Share

BAB 3 - Fakta Pesta

“Maaf, Nona. Tuan Aryo memanggil Anda ke ruangannya.” Katanya sopan dengan wajah yang tertunduk.

“Terima kasih, Bi. Aku akan segera menemuinya sebentar lagi.”

“Baik, Nona.”Sahutnya dan ia pun menghilang di sudut tengah lorong utama tempat anak tangga menuju lantai dua berada.

Aku berjalan keluar dari pintu kamarku, menyusuri sepanjang lorong di lantai dua sambil mengamati beberapa lorong menuju ke kamar Safira, Kevin, dan Bayu yang terpisah dalam lorong-lorong yang berbeda. Hanya kamarku yang berada di ujung lorong utama sebelah selatan. Sesampainya dibelokan di tengah lorong utama, aku menuruni anak tangga dan berputar lantai bawah untuk menuju ke ruang kerja Aryo Wicak Dirgantara, kepala keluarga Dirgantara.

Aku mengetuk pintu kamar pelan sebanyak dua ketukan dan terdengar dari dalam suara serak Aryo yang menyuruhku masuk.

“Duduk!” perintahnya padaku. Aku menurutinya dan terdiam menunggu sampai ia membuka suara. Ia lagi-lagi tengah membaca buku yang sama persis dengan buku yang terakhir kali aku lihat ia baca. Ia menutup bukunya dan melepaskan kacamata bacanya ke atas meja. Perutnya yang besar mencuat tatkala ia bersandar pada kursi kerjanya dan menatapku lamat sambil mematut kedua jari tangannya bersamaan.

“Tujuanku memanggilmu ke mari adalah untuk memberitahukan perihal pesta keluarga Dirgantara yang akan berlangsung pekan depan.” aku hanya mengangguk tidak terkejut namun penasaran dengan penjelasannya akan pesta ini. Otakku haus akan jawaban dari semua pertanyaan di pikiranku.

“Kalau boleh tahu pesta apa ini, Pa?” Aryo tersenyum menanggapi pertanyaanku.

“Pesta untuk menyambut keluarga Dirgantara.” Aku terdiam. Masih belum paham dengan maksud menyambut keluarga Dirgantara.

‘Menyambut siapa?’

Jeda. Tak lama kemudian Aryo kembali menjawab.

“Seharusnya aku memperkenalkan kalian sejak lama. Sejak saat kau dan mamamu melangkahkan kaki kalian di rumah ini.” aku tertegun mendapati penjelasan Aryo. Matanya menerawang pada pigura foto kecil di atas meja kerjanya.

“Mamamu menyuruhku untuk tidak melakukannya, tapi aku tidak bisa lagi mengatakan tidak sementara kau harus bertahan menerima cemoohan orang lain.”

“Kau tahu?” kataku sedikit menaikkan nada bicaraku walaupun tidak sesengit itu menunjukkan sikap kurang ajarku padanya. Aryo tertawa pelan menanggapi komentarku.

“Jelas aku tahu. Aku adalah seorang Dirgantara, sayang. Bisnisku tidak hanya terbatas pada bidang perkebunan, tapi juga sampai pada pengelolaan hasil kebunku. Itulah yang membuat aku kaya. Dengan kekayaanku, apa yang tidak bisa aku lakukan dan apa yang tidak kuketahui? Aku bahkan tahu tentang kau dan bisnis café-mu itu.”

“Apa? Kau tahu?” kini kurasa nadaku benar-benar sengit di hadapannya.

“Jadi apa mama juga tahu?” ia mengangguk pelan.

“Ia tahu semua kebohongan yang dikatakan putri kecilnya.” ucapnya membuatku berkaca-kaca jika mengingat kenangan tentang mama.

“Lalu kenapa kalian diam?”

Aryo bangkit dari kursinya dan berjalan secara perlahan ke arahku.

“Karena kau yang menginginkannya begitu.”

“Lalu kenapa kau tetap memaksaku untuk bekerja di perusahaan keluarga Dirgantara?” tanyaku berusaha menahan air mataku yang akan tumpah. Aryo menyentuh pundakku dan meremasnya pelan.

“Karena itu yang mamamu inginkan. Keinginan terakhirnya agar kau bisa bergabung di perusahaan Dirgantara.”

“Tapi kenapa? Apa hanya karena itu keinginan mama lantas kau mengabulkannya?”

Aryo menatapku lamat. Ada gurat kesedihan saat aku menengadahkan wajahku dan ia balas menatap mataku. Jeda terjadi cukup lama sebelum Aryo melepas tatapan matanya padaku.

“Aku belum bisa mengatakannya.”

“Kenapa?”

“Karena aku baru bisa mengatakannya jika kau memang benar-benar sudah menginginkannya.”

“Maksudmu?”

“Tidak perlu banyak bertanya. Kau cukup persiapkan dirimu untuk pekan depan dan jangan lupa kau membutuhkan partner, dear. Kau akan menjadi pemeran utama dalam pesta pekan depan dan apakah aku sudah mengatakannya padamu, kalau kau yang akan melakukan dansa pertama sebagai puncak acaranya?” kini pertanyaan-pertanyaan itu menghilang begitu saja. Mendadak pikiranku kosong. Apa dia bilang? Aku pemeran utama? Dansa dan partner? Aku bahkan tidak bisa mengikuti pelajaran seni tari waktu sekolah dasar dulu dan partner? Siapa yang bisa aku ajak? Tidak mungkin aku mengajak Bayu. Anton? Mungkin aku bisa menanyakannya pada Anton, tapi kenapa aku ragu? Kenapa tiba-tiba saja perasaanku mendadak menjadi khawatir mengetahui semua fakta tentang pesta ini. Bisakah aku melewatinya?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
hs020863
semakin tertarik membaca cerita nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status