itu dan menutup pintunya rapat rapat tanpa tahu jari-jemari Arsan mulai bergerak walau hanya sesaat. Hingga rombongan Arland dan Marren meninggalkan rumah sakit itu demi membawa Marren pulang setelah ia berbicara dengan Dokter pengawas Arsan dan menyerahkan nomor ponsel Arland jika ada perkembangan kondisi Arsan. Sesampainya di rumah, Marren menangis tersedu dalam pelukan Ibunya dan Arland menegaskan Marren harus makan dan beristirahat. Mengabaikan semua itu Marren menatap kedua bayinya yang terlelap dalam keranjang bayi. Marren meneteskan air mata menatap si kembar dengan lemah terkulai di ranjang. Madya menahan isaknya saat melihat Marren yang begitu pucat dan seolah kehilangan semangat dalam hidupnya. "Sayang, makanlah dan beristirahatlah barang sejenak. Kamu harus sehat demi anak-anak. Mommy akan siapkan makanan untukmu dan kamu harus makan," bujuk Madya seraya membelai rambut Marren yang tergerai berantakan di pundak. "Kamu juga harus makan, Arl

  • Posesif My Husband    Chapter 155

    Marren menatap sosok Arsan yang berbaring lemah tak berdaya di hadapannya. Kini ia harus kuat menghadapi kenyataan yang ada.Wanita cantik itu hanya terdiam membeku dan menatap satu persatu alat yang terpasang di sekitar tubuh Arsan dengan selang atau pun kabel yang berakhir di badan Arsan. Sebuah selang pun melekat di dalam mulut Arsan yang sedikit terbuka. Dengan tangan gemetar hebat, Marren memegang punggung tangan awan yang diam tak bergerak. Tangan yang dulu selalu kokoh menggenggamnya itu, kini terkulai lemah dengan selang infus tertancap di sana Marren menggenggam ringan tangan dan jari-jemari Arsan.Marren menciumnya tanpa mengatakan apa pun. Seraya memandang wajah Arsan yang terlelap, Marren memeluk tangan itu meletakkannya pada pipinya. "Syukurlah, Nyonya terlihat tenang dan baik-baik saja sejak siuman tadi. Nyonya, sepertinya sudah menerima keadaan Tuan Muda," ujar Naura memecah kesunyian. la menatap Marren melalui kaca transparan di balik ruangan itu bersama Arland.

  • Posesif My Husband    Chapter 154

    "Arsan!" pekik Marren dengan bangun tersentak kaget. Hal itu membuat Naura segera menghambur ke hadapan Marren. "Nyonya? Anda sudah siuman? Syukurlah," sahut Naura dengan wajah senang namun tak bisa menutupi wajah sedihnya Wajahnya terlihat sangat sembab karena terlalu banyak menangis. "Nau, apa yang terjadi? Ini di mana?" tanya Marren kebingungan seraya melihat ke sekelilingnya, la terbangun di sebuah kamar serba putih dan di kelilingi oleh kelambu dengan warna yang sama. "Anda pingsan. Nyonya. Sekarang sedang di UGD. Tadi Tuan Arland yang membawa Anda kemari," papar Naura dengan tatapan berkaca-kaca.Mendengar penjelasan Naura, Marren melompat dari ranjang dengan tergesa gesa."Di mana Arsan? Di mana, suami saya?" pekik marry kebingungan dan panik. Naura memeluk Marren dengan cepat dan menangis tersedu-sedu."Nyonya, harus tenang. Anda baru sadar. Sebaiknya pelan-pelan dulu," cegah Naura dengan bingung dan penuh kekhawatiran."Saya ingin melihat kondisi Arsan. Apa ada perkembang

  • Posesif My Husband    Chapter 153

    Marren diam termangu di depan ruang tunggu kamar operasi. Saat ini la hanya bisa diam tanpa bisa menangis karena sudah terlalu lelah menangis.la merasakan kedua matanya yang terasa bengkak dan perih akibat terlalu banyak menangis. "Ya, Tuhan, Arsan... Kita baru saja bertemu kembali setelah berbulan-bulan lamanya terpisah karena kesalahan Saya. Tetapi, sekarang kamu malah seperti ini. Kita baru saja bertemu dan bahagia, Arsan. Saya mohon, bertahanlah dan jangan tinggalkan Saya dan anak anak kita," gumam Marren berdoa di dalam hatinya. Sebulir air mata bening meluncur begitu saja membasahi kedua pipinya, la tak bisa menahan buliran demi buliran air mata yang terus menerus turun membasahi pipinya. Saat itu ia hanya di temani oleh Naura, karena Madya harus menenangkan kedua cucunya dengan asi Marren dan susu formula yang telah disiapkan khusus untuk keduanya. Apalagi kini Marren sedang menghadapi sebuah musibah dengan tertembaknya Arsan oleh sang kakek demi melindungi dirinya. Nau

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status