Aku tersentak bangun dari tidurku. Berusaha menetralkan deru napasku yang tak karuan. Sosok Bayu yang tampan dan berseri—tidak masam seperti selama di pesta tadi menyeruak masuk ke dalam mimpiku. Mimpi itu terasa nyata tapi tidak menyenangkan.Dalam mimpiku, aku menangkap sesosok wanita yang tak dapat kukenali wajahnya. Wajah wanita itu samar tapi aku dapat dengan jelas melihat bagaimana sosok Bayu mengagumi sosok wanita tersebut. Bayu mengusapkan jemari tangannya pada rahang mulus wanita itu dan tak berapa lama kemudian bibir mereka bersentuhan bersamaan dengan semakin mengaburnya gambaran mereka dalam mimpiku.Aku berusaha untuk memanggil Bayu tapi ia bahkan tidak mendengarnya atau mungkin berusaha mengabaikanku. Dalam mimpiku itu mereka tampak bahagia. Sayangnya, wanita itu bukan aku. Mimpi itu begitu nyata bahkan hingga aku tak sadar kini tengah menyelusuri jejak lengket pada wajahku akibat tangisku yang mulai mengering.Aku merasakan dadaku masih menyerukan rasa sakit yang mengge
“Kau bohong!” Teriakku berusaha menampik perkataannya barusan. Aku percaya pada Bayu dan aku akan mencoba mempercayainya. Itu yang ia minta. Selain itu, aku juga yakin apa yang terjadi diantara kami sebelumnya adalah benar dan merupakan hal yang nyata.‘Tapi apa mungkin Bayu hanya berbicara omong kosong di bawah pengaruh minuman saja? Bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi?’ Aku buru-buru menampik pemikiran burukku itu. Mengingat Bayu tidak bersikap layaknya orang mabuk pada saat kami berbicara tadi.“Terserah kalau kau tidak percaya!" Ia mengedikkan bahunya kembali tidak peduli."Kau tahu? Aku baru menyadarinya malam ini, bahwa kau telah tumbuh menjadi seorang wanita dewasa.” Perkataan Kevin menamparku kembali pada kenyataanku saat ini.Aku bergidik ngeri dengan kata-katanya. Kini tangan sebelahnya menyusuri bibir bawahku dan ia lagi-lagi tersenyum mengejek sambil memperhatikan bibirku yang berusaha kututup rapat.“Aku harap kau masih mengingat apa yang seharusnya terjadi dengan
"Terima kasih." Dandy mendudukkanku di sisi Ranjang. Berjongkok menyamai tinggiku yang sedang duduk. Ia mengamati wajahku yang sembab dan berusaha merapikan anak-anak rambutku yang menutupi wajah."Menyebalkan rasanya harus bertemu denganmu dalam situasi sekarang." Tambahku lagi berusaha menutupi rasa maluku di hadapannya. Tak mencoba untuk berkontak mata dengannya. Tertunduk.Dandy masih tidak menjawab dan hanya diam."Beginilah aku sebagai seorang anak tiri, memalukan, bukan?" Kataku tiba-tiba terisak."Sshh.. tenanglah Rinata.. kau akan baik-baik saja. Ada aku di sini."Dandy berusaha menenangkanku kembali dan memelukku sambil menepuk-nepuk punggungku pelan."Aku tidak pernah menginginkan ini dalam hidupku. Ibuku merupakan perempuan penggoda. Ia menggoda ayah tiriku untuk bisa masuk ke dalam kehidupan keluarga Dirgantara. Aku berusaha untuk tidak mempercayainya tapi belakangan aku mulai percaya karena terlalu banyak orang yang mengatakan hal itu padaku dan aku mulai lelah." Jelask
Minggu pagi aku mendapati bahwa perkataan Aryo adalah benar. Aku tidak menemukan Kevin di seluruh penjuru rumah. Bahkan di area ruang makan, tempat di mana biasanya para Dirgantara berkumpul sebelum memulai hari mereka. Aku menangkap sosok Bayu yang rapi dengan balutan kemeja hitam santai yang membentuk lekuk tubuhnya yang mengangumkan. Kuperhatikan ia nampak tenang menghabiskan keseluruhan sarapannya dan menelengkan sedikit kepalanya menyuruhku untuk ikut duduk menyantap sarapan ketika menyadari kehadiranku. Safira, ia terlihat enggan saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan mataku dan dengan cepat ia berdecak dan membuang muka. Entah mengapa, hari ini auranya tidak terlalu mengintimidasi seperti biasanya. Tidak ada Aryo di sana namun, ketika aku akan menggeser bangkuku untuk duduk, Aryo memanggilku dari balik ruang kerjanya yang tak jauh dari ruang makan. Aku urung untuk duduk dan dengan cepat berlari kecil menghampirinya setelah sebelumnya saling bersitatap dengan Bayu.“Tak p
Ketika Armenita dan Bayu pergi, aku dan Papa kedatangan tamu besar yang tidak kami sangka-sangka. Papa terlihat begitu senang menyambut kedatangan mereka, sementara aku bingung harus bagaimana berhadapan dengan tamuku ini. “Apa yang kau lakukan di sini?” aku menyikut ringan lengan pria di sampingku. Aku berbisik pelan tanpa menoleh pada pria yang sedang kuajak bicara saat ini dan memperhatikan dengan saksama percakapan para pria tua di hadapan kami sekaligus mengawasi gerak-gerik mereka untuk mencuri dengar percakapan kami.“Memangnya apa yang aku lakukan? Jelas mengunjungimu dan Ayahmu. Memangnya apa lagi?”“Untuk apa?” Tanyaku tidak mengerti.“Memangnya memerlukan alasan untuk kami datang? Lagipula mereka teman akrab.” Dandy menelengkan kepalanya pada ayah tiriku dan juga ayahnya yang sedang asyik berbincang sambil sesekali menyesap minuman di hadapan mereka.“Lagipula aku adalah penyelamatmu. Apa kau tidak akan menyambutku?” Goda Dandy menyindirku.“Wow.. kau kembali menjadi Dandy
“Kau tidak apa-apa, Sayang?”“Aku tidak apa-apa, Pa. Lalu siapa yang mengungkapkan perasaannya itu?” Raut wajah Safira terlihat penasaran dan juga tegang secara bersamaan.“Dandy anakku. Ia bilang ia menyukai Rina.” Jelasnya membuat lagi-lagi para Ayah tertawa berikut juga Dandy yang memusatkan perhatiannya kembali kepadaku.“Dan aku masih menunggu jawabanmu, Nats.” Tawa kembali memekak karena celetukan Dandy padaku. Sementara, Safira tidak putus menatap pada Dandy.Tatapan mataku dan Safira bertemu. Ia terlihat sangat marah kepadaku. Tangannya mengepal erat dan ia mendengus seolah memperlihatkan bahwa ia tidak suka dengan drama ini.Tatapan mata kami baru teralihkan ketika suara derap langkah kaki perlahan memasuki area ruangan di mana kami berkumpul. Aku mendelik dan menatap kemunculan Bayu di sana bersama Ara. Mereka baru saja kembali setelah pergi pagi tadi.Kulihat Dandy seolah malas menatap pada Bayu begitu juga sebaliknya. Bayu kemudian menatap padaku mengirimkan sinyal ketidak
“Rin!” panggil Dandy lagi mengikutiku masuk ke dalam café menuju ke arah lemari pendingin minuman. Berikutnya ia tidak berusaha mengajakku berbicara lagi. Aku tahu ia hanya memperhatikan sikapku saat mengambil sebuah botol minuman bersoda dan meneguk habis minuman di dalamnya tanpa jeda—seolah tak merasa tersiksa dengan hadirnya minuman bergelembung itu ditenggorokanku.Setelahnya, aku duduk di sebuah kursi kosong yang tersedia di area luar café khusus pelanggan yang merokok. Mengabaikan para karyawan di café yang terkejut mendapati kedatanganku dan juga Dandy setelah menghilangnya Dandy tempo lalu.“Rin,” Dandy menarik paksa tanganku saat akan menghabiskan botol kedua minuman bersoda itu. Aku menghentaknya dan kembali melanjutkan meminumnya.“Rin, hentikan itu!” teriak Dandy lagi padaku, “apa kau mau membunuh dirimu dengan menghabiskan tiga botol soda sekaligus? Kamu bahkan hanya akan mati secara perlahan karena siksaan di ususmu itu.” jelasnya merebut botol soda ketiga dan meneguk s
Aku tersentak kaget saat menyadari jam menunjukkan pukul 21:15 dan aku sudah berada di dalam kamarku mengenakan piyamaku. Terakhir ingatakanku mengantarkanku pada pernyataan Ara dan ungkapan perasaan Dandy kembali padaku.“Kau bangun?” Tanya seseorang dan aku mendapati Bayu sedang menengadah di sofa samping ranjangku. Kakinya ia luruskan di atas meja kaca di depan Sofa tersebut. Begitu tahu aku terbangun, ia menghela napas panjang dan menghampiriku.“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyaku tidak berusaha menutupi rasa marahku padanya.“Aku tahu kau marah, tapi apa perlu kau tertidur di dalam mobil Dandy pada saat dia mengantarkanmu pulang?” Tanya Bayu juga tidak berusaha bersikap baik padaku.“Apa kau cemburu? Kurasa itu tidak perlu karena sebentar lagi kau akan menikahi...”Ucapanku terputus saat tiba-tiba saja Bayu memagut bibirku lembut dan penuh penekanan di sana. Seolah-olah ia ingin menyatakan kepemilikkannya pada diriku.Aku berusaha meloloskan diri tapi usahaku sia-sia. Aku tid