Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / Bab 6: Kejutan di Balik Nama Besar

Share

Bab 6: Kejutan di Balik Nama Besar

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-01-26 10:41:08

Setelah Nathaniel pergi, Arissa merasa sedikit canggung dan bingung. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada sesuatu yang terasa berbeda setiap kali pria itu datang ke kliniknya. Pikirannya terus dipenuhi dengan wajah Nathaniel, sikapnya yang agak kaku namun penuh ketegasan, dan bahkan sedikit ketenangan yang ia rasakan setelah melayani pria itu. Sesi pijat tersebut terasa begitu berbeda dari biasanya.

Arissa berjalan keluar dari ruangannya, mengambil secangkir teh hangat, dan mencoba menenangkan dirinya. Namun, saat melangkah menuju ruang depan klinik, ia mendengar suara percakapan ringan dari beberapa kolega yang sedang berbincang di meja resepsionis.

"Hei, kamu tahu siapa yang baru saja datang kemarin malam?" tanya salah seorang kolega.

"Siapa?" jawab kolega lainnya dengan penasaran.

"Pria itu... yang datang dengan wajah lelah dan tampak sangat penting. Ternyata dia itu Nathaniel Alvaro, CEO Alvaro Group. Kamu tahu, yang sering muncul di berita itu!"

Arissa terhenti sejenak, secangkir teh di tangannya hampir terjatuh. Nathaniel Alvaro? Nama itu seperti menyentak kesadarannya. CEO terkenal yang sering muncul di berita dan menjadi sorotan media? Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa pria yang baru saja ia layani di klinik kecil ini adalah salah satu orang paling berpengaruh di dunia bisnis.

"Sungguh? Nathaniel Alvaro?" tanya kolega lainnya dengan nada terkejut. "Saya dengar dia cukup tertutup, jarang sekali terlihat tanpa pengawalan."

"Benar. Tapi saya dengar dia beberapa kali datang ke sini. Mungkin dia mencari ketenangan dari dunia yang penuh tekanan itu," jawab kolega yang pertama.

Arissa merasa tubuhnya mulai kaku. Pikirannya berputar-putar, mencoba mencerna informasi yang baru saja ia dengar. Tak pernah ia bayangkan bahwa pria yang datang ke kliniknya adalah seorang CEO besar yang dikenal banyak orang. Itu menjelaskan mengapa dia begitu penuh dengan ketegasan dan aura yang sulit didekati. Namun, di sisi lain, itu juga membuat Arissa merasa sedikit tidak nyaman. Bagaimana bisa ia, seorang terapis pijat di klinik kecil, bertemu dengan seorang pria yang memiliki status setinggi itu?

Dengan perlahan, Arissa meletakkan cangkir teh di meja dan melangkah kembali ke ruangannya. Perasaannya campur aduk. Di satu sisi, ia merasa terkejut dan sedikit cemas, namun di sisi lain, ia tidak bisa menahan rasa penasaran yang semakin membesar. Apa yang membuat Nathaniel Alvaro datang ke kliniknya? Apa yang dia cari di sini, di tempat yang jauh dari gemerlap dunia bisnisnya yang penuh intrik?

Keesokan harinya, Nathaniel kembali muncul di klinik, seperti yang sudah menjadi kebiasaannya. Namun kali ini, Arissa merasa ada sedikit ketegangan di dalam dirinya. Ia tahu, setelah mendengar gosip itu, bahwa pria ini bukanlah sembarang orang. Sejak pertama kali bertemu, Nathaniel sudah menunjukkan sisi-sisi yang menarik, namun kini, mengetahui siapa sebenarnya dia, membuat Arissa merasa sedikit canggung.

"Selamat pagi, Nathaniel," sapa Arissa dengan suara sedikit lebih hati-hati daripada sebelumnya. "Ada yang bisa saya bantu lagi?"

Nathaniel mengangguk, duduk di kursi ruang tunggu, lalu menatap Arissa dengan tatapan yang penuh perhatian. Meskipun dia tahu bahwa Arissa kini tahu siapa dirinya, ia tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan dalam sikapnya. "Pagi, Arissa. Saya hanya ingin melanjutkan yang kemarin," jawabnya singkat, namun ada sesuatu dalam suaranya yang terasa lebih lembut dibandingkan biasanya.

Arissa mengangguk, mencoba untuk tetap fokus pada tugasnya. "Tentu, silakan berbaring. Saya akan memulai."

Selama sesi pijat berlangsung, Arissa bisa merasakan ketegangan yang berbeda. Nathaniel lebih tenang, namun ada sesuatu yang mengendap di balik ketenangannya. Mungkin, setelah mengetahui bahwa Arissa tahu siapa dirinya, dia merasa lebih terbuka, meskipun tetap menjaga jarak. Arissa sendiri berusaha untuk tetap profesional, meskipun dalam pikirannya muncul banyak pertanyaan tentang pria ini.

Kenapa Nathaniel datang ke sini? Apa yang dia harapkan dari tempat yang sederhana ini? Apakah dia hanya mencari kenyamanan fisik, atau ada sesuatu yang lebih dalam dari itu?

Saat pijatan selesai, Nathaniel berbaring dengan mata tertutup sejenak, menikmati kenyamanan yang diberikan Arissa. Ia tampak lebih rileks daripada sebelumnya, namun dalam hatinya, ia merasakan perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Ada sesuatu yang berbeda dengan Arissa, sesuatu yang membuatnya merasa lebih manusiawi, lebih nyata. Di balik dunia bisnis yang selalu penuh dengan kalkulasi dan perhitungan, Arissa hadir sebagai oase yang menenangkan, meskipun ia hanyalah seorang terapis pijat di klinik kecil.

"Saya rasa saya akan sering ke sini," kata Nathaniel pelan, tanpa membuka matanya. "Tempat ini... berbeda."

Arissa tersenyum kecil, mencoba untuk tetap tidak terpengaruh oleh kata-kata itu. "Saya senang mendengarnya," jawabnya, meskipun hatinya mulai berdebar.

Setelah beberapa detik keheningan, Nathaniel membuka matanya dan menatap Arissa. "Jangan khawatir," katanya, memberikan senyum tipis. "Saya tidak akan mengganggu."

Arissa hanya mengangguk, meskipun dalam hatinya, ia merasa bingung dan penuh pertanyaan. Ada sesuatu tentang Nathaniel yang selalu membuatnya ingin tahu lebih banyak, namun ia tahu bahwa ia harus menjaga batas-batas profesionalisme. Dunia mereka terlalu berbeda, dan meskipun ada ketertarikan yang tak bisa dihindari, Arissa sadar bahwa ia tidak bisa terjebak dalam perasaan yang lebih dalam.

Namun, saat Nathaniel meninggalkan klinik, Arissa merasa bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Ia tidak tahu bagaimana, tetapi satu hal yang pasti: pria ini telah memasuki hidupnya dengan cara yang tidak bisa ia pahami.

Arissa berdiri di depan pintu klinik, menatap Nathaniel yang semakin menjauh menuju mobil mewahnya. Ada sesuatu yang membuatnya merasa terikat pada pria itu, meskipun ia tahu hubungan mereka harus tetap profesional. Di satu sisi, ia merasa terganggu dengan kenyataan bahwa seorang CEO besar seperti Nathaniel bisa begitu saja datang ke klinik kecilnya, tetapi di sisi lain, ia juga merasa seperti ada sebuah misteri yang belum terungkap di balik sikap dan ketenangan pria itu.

"Kenapa kamu harus membuatnya rumit seperti ini, Arissa?" gumamnya pada dirinya sendiri.

Kliniknya sudah sepi, dan saat itulah Arissa merasakan kegelisahan yang tak biasa. Ia berusaha melepaskan perasaan itu dengan kembali menata ruangannya. Namun, bayangan Nathaniel, dengan segala kedalaman tatapannya dan sikap misteriusnya, terus menghantui pikirannya.

Esok harinya, Arissa kembali bekerja dengan rutinitas yang sama. Namun, pagi itu ada sesuatu yang berbeda. Pagi yang seharusnya biasa-biasa saja tiba-tiba terasa lebih tegang. Saat ia baru saja membuka pintu klinik, sosok yang sudah dikenalnya berdiri di sana, menunggu.

Nathaniel Alvaro.

"Selamat pagi, Arissa," sapanya dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. Ia tidak datang dengan sikap kaku seperti sebelumnya. "Apakah saya mengganggu?"

Arissa tersenyum ragu. "Tidak sama sekali, Nathaniel. Silakan masuk."

Nathaniel berjalan masuk dengan langkah yang tenang, dan Arissa bisa merasakan ada ketegangan yang perlahan berubah menjadi kenyamanan di antara mereka. Tidak ada lagi rasa canggung yang muncul seperti sebelumnya. Meskipun ada batasan yang jelas di antara mereka, ada ketertarikan yang semakin terasa.

"Saya ingin melanjutkan yang kemarin," katanya lagi dengan suara datar, namun ada nada lebih pribadi dalam kalimatnya kali ini.

Arissa mengangguk, merasa sedikit cemas tetapi berusaha profesional. "Baiklah, jika Anda siap, saya akan mulai."

Saat sesi pijat berlangsung, suasana di dalam ruangan terasa sangat berbeda. Nathaniel yang awalnya selalu tampak serius dan terkendali, kini terlihat lebih rileks. Arissa bisa merasakan tubuhnya yang kaku mulai melemas, dan napasnya yang semakin dalam menandakan bahwa ia mulai merasa lebih nyaman.

Tapi meskipun suasana menjadi lebih santai, Arissa tidak bisa mengabaikan ketegangan yang tetap ada di antara mereka. Nathaniel tetaplah seorang pria yang sangat berbeda dari orang kebanyakan. Meskipun ia berada di ruang yang sederhana ini, ia tetap membawa aura kekuasaan dan dominasi yang tidak bisa dihindari.

"Apa yang membuat Anda tertarik datang ke sini?" Arissa akhirnya bertanya, mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari kegelisahan yang terus mengganggu.

Nathaniel terdiam sejenak, seolah memikirkan jawaban yang tepat. "Kadang, dunia saya terlalu keras. Semua itu terasa sangat dingin. Saya... hanya butuh tempat untuk merasa lebih manusiawi."

Arissa merasa terkejut dengan jawaban itu. Untuk pertama kalinya, Nathaniel membuka sedikit sisi kelemahannya, meskipun ia tetap terlihat menjaga jarak. "Saya mengerti," kata Arissa pelan, berusaha untuk tidak terlalu menunjukkan keterkejutan dalam suaranya.

Nathaniel menghela napas panjang, seolah mengeluarkan beban yang selama ini ia tahan. "Dan saya kira tempat ini adalah satu-satunya tempat yang bisa memberikan ketenangan yang saya butuhkan."

Arissa melanjutkan pijatannya dengan hati-hati, berusaha menyampaikan kenyamanan tanpa menambah ketegangan yang sudah ada. Namun, setiap kali ia menyentuh kulit Nathaniel, ada perasaan yang muncul dalam dirinya yang sulit untuk diungkapkan. Ada perasaan bahwa, meskipun dunia mereka terpisah sangat jauh, mereka berdua memiliki kesamaan dalam hal ketegangan dan pencarian akan ketenangan.

Setelah sesi pijat selesai, Nathaniel duduk sejenak, seolah masih menikmati rasa tenang yang perlahan menguasai tubuhnya. Arissa berdiri di sampingnya, menunggu jika ia membutuhkan sesuatu lagi.

"Saya rasa, saya akan sering datang ke sini," kata Nathaniel dengan suara yang sedikit lebih ringan dari biasanya. "Tempat ini... bisa memberikan saya apa yang tidak bisa saya temukan di tempat lain."

Arissa hanya tersenyum kecil. "Saya senang bisa membantu," jawabnya sederhana.

Nathaniel berdiri, menatap Arissa untuk sejenak. "Terima kasih, Arissa. Kamu sangat berbakat."

Arissa merasa sedikit terkejut dengan pujian itu. Biasanya, orang-orang hanya datang untuk pijat dan pergi begitu saja, tetapi Nathaniel memberi penghargaan yang lebih. Sebuah penghargaan yang bukan hanya tentang keterampilan profesionalnya, tetapi juga tentang keberadaannya sebagai manusia yang bisa menawarkan kenyamanan.

Saat Nathaniel berbalik untuk meninggalkan klinik, Arissa merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Meskipun dia mencoba untuk tetap fokus pada pekerjaannya dan menjaga jarak dengan Nathaniel, ada perasaan yang sulit untuk diabaikan. Sesuatu tentang pria itu membuat Arissa ingin tahu lebih banyak, lebih banyak tentang dunia yang tersembunyi di balik sikap dingin dan misteriusnya.

Namun, seperti biasanya, Arissa tidak bisa membiarkan perasaan itu menguasai dirinya. Dunia mereka terlalu berbeda, dan ia sadar bahwa tidak ada tempat untuk perasaan yang lebih dari sekadar profesionalisme di ruang klinik ini.

Tapi saat Nathaniel menghilang di balik pintu, Arissa merasa bahwa hidupnya mungkin sudah berubah lebih banyak daripada yang ia inginkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 7: Pertemuan yang Tak Terduga

    Nathaniel Alvaro duduk di ruang kerjanya yang luas, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan laporan penting. Namun, matanya tidak fokus pada layar komputernya atau grafik yang terus bergerak. Semua itu tampak kabur baginya. Pikirannya kembali pada sesi pijat yang ia terima beberapa hari lalu—pijat sederhana, namun memiliki efek yang lebih mendalam daripada yang bisa ia bayangkan.Biasanya, ia adalah sosok yang selalu mengendalikan segala hal di sekitar dirinya. Namun, ada sesuatu tentang Arissa—sesuatu yang membuatnya merasa lebih manusiawi. Sifat Arissa yang lembut, namun kuat, memancarkan ketenangan yang selama ini sulit ia temukan di dunia kerjanya yang penuh dengan tekanan. Bahkan ketika ia berusaha untuk tetap kaku dan menjaga jarak, Arissa tak pernah memberi ruang untuk ketegangan itu berkembang lebih jauh.“Kenapa aku terus memikirkan itu?” Nathaniel bergumam pelan, menggoyangkan kepalanya seakan berusaha menyingkirkan pikiran itu. Namun, s

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 8: Tawaran yang Menggoda

    Beberapa hari setelah pertemuan keduanya yang penuh dengan ketegangan itu, Nathaniel kembali muncul di klinik. Pagi itu, Arissa sedang sibuk menyusun beberapa catatan dan menyiapkan perlengkapan pijat untuk kliennya yang lain. Ia terkejut saat mendengar suara pintu dibuka, dan untuk kedua kalinya, Nathaniel muncul, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda dalam sikapnya. Ia tidak terlihat hanya ingin relaksasi sesaat. Ada tujuan yang jelas, dan ia membawa aura yang lebih serius daripada sebelumnya.Arissa menatapnya sejenak, merasa canggung meski sudah mengenal pria itu lebih baik. "Nathaniel, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya, berusaha tetap profesional, meskipun hatinya sedikit berdebar.Nathaniel berdiri di ambang pintu, memandang Arissa dengan tatapan yang penuh ketegasan, tetapi juga ada kelembutan yang tak bisa disembunyikan. "Saya ingin menawarkan sesuatu kepada Anda," katanya, suaranya terdengar lebih dalam dari sebelumnya, seolah menyimpan beban berat.

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 9: Batas yang Tertantang

    Hari pertama sebagai terapis pribadi Nathaniel dimulai. Arissa merasa sedikit cemas, meski ia mencoba meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan berjalan sesuai rencana. Sejak pagi, ia mempersiapkan ruangan klinik dengan lebih hati-hati dari biasanya. Semua peralatan yang diperlukan sudah siap, dan suasana di dalam ruangannya sudah diatur agar terasa nyaman dan tenang. Namun, ada perasaan aneh yang tak bisa ia hilangkan. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar rutinitasnya sebagai seorang terapis.Ketika bel pintu berbunyi, Arissa menoleh dan melihat Nathaniel berdiri di depan pintu, mengenakan jas hitamnya yang rapi dan wajahnya yang tampak lebih serius dari biasanya. Ia masuk tanpa berkata apa-apa, dan sesaat suasana menjadi canggung. Arissa mencoba menenangkan diri dan mengingat batas yang telah ia tetapkan sebelumnya.“Selamat sore, Nathaniel,” sapa Arissa dengan nada formal. “Silakan duduk. Sesi ini hanya untuk relaksasi, sesuai dengan kesepakatan kita

    Last Updated : 2025-01-26
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 10: Keputusan yang Sulit

    Arissa duduk di meja kerjanya, menatap secangkir teh yang kini hampir dingin di depannya. Pikirannya masih berputar-putar tentang percakapan tadi dengan Nathaniel. Hatinya berdebar lebih kencang dari biasanya, dan meski ia berusaha menenangkan diri, ada keraguan yang terus menghantuinya. Apakah keputusan ini benar? Apa yang akan terjadi jika ia setuju untuk menjadi terapis pribadi Nathaniel?Ia menghela napas panjang. Sebagai seorang terapis yang berkomitmen pada pekerjaannya, ia selalu memegang prinsip untuk menjaga profesionalisme dalam segala hal. Namun, tawaran Nathaniel berbeda. Ia bukan hanya seorang klien biasa. Nathaniel adalah CEO sukses dengan dunia bisnis yang rumit dan penuh tekanan, serta seorang pria yang sudah mulai menguji batasan-batasannya. Arissa tahu bahwa kedekatannya dengannya, meskipun hanya dalam kapasitas profesional, bisa menambah beban pada hidupnya yang sudah cukup rumit.Namun, di sisi lain, tawaran itu begitu menggoda. Bayaran yang jauh le

    Last Updated : 2025-01-27
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 11: Tawaran Tak Terduga

    Pagi itu, klinik pijat Arissa tampak lebih sibuk dari biasanya. Beberapa pelanggan reguler sudah menunggu di ruang tunggu, dan suasana di dalam klinik penuh dengan percakapan ringan. Arissa, seperti biasa, sibuk melayani klien dengan senyum ramah. Namun, dalam hatinya, ia merasa sedikit gelisah. Ada sesuatu yang aneh, perasaan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi hari ini.Benar saja, sekitar tengah hari, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan klinik. Dari dalamnya, Nathaniel Alvaro turun dengan langkah percaya diri, mengenakan setelan jas rapi yang membuatnya terlihat seperti sosok yang tak tersentuh. Kehadirannya langsung menarik perhatian para pelanggan dan staf di klinik. Beberapa dari mereka berbisik-bisik, mencoba menebak siapa pria tampan dan berkarisma itu.Arissa, yang baru saja selesai dengan klien terakhirnya, memandang ke arah pintu depan dan hampir terdiam melihat Nathaniel. Ia merasa aneh melihat pria itu datang di siang hari, terutama dengan penampi

    Last Updated : 2025-01-28
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 12: Menegakkan Prinsip

    Arissa duduk di meja kerjanya di apartemen kecilnya, kontrak dari Nathaniel terbuka di hadapannya. Pikirannya dipenuhi oleh pertimbangan-pertimbangan yang bertentangan. Di satu sisi, angka bayaran dalam kontrak itu sangat menggoda, sesuatu yang bisa membantunya mengubah hidup. Namun, di sisi lain, beberapa syarat dalam kontrak tersebut membuatnya merasa tidak nyaman, terutama bagian yang mengharuskannya selalu siaga kapan pun Nathaniel membutuhkannya.Ia membaca ulang salah satu klausul dalam kontrak:"Terapis wajib memberikan prioritas penuh pada klien, tanpa memandang waktu atau lokasi."Arissa menghela napas panjang. Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan terikat dalam pekerjaan seperti itu, apalagi dengan seseorang seperti Nathaniel Alvaro. Ia tahu betapa kerasnya dunia kerja pria itu, tetapi ia tidak ingin kehilangan kendali atas hidupnya sendiri hanya karena uang.Diskusi dengan MariaKeesokan harinya, di ru

    Last Updated : 2025-01-29
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 13: Sebuah Pendekatan Baru

    Nathaniel duduk di ruang kerjanya yang luas, jendela besar di belakangnya menampilkan pemandangan kota yang berkilauan. Tapi pikirannya jauh dari pemandangan itu. Ia memikirkan Arissa—wanita yang tidak hanya menolak tawarannya tetapi juga melakukannya dengan sopan dan tegas.Nathaniel mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, sesuatu yang jarang ia lakukan. Penolakan itu terasa aneh baginya. Selama ini, ia terbiasa mendapatkan apa pun yang ia inginkan, entah itu dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, untuk pertama kalinya, seseorang menolaknya tanpa rasa takut.“Dia berbeda,” gumamnya pelan.Refleksi NathanielSambil menyandarkan diri di kursinya, Nathaniel teringat kata-kata Arissa. Cara dia berbicara, dengan nada yang penuh rasa hormat tetapi tak tergoyahkan, meninggalkan kesan mendalam.Nathaniel memanggil asistennya, James, masuk ke ruangan. James adalah satu dari sedikit orang yang bisa ia percayai sepenuhnya.

    Last Updated : 2025-01-30
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 14: Dilema Arissa

    Arissa duduk di sofa kecil di ruang tamu apartemennya yang sederhana, memandangi dokumen yang ia bawa pulang dari klinik. Dokumen itu bukanlah kontrak Nathaniel, tetapi laporan pengeluaran klinik yang menunjukkan betapa tipisnya margin keuntungan yang mereka hasilkan setiap bulan. Pikiran tentang bagaimana tawaran Nathaniel dapat mengubah situasinya terus menghantui.Dia menarik napas panjang, mengeluarkan ponsel, dan menelepon sahabatnya, Lila.“Arissa! Akhirnya kau meneleponku. Aku sudah lama ingin tahu bagaimana kabarmu,” kata Lila dengan suara ceria di seberang telepon.Arissa tersenyum tipis meski sahabatnya tidak bisa melihat. “Aku baik-baik saja, Lil. Tapi... ada sesuatu yang ingin aku bicarakan.”“Sepertinya serius,” balas Lila, suaranya berubah menjadi lebih perhatian. “Apa yang terjadi?”Selama beberapa menit berikutnya, Arissa menceritakan semua yang terjadi—dari pertemuannya de

    Last Updated : 2025-01-31

Latest chapter

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 226: melalui komitmen hati dan jiwa

    "Karena aku mengenalmu," jawab Arissa sederhana. "Dan aku tahu hatimu. Itu saja yang diperlukan."Sepanjang sisa kelas, mereka belajar tentang tahapan kehamilan, proses persalinan, dan perawatan bayi dasar. Instruktur mendorong mereka untuk mempraktikkan mengganti popok pada boneka bayi, membuat Nathaniel dan Arissa tertawa saat mereka berjuang dengan perekat dan posisi yang tepat."Ini lebih sulit dari yang terlihat," kata Nathaniel, akhirnya berhasil mengamankan popok pada boneka."Tunggu sampai bayi sungguhan yang bergerak-gerak dan mungkin menangis," instruktur tertawa."Atau, yang lebih buruk, mungkin buang air saat kamu sedang mengganti popoknya," tambah seorang ayah berpengalaman di kelas, membuat semua orang tertawa.Di akhir kelas, instruktur memberikan mereka masing-masing sebuah jurnal. "Saya mendorong kalian semua untuk mulai menuliskan pikiran, harapan, dan kekhawatiran kalian tentang menjadi orangtua. Ini tidak hanya merupakan cara ya

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 225: Apakah sulit?

    "Baiklah, daftar kita untuk kelasnya," kata Arissa, mencium pipi Nathaniel. "Tapi aku juga ingin kita berjanji pada diri kita sendiri untuk menikmati perjalanan ini—untuk tidak terlalu terjebak dalam rencana dan daftar periksa sehingga kita lupa untuk merasakan kegembiraan dan ketakjuban dari semuanya."Nathaniel melingkarkan lengannya di pinggang Arissa, menariknya lebih dekat. "Aku berjanji. Dan ngomong-ngomong tentang kegembiraan dan ketakjuban..." Tatapannya berubah menggoda. "Kita mungkin perlu latihan lebih banyak untuk bagian 'mencoba memiliki bayi'."Arissa tertawa, memutar matanya dengan gaya. "Kamu benar-benar tidak ada harapan, kamu tahu itu?""Ya, tapi itulah sebabnya kamu mencintaiku," balas Nathaniel, mencium bibirnya dengan lembut.Arissa meleleh dalam pelukannya, pikiran tentang bayi dan pernikahan dan masa depan berputar-putar di kepalanya seperti bintang-bintang yang berkilauan. Ada banyak hal yang tidak pasti di masa depan, banyak

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 224: Terima kasih

    "Itu rencana yang bagus," Sophie tersenyum. "Hanya saja, bersiaplah untuk fleksibel. Hidup memiliki caranya sendiri untuk mengejutkanmu.""Seperti Lily?" tanya Arissa, mengingat bahwa Sophie pernah bercerita bahwa kehamilannya tidak direncanakan, meskipun sangat diinginkan.Sophie tertawa pelan. "Tepat sekali. Daniel dan aku masih ingin menunggu setahun lagi, tapi kemudian Lily memutuskan bahwa dia sudah siap untuk bergabung dengan kami." Dia menatap putrinya dengan penuh cinta. "Dan aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dia sekarang."Arissa meraih tangan kecil Lily, terpesona dengan jari-jari mungilnya yang sempurna. "Dia benar-benar indah, Soph.""Dia memang indah," Sophie setuju. "Tapi aku tidak akan berbohong padamu, Ris. Enam bulan pertama ini... sulit. Sangat sulit. Kurang tidur, ASI yang tidak lancar, kolik yang membuat Lily menangis selama berjam-jam... ada hari-hari di mana aku hampir kehilangan akal sehatku."Arissa menatap sahabatnya

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 223: Aku hanya ingin kita siap

    "Hei, jagoan, kamu tidak apa-apa?" tanyanya lembut, membersihkan debu dari lutut anak itu.Anak laki-laki itu, dengan mata besar dan pipi berisi, mengangguk berani meskipun air mata menggenang di pelupuk matanya. "Aku baik-baik saja, terima kasih, Paman."Seorang wanita berlari mendekat, wajahnya penuh kecemasan. "Oh, Noah! Aku sudah bilang jangan lari terlalu cepat." Dia menatap Nathaniel dengan rasa terima kasih. "Terima kasih sudah membantunya.""Bukan masalah," Nathaniel tersenyum. "Dia anak yang berani."Setelah wanita itu dan anaknya pergi, Arissa menatap Nathaniel dengan senyum penuh arti. "Lihat? Kamu sudah memiliki insting seorang ayah."Nathaniel tersipu. "Itu hanya... refleks, kurasa.""Refleks yang bagus," kata Arissa, mencium pipinya ringan. "Dan ini hanya menguatkan keyakinanku bahwa kamu akan menjadi ayah yang luar biasa suatu hari nanti."Malam itu, ketika mereka berbaring di tempat tidur, pikiran-pikiran tentang masa depan mengisi keheningan di antara mereka. Arissa m

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 222: Kamu... melamarku?

    Minggu-minggu berikutnya, pembicaraan tentang memiliki anak menjadi lebih sering muncul dalam percakapan sehari-hari mereka. Terkadang sebagai lelucon ringan ("Anakmu yang mengajarimu komentar sarkastik seperti itu?"), dan lain kali sebagai diskusi serius tentang nilai-nilai yang ingin mereka tanamkan dan gaya pengasuhan yang mereka yakini.Suatu pagi Minggu, Nathaniel menemukan Arissa membaca artikel tentang persiapan kehamilan di tabletnya."Riset, huh?" godanya, sambil menuangkan kopi untuk mereka berdua.Arissa mengangkat bahu, sedikit tersipu. "Hanya ingin tahu lebih banyak. Tidak ada salahnya bersiap dari sekarang, kan?"Nathaniel duduk di sebelahnya, mengintip artikel tersebut. "Wow, ada banyak yang perlu dipertimbangkan. Suplemen, perubahan pola makan, berhenti minum alkohol...""Ya, ternyata tubuhku perlu dalam kondisi optimal sebelum kita bahkan mencoba," kata Arissa. "Dan itu butuh waktu. Beberapa bulan, setidaknya.""Bagaimana denganku?" tanya Nathaniel. "Maksudku, apa ada

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 221: Masa Depan yang Dibayangkan

    Senja merayap perlahan di jendela apartemen, melukis langit dengan warna oranye dan merah muda yang lembut. Nathaniel duduk di balkon kecil mereka, secangkir kopi hangat di tangannya, matanya menerawang ke kejauhan. Arissa memperhatikannya dari ambang pintu, bersandar di bingkai dengan senyum tipis terpampang di wajahnya. Ada sesuatu yang berbeda dalam diri pria itu belakangan ini—sebuah ketenangan yang baru, seolah ia telah menemukan jawaban atas pertanyaan yang telah lama menghantuinya."Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Arissa lembut, melangkah keluar dan duduk di kursi di sebelahnya.Nathaniel menoleh, matanya bertemu dengan mata Arissa, dan senyumnya melebar. "Masa depan," jawabnya sederhana.Arissa mengangkat alisnya. "Dan apa yang kamu lihat di sana?"Nathaniel meletakkan cangkirnya dan menggenggam tangan Arissa. Tangannya hangat dan kokoh, memberikan perasaan aman yang selalu ia rasakan sejak pertama kali mereka bertemu."Aku melihat kita," katanya pelan. "Kita, membangun

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 220: Pernikahan adalah proses, bukan?

    "Maaf aku terlambat," kata Arissa begitu membuka pintu, menemukan Nathaniel sedang menata meja makan."Hei, tidak apa-apa. Hanya 15 menit," Nathaniel tersenyum, mendekati istrinya dan mengecup keningnya. "Meeting berjalan lancar?"Arissa mendesah. "Tidak seperti yang kuharapkan. Investor punya banyak persyaratan yang... well, cukup mengintervensi.""Ceritakan padaku sambil makan?" Nathaniel menarik kursi untuk Arissa. "Aku membuat carbonara. Dan ada tiramisu untuk pencuci mulut.""Kau yang terbaik," Arissa tersenyum lelah tapi penuh terima kasih.Selama makan malam, Arissa menceritakan tentang meeting dan dilema yang ia hadapi mengenai investasi tersebut. Nathaniel mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali memberikan sudut pandang yang berbeda."Bagaimana menurutmu?" tanya Arissa setelah menjelaskan semuanya. "Apakah aku terlalu keras kepala dengan menolak mengubah fokus klinik?"Nathaniel memikirkannya sejenak. "Aku pikir prinsip

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 219: Harmoni dan Tantangan

    Kehidupan pasca-pernikahan mereka dimulai dengan penuh kebahagiaan, meskipun tidak tanpa tantangan. Mereka harus menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari sebagai pasangan suami istri, dan meskipun mereka lebih damai, kadang-kadang ada hal-hal kecil yang menantang mereka. Misalnya, Arissa yang kini harus mengatur waktu antara kliniknya yang semakin berkembang dan peran barunya sebagai istri Nathaniel. Nathaniel juga harus menyeimbangkan kehidupan pribadi dan tanggung jawab yang masih ada di luar bisnis.Pagi itu, Arissa terbangun dengan suara alarm yang berbunyi nyaring di samping tempat tidur. Tangannya meraba-raba meja kecil di samping ranjang untuk mematikan suara yang mengganggu tidurnya. Ketika matanya terbuka sepenuhnya, ia menyadari bahwa sisi ranjang di sampingnya telah kosong. Nathaniel pasti sudah bangun lebih awal. Aroma kopi yang menguar dari arah dapur mengonfirmasi dugaannya."Selamat pagi," sapa Nathaniel dengan senyum hangat ketika Arissa muncul di

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 218: Untuk Istriku, Sahabatku, Cintaku

    "Kau tahu," kata Arissa di sela-sela menonton film ketiga mereka, "dulu aku selalu menganggap hujan sebagai gangguan. Apalagi saat ada rencana outdoor.""Dan sekarang?" tanya Nathaniel, memainkan rambut Arissa yang bersandar di dadanya."Sekarang aku melihatnya sebagai undangan untuk menikmati waktu dengan cara berbeda," jawabnya. "Seperti hari ini. Bagaimana hujan membuat kita menciptakan kenangan yang tidak kalah indahnya dengan hari-hari cerah.""Filosofis sekali, istriku," Nathaniel tersenyum. "Tapi aku setuju. Mungkin itulah yang perlu kita ingat dalam pernikahan—bahwa tidak semua hari akan cerah, dan itu tidak apa-apa. Kita bisa menemukan keindahan bahkan dalam badai sekalipun, selama kita bersama."Malam itu, setelah hujan reda, mereka duduk di beranda dengan secangkir teh hangat. Udara terasa segar setelah hujan seharian, dan langit malam tampak lebih jernih dari biasanya. Nathaniel tiba-tiba mengeluarkan sebuah buku kecil dari sakunya&mdash

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status