"Apakah harus sekarang? Di sini? Di hadapanku? Dengan situasiku saat ini?" Tanyaku bahkan tak digubris oleh pasangan kasmaran di hadapanku ini. Beberapa pasang mata berbisik dan menatap mereka dengan wajah yang berbinar, seolah juga senang akan permintaan Anton untuk Sasa, walaupun mereka hanya sekadar lalu-lalang sambil sesekali memperhatikan. “Pergilah bersamaku, Sasa. Kita tinggalkan semuanya yang menghalangi cinta kita dan menikahlah denganku.” ucapnya sekali lagi membuatku terbelalak. Pergi? Melarikan diri, maksudnya? “Whatever, Anton! Haruskah kau membicarakan semua ini di sini? Saat ini juga?” Selaku kembali tetapi mereka tetap tak menggubris pertanyaanku. Kulihat binar-binar pada wajah Sasa. Sebulir air mata jatuh membasahi pipinya namun hal itu tak sampai membuat make-up-nya berantakan. “I do, Anton. Aku bersedia.” “APA?!” seruku lagi kali ini dengan lebih keras. Kulihat Anton mengeluarkan sebuah cincin dari saku jasnya dan memasangkannya pada jari manis Sasa. Aku bahkan
Aku menggamit lengan Dandy erat saat memasuki gedung aula. Sorot lampu warna-warni menyambut kedatangan kami. Seluruh pasang mata seolah terhenti untuk menatap kami. Begitu pula musik dari band pengiring yang membawakan lagu-lagu jazz. Mereka bahkan terpana dan berhenti memainkan musik untuk beberapa saat seolah ada jeda. Entah kenapa jantungku tak kunjung berhenti membuat keributan di dalam sana akibat tatapan orang-orang padaku. Oh tidak! Tentu saja, mereka menatap pada Dandy! Aku melirik sekilas pada Dandy yang berada di sampingku. Pembawaannya nampak tenang saat ini. ‘Ke mana perginya aura berandalan itu?’ Dandy tersenyum saat mendapati aku mengeratkan genggaman tangannya. Aku melihat sekilas ia mengerling nakal padaku. “Tenanglah, babe. Semua akan baik-baik saja.” katanya seolah mengerti akan kekhawatiran terbesarku. Sepertinya kekahwatiranku tergambar jelas pada wajahku. Tapi tunggu, dia bilang apa barusan? Babe? Aku tidak salah dengar, kan? Aku menggelengkan kepalaku cepat s
Ayah tiriku menepuk-nepuk pundak Dandy seolah bangga. Aku kini tidak bisa mengekspresikan wajahku dengan benar. Ayah tiriku berkata ia terkejut? Justru aku yang dibuat terkejut dengan hal ini. Aku membelalakkan mataku menatap pada Dandy. Berusaha meminta penjelasan darinya. Aku berniat melepaskan rangkulan tanganku pada tangannya tetapi Dandy menahannya. Ia berkedip genit padaku lalu kemudian berbisik. “Mmm..mm.. belum saatnya kau melepas tangan ini, Nona cantik.” bisiknya di telingaku bersamaan dengan perkataan ayah tiriku yang kembali menggema. “Tangkapan yang bagus, Sayang. Aku akui seleramu sangat bagus malam ini.” Ucapnya diiringi tawa para pria tua yang terdengar memekakan telingaku. Aku berbalik menatap pada Bayu. Sesaat lupa akan kehadirannya, saat aku menemukannya dengan cepat ia meneguk habis minuman di gelasnya dan menatapku dingin. Rahangnya mengeras. “Aku yang beruntung mendapatkan putrimu, Tuan Dirgantara.” sahut Dandy menimpali komentar gila ayahku. Wajahku memerah ka
Aku melihat tatapan mata Dandy padaku, ia berulang kali mengedipkan matanya padaku dan kemudian alunan musik gitar yang dimainkannya menggema ke antero gedung. Dan tiba-tiba saja ia berdiri. Musik terhenti untuk beberapa saat ketika ia mengambil sebuah microphone kepala menggantikan stand-mic di hadapannya dan menyerahkan gitar itu pada salah seorang pengiring band dan musik kembali mengalun di tangan si pengiring. *Jason Derulo – It Girl I’ve been looking under rocks and breaking locks Just tryna find ya I’ve been like a maniac insomniac, Five steps behind ya Tell them other girls, they can hit the exit Check please… Perlahan ia berjalan menuruni tangga panggung sambil menggoyangkan badannya dan menggoda para tamu undangan wanita sebelum fokus kembali ke tujuannya. ‘Astaga!’ ia mengarah ke sini dan tatapan para wanita mulai memicing sinis ke arahku. Ini buruk. Aku menatap pada Bayu yang seharusnya berada tidak jauh dari tempatku berdiri. Ia tidak ada. Dia menghilang. Aku men
Aku memukul dada Dandy pelan. "Bisakah kau lebih serius sedikit?!" Pintaku jengah dengan semua omong kosong Dandy soal perkenalan dirinya tersebut."Oh Maaf.. aku pikir kau ingin tahu lebih jauh soal diriku.." Katanya kembali menertawakanku.Aku memutar bola mataku malas. Ingin rasanya menyudahi dansaku dengan Dandy, tapi Dandy lagi-lagi menarikku masuk ke dalam pelukannya."Kau yakin ingin meninggalkanku di sini, Nona?" Tanya Dandy mencoba mempertanyakan tindakanku barusan. Aku menengadah tanpa berucap menatap pada matanya seolah menantang, Dandy menggeleng dan mengedikkan bahunya memintaku melihat ke sekeliling. Banyak pasang mata menatap pada kami. Aku melihat sorot mata takjub, cemburu, amarah, dan juga harapan ada pada orang-orang yang menatapku dan Dandy. Membuatku tiba-tiba saja merasa malu dan kikuk. Pada akhirnya, aku mencoba untuk bertahan lebih lama dalam dansa ini."Ehem.. baiklah." Kataku mencoba bersikap normal tidak mau Dandy menggoda diriku lebih jauh, "Kalau begitu
Pengumuman ayah tiriku membuat situasi kacau. Entah mengapa tapi aku hanya ingin segera keluar dari tempat itu. Melarikan diri lebih tepatnya. Jika aku tahu bahwa pesta ini diselenggarakan untuk pengumuman gila tersebut, aku akan lebih memilih untuk tidak hadir. Selain itu aku juga tidak perlu bersusah payah untuk memikirkan siapa partner pestaku.'Bayu!' Seru batinku kembali ingat tujuan lainku meninggalkan pesta itu. Mencari keberadaan Bayu.Aku sudah tidak menemukan Bayu di dalam gedung itu dan firasatku mengatakan ia telah terlebih dahulu keluar sebelum kekacauan itu terjadi. Aku menyapukan pandanganku ke seluruh halaman parkir gedung dan juga pada taman bunga kecil di depan aula gedung.Pandanganku pada akhirnya terkunci pada satu arah. Seorang pria sedang berjalan menuju bangku taman. Aku tidak mengenali wajahnya karena posisi tubuhnya yang berjalan membelakangiku tapi aku tahu pasti siapa dia. Aku memperhatikannya sekali lagi untuk memastikan. Ia berjalan dengan terhuyung-huyun
“Terima kasih.” Kataku setelah pergelutan panjangku dan kepala pelayan untuk untuk merebahkan Bayu di ranjangnya. Kepala pelayan telah undur diri beberapa saat tadi tapi aku masih tidak bisa melepaskan tatapan mataku pada Bayu. Seolah aku tidak rela meninggalkannya sendiri dalam keadaan seperti ini.Aku menghela napas panjang ketika menelusuri garis rahangnya yang sempurna pada perpaduan indah wajahnya yang menawan dan rupawan. Ada kesedihan yang teramat sangat di dalam hatiku.'Kenapa semuanya jadi begini?' Batinku mengaduh pilu."Kakak, sekarang aku harus bagaimana? Semuanya sudah kacau!" Kataku mencoba berbicara pada Bayu dalam ketidaksadarannya. Berharap ia dapat menjawab perkataanku dan memberikan solusinya.Tiba-tiba saja kurasakan setitik air mata mulai membasahi pipiku. Rasa sakit itu kini tak lagi dapat kuabaikan setiap kali aku mengingat fakta tentang diriku sebagai anak tiri keluarga Dirgantara. Celaan dan hinaan yang aku dan mama dapatkan, bahkan setelah kepergiaan mama un
Aku tersentak bangun dari tidurku. Berusaha menetralkan deru napasku yang tak karuan. Sosok Bayu yang tampan dan berseri—tidak masam seperti selama di pesta tadi menyeruak masuk ke dalam mimpiku. Mimpi itu terasa nyata tapi tidak menyenangkan.Dalam mimpiku, aku menangkap sesosok wanita yang tak dapat kukenali wajahnya. Wajah wanita itu samar tapi aku dapat dengan jelas melihat bagaimana sosok Bayu mengagumi sosok wanita tersebut. Bayu mengusapkan jemari tangannya pada rahang mulus wanita itu dan tak berapa lama kemudian bibir mereka bersentuhan bersamaan dengan semakin mengaburnya gambaran mereka dalam mimpiku.Aku berusaha untuk memanggil Bayu tapi ia bahkan tidak mendengarnya atau mungkin berusaha mengabaikanku. Dalam mimpiku itu mereka tampak bahagia. Sayangnya, wanita itu bukan aku. Mimpi itu begitu nyata bahkan hingga aku tak sadar kini tengah menyelusuri jejak lengket pada wajahku akibat tangisku yang mulai mengering.Aku merasakan dadaku masih menyerukan rasa sakit yang mengge