Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 5: Pijatan yang Mengubah Segalanya

Share

Bab 5: Pijatan yang Mengubah Segalanya

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-01-25 23:16:34

Hari-hari berlalu, dan Nathaniel kembali memutuskan untuk mengunjungi klinik Arissa setelah merasa tubuhnya semakin lelah akibat pekerjaan yang terus-menerus menumpuk. Kali ini, ia datang dengan perasaan yang sedikit berbeda. Pijatan yang diberikan Arissa malam itu tidak hanya meredakan kelelahan fisiknya, tetapi juga memberikan ketenangan batin yang selama ini ia cari tanpa menyadarinya.

Setelah tiba di klinik, Nathaniel langsung menuju ruang pijat yang sudah familiar baginya. Arissa, yang sedang merapikan alat-alat pijat, menatapnya sejenak sebelum mengangguk dengan sopan. "Selamat malam, Nathaniel. Apa kabar?" tanyanya dengan senyum yang tetap hangat meski ia tahu betul Nathaniel adalah sosok yang lebih suka menjaga jarak.

"Baik," jawab Nathaniel singkat, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. Ia duduk di atas meja pijat dan menunggu Arissa untuk memulai sesi seperti sebelumnya.

Arissa mempersiapkan segalanya dengan teliti, memastikan bahwa minyak pijat yang digunakan cukup hangat dan suasana di ruang itu terasa nyaman. Meski dirinya terbiasa dengan klien yang memiliki beragam kepribadian, kehadiran Nathaniel selalu membawa tantangan tersendiri. Di satu sisi, ia merasa bahwa ia harus profesional, tetapi di sisi lain, ada rasa ingin tahu yang terus berkembang tentang pria ini. Sosok yang penuh rahasia dan selalu terkesan dingin.

Tanpa banyak bicara, Arissa mulai memijat bahu Nathaniel dengan gerakan lembut namun penuh kekuatan. Nathaniel menahan napas sejenak, merasakan otot-ototnya yang kaku mulai meregang, perlahan-lahan merasakan kenyamanan yang datang bersama pijatan Arissa. Untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir, ia bisa merasakan ketenangan tanpa harus memikirkan pekerjaan atau masalah yang selalu mengelilinginya.

Namun, meskipun tubuhnya mulai rileks, Nathaniel tetap memelihara sikap kaku. Ia tidak terbiasa mengungkapkan rasa terima kasih secara verbal, dan lebih memilih untuk menunjukkan apresiasi dengan cara yang berbeda. Arissa, yang sudah lama terbiasa dengan beragam reaksi klien, tetap fokus pada pekerjaannya dan tidak mengharapkan banyak percakapan.

"Apa kamu sering menerima klien seperti saya?" Nathaniel akhirnya bertanya, suaranya terdengar sedikit ragu—seolah berusaha mencari topik pembicaraan meski ia tidak nyaman dengan keheningan yang ada.

Arissa tersenyum kecil, tanpa berhenti memberikan pijatan yang semakin dalam. "Saya sudah cukup lama bekerja di sini," jawabnya dengan suara tenang. "Ada berbagai macam orang yang datang ke sini, dengan berbagai masalah. Setiap orang punya kebutuhan yang berbeda, dan saya hanya berusaha membantu sebisa saya."

Nathaniel mengangguk, meski pandangannya lebih terfokus pada langit-langit ruangan. Ia merasa aneh bisa begitu terbuka dalam percakapan seperti ini. Biasanya, ia selalu menjaga jarak, tetapi entah mengapa, dengan Arissa, percakapan terasa mengalir begitu saja. Mungkin karena Arissa tidak menuntutnya untuk menjadi seseorang yang lebih dari apa yang dia tunjukkan.

Saat sesi pijat berlanjut, Nathaniel mulai merasakan tubuhnya semakin ringan. Semua ketegangan yang mengikatnya perlahan mulai mencair. Setiap gerakan Arissa, meski sederhana, terasa begitu efektif. Ia tidak bisa lagi menahan rasa terima kasih yang muncul dari dalam dirinya, meskipun tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.

Beberapa menit kemudian, Arissa selesai dengan sesi pijatnya. Nathaniel duduk di atas meja pijat, merasakan efek relaksasi yang cukup mendalam. Ia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-kata itu terasa begitu asing di mulutnya. Sebagai gantinya, ia merogoh kantong jas dan mengeluarkan sejumlah uang. Tanpa mengatakan apapun, ia meninggalkan sejumlah tip yang cukup besar di meja.

Arissa yang melihatnya hanya mengangguk dengan sopan. "Terima kasih, Nathaniel. Saya senang bisa membantu," katanya, meskipun ia tahu Nathaniel tidak akan mengatakan apapun lebih lanjut. Itu sudah cukup. Dengan tip yang besar itu, ia merasa pekerjaannya dihargai.

Nathaniel berdiri dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu. "Sampai jumpa," katanya, suaranya terkesan tegas, tetapi ada sesuatu dalam nada bicaranya yang sedikit lebih lembut daripada sebelumnya.

Arissa tersenyum kecil, meskipun Nathaniel sudah berbalik dan berjalan keluar. Ia tidak perlu banyak kata-kata untuk memahami bahwa pria itu merasa sedikit lebih baik, meskipun keengganannya untuk mengungkapkan rasa terima kasih tetap ada. Arissa menyadari bahwa, meskipun sikap Nathaniel selalu terlihat kaku, ada perubahan yang terjadi dalam dirinya—sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar fisik.

Sebelum Arissa menutup pintu klinik, ia melihat sekilas uang tip yang ditinggalkan Nathaniel. Ia tidak terlalu memikirkannya, tetapi ada perasaan hangat yang tumbuh dalam dirinya. Arissa tahu bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri dalam mengungkapkan rasa terima kasih. Bagi Nathaniel, itu mungkin cara terbaik yang ia bisa lakukan.

Saat Arissa menutup klinik dan membersihkan ruangan, pikirannya terus melayang pada pria yang baru saja meninggalkan tempat ini. Mungkin ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Arissa tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi satu hal yang pasti—kehadiran Nathaniel dalam hidupnya mulai memberikan warna yang berbeda. Ia tidak hanya sekadar klien, tetapi entah bagaimana, ada perasaan bahwa hubungan mereka akan berkembang lebih jauh, meskipun ia harus terus menjaga batas profesional di antara mereka.

Nathaniel melangkah keluar dari klinik dengan langkah lebih ringan, namun pikirannya tetap bergelut dengan kekosongan yang sulit ia ungkapkan. Pijatan yang diberikan Arissa memang menenangkan, tapi entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam yang ia rasakan, sesuatu yang lebih dari sekadar fisik. Setiap sentuhan yang diberikan Arissa seakan menggugah emosi yang selama ini ia coba sembunyikan jauh di dalam dirinya.

Di dalam mobilnya, ia duduk dengan pandangan kosong, terhanyut dalam perasaan yang tak bisa dijelaskan. Sosok Arissa, yang selama ini ia anggap hanya seorang terapis, mulai muncul dalam pikirannya dengan cara yang berbeda. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ada sesuatu tentang wanita itu yang membuatnya merasa lebih hidup. Bahkan, rasa sakit fisiknya yang selama ini terus mengganggu tampak sedikit lebih ringan setelah pertemuan singkat itu.

Namun, Nathaniel berusaha untuk tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Ia tahu dirinya tidak bisa begitu saja terperosok dalam perasaan yang tidak pada tempatnya. Pekerjaannya sebagai CEO sudah cukup menyita seluruh waktunya, dan ia tak ingin membiarkan hal-hal pribadi merusak keseimbangannya. Lagipula, apa yang bisa ia harapkan dari seseorang seperti Arissa? Seorang wanita yang hidup sederhana dan bekerja keras, jauh dari dunia bisnis yang penuh intrik dan tekanan.

"Kenapa aku malah berpikir tentang ini?" gumam Nathaniel pada dirinya sendiri, seolah mencoba menenangkan hati yang bergejolak. Ia menutup matanya sejenak, menarik napas panjang untuk menenangkan pikiran yang tidak menentu. Mungkin, ia hanya butuh lebih banyak pijatan untuk mengatasi tekanan yang ia hadapi—itu saja.

________________________________________

Di sisi lain, Arissa mengunci pintu klinik setelah Nathaniel pergi. Ia merasakan kelelahan setelah hari yang panjang, namun ada perasaan yang berbeda dalam dirinya. Sesuatu yang jarang ia rasakan setelah melayani klien. Nathaniel bukanlah klien biasa, dan ia tidak bisa mengabaikan perasaan yang mulai muncul setiap kali ia berada di dekat pria itu.

Sambil mengatur perlengkapan, Arissa merasa sedikit bingung. Ia tahu betul bahwa ia harus menjaga profesionalisme dalam pekerjaan ini. Namun, Nathaniel, dengan sikapnya yang terkadang dingin dan penuh ketegasan, malah membuat Arissa semakin tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang dirinya. Pria itu memiliki banyak lapisan, dan Arissa merasa, di balik semua kesuksesannya, ada sebuah sisi yang belum ia ungkapkan kepada siapa pun.

Setelah membersihkan ruangan, Arissa duduk sebentar di kursinya. Matanya terpejam sejenak, berusaha menenangkan pikiran yang berlarian. Pikirannya melayang kembali pada Nathaniel, pada pandangannya yang penuh beban, namun juga pada tatapan singkat yang mengandung rasa terima kasih—meskipun itu tak pernah diucapkan dengan kata-kata. Arissa tidak bisa mengelak dari perasaan itu. Ada sesuatu yang membuatnya ingin lebih dekat dengan Nathaniel, meskipun ia tahu bahwa mereka berasal dari dunia yang sangat berbeda.

"Kenapa aku begitu penasaran?" Arissa bergumam pada dirinya sendiri, hampir tidak percaya dengan apa yang ia rasakan. Sejak pertama kali bertemu, Nathaniel selalu meninggalkan kesan yang berbeda, dan semakin sering mereka bertemu, semakin Arissa merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional di antara mereka.

Namun, ia berusaha menepis perasaan itu. Arissa tahu bahwa dalam dunia yang ia jalani, perasaan seperti itu tidak akan mudah terwujud. Apalagi dengan pria sepertinya—seorang CEO yang selalu dikelilingi oleh tekanan dan kerumitan dunia bisnis. Arissa tahu betul bahwa ia harus menjaga jarak, meskipun hatinya terus berdebar ketika berpikir tentang Nathaniel.

________________________________________

Keesokan harinya, Nathaniel kembali ke klinik Arissa. Kali ini, ia datang tanpa janji sebelumnya, hanya berdasarkan rasa kebutuhan yang semakin kuat. Ia tahu bahwa pijatan itu memberikan kelegaan, dan meskipun ia tidak ingin mengakui, ia merasa terhubung dengan Arissa dalam cara yang tidak bisa ia jelaskan. Ketika ia masuk, Arissa yang sedang sibuk mempersiapkan ruangannya segera menoleh.

"Oh, Nathaniel," kata Arissa, sedikit terkejut. "Ada yang bisa saya bantu lagi?"

Nathaniel mengangguk, tetapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya. Sebelumnya, ia datang dengan rasa skeptis, tetapi kali ini, ia merasa lebih tenang, lebih siap untuk menikmati setiap detik dari sesi pijat itu. Ia hanya ingin merasakan kenyamanan yang selama ini tidak pernah ia dapatkan dalam rutinitas harian yang penuh tekanan.

"Saya pikir... saya perlu lebih sering datang ke sini," kata Nathaniel dengan suara yang sedikit ragu. "Pijatanmu benar-benar membantu."

Arissa tersenyum kecil, meskipun ia menyadari bahwa Nathaniel tidak akan mengucapkan lebih banyak dari itu. "Saya senang mendengarnya. Silakan berbaring, saya akan mulai."

Nathaniel duduk di atas meja pijat, kali ini lebih rileks, dan Arissa mulai memijat punggung dan bahunya dengan penuh perhatian. Setiap gerakan tangan Arissa terasa semakin lembut, namun dengan kekuatan yang tepat untuk melepaskan ketegangan yang ada. Nathaniel membiarkan dirinya tenggelam dalam sensasi pijatan, menikmati kenyamanan yang hanya bisa diberikan oleh seseorang yang tahu betul cara merawat tubuh manusia.

Namun, meskipun tubuhnya semakin relaks, pikiran Nathaniel terus berkelana. Ia menyadari bahwa perasaan yang ia rasakan lebih dalam dari sekadar kelelahan fisik. Ada sesuatu dalam diri Arissa yang membuatnya merasa diterima tanpa syarat, sesuatu yang selama ini hilang dalam hidupnya yang penuh tekanan dan kesendirian. Meski tidak mengatakannya, Nathaniel tahu bahwa ada hubungan yang semakin berkembang di antara mereka, dan meskipun ia merasa ragu, ia tidak bisa menahan perasaan itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 6: Kejutan di Balik Nama Besar

    Setelah Nathaniel pergi, Arissa merasa sedikit canggung dan bingung. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada sesuatu yang terasa berbeda setiap kali pria itu datang ke kliniknya. Pikirannya terus dipenuhi dengan wajah Nathaniel, sikapnya yang agak kaku namun penuh ketegasan, dan bahkan sedikit ketenangan yang ia rasakan setelah melayani pria itu. Sesi pijat tersebut terasa begitu berbeda dari biasanya.Arissa berjalan keluar dari ruangannya, mengambil secangkir teh hangat, dan mencoba menenangkan dirinya. Namun, saat melangkah menuju ruang depan klinik, ia mendengar suara percakapan ringan dari beberapa kolega yang sedang berbincang di meja resepsionis."Hei, kamu tahu siapa yang baru saja datang kemarin malam?" tanya salah seorang kolega."Siapa?" jawab kolega lainnya dengan penasaran."Pria itu... yang datang dengan wajah lelah dan tampak sangat penting. Ternyata dia itu Nathaniel Alvaro, CEO Alvaro Group. Kamu tahu, yang sering muncul di berita itu!"

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 7: Pertemuan yang Tak Terduga

    Nathaniel Alvaro duduk di ruang kerjanya yang luas, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan laporan penting. Namun, matanya tidak fokus pada layar komputernya atau grafik yang terus bergerak. Semua itu tampak kabur baginya. Pikirannya kembali pada sesi pijat yang ia terima beberapa hari lalu—pijat sederhana, namun memiliki efek yang lebih mendalam daripada yang bisa ia bayangkan.Biasanya, ia adalah sosok yang selalu mengendalikan segala hal di sekitar dirinya. Namun, ada sesuatu tentang Arissa—sesuatu yang membuatnya merasa lebih manusiawi. Sifat Arissa yang lembut, namun kuat, memancarkan ketenangan yang selama ini sulit ia temukan di dunia kerjanya yang penuh dengan tekanan. Bahkan ketika ia berusaha untuk tetap kaku dan menjaga jarak, Arissa tak pernah memberi ruang untuk ketegangan itu berkembang lebih jauh.“Kenapa aku terus memikirkan itu?” Nathaniel bergumam pelan, menggoyangkan kepalanya seakan berusaha menyingkirkan pikiran itu. Namun, s

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 8: Tawaran yang Menggoda

    Beberapa hari setelah pertemuan keduanya yang penuh dengan ketegangan itu, Nathaniel kembali muncul di klinik. Pagi itu, Arissa sedang sibuk menyusun beberapa catatan dan menyiapkan perlengkapan pijat untuk kliennya yang lain. Ia terkejut saat mendengar suara pintu dibuka, dan untuk kedua kalinya, Nathaniel muncul, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam sikapnya. Ia tidak terlihat hanya ingin relaksasi sesaat. Ada tujuan yang jelas, dan ia membawa aura yang lebih serius daripada sebelumnya.Arissa menatapnya sejenak, merasa canggung meski sudah mengenal pria itu lebih baik. "Nathaniel, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya, berusaha tetap profesional, meskipun hatinya sedikit berdebar.Nathaniel berdiri di ambang pintu, memandang Arissa dengan tatapan yang penuh ketegasan, tetapi juga ada kelembutan yang tak bisa disembunyikan. "Saya ingin menawarkan sesuatu kepada Anda," katanya, suaranya terdengar lebih dalam dari sebelumnya, seolah menyimpan beban berat.

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 9: Batas yang Tertantang

    Hari pertama sebagai terapis pribadi Nathaniel dimulai. Arissa merasa sedikit cemas, meski ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencana. Sejak pagi, ia mempersiapkan ruangan klinik dengan lebih hati-hati dari biasanya. Semua peralatan yang diperlukan sudah siap, dan suasana di dalam ruangannya sudah diatur agar terasa nyaman dan tenang. Namun, ada perasaan aneh yang tak bisa ia hilangkan. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar rutinitasnya sebagai seorang terapis.Ketika bel pintu berbunyi, Arissa menoleh dan melihat Nathaniel berdiri di depan pintu, mengenakan jas hitamnya yang rapi dan wajahnya yang tampak lebih serius dari biasanya. Ia masuk tanpa berkata apa-apa, dan sesaat suasana menjadi canggung. Arissa mencoba menenangkan diri dan mengingat batas yang telah ia tetapkan sebelumnya.“Selamat sore, Nathaniel,” sapa Arissa dengan nada formal. “Silakan duduk. Sesi ini hanya untuk relaksasi, sesuai dengan kesepakatan kita

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 10: Keputusan yang Sulit

    Arissa duduk di meja kerjanya, menatap secangkir teh yang kini hampir dingin di depannya. Pikirannya masih berputar-putar tentang percakapan tadi dengan Nathaniel. Hatinya berdebar lebih kencang dari biasanya, dan meski ia berusaha menenangkan diri, ada keraguan yang terus menghantuinya. Apakah keputusan ini benar? Apa yang akan terjadi jika ia setuju untuk menjadi terapis pribadi Nathaniel?Ia menghela napas panjang. Sebagai seorang terapis yang berkomitmen pada pekerjaannya, ia selalu memegang prinsip untuk menjaga profesionalisme dalam segala hal. Namun, tawaran Nathaniel berbeda. Ia bukan hanya seorang klien biasa. Nathaniel adalah CEO sukses dengan dunia bisnis yang rumit dan penuh tekanan, serta seorang pria yang sudah mulai menguji batasan-batasannya. Arissa tahu bahwa kedekatannya dengannya, meskipun hanya dalam kapasitas profesional, bisa menambah beban pada hidupnya yang sudah cukup rumit.Namun, di sisi lain, tawaran itu begitu menggoda. Bayaran yang jauh le

    Last Updated : 2025-01-27
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 11: Tawaran Tak Terduga

    Pagi itu, klinik pijat Arissa tampak lebih sibuk dari biasanya. Beberapa pelanggan reguler sudah menunggu di ruang tunggu, dan suasana di dalam klinik penuh dengan percakapan ringan. Arissa, seperti biasa, sibuk melayani klien dengan senyum ramah. Namun, dalam hatinya, ia merasa sedikit gelisah. Ada sesuatu yang aneh, perasaan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi hari ini.Benar saja, sekitar tengah hari, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan klinik. Dari dalamnya, Nathaniel Alvaro turun dengan langkah percaya diri, mengenakan setelan jas rapi yang membuatnya terlihat seperti sosok yang tak tersentuh. Kehadirannya langsung menarik perhatian para pelanggan dan staf di klinik. Beberapa dari mereka berbisik-bisik, mencoba menebak siapa pria tampan dan berkarisma itu.Arissa, yang baru saja selesai dengan klien terakhirnya, memandang ke arah pintu depan dan hampir terdiam melihat Nathaniel. Ia merasa aneh melihat pria itu datang di siang hari, terutama dengan penampi

    Last Updated : 2025-01-28
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 12: Menegakkan Prinsip

    Arissa duduk di meja kerjanya di apartemen kecilnya, kontrak dari Nathaniel terbuka di hadapannya. Pikirannya dipenuhi oleh pertimbangan-pertimbangan yang bertentangan. Di satu sisi, angka bayaran dalam kontrak itu sangat menggoda, sesuatu yang bisa membantunya mengubah hidup. Namun, di sisi lain, beberapa syarat dalam kontrak tersebut membuatnya merasa tidak nyaman, terutama bagian yang mengharuskannya selalu siaga kapan pun Nathaniel membutuhkannya.Ia membaca ulang salah satu klausul dalam kontrak:"Terapis wajib memberikan prioritas penuh pada klien, tanpa memandang waktu atau lokasi."Arissa menghela napas panjang. Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan terikat dalam pekerjaan seperti itu, apalagi dengan seseorang seperti Nathaniel Alvaro. Ia tahu betapa kerasnya dunia kerja pria itu, tetapi ia tidak ingin kehilangan kendali atas hidupnya sendiri hanya karena uang.Diskusi dengan MariaKeesokan harinya, di ru

    Last Updated : 2025-01-29
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 13: Sebuah Pendekatan Baru

    Nathaniel duduk di ruang kerjanya yang luas, jendela besar di belakangnya menampilkan pemandangan kota yang berkilauan. Tapi pikirannya jauh dari pemandangan itu. Ia memikirkan Arissa—wanita yang tidak hanya menolak tawarannya tetapi juga melakukannya dengan sopan dan tegas.Nathaniel mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, sesuatu yang jarang ia lakukan. Penolakan itu terasa aneh baginya. Selama ini, ia terbiasa mendapatkan apa pun yang ia inginkan, entah itu dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, untuk pertama kalinya, seseorang menolaknya tanpa rasa takut.“Dia berbeda,” gumamnya pelan.Refleksi NathanielSambil menyandarkan diri di kursinya, Nathaniel teringat kata-kata Arissa. Cara dia berbicara, dengan nada yang penuh rasa hormat tetapi tak tergoyahkan, meninggalkan kesan mendalam.Nathaniel memanggil asistennya, James, masuk ke ruangan. James adalah satu dari sedikit orang yang bisa ia percayai sepenuhnya.

    Last Updated : 2025-01-30

Latest chapter

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 137 – Luka di Hati Nathaniel

    Ruangan itu terasa sunyi setelah kepergian Damien. Semua orang di dalamnya perlahan mulai kembali ke aktivitas masing-masing, tetapi bagi Nathaniel, dunia seakan berhenti.Ia berdiri di tengah ruangan, matanya menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dilalui Damien. Ada sesuatu yang begitu pahit dalam keheningan ini—sebuah perasaan yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.Arissa memperhatikan Nathaniel dengan penuh kekhawatiran. Pria itu tampak begitu tenang di permukaan, tetapi ia tahu bahwa di dalam hatinya, Nathaniel sedang berjuang dengan emosi yang begitu rumit.Nathaniel telah memenangkan pertempuran ini. Ia telah berhasil melindungi perusahaan, mengungkap pengkhianatan, dan menyingkirkan ancaman dari dalam. Namun, mengapa ia tidak merasakan kelegaan?Seharusnya ia merasa puas. Seharusnya ia bisa merayakan keberhasilannya. Namun, yang ia rasakan hanyalah kehampaan.Nathaniel menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba meredakan ketegangan di dadanya. “Seh

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 144 – Kejatuhan Damien

    Langit di luar terlihat mendung, seolah mencerminkan ketegangan yang memenuhi ruang rapat utama perusahaan. Semua pemegang saham, dewan direksi, dan eksekutif utama sudah berkumpul, menanti pertemuan yang telah diumumkan secara mendadak oleh Nathaniel.Damien duduk di salah satu kursi panjang di dekat ujung meja. Raut wajahnya tetap tenang, meskipun ada ketegangan yang jelas terlihat di matanya. Ia tahu bahwa sesuatu yang besar akan terjadi, tapi ia masih berusaha menyembunyikan kegelisahannya di balik sikap percaya diri yang dibuat-buat.Di sisi lain ruangan, Nathaniel berdiri tegap di depan layar presentasi, ekspresinya penuh ketegasan. Di sampingnya, Arissa duduk dengan berkas-berkas yang telah ia kumpulkan selama beberapa hari terakhir. Inilah saatnya untuk mengungkap segalanya.Nathaniel menarik napas dalam sebelum akhirnya berbicara dengan suara lantang.“Hari ini, kita berkumpul bukan hanya untuk membahas masa depan perusahaan, tetapi juga untuk mengungkap sesuatu yang selama i

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 143 – Keberanian Arissa

    Ketegangan di ruangan itu begitu pekat hingga terasa menyesakkan. Arissa bisa merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, tetapi ia menolak untuk mundur. Saat ini, Nathaniel membutuhkan keberaniannya lebih dari sebelumnya.Nathaniel berdiri tegap, tetapi Arissa tahu hatinya pasti berantakan. Menghadapi pengkhianatan dari saudaranya sendiri adalah luka yang jauh lebih dalam daripada sekadar pertempuran bisnis. Dan kini, ia harus menjadi orang yang mengungkap semuanya, meskipun itu berarti memperburuk hubungan Nathaniel dengan keluarganya sendiri.Arissa menarik napas dalam, menatap Damien yang masih berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Aku tidak ingin berada dalam situasi ini, Damien," katanya dengan suara tenang, tetapi tegas. "Aku lebih suka melihat kalian tetap menjadi saudara yang saling mendukung. Tapi setelah semua yang kau lakukan, aku tidak bisa diam saja."Damien mendengus. "Kau pikir kau siapa, Arissa? Ini bukan urusanmu.""Aku adalah seseorang yang pedu

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 134 – Pertarungan Saudara

    Nathaniel dan Damien berdiri berhadapan, kedua pria itu saling menatap dengan sorot mata tajam yang penuh emosi.Tak ada lagi kehangatan di antara mereka. Tak ada lagi rasa persaudaraan yang dulu pernah mereka banggakan.Nathaniel mengepalkan tangannya erat. Ia tidak pernah menyangka bahwa hari di mana ia harus menghadapi Damien seperti ini akan tiba."Kau benar-benar sudah berubah," kata Nathaniel dengan suara berat, mencoba menekan amarah yang mendidih di dalam dirinya.Damien tertawa kecil, nada suaranya penuh sarkasme. "Aku tidak berubah, Nathaniel. Aku hanya akhirnya berhenti menjadi bayanganmu.""Tapi dengan cara seperti ini?" Nathaniel balas bertanya dengan nada tak percaya. "Mengkhianati keluarga? Bekerja sama dengan Markus, orang yang selama ini ingin menghancurkan kita?"Damien mendengus. "Keluarga? Kata itu tidak pernah berarti apa pun untukku. Keluarga yang mana? Keluarga yang selalu mengutamakanmu? Keluarga yang hanya melihatku

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 133 – Konfrontasi Dua Saudara

    Ruangan terasa begitu sunyi meskipun ketegangan memenuhi udara. Nathaniel berdiri tegak di depan Damien, menatap langsung ke mata lelaki yang selama ini ia anggap sebagai saudara kandungnya. Wajahnya tidak menunjukkan amarah yang meledak-ledak, tetapi dingin, tajam, dan penuh kekecewaan.Damien, di sisi lain, terlihat lebih santai. Ia bersandar pada kursinya dengan tangan terlipat di dada, seolah tidak terpengaruh oleh tatapan menusuk Nathaniel. Namun, matanya mengandung sesuatu yang sulit dijelaskan—campuran antara kebencian, kelelahan, dan sedikit rasa bersalah.Mereka telah menghindari konfrontasi ini cukup lama. Tapi malam ini, semuanya harus diselesaikan."Apa yang kau inginkan, Damien?" suara Nathaniel terdengar tenang, tetapi dingin.Damien mengangkat bahu. "Akhirnya kau memutuskan untuk bertanya." Ia terkekeh kecil sebelum melanjutkan, "Bukankah seharusnya aku yang bertanya? Apa yang kau inginkan, Nathaniel? Kau sudah memiliki segalanya—kekuasaan,

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 132 – Luka yang Tak Terhindarkan

    Nathaniel duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke luar jendela. Malam telah larut, tetapi pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian yang baru saja terjadi. Pengkhianatan Damien bukan hanya menghancurkan kepercayaannya, tetapi juga merobek bagian terdalam dari hatinya.Saudara kandungnya sendiri.Orang yang selama ini ia lindungi.Orang yang selalu ia anggap sebagai keluarga—ternyata menikamnya dari belakang tanpa ragu.Tangannya mengepal di atas meja, buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang ia berikan. Emosi dalam dirinya bergejolak seperti badai yang siap menghancurkan segalanya. Ia ingin marah, ingin berteriak, ingin menghancurkan sesuatu. Tetapi di saat yang bersamaan, ada rasa hampa yang begitu dalam, seolah-olah seluruh dunia di sekitarnya kehilangan warnanya.Arissa berdiri di ambang pintu, memperhatikan Nathaniel dalam keheningan. Ia tahu bahwa pria itu sedang berada di titik terendahnya saat ini. Luka karena dikhi

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 131 – Kebenaran yang Menyakitkan

    Arissa duduk di ruang kerjanya, menatap berkas-berkas di depannya dengan perasaan campur aduk. Sejak menemukan bukti pengkhianatan Damien, hatinya terasa begitu berat. Ia tahu bahwa kebenaran ini akan menghancurkan Nathaniel, tetapi ia juga tidak bisa membiarkan pria yang dicintainya terus percaya pada seseorang yang diam-diam menikamnya dari belakang.Tangannya gemetar saat mengambil dokumen terakhir—rekaman transaksi rahasia yang menghubungkan Damien dengan Markus. Tidak ada lagi ruang untuk keraguan. Fakta-fakta ini terlalu jelas untuk diabaikan.Arissa memejamkan matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berdiri. Sudah saatnya ia memberi tahu Nathaniel.Nathaniel berada di ruang kerja pribadinya ketika Arissa mengetuk pintu. Pria itu terlihat sibuk, tetapi begitu melihat ekspresi serius di wajah Arissa, ia segera meletakkan dokumen yang sedang dibacanya."Ada apa?" tanyanya, suaranya tetap tenang, tetapi sorot matanya tajam, menyadari bahwa sesuatu yang penting a

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 130 – Pengkhianatan Tak Terduga

    Arissa menatap layar laptopnya dengan napas tertahan. Tangannya sedikit gemetar saat ia membaca serangkaian pesan terenkripsi yang baru saja berhasil dipecahkan oleh tim investigasi. Pesan-pesan itu bukan hanya bukti transaksi mencurigakan, tetapi juga percakapan rahasia antara seseorang di dalam perusahaan dengan Markus.Setiap kata yang tertulis di sana seperti belati yang menusuk dada Arissa. Ia tidak pernah menyangka bahwa pengkhianatnya adalah seseorang yang begitu dekat dengan Nathaniel.Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya sebelum melanjutkan membaca. Salah satu pesan terakhir yang ditemukan berbunyi:"Segera pastikan Nathaniel kehilangan dukungan dewan. Aku akan urus sisanya."Dan pengirimnya… adalah Damien.Arissa terhenyak. Damien, saudara kandung Nathaniel sendiri?Arissa selalu tahu bahwa hubungan Nathaniel dan Damien tidak sehangat saudara kandung pada umumnya. Namun, ia tidak pernah berpikir bahwa Damien akan tega melakukan hal seperti ini—mengkhianat

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 129 – Menyingkap Konspirasi

    Setelah semua yang terjadi, Arissa tidak lagi hanya berdiri di sisi Nathaniel sebagai pendukung emosional. Ia kini terlibat secara aktif dalam mencari kebenaran. Markus memang telah kehilangan sebagian besar kekuatannya, tetapi ada sesuatu yang masih mengganjal di benaknya.Arissa duduk di depan laptopnya, membaca ulang dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan tim investigasi Nathaniel. Matanya menelusuri angka-angka, kontrak, serta transaksi yang mencurigakan.Ia menarik napas dalam-dalam. "Ini tidak masuk akal…" gumamnya.Nathaniel yang baru saja selesai berbicara dengan tim hukumnya menghampiri. "Apa yang kau temukan?""Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kecurangan Markus," jawab Arissa serius. "Beberapa transaksi ini… terlihat seperti manipulasi yang sudah berlangsung lama. Bahkan sebelum Markus mulai menunjukkan ambisinya secara terbuka."Nathaniel mengernyit. "Kau yakin?"Arissa mengangguk. "Ya. Aku pikir Markus bukan satu-satunya dalang dalam semua ini."Sema

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status