Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 19: Kejujuran yang Berbeda

Share

Bab 19: Kejujuran yang Berbeda

Author: perdy
last update Huling Na-update: 2025-02-02 21:00:36

Nathaniel semakin sering memikirkan Arissa. Setiap kali ia melihatnya, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari wanita lain yang biasa ia temui di dunia bisnisnya yang penuh dengan ambisi dan permainan kekuasaan. Arissa tidak seperti mereka. Tidak ada kepentingan tersembunyi dalam setiap kata dan tindakannya. Ia tulus, sederhana, dan tidak pernah terlihat ingin mengambil keuntungan dari posisinya.

Nathaniel mulai menyadari bahwa kehadiran Arissa memberikan ketenangan yang tidak bisa ia temukan di dunia yang penuh dengan tekanan ini. Di dunia yang selalu menuntut kesempurnaan, Arissa tampaknya tidak terpengaruh oleh status atau kekuasaan. Ia adalah wanita yang menjaga prinsipnya dan tetap teguh dengan nilai-nilai yang diyakininya. Ini membuat Nathaniel semakin terpesona, meskipun ia enggan mengakui perasaannya.

Setiap sesi pijat yang dilakukan Arissa di rumah atau kantor Nathaniel bukan hanya memberi ketenangan fisik, tetapi juga membuka sedikit demi sedikit tirai yang m

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 20: Rumor yang Mengguncang

    Gosip tentang Nathaniel dan Arissa mulai menyebar seperti api di ruang kantor, meskipun keduanya berusaha keras untuk menjaga hubungan mereka tetap profesional. Setiap kali Arissa datang ke kantor Nathaniel untuk sesi pijat pribadi, para staf yang melihatnya mulai bertanya-tanya tentang hubungan mereka yang semakin intens. Walaupun mereka berdua belum mengungkapkan apapun secara terbuka, ketegangan yang terbangun terasa jelas.Di ruang kerjanya, Nathaniel mencoba fokus pada pekerjaannya, namun pikirannya terus melayang kepada Arissa. Tidak pernah ia merasa sebebas ini sebelumnya, berbicara dengan seseorang yang tidak menginginkan apapun darinya selain hubungan profesional yang tulus. Meski ia menyadari bahwa perasaan mereka semakin mendalam, Nathaniel tetap berusaha menahan diri. Namun, seperti yang ia duga, gosip tersebut mulai merembet ke seluruh perusahaan.Di sisi lain, Vanessa, asisten pribadi Nathaniel yang sudah lama menyukai bosnya, merasa cemburu dan terancam

    Huling Na-update : 2025-02-02
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 21 : Menyimpan Perasaan

    Vanessa melangkah masuk ke ruang kerja Nathaniel dengan membawa setumpuk dokumen yang perlu ditandatangani. Sepatu hak tingginya berderap pelan di lantai marmer, seolah mencerminkan irama hatinya yang sedang tidak menentu. Ia telah bekerja sebagai asisten pribadi Nathaniel selama tiga tahun, memahami setiap kebiasaannya, bahkan sering kali mengantisipasi kebutuhannya sebelum ia mengungkapkannya. Namun, akhir-akhir ini, ada sesuatu yang berbeda. Nathaniel tampak lebih sering tersenyum, lebih ringan dalam berbicara—dan itu semua terjadi saat Arissa ada di dekatnya.Saat Vanessa tiba di depan meja Nathaniel, ia melirik ke samping, di mana Arissa tengah berdiri, menunjukkan beberapa dokumen di layar tablet miliknya. Mereka berdua tampak begitu nyaman dalam diskusi mereka, dan sesekali Nathaniel mengangguk dengan senyum yang nyaris lembut. Perasaan panas menjalar dalam dada Vanessa, meskipun wajahnya tetap terjaga dengan ekspresi profesional."Ini dokumen yang perlu Anda tanda tangani, Pak

    Huling Na-update : 2025-02-03
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 22: Ketegangan yang Tak Terucapkan

    Suasana di ruang pijat kantor terasa berbeda hari itu. Biasanya, Nathaniel datang dengan ekspresi tenang dan sikap profesional yang tak tergoyahkan. Namun kali ini, bahunya kaku, napasnya berat, dan tatapannya kosong menatap lantai. Arissa, yang sudah terbiasa dengan rutinitasnya sebagai terapis pribadi sang CEO, langsung merasakan ada sesuatu yang tidak beres.“Silakan berbaring, Pak,” ucap Arissa lembut, mencoba menjaga suasana tetap tenang. Nathaniel hanya mengangguk tanpa sepatah kata pun, lalu berbaring di meja pijat.Saat Arissa mulai memijat bahunya, ia merasakan otot-otot yang biasanya lentur kini menegang luar biasa. Setiap sentuhan terasa seperti menyentuh batu yang keras dan dingin. Arissa tahu, ini bukan sekadar ketegangan fisik. Ada sesuatu yang membebani pikirannya.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Biasanya, Nathaniel akan berbicara santai atau sekadar membahas pekerjaan ringan. Tapi kali ini, keheningan itu semakin terasa menekan.“Pak, maaf kalau saya lancang,”

    Huling Na-update : 2025-02-03
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 23: Bisikan yang Menggores Hati

    Suasana kantor yang biasanya terasa sibuk namun profesional, kini berubah menjadi penuh bisikan dan tatapan aneh yang mengarah pada satu orang—Arissa. Setiap kali ia melangkah di lorong, ia bisa merasakan mata-mata mengikutinya, senyuman yang biasanya ramah kini terasa seperti ejekan tersembunyi. Awalnya, Arissa mencoba mengabaikannya, menganggap itu hanya perasaannya saja. Namun, semakin hari, bisikan-bisikan itu semakin jelas terdengar.“Katanya sih, dia deket sama Pak Nathaniel karena ada maunya,” bisik seorang rekan kerja saat Arissa melewati ruang istirahat.“Iya, pantes aja dia jadi favorit. Siapa yang nggak luluh kalau dipijat sama dia?” sahut yang lain, diikuti tawa kecil yang menyakitkan.Arissa menegakkan bahunya, berusaha tetap berjalan dengan kepala tegak. Tapi hatinya bergetar, dadanya sesak menahan emosi. Ia tahu siapa yang memulai semua ini. Vanessa, dengan senyum manis beracun dan kata-kata halusnya, telah menyebarkan rumor ke seluruh kantor. Kecemburuannya terhadap ke

    Huling Na-update : 2025-02-04
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 24: Konfrontasi di Balik Pintu Tertutup

    Suasana kantor pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya. Meskipun matahari bersinar cerah di luar jendela, ada ketegangan yang menggantung di udara, terutama di antara dinding-dinding ruang rapat yang kini menjadi saksi bisu dari drama yang sedang berlangsung. Nathaniel duduk di balik meja kayu mahoni besar di ruangannya, wajahnya tanpa ekspresi, namun matanya memancarkan ketegasan yang jarang terlihat. Ia menatap layar komputernya, namun pikirannya terfokus pada satu hal—rumor yang terus menyebar dan mengganggu ketenangan kantor.Tanpa membuang waktu, Nathaniel menekan tombol interkom. “Vanessa, tolong masuk ke ruangan saya sekarang.”Di luar, Vanessa yang sedang berbincang dengan beberapa rekan kerja langsung kaku mendengar panggilan itu. Ia mencoba tetap tenang, menyembunyikan kegelisahan yang mulai merayap di hatinya. Dengan langkah mantap, ia menuju ruang Nathaniel, mengetuk pintu sebelum masuk.“Silakan duduk,” kata Nathaniel tanpa basa-basi, suaranya dingin dan tajam.Vanessa

    Huling Na-update : 2025-02-04
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 25: Membuka Diri

    Nathaniel duduk di balkon kamar hotelnya yang mewah, memandangi cahaya kota yang berpendar di kejauhan. Malam yang tenang seharusnya menjadi momen untuk beristirahat, tetapi pikirannya terus dibebani oleh tekanan pekerjaan. Dewan direksi menuntut hasil sempurna, angka yang selalu naik, dan keputusan yang tak boleh keliru. Beban itu semakin berat dari hari ke hari, membuatnya sulit untuk bernapas lega.Arissa berjalan keluar dari dalam kamar, membawa dua cangkir teh hangat. Dia mendekati Nathaniel dengan langkah ringan, mengenakan gaun tidur berwarna lembut yang mengalir anggun di tubuhnya. Dia menyodorkan secangkir teh kepada Nathaniel, yang menerimanya dengan anggukan kecil."Terima kasih," ucap Nathaniel dengan suara rendah.Arissa duduk di kursi di sebelahnya, menyandarkan punggungnya dengan santai. Mereka terdiam untuk beberapa saat, menikmati hembusan angin malam yang sejuk."Kau terlihat sangat lelah," komentar Arissa akhirnya. "Apa yang ada di pikiranmu?"Nathaniel menghela nap

    Huling Na-update : 2025-02-05
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 26: Sabotase yang Nyaris Berhasil

    Nathaniel bangun dengan semangat baru setelah percakapannya dengan Arissa malam sebelumnya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa lebih ringan dan siap menghadapi tantangan baru dalam bisnisnya. Namun, dia tidak tahu bahwa hari ini akan menjadi salah satu hari paling sulit dalam kariernya.Pagi itu, ia bersiap menghadiri pertemuan dengan salah satu klien terbesar perusahaannya. Kesepakatan ini sangat penting—jika berhasil, itu akan menjadi pencapaian besar yang semakin memperkokoh posisinya. Namun, saat ia tiba di lokasi pertemuan, Nathaniel terkejut ketika diberitahu bahwa klien telah menunggu selama lebih dari satu jam dan kini memilih untuk membatalkan negosiasi."Apa maksudnya? Jadwal pertemuan sudah dikonfirmasi kemarin!" Nathaniel bertanya dengan nada tajam kepada asistennya.Asisten itu tampak bingung. "Kami menerima pembaruan jadwal pagi ini, Pak. Seseorang mengonfirmasi bahwa pertemuan ditunda dua jam. Saya pikir itu instruksi dari Anda."Nathaniel merasakan

    Huling Na-update : 2025-02-05
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 27: Hadiah yang Tak Terduga

    Nathaniel duduk di kantornya, menatap layar komputer dengan pikiran yang melayang. Insiden dengan Vanessa masih berputar dalam benaknya, tetapi satu hal yang paling membekas bukanlah pengkhianatan itu—melainkan bagaimana Arissa berhasil menghadapinya dengan kepala tegak. Wanita itu, yang selama ini ia anggap lembut dan penuh perhatian, ternyata memiliki keberanian dan keteguhan hati yang luar biasa.Dalam beberapa hari terakhir, Nathaniel melihat bagaimana Arissa tetap bekerja dengan profesional, tanpa terpengaruh oleh tuduhan yang sempat diarahkan kepadanya. Dia tidak mengeluh, tidak merasa perlu membela diri berlebihan, tetapi membiarkan kebenaran berbicara. Sifat itu, menurut Nathaniel, jauh lebih berharga daripada sekadar keahlian bisnis.Merasa perlu menunjukkan rasa terima kasihnya, Nathaniel mengambil keputusan untuk memberikan sesuatu yang istimewa kepada Arissa. Namun, bukan hadiah mewah seperti perhiasan atau mobil yang sering diberikan orang-orang kaya kepada bawahannya—ia

    Huling Na-update : 2025-02-05

Pinakabagong kabanata

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 238: melakukan perubahan besar

    "Persis seperti yang kau ajarkan padaku," kata Nathaniel, mengecup lembut pipi istrinya.Saat mereka sedang mengobrol dengan kepala proyek konstruksi, ponsel Nathaniel berbunyi. Nomor tidak dikenal muncul di layar, tapi Nathaniel tetap mengangkatnya."Nathaniel Kingston," jawabnya formal.Suara di seberang terdengar familiar, namun Nathaniel tak bisa segera mengingatnya. "Mr. Kingston, ini Marcus Williams dari Global Humanitarian Award Foundation. Saya menelepon untuk memberitahu bahwa Anda dan istri Anda, Ny. Arissa Kingston, terpilih sebagai penerima Global Humanitarian Award tahun ini atas dedikasi luar biasa dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat."Nathaniel terdiam sejenak, terkejut dengan kabar tersebut. "Saya... terima kasih, Mr. Williams. Ini kehormatan besar bagi kami."Setelah mendapat detail lebih lanjut dan menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya penasaran."Siapa itu?" tanya Arissa."M

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 237: Kingston-Wijaya University

    Nathaniel tertawa kecil. "Hati yang sangat pandai bersembunyi, maksudmu. Butuh seorang Arissa Wijaya untuk menemukannya."Ponsel Nathaniel berbunyi, menampilkan nama Robert di layar. Dengan sedikit helaan napas, Nathaniel mengangkatnya."Robert, ada kabar?""Goldstein setuju dengan syarat kita, Nat," kata Robert dari seberang, suaranya terdengar tidak percaya. "Mereka akan mempertahankan 90% tenaga kerja lokal dan menjamin tidak ada PHK dalam dua tahun pertama."Nathaniel tersenyum lebar. "Bagus. Siapkan dokumen finalnya. Kita akan menandatanganinya minggu depan."Setelah menutup telepon, Nathaniel berbalik pada Arissa yang menatapnya dengan penasaran."Kabar baik?" tanya Arissa."Kabar terbaik," jawab Nathaniel. "Goldstein Corp setuju dengan semua syarat kita. Tidak ada karyawan yang akan kehilangan pekerjaan."Arissa menghampiri Nathaniel dan memeluknya erat. "Aku sangat bangga padamu.""Ini berkat kau, Arissa. Kau yan

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 236: Yang penting kita di sini

    "Tapi itu... itu proyek besar, Nathaniel. Butuh investasi sangat besar.""Aku tahu," Nathaniel mengangguk. "Aku sudah bicara dengan tim keuangan. Kita bisa mengalokasikan 35% keuntungan tahunan perusahaan untuk ini, plus sumbangan dari jaringan pengusaha yang kukenal. Dalam lima tahun, universitas ini bisa beroperasi penuh."Arissa menatap suaminya dengan kagum. Dulu, Nathaniel selalu berbicara tentang merger, akuisisi, dan pertumbuhan profit. Sekarang, pria yang sama berbicara dengan semangat yang sama besarnya tentang memberikan pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung."Kau benar-benar telah berubah," kata Arissa lembut, tangannya meraih tangan Nathaniel di atas meja."Bukan berubah, sayang. Hanya kembali pada diriku yang sesungguhnya," jawab Nathaniel. "Kau tahu, ayahku membesarkanku dengan keyakinan bahwa nilai seorang pria diukur dari kesuksesannya dalam bisnis. Saat dia meninggal dan aku mewarisi perusahaan di usia muda, aku merasa harus membuk

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 235: senyumnya mengembang

    "Tapi itu berarti kita harus melakukan restrukturisasi besar-besaran, termasuk PHK terhadap ratusan karyawan lokal," lanjut Nathaniel, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap situasi tersebut.Robert mengangguk. "Dahulu, kau mungkin akan langsung menerima tawaran ini tanpa ragu. Keuntungan besar, ekspansi pasar, nilai saham yang melonjak."Nathaniel tersenyum tipis. "Dan sekarang kau tidak yakin dengan keputusan apa yang akan kuambil?""Terus terang, ya. Kau... berbeda sejak menikah dengan Arissa."Nathaniel bersandar di kursinya, tatapannya menerawang ke luar jendela besar yang menampilkan pemandangan kota dari ketinggian."Kau tahu, Robert, dulu aku berpikir menjadi pemimpin berarti mengambil keputusan sulit yang tidak semua orang bisa terima. Mengutamakan profit dan pertumbuhan di atas segalanya." Nathaniel berhenti sejenak. "Tapi sekarang aku mengerti bahwa kepemimpinan sejati bukan hanya tentang angka, tapi juga tentang dampak keputusan kita terhadap kehidupan orang lain.""Jadi

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 234: KEBAHAGIAAN YANG SEJATI

    Pagi itu, Nathaniel terbangun dengan perasaan yang berbeda. Sudut-sudut kamar yang besar itu diterangi oleh cahaya matahari yang lembut menembus tirai jendela. Di sampingnya, Arissa masih tertidur pulas, rambut hitamnya menyebar di atas bantal putih, wajahnya damai seperti lukisan sempurna.Ini sudah dua bulan sejak mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan keluarga dan teman-teman. Dua bulan yang terasa seperti mimpi indah yang tak pernah ingin ia bangunkan. Nathaniel tersenyum, mengamati istrinya dengan penuh kasih. Dahulu, saat-saat seperti ini—bangun pagi tanpa terburu-buru memeriksa email atau menghadiri rapat—terasa seperti pemborosan waktu baginya. Kini, momen-momen hening inilah yang paling ia hargai."Apa yang kau lihat?" tanya Arissa lembut, matanya perlahan terbuka."Keajaiban," jawab Nathaniel singkat, tangannya membelai pipi Arissa dengan lembut.Arissa tersenyum, lalu menggeser tubuhnya lebih dekat pada suaminya. "Kau tahu, dulu aku tidak pernah berpikir seorang Nat

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 233

    "Cheers," kata Nathaniel, mengangkat botol birnya. "Untuk rumah baru dan awal baru.""Untuk rumah baru dan awal baru," ulang Arissa, menyentuhkan botolnya ke botol Nathaniel.Mereka minum dalam diam, menikmati ketenangan setelah hari yang sibuk. Dari jendela besar di ruang tamu, mereka bisa melihat langit malam yang dipenuhi bintang-bintang, jauh lebih jelas dari yang bisa mereka lihat dari apartemen lama mereka di pusat kota."Indah, bukan?" bisik Nathaniel, mengikuti arah pandang Arissa."Sangat indah," jawab Arissa, tersenyum kecil. "Aku senang kita memutuskan untuk pindah ke sini.""Aku juga." Nathaniel meletakkan botol birnya, lalu meraih tangan Arissa. "Arissa, ada sesuatu yang ingin kuberikan padamu.""Oh?" Arissa menoleh, penasaran.Nathaniel merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru tua. "Aku tahu ini mungkin sedikit klise, memberikan hadiah di rumah baru... tapi aku ingin memberikan ini sebagai si

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 232

    "Itu berita luar biasa," Robert menepuk-nepuk bahu Nathaniel dengan bangga. "Kalian akan menjadi orang tua yang hebat, aku yakin itu.""Kalian yakin ini saat yang tepat?" tanya Elizabeth, masih dengan air mata haru di wajahnya. "Dengan karir kalian yang sedang berkembang?""Tidak ada waktu yang sempurna untuk memiliki anak, Bu," jawab Arissa bijak. "Tapi kami merasa siap. Kami sudah membicarakan ini dengan matang.""Dan kami akan saling mendukung, seperti yang selalu kami lakukan," tambah Nathaniel, menatap istrinya dengan penuh cinta.Elizabeth dan Robert saling berpandangan, keduanya terlihat sangat bahagia dengan berita ini. "Kalian tahu," kata Elizabeth setelah beberapa saat, "ayah kalian dan aku sangat menantikan saat menjadi kakek dan nenek. Dan sekarang, meskipun kami akan pindah ke Florida, kami berjanji akan hadir dalam setiap momen penting pertumbuhan cucu kami.""Kami akan sering berkunjung," Robert meyakinkan. "Atau kalian bisa membawa

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 231

    Hari-hari berikutnya diisi dengan diskusi-diskusi tentang rencana mereka. Mereka membicarakan tentang kemungkinan pindah ke rumah yang lebih besar, tentang persiapan finansial, dan tentang bagaimana mereka akan menyeimbangkan karir dengan tanggung jawab sebagai orang tua.Pada Sabtu sore, mereka mengunjungi sebuah kompleks perumahan yang tidak terlalu jauh dari pusat kota. Dengan bantuan seorang agen real estate, mereka melihat-lihat beberapa rumah yang masih dalam tahap pembangunan."Yang ini memiliki tiga kamar tidur," jelas sang agen, menunjukkan denah rumah yang cukup luas. "Halaman belakangnya juga cukup besar, sempurna untuk anak-anak bermain."Arissa dan Nathaniel saling berpandangan, keduanya membayangkan bagaimana kehidupan mereka akan terlihat di rumah itu. Membayangkan suara tawa anak-anak memenuhi setiap sudut rumah, membayangkan pagi-pagi yang sibuk dengan persiapan sekolah, dan malam-malam yang tenang saat mereka berkumpul bersama di ruang keluarga

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 230

    "Selamat malam, Nate."Ketika Nathaniel sudah tertidur lelap, Arissa masih terjaga, menatap langit-langit kamar mereka. Hatinya dipenuhi dengan berbagai emosi—kegembiraan, antisipasi, dan sedikit kecemasan. Tapi di atas semua itu, ada perasaan damai yang mendalam, sebuah keyakinan bahwa apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama.Ia melirik ke samping, mengamati wajah suaminya yang terlelap. Dalam cahaya samar-samar yang masuk melalui jendela, Nathaniel terlihat damai dan tampan, seperti hari pertama mereka bertemu. Arissa tersenyum, merasa sangat bersyukur atas kehadiran pria ini dalam hidupnya.Dengan pikiran penuh harapan untuk masa depan, Arissa pun akhirnya terlelap, bermimpi tentang tawa anak-anak dan tahun-tahun bahagia yang menanti mereka di depan.Pagi datang dengan cahaya matahari yang menembus tirai kamar mereka. Arissa terbangun lebih dulu, seperti biasa. Ia menghabiskan beberapa menit hanya untuk mengamati Nat

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status