Beranda / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 8: Tawaran yang Menggoda

Share

Bab 8: Tawaran yang Menggoda

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-26 10:43:02

Beberapa hari setelah pertemuan keduanya yang penuh dengan ketegangan itu, Nathaniel kembali muncul di klinik. Pagi itu, Arissa sedang sibuk menyusun beberapa catatan dan menyiapkan perlengkapan pijat untuk kliennya yang lain. Ia terkejut saat mendengar suara pintu dibuka, dan untuk kedua kalinya, Nathaniel muncul, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam sikapnya. Ia tidak terlihat hanya ingin relaksasi sesaat. Ada tujuan yang jelas, dan ia membawa aura yang lebih serius daripada sebelumnya.

Arissa menatapnya sejenak, merasa canggung meski sudah mengenal pria itu lebih baik. "Nathaniel, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya, berusaha tetap profesional, meskipun hatinya sedikit berdebar.

Nathaniel berdiri di ambang pintu, memandang Arissa dengan tatapan yang penuh ketegasan, tetapi juga ada kelembutan yang tak bisa disembunyikan. "Saya ingin menawarkan sesuatu kepada Anda," katanya, suaranya terdengar lebih dalam dari sebelumnya, seolah menyimpan beban berat.

Arissa mengangkat alis. "Tawaran?" tanyanya, masih merasa ragu. Sebelumnya, ia tidak bisa mengabaikan perasaan cemas yang datang bersamaan dengan kedatangan Nathaniel. Meski pria itu memberikan kesan kuat dan terhormat, ada sesuatu yang menakutkan dalam pesona misteriusnya.

Nathaniel menghela napas panjang, kemudian melangkah lebih dekat ke meja resepsionis tempat Arissa berdiri. “Saya ingin Anda menjadi terapis pribadi saya, Arissa. Tidak hanya sekali, tetapi secara rutin. Saya ingin datang ke sini setiap minggu, dan saya bersedia membayar lebih dari tarif biasa.”

Arissa merasa matanya terbelalak sejenak, tidak percaya dengan tawaran yang baru saja keluar dari mulut Nathaniel. Ia memeriksa wajahnya, melihat apakah ada tanda-tanda guyonan atau kebohongan, tetapi tak ada. Nathaniel tampak sangat serius.

“Apakah Anda yakin ingin melakukan ini?” Arissa bertanya pelan, mencoba mencari tahu lebih lanjut tentang motivasinya. “Saya hanya seorang terapis biasa, Nathaniel. Dan saya tidak ingin melanggar prinsip profesional saya.”

Nathaniel tersenyum sedikit, meskipun ada kecanggungan yang jelas di antara mereka. “Saya tahu ini terdengar agak tidak biasa,” katanya. “Namun, saya merasa bahwa hanya Anda yang bisa memberikan bantuan yang saya butuhkan. Saya sudah mencoba berbagai cara untuk mengurangi tekanan dan stres saya, tetapi belum ada yang berhasil. Pijatan Anda, Arissa, memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar efek fisik. Saya merasa lebih tenang, lebih fokus setelahnya.”

Arissa merasa sedikit terharu mendengar pujian itu, namun juga merasa cemas. Tawarkan ini lebih dari sekadar menawarkan uang, itu menawarkan ikatan yang lebih erat antara mereka—sesuatu yang membuatnya ragu. Ia mengingat kembali semua prinsip yang telah ia tetapkan sejak lama. Sebagai seorang terapis, ia berusaha menjaga batas yang jelas antara dirinya dan kliennya. Ia tidak ingin menyimpang dari garis profesionalisme yang telah ia bangun.

“Nathaniel,” Arissa akhirnya berkata dengan hati-hati, “saya tahu apa yang Anda maksud, dan saya menghargai kepercayaan yang Anda berikan pada saya. Tapi, saya khawatir tawaran ini bisa merusak hubungan profesional kita. Saya tidak ingin terjebak dalam situasi yang bisa membuat kita berdua merasa tidak nyaman nanti.”

Nathaniel mengangguk perlahan, menyadari bahwa Arissa sedang berpikir matang-matang. Ia mengerti bahwa, bagi seorang terapis seperti Arissa, profesionalisme adalah hal yang paling penting. Namun, ia merasa cemas. Tidak banyak orang yang bisa dia percayai, dan ia merasa bahwa Arissa adalah satu-satunya yang bisa membantunya mengatasi beban yang menimpanya.

“Apa yang saya tawarkan bukan hanya soal uang, Arissa,” kata Nathaniel, suaranya lebih lembut. “Ini tentang mendapatkan apa yang saya butuhkan untuk menjalani hidup saya dengan lebih baik. Mungkin saya tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata yang tepat, tetapi Anda mengerti apa yang saya maksudkan. Saya ingin Anda menjadi bagian dari rutinitas saya—sebagai seorang terapis, bukan hanya sebagai seorang wanita. Saya ingin membuat ini berjalan dengan cara yang sesuai dengan prinsip Anda.”

Arissa terdiam sejenak, mempertimbangkan semuanya. Tawarannya terasa menggoda, dan semakin lama ia mengenal Nathaniel, semakin sulit baginya untuk tetap menjaga jarak. Namun, di balik keinginan untuk membantu dan merasa dihargai, ia juga tahu bahwa menerima tawaran itu akan merubah segalanya. Ia tidak hanya akan kehilangan batasan profesional yang ia jaga dengan hati-hati, tetapi ia mungkin juga akan terjerat dalam dunia Nathaniel yang penuh intrik dan ketegangan.

Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa seperti bertahun-tahun, Arissa menarik napas dalam-dalam dan memandang Nathaniel dengan tatapan serius. “Saya akan menerima tawaran Anda, Nathaniel,” katanya, meskipun nada suaranya sedikit ragu. “Tapi saya ingin ada batas yang jelas antara pekerjaan ini dan hubungan pribadi kita. Saya tidak ingin sesuatu yang lebih rumit daripada yang sudah ada.”

Nathaniel tersenyum sedikit, seolah merasa lega. “Tentu, Arissa. Saya menghormati itu. Batasan yang Anda inginkan akan saya patuhi. Terima kasih telah mempertimbangkan tawaran ini.”

Arissa mengangguk, meskipun hatinya masih merasa terombang-ambing. Ia tahu bahwa ini adalah langkah besar, dan meskipun ia merasa tertarik untuk membantu Nathaniel, ia juga merasa cemas tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Menerima tawaran itu berarti membuka pintu untuk sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang mungkin mengubah segalanya.

Setelah keputusan itu diambil, suasana di klinik menjadi sedikit lebih ringan. Arissa merasa ada sedikit ketegangan yang mencair di antara mereka, tetapi sekaligus, ia merasakan gelombang kecemasan yang datang. Bagaimana ini akan berpengaruh pada kehidupannya? Bagaimana ia akan menghadapi perasaan yang mulai muncul begitu dekat dengan Nathaniel? Dan yang lebih penting lagi, apakah ia bisa menjaga profesionalisme dalam hubungan ini?

Nathaniel menyadari bahwa Arissa masih terlihat ragu, namun ia juga bisa melihat ketulusan dalam keputusan yang diambilnya. Ia tahu bahwa tawaran itu datang dengan harga yang lebih tinggi daripada sekadar uang. Arissa harus melangkah keluar dari zona nyaman dan menjaga jarak emosional yang selalu ia pertahankan dengan klien.

"Saya akan menghubungi Anda untuk detail lebih lanjut," kata Nathaniel, mencoba membuat suasana lebih santai. "Dan saya ingin memastikan bahwa ini tidak akan mengganggu rutinitas Anda."

Arissa mengangguk pelan. "Tentu saja. Kita akan tentukan jadwal yang sesuai. Tapi ingat, Nathaniel, ini adalah layanan profesional, bukan hubungan pribadi. Itu yang saya harapkan."

Nathaniel tersenyum tipis, dan untuk sesaat, ada kilatan kehangatan dalam matanya yang seolah mengungkapkan bahwa ia menghargai kejujuran Arissa. “Saya mengerti, Arissa. Tidak akan ada masalah dengan itu.”

Setelah percakapan itu, Nathaniel meninggalkan klinik dengan langkah pasti. Arissa berdiri di belakang meja resepsionis, menatap pintu yang baru saja ditutup. Ada perasaan campur aduk dalam hatinya. Dia tahu bahwa hari-hari berikutnya akan penuh tantangan. Tapi ada juga rasa penasaran yang mulai tumbuh. Siapa Nathaniel Alvaro sebenarnya? Apa yang membuat pria sekaya dan sepenuhnya terfokus pada bisnis ini begitu membutuhkan bantuan dari seorang terapis pijat? Arissa merasa terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan itu, dan untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa hubungan profesional ini bisa jadi lebih dari yang ia duga.

Beberapa hari berlalu dengan kesibukan rutin di klinik, dan meskipun ia mencoba untuk fokus pada pekerjaan, pikiran Arissa tak bisa lepas dari Nathaniel. Ia mulai merasa cemas tentang langkah berikutnya. Kapan Nathaniel akan menghubunginya? Bagaimana jika semuanya tidak berjalan sesuai dengan harapannya? Apakah ia akan mampu menjaga jarak profesional itu?

Pada suatu pagi yang cerah, ketika Arissa sedang menyiapkan ruangan untuk klien berikutnya, telepon di meja resepsionisnya berdering. Ia mengangkatnya dengan cepat, berharap itu bukan telepon yang tak diinginkan.

“Arissa, ini Nathaniel,” suara pria itu terdengar tegas, namun juga sedikit lebih santai dari yang ia kenal. “Saya ingin mengatur jadwal untuk pertemuan pertama kita. Saya pikir kita bisa mulai besok.”

Arissa merasa jantungnya berdebar, meskipun ia berusaha untuk tetap tenang. “Baik, Nathaniel. Kapan Anda ingin saya mulai?” tanyanya, berusaha menjaga nada suara tetap profesional meski ada sedikit kegugupan di dalamnya.

“Besok sore, setelah jam kerja. Saya akan langsung ke sini. Kita bisa tentukan bagaimana sesi pertama ini berjalan,” jawab Nathaniel. “Terima kasih sudah menyanggupi ini, Arissa.”

“Tidak masalah,” Arissa menjawab singkat. “Saya akan siap.”

Setelah percakapan itu berakhir, Arissa meletakkan telepon dengan tangan sedikit gemetar. Ia menatap cermin di dinding, mencoba menenangkan dirinya. Persiapan mental untuk pertemuan besok sudah dimulai, meski ia merasa sedikit cemas. Namun, di sisi lain, ada juga perasaan ingin membantu Nathaniel. Ia tahu bahwa pria itu terbeban oleh banyak hal, dan jika ada yang bisa sedikit meringankan beban hidupnya, ia ingin menjadi bagian dari itu.

Namun, bagian dalam hatinya yang lebih pragmatis mengingatkan untuk tetap menjaga jarak. Ia sudah memutuskan untuk menerima tawaran Nathaniel, tetapi ia juga harus sangat hati-hati agar tak terjerumus dalam situasi yang tak terduga.

Arissa mengambil napas dalam-dalam, bertekad untuk tetap tegas. Ini hanya sebuah pekerjaan, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Dan ia akan melakukannya dengan cara yang benar—seperti yang selalu ia lakukan. Tapi meski ia berusaha mengatur pikirannya, satu hal tak bisa ia hindari: rasa penasaran terhadap Nathaniel semakin besar.

Bab terkait

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 9: Batas yang Tertantang

    Hari pertama sebagai terapis pribadi Nathaniel dimulai. Arissa merasa sedikit cemas, meski ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencana. Sejak pagi, ia mempersiapkan ruangan klinik dengan lebih hati-hati dari biasanya. Semua peralatan yang diperlukan sudah siap, dan suasana di dalam ruangannya sudah diatur agar terasa nyaman dan tenang. Namun, ada perasaan aneh yang tak bisa ia hilangkan. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar rutinitasnya sebagai seorang terapis.Ketika bel pintu berbunyi, Arissa menoleh dan melihat Nathaniel berdiri di depan pintu, mengenakan jas hitamnya yang rapi dan wajahnya yang tampak lebih serius dari biasanya. Ia masuk tanpa berkata apa-apa, dan sesaat suasana menjadi canggung. Arissa mencoba menenangkan diri dan mengingat batas yang telah ia tetapkan sebelumnya.“Selamat sore, Nathaniel,” sapa Arissa dengan nada formal. “Silakan duduk. Sesi ini hanya untuk relaksasi, sesuai dengan kesepakatan kita

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 10: Keputusan yang Sulit

    Arissa duduk di meja kerjanya, menatap secangkir teh yang kini hampir dingin di depannya. Pikirannya masih berputar-putar tentang percakapan tadi dengan Nathaniel. Hatinya berdebar lebih kencang dari biasanya, dan meski ia berusaha menenangkan diri, ada keraguan yang terus menghantuinya. Apakah keputusan ini benar? Apa yang akan terjadi jika ia setuju untuk menjadi terapis pribadi Nathaniel?Ia menghela napas panjang. Sebagai seorang terapis yang berkomitmen pada pekerjaannya, ia selalu memegang prinsip untuk menjaga profesionalisme dalam segala hal. Namun, tawaran Nathaniel berbeda. Ia bukan hanya seorang klien biasa. Nathaniel adalah CEO sukses dengan dunia bisnis yang rumit dan penuh tekanan, serta seorang pria yang sudah mulai menguji batasan-batasannya. Arissa tahu bahwa kedekatannya dengannya, meskipun hanya dalam kapasitas profesional, bisa menambah beban pada hidupnya yang sudah cukup rumit.Namun, di sisi lain, tawaran itu begitu menggoda. Bayaran yang jauh le

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 11: Tawaran Tak Terduga

    Pagi itu, klinik pijat Arissa tampak lebih sibuk dari biasanya. Beberapa pelanggan reguler sudah menunggu di ruang tunggu, dan suasana di dalam klinik penuh dengan percakapan ringan. Arissa, seperti biasa, sibuk melayani klien dengan senyum ramah. Namun, dalam hatinya, ia merasa sedikit gelisah. Ada sesuatu yang aneh, perasaan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi hari ini.Benar saja, sekitar tengah hari, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan klinik. Dari dalamnya, Nathaniel Alvaro turun dengan langkah percaya diri, mengenakan setelan jas rapi yang membuatnya terlihat seperti sosok yang tak tersentuh. Kehadirannya langsung menarik perhatian para pelanggan dan staf di klinik. Beberapa dari mereka berbisik-bisik, mencoba menebak siapa pria tampan dan berkarisma itu.Arissa, yang baru saja selesai dengan klien terakhirnya, memandang ke arah pintu depan dan hampir terdiam melihat Nathaniel. Ia merasa aneh melihat pria itu datang di siang hari, terutama dengan penampi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 12: Menegakkan Prinsip

    Arissa duduk di meja kerjanya di apartemen kecilnya, kontrak dari Nathaniel terbuka di hadapannya. Pikirannya dipenuhi oleh pertimbangan-pertimbangan yang bertentangan. Di satu sisi, angka bayaran dalam kontrak itu sangat menggoda, sesuatu yang bisa membantunya mengubah hidup. Namun, di sisi lain, beberapa syarat dalam kontrak tersebut membuatnya merasa tidak nyaman, terutama bagian yang mengharuskannya selalu siaga kapan pun Nathaniel membutuhkannya.Ia membaca ulang salah satu klausul dalam kontrak:"Terapis wajib memberikan prioritas penuh pada klien, tanpa memandang waktu atau lokasi."Arissa menghela napas panjang. Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan terikat dalam pekerjaan seperti itu, apalagi dengan seseorang seperti Nathaniel Alvaro. Ia tahu betapa kerasnya dunia kerja pria itu, tetapi ia tidak ingin kehilangan kendali atas hidupnya sendiri hanya karena uang.Diskusi dengan MariaKeesokan harinya, di ru

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 13: Sebuah Pendekatan Baru

    Nathaniel duduk di ruang kerjanya yang luas, jendela besar di belakangnya menampilkan pemandangan kota yang berkilauan. Tapi pikirannya jauh dari pemandangan itu. Ia memikirkan Arissa—wanita yang tidak hanya menolak tawarannya tetapi juga melakukannya dengan sopan dan tegas.Nathaniel mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, sesuatu yang jarang ia lakukan. Penolakan itu terasa aneh baginya. Selama ini, ia terbiasa mendapatkan apa pun yang ia inginkan, entah itu dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, untuk pertama kalinya, seseorang menolaknya tanpa rasa takut.“Dia berbeda,” gumamnya pelan.Refleksi NathanielSambil menyandarkan diri di kursinya, Nathaniel teringat kata-kata Arissa. Cara dia berbicara, dengan nada yang penuh rasa hormat tetapi tak tergoyahkan, meninggalkan kesan mendalam.Nathaniel memanggil asistennya, James, masuk ke ruangan. James adalah satu dari sedikit orang yang bisa ia percayai sepenuhnya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-30
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 14: Dilema Arissa

    Arissa duduk di sofa kecil di ruang tamu apartemennya yang sederhana, memandangi dokumen yang ia bawa pulang dari klinik. Dokumen itu bukanlah kontrak Nathaniel, tetapi laporan pengeluaran klinik yang menunjukkan betapa tipisnya margin keuntungan yang mereka hasilkan setiap bulan. Pikiran tentang bagaimana tawaran Nathaniel dapat mengubah situasinya terus menghantui.Dia menarik napas panjang, mengeluarkan ponsel, dan menelepon sahabatnya, Lila.“Arissa! Akhirnya kau meneleponku. Aku sudah lama ingin tahu bagaimana kabarmu,” kata Lila dengan suara ceria di seberang telepon.Arissa tersenyum tipis meski sahabatnya tidak bisa melihat. “Aku baik-baik saja, Lil. Tapi... ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.”“Sepertinya serius,” balas Lila, suaranya berubah menjadi lebih perhatian. “Apa yang terjadi?”Selama beberapa menit berikutnya, Arissa menceritakan semua yang terjadi—dari pertemuannya de

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 15: Pendekatan yang Lebih Personal

    Nathaniel duduk di dalam mobilnya, menatap gedung klinik yang sederhana namun memiliki daya tarik tersendiri baginya. Selama beberapa hari terakhir, ia terus memikirkan Arissa dan sikap tegasnya. Bukan hanya karena keahliannya yang luar biasa, tetapi juga karena kepribadiannya yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya.“Kali ini aku harus berbicara dengan cara yang berbeda,” gumam Nathaniel pelan.Sore itu, Arissa sedang sibuk membantu seorang pelanggan lanjut usia. Ia tak menyadari bahwa Nathaniel telah masuk ke klinik dan duduk di ruang tunggu. Ketika akhirnya ia selesai, ia terkejut menemukan pria itu lagi.“Pak Alvaro?” tanyanya dengan nada sedikit canggung.Nathaniel berdiri dan tersenyum kecil. “Nathaniel saja,” koreksinya lembut. “Aku ingin berbicara sebentar, kalau kau punya waktu.”Meski ragu, Arissa mengangguk. Mereka masuk ke ruang konsultasi yang sama, tempat mereka terakhir berbic

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 16: Keputusan dengan Batasan

    Arissa duduk di ruang istirahat klinik, menatap kontrak yang telah direvisi di tangannya. Kata-kata dalam dokumen itu terlihat rapi dan terstruktur, namun setiap kalimat terasa memiliki beban yang besar. Ia menghela napas panjang sebelum menutup map tersebut.Lila menghampirinya, membawa secangkir teh. "Jadi, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu."Aku akan menandatangani, Lil," jawab Arissa akhirnya. "Tapi aku sudah memastikan bahwa ada batas-batas yang jelas dalam kontraknya. Aku tidak mau kehilangan kendali atas hidupku hanya karena uang."Lila tersenyum lebar. "Itu keputusan yang bijak. Setidaknya kau menetapkan syarat yang membuatmu nyaman. Jangan biarkan dia mendominasi segalanya."Sore itu, Arissa pergi ke kantor Nathaniel untuk menyampaikan keputusannya. Ini pertama kalinya ia melihat Nathaniel di lingkungannya sendiri—sebuah gedung tinggi yang penuh dengan aura kemewahan dan kesibukan.Arissa me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01

Bab terbaru

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 45: Bayangan Keraguan

    Di satu sisi, ia ingin mengabaikan semuanya dan tetap fokus pada pekerjaannya. Tetapi semakin hari, semakin sulit baginya untuk tidak merasa tertekan. Ruang kerja yang dulunya terasa nyaman kini berubah menjadi tempat yang menyesakkan. Bahkan, interaksinya dengan Nathaniel pun semakin berjarak, seolah mempertegas bahwa ia memang tidak lagi diterima di lingkungan ini.Puncaknya terjadi saat makan siang di kantin perusahaan. Saat Arissa masuk dan membawa nampannya ke meja biasa, beberapa karyawan yang sebelumnya sering makan bersamanya tiba-tiba terdiam dan saling bertukar pandang. Salah satu dari mereka, seorang wanita bernama Clara, berdehem pelan dan berkata, "Maaf, Arissa. Kursi ini sudah ditempati."Arissa menatap mereka dengan bingung. "Oh... aku bisa duduk di tempat lain.""Mungkin memang lebih baik begitu," sahut yang lain dengan nada tak bersahabat.Arissa merasakan hatinya mencelos, tetapi ia menelan perasaannya dan berjalan menuju sudut ruangan y

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 44 Pengaruh dalam Lingkungan Kerja

    Tak butuh waktu lama sebelum perubahan ini mulai berdampak pada pekerjaan mereka. Karyawan lain mulai memperhatikan bagaimana interaksi mereka yang dulunya tampak lebih cair kini menjadi kaku dan formal. Ada bisikan di antara rekan-rekan mereka, spekulasi tentang apakah sesuatu telah terjadi antara bos mereka dan Arissa.Vanessa, yang selalu memperhatikan dengan penuh minat, tentu saja tidak melewatkan hal ini. Ia menyeringai puas saat melihat bagaimana Nathaniel tampaknya mulai menjauh dari Arissa. Baginya, ini adalah tanda bahwa rencananya mulai membuahkan hasil.Suatu hari, saat Arissa berada di pantry kantor, Vanessa mendekatinya dengan ekspresi yang tampak simpatik tetapi sarat kepalsuan. "Kau terlihat lelah akhir-akhir ini, Arissa. Sesuatu terjadi?"Arissa menoleh dan memberikan senyum tipis. "Aku baik-baik saja, Vanessa. Hanya sibuk dengan pekerjaan."Vanessa tertawa kecil. "Oh, aku mengerti. Pekerjaan memang bisa membuat seseorang stres, terutama

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 43 Konfrontasi yang Tak Terhindarkan

    Setelah pria itu pergi, Nathaniel menyandarkan tubuhnya di kursi, pikirannya bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Sekarang semuanya mulai masuk akal. Serangan ini terlalu terkoordinasi untuk sekadar kebetulan.Ia tahu bahwa ada dua hal yang harus ia lakukan. Pertama, ia harus memastikan bahwa Arissa tidak sampai terluka karena permainan licik ini. Kedua, ia harus menghadapi Vanessa secara langsung.Tanpa membuang waktu, ia mengambil ponselnya dan menghubungi Vanessa."Aku ingin bicara denganmu. Sekarang," katanya dengan suara penuh tekanan.Ada jeda di ujung telepon sebelum Vanessa menjawab dengan nada manis yang dibuat-buat. "Nathaniel, ada apa? Kau terdengar serius.""Kantorku. Lima belas menit."Nathaniel tidak memberi kesempatan Vanessa untuk menolak sebelum menutup teleponnya. Ia menatap keluar jendela, rahangnya mengeras.Jika Vanessa berpikir bahwa ia bisa bermain-main dengannya, maka ia akan segera menyadari betapa salahnya an

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 42: Benih Keraguan

    Nathaniel duduk di balik mejanya, menatap amplop yang sama yang diberikan Vanessa sehari sebelumnya. Sejak menerima laporan itu, pikirannya terus dihantui oleh informasi yang terkandung di dalamnya. Ia ingin mengabaikannya, ingin percaya bahwa Arissa tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Namun, semakin banyak laporan serupa berdatangan, semakin sulit baginya untuk menepis keraguan yang mulai tumbuh di benaknya.Di meja, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari salah satu eksekutif senior berbunyi:"Nathaniel, kita perlu membicarakan ini. Beberapa klien mulai mempertanyakan keamanan informasi perusahaan setelah rumor soal kebocoran data yang melibatkan seseorang dari staf pribadimu. Aku harap kau bisa memberikan klarifikasi segera."Nathaniel menghela napas panjang. Ia sudah terbiasa menghadapi serangan bisnis, tetapi kali ini berbeda. Serangan itu tidak hanya menargetkan dirinya, tetapi juga Arissa—seseorang yang, meskipun ia enggan mengakuinya, telah menjadi bagian penting dalam hidu

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 41: Jebakan yang Terencana

    Vanessa tidak lagi sekadar bermain dalam bayangan. Setelah gagal mendapatkan hati Nathaniel, ia kini bertekad untuk memastikan bahwa Arissa hancur, tidak hanya dalam kariernya tetapi juga dalam hubungan pribadinya dengan Nathaniel.Dengan cermat, ia telah mengumpulkan berbagai informasi mengenai Arissa, dari latar belakang keluarga hingga kebiasaan kecilnya. Ia tahu bahwa untuk benar-benar menjatuhkan Arissa, ia tidak bisa hanya mengandalkan gosip atau fitnah biasa. Ia butuh sesuatu yang lebih kuat—sesuatu yang bisa mengguncang kepercayaan Nathaniel dan dewan direksi terhadap Arissa.Malam itu, di dalam apartemennya yang mewah, Vanessa duduk dengan segelas anggur merah di tangannya, menelusuri layar laptopnya. Di hadapannya, seorang pria bertubuh tegap dengan ekspresi licik menunggu instruksi lebih lanjut."Kau sudah mendapatkan semua yang kuminta?" Vanessa bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.Pria itu, seorang penyelidik bayaran yang sudah sering menangani pekerjaan ko

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 40: Pertempuran Terbuka

    Hari itu, sebuah pertemuan bisnis besar diadakan di salah satu hotel mewah di pusat kota. Para klien dan mitra bisnis terbaik Nathaniel berkumpul untuk membahas beberapa proyek besar yang akan datang. Ini adalah kesempatan penting untuk menunjukkan kekuatan dan kredibilitas perusahaan, serta kemampuan Nathaniel untuk mengendalikan segala situasi yang datang.Namun, ketegangan sudah memuncak sejak pagi. Nathaniel merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Rasa cemas menggerogoti hatinya, dan ia tahu bahwa Markus Reinhardt tidak akan membiarkannya begitu saja. Hari itu adalah hari yang menantang, dan Nathaniel bisa merasakannya di setiap langkahnya.Pertemuan itu dimulai dengan lancar. Nathaniel memperkenalkan proyek-proyek baru yang akan membawa perusahaan ke level yang lebih tinggi. Para peserta terlihat antusias, banyak yang memberikan apresiasi terhadap ide-ide baru yang disampaikan Nathaniel. Namun, ketika suasana mulai mereda, Markus yang sudah lama menunggu momen yang tepat, berdiri

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 39: Menentukan Langkah yang Tepat

    Arissa duduk di mejanya, matanya kosong menatap layar komputer yang sudah lama tidak ia sentuh. Seluruh ruangan terasa sepi dan berat. Pikirannya terus terbayang pada gosip yang beredar, yang semakin memengaruhi bukan hanya Nathaniel, tetapi juga dirinya. Meskipun ia berusaha tetap profesional, perasaan bersalah semakin menggerogoti hatinya.“Apakah semuanya akan menjadi lebih buruk karena aku?” pikirnya dalam hati. “Apa aku benar-benar pantas berada di sini?”Arissa merasa semakin terjebak. Kehadirannya di sisi Nathaniel, yang awalnya hanya sebatas hubungan profesional, kini telah menjadi pusat dari masalah besar. Gosip mengenai hubungan mereka yang lebih dari sekadar rekan kerja terus menyebar, dan meskipun Nathaniel berusaha untuk tetap tegar, Arissa tahu bahwa beban ini sangat berat bagi dirinya. Bahkan beberapa rekan kerja yang dulu ramah, kini mulai menghindarinya atau memberi tatapan penuh tanda tanya. Sebagian besar dari mereka mungkin tidak berani mengungkapkan secara langsun

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 38: Klarifikasi yang Menegangkan

    Setelah rapat yang penuh ketegangan dengan dewan direksi, Nathaniel kembali merasakan beban berat di pundaknya. Meskipun ia sudah berusaha untuk menanggapi rumor yang beredar dengan tenang, tekanan dari dewan direksi semakin tidak bisa dihindari. Dewan merasa bahwa situasi ini tidak bisa diabaikan begitu saja—terutama karena gosip yang beredar sudah mulai memengaruhi hubungan dengan klien dan mitra bisnis utama perusahaan.Nathaniel tahu bahwa ia harus memberikan klarifikasi yang memadai. Tetapi, meskipun ia tetap berusaha menjaga sikap profesional, ada rasa frustasi yang tak bisa disembunyikan. Selama bertahun-tahun, ia telah membangun reputasi yang solid di dunia bisnis, dan sekarang, semua itu terancam oleh desas-desus yang tidak berdasar. Ia merasa semakin terpojok, namun ia tidak bisa membiarkan hal ini merusak segala yang telah ia capai.Pagi itu, di ruang rapat yang besar, Nathaniel duduk di hadapan dewan direksi. Mata mereka yang penuh keraguan dan perhatian membuat suasana se

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 37: Serangan yang Tersembunyi

    Markus Reinhardt, yang selalu mencari cara untuk menggulingkan posisi Nathaniel, tidak menyia-nyiakan kesempatan setelah melihat keretakan yang mulai muncul dalam hubungan profesional Nathaniel dan Arissa. Sejak gala amal itu, dia mulai merencanakan langkah-langkah strategis untuk menjatuhkan reputasi Nathaniel. Gosip tentang kedekatan mereka mulai ia sebarkan secara sengaja di antara para klien dan mitra bisnis Nathaniel, dengan tujuan untuk menodai citra Nathaniel sebagai seorang pemimpin.Markus, yang selalu ahli dalam membaca situasi, mengetahui bahwa kekuatan Nathaniel terletak pada pengaruhnya yang luar biasa di dunia bisnis, dan bahwa reputasi adalah salah satu aset terpenting bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu, ia mulai merancang narasi yang akan membuat Nathaniel tampak tidak profesional dan tidak dapat dipercaya. Rumor yang tersebar mulai mengguncang fondasi perusahaan Nathaniel."Apakah kamu mendengar tentang Nathaniel?" suara seorang mitra bisnis terdengar jelas di tel

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status