Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 14: Dilema Arissa

Share

Bab 14: Dilema Arissa

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-01-31 20:00:16

Arissa duduk di sofa kecil di ruang tamu apartemennya yang sederhana, memandangi dokumen yang ia bawa pulang dari klinik. Dokumen itu bukanlah kontrak Nathaniel, tetapi laporan pengeluaran klinik yang menunjukkan betapa tipisnya margin keuntungan yang mereka hasilkan setiap bulan. Pikiran tentang bagaimana tawaran Nathaniel dapat mengubah situasinya terus menghantui.

Dia menarik napas panjang, mengeluarkan ponsel, dan menelepon sahabatnya, Lila.

“Arissa! Akhirnya kau meneleponku. Aku sudah lama ingin tahu bagaimana kabarmu,” kata Lila dengan suara ceria di seberang telepon.

Arissa tersenyum tipis meski sahabatnya tidak bisa melihat. “Aku baik-baik saja, Lil. Tapi... ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.”

“Sepertinya serius,” balas Lila, suaranya berubah menjadi lebih perhatian. “Apa yang terjadi?”

Selama beberapa menit berikutnya, Arissa menceritakan semua yang terjadi—dari pertemuannya de
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 15: Pendekatan yang Lebih Personal

    Nathaniel duduk di dalam mobilnya, menatap gedung klinik yang sederhana namun memiliki daya tarik tersendiri baginya. Selama beberapa hari terakhir, ia terus memikirkan Arissa dan sikap tegasnya. Bukan hanya karena keahliannya yang luar biasa, tetapi juga karena kepribadiannya yang berbeda dari orang-orang di sekitarnya.“Kali ini aku harus berbicara dengan cara yang berbeda,” gumam Nathaniel pelan.Sore itu, Arissa sedang sibuk membantu seorang pelanggan lanjut usia. Ia tak menyadari bahwa Nathaniel telah masuk ke klinik dan duduk di ruang tunggu. Ketika akhirnya ia selesai, ia terkejut menemukan pria itu lagi.“Pak Alvaro?” tanyanya dengan nada sedikit canggung.Nathaniel berdiri dan tersenyum kecil. “Nathaniel saja,” koreksinya lembut. “Aku ingin berbicara sebentar, kalau kau punya waktu.”Meski ragu, Arissa mengangguk. Mereka masuk ke ruang konsultasi yang sama, tempat mereka terakhir berbic

    Last Updated : 2025-01-31
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 16: Keputusan dengan Batasan

    Arissa duduk di ruang istirahat klinik, menatap kontrak yang telah direvisi di tangannya. Kata-kata dalam dokumen itu terlihat rapi dan terstruktur, namun setiap kalimat terasa memiliki beban yang besar. Ia menghela napas panjang sebelum menutup map tersebut.Lila menghampirinya, membawa secangkir teh. "Jadi, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu."Aku akan menandatangani, Lil," jawab Arissa akhirnya. "Tapi aku sudah memastikan bahwa ada batas-batas yang jelas dalam kontraknya. Aku tidak mau kehilangan kendali atas hidupku hanya karena uang."Lila tersenyum lebar. "Itu keputusan yang bijak. Setidaknya kau menetapkan syarat yang membuatmu nyaman. Jangan biarkan dia mendominasi segalanya."Sore itu, Arissa pergi ke kantor Nathaniel untuk menyampaikan keputusannya. Ini pertama kalinya ia melihat Nathaniel di lingkungannya sendiri—sebuah gedung tinggi yang penuh dengan aura kemewahan dan kesibukan.Arissa me

    Last Updated : 2025-02-01
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 17: Ketegangan yang Meningkat

    Hari pertama Arissa bekerja sebagai terapis pribadi Nathaniel dimulai dengan suasana yang sangat berbeda dari klinik kecil tempat ia biasa bekerja. Rumah Nathaniel, yang terletak di sebuah kawasan elit, tampak megah dengan desain minimalis namun elegan. Ruang tamu yang luas dan penuh dengan perabotan modern memancarkan aura kekuasaan dan prestise. Arissa merasa seperti berada di dunia yang sama sekali berbeda dari yang biasa ia jalani.Ia merasa sedikit canggung, mengenakan pakaian yang lebih formal daripada biasanya, sementara ia mencoba menyesuaikan diri dengan peran barunya. Saat ia tiba, Nathaniel sudah menunggunya di ruang tengah. Dia mengenakan setelan jas gelap yang terlihat sempurna, seperti biasa, dengan ekspresi wajah yang lebih serius dari yang ia ingat."Selamat pagi," Arissa menyapa dengan suara tenang, meskipun di dalam hatinya perasaan tidak nyaman mulai muncul."Selamat pagi, Arissa," jawab Nathaniel, suaranya terdengar lebih dingin dari yang seh

    Last Updated : 2025-02-01
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 18: Dunia Nathaniel yang Berbeda

    Arissa merasa dirinya semakin terperangkap dalam dunia yang sangat berbeda dari kehidupan yang biasa ia jalani. Setiap hari, ia datang ke rumah mewah Nathaniel, yang selalu terjaga kebersihannya dan dipenuhi dengan kemewahan yang hampir tak terhitung. Rumah itu bukan hanya sekedar tempat tinggal, tetapi juga mencerminkan kekuasaan dan kesuksesan Nathaniel. Dikelilingi oleh staf yang selalu siap sedia, setiap kebutuhan Nathaniel dipenuhi dengan sempurna.Setiap kali Arissa memasuki rumah Nathaniel, ia merasakan ketegangan yang sulit dijelaskan. Di satu sisi, ia merasa terkesan dengan bagaimana segalanya berjalan begitu teratur dan efisien. Namun, di sisi lain, ia juga merasa seperti orang luar yang tak benar-benar tahu tempatnya. Staf Nathaniel, meskipun ramah, seringkali memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa ia tafsirkan. Mereka tahu siapa dirinya—seorang terapis biasa yang hanya bekerja untuk Nathaniel, meskipun sering kali mereka melihatnya lebih sebagai seorang

    Last Updated : 2025-02-01
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 19: Kejujuran yang Berbeda

    Nathaniel semakin sering memikirkan Arissa. Setiap kali ia melihatnya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari wanita lain yang biasa ia temui di dunia bisnisnya yang penuh dengan ambisi dan permainan kekuasaan. Arissa tidak seperti mereka. Tidak ada kepentingan tersembunyi dalam setiap kata dan tindakannya. Ia tulus, sederhana, dan tidak pernah terlihat ingin mengambil keuntungan dari posisinya.Nathaniel mulai menyadari bahwa kehadiran Arissa memberikan ketenangan yang tidak bisa ia temukan di dunia yang penuh dengan tekanan ini. Di dunia yang selalu menuntut kesempurnaan, Arissa tampaknya tidak terpengaruh oleh status atau kekuasaan. Ia adalah wanita yang menjaga prinsipnya dan tetap teguh dengan nilai-nilai yang diyakininya. Ini membuat Nathaniel semakin terpesona, meskipun ia enggan mengakui perasaannya.Setiap sesi pijat yang dilakukan Arissa di rumah atau kantor Nathaniel bukan hanya memberi ketenangan fisik, tetapi juga membuka sedikit demi sedikit tirai yang m

    Last Updated : 2025-02-02
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 20: Rumor yang Mengguncang

    Gosip tentang Nathaniel dan Arissa mulai menyebar seperti api di ruang kantor, meskipun keduanya berusaha keras untuk menjaga hubungan mereka tetap profesional. Setiap kali Arissa datang ke kantor Nathaniel untuk sesi pijat pribadi, para staf yang melihatnya mulai bertanya-tanya tentang hubungan mereka yang semakin intens. Walaupun mereka berdua belum mengungkapkan apapun secara terbuka, ketegangan yang terbangun terasa jelas.Di ruang kerjanya, Nathaniel mencoba fokus pada pekerjaannya, namun pikirannya terus melayang kepada Arissa. Tidak pernah ia merasa sebebas ini sebelumnya, berbicara dengan seseorang yang tidak menginginkan apapun darinya selain hubungan profesional yang tulus. Meski ia menyadari bahwa perasaan mereka semakin mendalam, Nathaniel tetap berusaha menahan diri. Namun, seperti yang ia duga, gosip tersebut mulai merembet ke seluruh perusahaan.Di sisi lain, Vanessa, asisten pribadi Nathaniel yang sudah lama menyukai bosnya, merasa cemburu dan terancam

    Last Updated : 2025-02-02
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 21 : Menyimpan Perasaan

    Vanessa melangkah masuk ke ruang kerja Nathaniel dengan membawa setumpuk dokumen yang perlu ditandatangani. Sepatu hak tingginya berderap pelan di lantai marmer, seolah mencerminkan irama hatinya yang sedang tidak menentu. Ia telah bekerja sebagai asisten pribadi Nathaniel selama tiga tahun, memahami setiap kebiasaannya, bahkan sering kali mengantisipasi kebutuhannya sebelum ia mengungkapkannya. Namun, akhir-akhir ini, ada sesuatu yang berbeda. Nathaniel tampak lebih sering tersenyum, lebih ringan dalam berbicara—dan itu semua terjadi saat Arissa ada di dekatnya.Saat Vanessa tiba di depan meja Nathaniel, ia melirik ke samping, di mana Arissa tengah berdiri, menunjukkan beberapa dokumen di layar tablet miliknya. Mereka berdua tampak begitu nyaman dalam diskusi mereka, dan sesekali Nathaniel mengangguk dengan senyum yang nyaris lembut. Perasaan panas menjalar dalam dada Vanessa, meskipun wajahnya tetap terjaga dengan ekspresi profesional."Ini dokumen yang perlu Anda tanda tangani, Pak

    Last Updated : 2025-02-03
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 22: Ketegangan yang Tak Terucapkan

    Suasana di ruang pijat kantor terasa berbeda hari itu. Biasanya, Nathaniel datang dengan ekspresi tenang dan sikap profesional yang tak tergoyahkan. Namun kali ini, bahunya kaku, napasnya berat, dan tatapannya kosong menatap lantai. Arissa, yang sudah terbiasa dengan rutinitasnya sebagai terapis pribadi sang CEO, langsung merasakan ada sesuatu yang tidak beres.“Silakan berbaring, Pak,” ucap Arissa lembut, mencoba menjaga suasana tetap tenang. Nathaniel hanya mengangguk tanpa sepatah kata pun, lalu berbaring di meja pijat.Saat Arissa mulai memijat bahunya, ia merasakan otot-otot yang biasanya lentur kini menegang luar biasa. Setiap sentuhan terasa seperti menyentuh batu yang keras dan dingin. Arissa tahu, ini bukan sekadar ketegangan fisik. Ada sesuatu yang membebani pikirannya.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Biasanya, Nathaniel akan berbicara santai atau sekadar membahas pekerjaan ringan. Tapi kali ini, keheningan itu semakin terasa menekan.“Pak, maaf kalau saya lancang,”

    Last Updated : 2025-02-03

Latest chapter

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 232

    "Itu berita luar biasa," Robert menepuk-nepuk bahu Nathaniel dengan bangga. "Kalian akan menjadi orang tua yang hebat, aku yakin itu.""Kalian yakin ini saat yang tepat?" tanya Elizabeth, masih dengan air mata haru di wajahnya. "Dengan karir kalian yang sedang berkembang?""Tidak ada waktu yang sempurna untuk memiliki anak, Bu," jawab Arissa bijak. "Tapi kami merasa siap. Kami sudah membicarakan ini dengan matang.""Dan kami akan saling mendukung, seperti yang selalu kami lakukan," tambah Nathaniel, menatap istrinya dengan penuh cinta.Elizabeth dan Robert saling berpandangan, keduanya terlihat sangat bahagia dengan berita ini. "Kalian tahu," kata Elizabeth setelah beberapa saat, "ayah kalian dan aku sangat menantikan saat menjadi kakek dan nenek. Dan sekarang, meskipun kami akan pindah ke Florida, kami berjanji akan hadir dalam setiap momen penting pertumbuhan cucu kami.""Kami akan sering berkunjung," Robert meyakinkan. "Atau kalian bisa membawa

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 231

    Hari-hari berikutnya diisi dengan diskusi-diskusi tentang rencana mereka. Mereka membicarakan tentang kemungkinan pindah ke rumah yang lebih besar, tentang persiapan finansial, dan tentang bagaimana mereka akan menyeimbangkan karir dengan tanggung jawab sebagai orang tua.Pada Sabtu sore, mereka mengunjungi sebuah kompleks perumahan yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dengan bantuan seorang agen real estate, mereka melihat-lihat beberapa rumah yang masih dalam tahap pembangunan."Yang ini memiliki tiga kamar tidur," jelas sang agen, menunjukkan denah rumah yang cukup luas. "Halaman belakangnya juga cukup besar, sempurna untuk anak-anak bermain."Arissa dan Nathaniel saling berpandangan, keduanya membayangkan bagaimana kehidupan mereka akan terlihat di rumah itu. Membayangkan suara tawa anak-anak memenuhi setiap sudut rumah, membayangkan pagi-pagi yang sibuk dengan persiapan sekolah, dan malam-malam yang tenang saat mereka berkumpul bersama di ruang keluarga

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 230

    "Selamat malam, Nate."Ketika Nathaniel sudah tertidur lelap, Arissa masih terjaga, menatap langit-langit kamar mereka. Hatinya dipenuhi dengan berbagai emosi—kegembiraan, antisipasi, dan sedikit kecemasan. Tapi di atas semua itu, ada perasaan damai yang mendalam, sebuah keyakinan bahwa apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama.Ia melirik ke samping, mengamati wajah suaminya yang terlelap. Dalam cahaya samar-samar yang masuk melalui jendela, Nathaniel terlihat damai dan tampan, seperti hari pertama mereka bertemu. Arissa tersenyum, merasa sangat bersyukur atas kehadiran pria ini dalam hidupnya.Dengan pikiran penuh harapan untuk masa depan, Arissa pun akhirnya terlelap, bermimpi tentang tawa anak-anak dan tahun-tahun bahagia yang menanti mereka di depan.Pagi datang dengan cahaya matahari yang menembus tirai kamar mereka. Arissa terbangun lebih dulu, seperti biasa. Ia menghabiskan beberapa menit hanya untuk mengamati Nat

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 229

    "Entahlah. Hanya firasat." Nathaniel mengangkat bahunya. "Dia terdengar... berbeda. Lebih bersemangat dari biasanya.""Hmm, menarik. Kita akan tahu nanti, kurasa."Setelah beberapa puluh menit, makan malam pun siap. Mereka menata meja dengan rapi, menyalakan lilin untuk menambah suasana romantis, dan menuangkan anggur merah ke dalam gelas kristal—hadiah pernikahan dari paman Nathaniel."Untuk kita," Nathaniel mengangkat gelasnya untuk bersulang."Dan untuk masa depan kita," tambah Arissa, menyentuhkan gelasnya ke gelas Nathaniel.Mereka menikmati makan malam dengan santai, berbicara tentang berbagai hal—mulai dari pasien kecil Arissa yang akhirnya sembuh setelah perjuangan panjang, hingga proyek baru yang sedang dikerjakan oleh tim Nathaniel. Pembicaraan mengalir dengan mudah, diselingi tawa dan momen-momen reflektif.Setelah makan malam dan pencuci mulut, mereka duduk bersama di sofa ruang tamu. Nathaniel menyalakan musik klasik favoritnya, sementara Arissa menyandarkan kepalanya di

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 228: kita terus berusaha

    "Kau pikir kita siap?" tanya Arissa, campuran kegembiraan dan kekhawatiran terdengar dalam suaranya.Nathaniel tertawa kecil. "Siapa yang benar-benar siap untuk menjadi orang tua? Tapi aku yakin, dengan semua yang telah kita lalui bersama, kita bisa menghadapi tantangan ini juga."Arissa tersenyum, hatinya terasa hangat memikirkan kemungkinan itu. "Aku suka ide itu, Nate. Sangat suka."Nathaniel mencium lembut bibir Arissa, sebuah ciuman yang menyimpan seribu janji untuk masa depan mereka. "Kalau begitu, mari kita mulai petualangan baru ini," bisiknya tepat di telinga Arissa.Senja mulai turun, menyelimuti taman dengan cahaya keemasan yang magis. Bayangan mereka memanjang di atas rumput, berpadu menjadi satu seperti kehidupan yang telah mereka rajut bersama. Nathaniel bangkit dari bangku, mengulurkan tangannya kepada Arissa."Mau berjalan-jalan lagi?" tawarnya.Arissa menerima uluran tangan itu, dan mereka kembali menyusuri jalan setapak taman yang mulai lengang. Sekelebat kenangan ma

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 227: Refleksi di Taman Kenangan

    Angin sore yang sejuk membelai lembut dedaunan di taman kota yang asri. Nathaniel menggenggam tangan Arissa sementara mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang dihiasi bunga-bunga musim semi yang bermekaran. Ini adalah taman yang sama di mana beberapa tahun lalu, dengan jantung berdebar dan harapan yang membuncah, Nathaniel berlutut dan meminta Arissa untuk menjadi pendamping hidupnya."Kau ingat bangku itu?" tanya Nathaniel sambil menunjuk sebuah bangku kayu di bawah pohon maple besar yang daunnya mulai menguning.Arissa tersenyum, kenangan indah itu masih terasa segar di benaknya. "Tentu saja. Bagaimana mungkin aku lupa? Kau begitu gugup hingga nyaris menjatuhkan cincinnya."Nathaniel tertawa kecil, wajahnya sedikit memerah mengingat momen itu. "Tanganku gemetar tak terkendali. Aku takut kau akan berkata tidak.""Setelah semua yang kita lalui bersama? Kau meragukan jawabanku?" goda Arissa sambil memukul pelan bahu suaminya.Mereka mendekati bangku itu dan duduk, sama seperti yang

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 226: melalui komitmen hati dan jiwa

    "Karena aku mengenalmu," jawab Arissa sederhana. "Dan aku tahu hatimu. Itu saja yang diperlukan."Sepanjang sisa kelas, mereka belajar tentang tahapan kehamilan, proses persalinan, dan perawatan bayi dasar. Instruktur mendorong mereka untuk mempraktikkan mengganti popok pada boneka bayi, membuat Nathaniel dan Arissa tertawa saat mereka berjuang dengan perekat dan posisi yang tepat."Ini lebih sulit dari yang terlihat," kata Nathaniel, akhirnya berhasil mengamankan popok pada boneka."Tunggu sampai bayi sungguhan yang bergerak-gerak dan mungkin menangis," instruktur tertawa."Atau, yang lebih buruk, mungkin buang air saat kamu sedang mengganti popoknya," tambah seorang ayah berpengalaman di kelas, membuat semua orang tertawa.Di akhir kelas, instruktur memberikan mereka masing-masing sebuah jurnal. "Saya mendorong kalian semua untuk mulai menuliskan pikiran, harapan, dan kekhawatiran kalian tentang menjadi orangtua. Ini tidak hanya merupakan cara ya

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 225: Apakah sulit?

    "Baiklah, daftar kita untuk kelasnya," kata Arissa, mencium pipi Nathaniel. "Tapi aku juga ingin kita berjanji pada diri kita sendiri untuk menikmati perjalanan ini—untuk tidak terlalu terjebak dalam rencana dan daftar periksa sehingga kita lupa untuk merasakan kegembiraan dan ketakjuban dari semuanya."Nathaniel melingkarkan lengannya di pinggang Arissa, menariknya lebih dekat. "Aku berjanji. Dan ngomong-ngomong tentang kegembiraan dan ketakjuban..." Tatapannya berubah menggoda. "Kita mungkin perlu latihan lebih banyak untuk bagian 'mencoba memiliki bayi'."Arissa tertawa, memutar matanya dengan gaya. "Kamu benar-benar tidak ada harapan, kamu tahu itu?""Ya, tapi itulah sebabnya kamu mencintaiku," balas Nathaniel, mencium bibirnya dengan lembut.Arissa meleleh dalam pelukannya, pikiran tentang bayi dan pernikahan dan masa depan berputar-putar di kepalanya seperti bintang-bintang yang berkilauan. Ada banyak hal yang tidak pasti di masa depan, banyak

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 224: Terima kasih

    "Itu rencana yang bagus," Sophie tersenyum. "Hanya saja, bersiaplah untuk fleksibel. Hidup memiliki caranya sendiri untuk mengejutkanmu.""Seperti Lily?" tanya Arissa, mengingat bahwa Sophie pernah bercerita bahwa kehamilannya tidak direncanakan, meskipun sangat diinginkan.Sophie tertawa pelan. "Tepat sekali. Daniel dan aku masih ingin menunggu setahun lagi, tapi kemudian Lily memutuskan bahwa dia sudah siap untuk bergabung dengan kami." Dia menatap putrinya dengan penuh cinta. "Dan aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dia sekarang."Arissa meraih tangan kecil Lily, terpesona dengan jari-jari mungilnya yang sempurna. "Dia benar-benar indah, Soph.""Dia memang indah," Sophie setuju. "Tapi aku tidak akan berbohong padamu, Ris. Enam bulan pertama ini... sulit. Sangat sulit. Kurang tidur, ASI yang tidak lancar, kolik yang membuat Lily menangis selama berjam-jam... ada hari-hari di mana aku hampir kehilangan akal sehatku."Arissa menatap sahabatnya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status