Minggu pagi aku mendapati bahwa perkataan Aryo adalah benar. Aku tidak menemukan Kevin di seluruh penjuru rumah. Bahkan di area ruang makan, tempat di mana biasanya para Dirgantara berkumpul sebelum memulai hari mereka. Aku menangkap sosok Bayu yang rapi dengan balutan kemeja hitam santai yang membentuk lekuk tubuhnya yang mengangumkan. Kuperhatikan ia nampak tenang menghabiskan keseluruhan sarapannya dan menelengkan sedikit kepalanya menyuruhku untuk ikut duduk menyantap sarapan ketika menyadari kehadiranku. Safira, ia terlihat enggan saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan mataku dan dengan cepat ia berdecak dan membuang muka. Entah mengapa, hari ini auranya tidak terlalu mengintimidasi seperti biasanya. Tidak ada Aryo di sana namun, ketika aku akan menggeser bangkuku untuk duduk, Aryo memanggilku dari balik ruang kerjanya yang tak jauh dari ruang makan. Aku urung untuk duduk dan dengan cepat berlari kecil menghampirinya setelah sebelumnya saling bersitatap dengan Bayu.“Tak p
Ketika Armenita dan Bayu pergi, aku dan Papa kedatangan tamu besar yang tidak kami sangka-sangka. Papa terlihat begitu senang menyambut kedatangan mereka, sementara aku bingung harus bagaimana berhadapan dengan tamuku ini. “Apa yang kau lakukan di sini?” aku menyikut ringan lengan pria di sampingku. Aku berbisik pelan tanpa menoleh pada pria yang sedang kuajak bicara saat ini dan memperhatikan dengan saksama percakapan para pria tua di hadapan kami sekaligus mengawasi gerak-gerik mereka untuk mencuri dengar percakapan kami.“Memangnya apa yang aku lakukan? Jelas mengunjungimu dan Ayahmu. Memangnya apa lagi?”“Untuk apa?” Tanyaku tidak mengerti.“Memangnya memerlukan alasan untuk kami datang? Lagipula mereka teman akrab.” Dandy menelengkan kepalanya pada ayah tiriku dan juga ayahnya yang sedang asyik berbincang sambil sesekali menyesap minuman di hadapan mereka.“Lagipula aku adalah penyelamatmu. Apa kau tidak akan menyambutku?” Goda Dandy menyindirku.“Wow.. kau kembali menjadi Dandy
“Kau tidak apa-apa, Sayang?”“Aku tidak apa-apa, Pa. Lalu siapa yang mengungkapkan perasaannya itu?” Raut wajah Safira terlihat penasaran dan juga tegang secara bersamaan.“Dandy anakku. Ia bilang ia menyukai Rina.” Jelasnya membuat lagi-lagi para Ayah tertawa berikut juga Dandy yang memusatkan perhatiannya kembali kepadaku.“Dan aku masih menunggu jawabanmu, Nats.” Tawa kembali memekak karena celetukan Dandy padaku. Sementara, Safira tidak putus menatap pada Dandy.Tatapan mataku dan Safira bertemu. Ia terlihat sangat marah kepadaku. Tangannya mengepal erat dan ia mendengus seolah memperlihatkan bahwa ia tidak suka dengan drama ini.Tatapan mata kami baru teralihkan ketika suara derap langkah kaki perlahan memasuki area ruangan di mana kami berkumpul. Aku mendelik dan menatap kemunculan Bayu di sana bersama Ara. Mereka baru saja kembali setelah pergi pagi tadi.Kulihat Dandy seolah malas menatap pada Bayu begitu juga sebaliknya. Bayu kemudian menatap padaku mengirimkan sinyal ketidak
“Rin!” panggil Dandy lagi mengikutiku masuk ke dalam café menuju ke arah lemari pendingin minuman. Berikutnya ia tidak berusaha mengajakku berbicara lagi. Aku tahu ia hanya memperhatikan sikapku saat mengambil sebuah botol minuman bersoda dan meneguk habis minuman di dalamnya tanpa jeda—seolah tak merasa tersiksa dengan hadirnya minuman bergelembung itu ditenggorokanku.Setelahnya, aku duduk di sebuah kursi kosong yang tersedia di area luar café khusus pelanggan yang merokok. Mengabaikan para karyawan di café yang terkejut mendapati kedatanganku dan juga Dandy setelah menghilangnya Dandy tempo lalu.“Rin,” Dandy menarik paksa tanganku saat akan menghabiskan botol kedua minuman bersoda itu. Aku menghentaknya dan kembali melanjutkan meminumnya.“Rin, hentikan itu!” teriak Dandy lagi padaku, “apa kau mau membunuh dirimu dengan menghabiskan tiga botol soda sekaligus? Kamu bahkan hanya akan mati secara perlahan karena siksaan di ususmu itu.” jelasnya merebut botol soda ketiga dan meneguk s
Aku tersentak kaget saat menyadari jam menunjukkan pukul 21:15 dan aku sudah berada di dalam kamarku mengenakan piyamaku. Terakhir ingatakanku mengantarkanku pada pernyataan Ara dan ungkapan perasaan Dandy kembali padaku.“Kau bangun?” Tanya seseorang dan aku mendapati Bayu sedang menengadah di sofa samping ranjangku. Kakinya ia luruskan di atas meja kaca di depan Sofa tersebut. Begitu tahu aku terbangun, ia menghela napas panjang dan menghampiriku.“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyaku tidak berusaha menutupi rasa marahku padanya.“Aku tahu kau marah, tapi apa perlu kau tertidur di dalam mobil Dandy pada saat dia mengantarkanmu pulang?” Tanya Bayu juga tidak berusaha bersikap baik padaku.“Apa kau cemburu? Kurasa itu tidak perlu karena sebentar lagi kau akan menikahi...”Ucapanku terputus saat tiba-tiba saja Bayu memagut bibirku lembut dan penuh penekanan di sana. Seolah-olah ia ingin menyatakan kepemilikkannya pada diriku.Aku berusaha meloloskan diri tapi usahaku sia-sia. Aku tid
Kepalaku tak berhenti berdenyut semenjak aku terbangun tadi pagi. Sebenarnya aku sudah ingin membolos, hanya saja kehadiranku di kantor saat ini aku rasa diperlukan, apalagi setelah pesta kemarin, aku tidak ingin lagi orang-orang semakin ber-euforia, menggosipkanku setelah pengumuman itu.Belum lagi pertengkaranku dengan Bayu semalam. Aku belum bertemu Bayu semenjak pagi tadi. Ia bahkan tidak ada di meja makan untuk sarapan. Ia seperti menghindariku. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menghadapinya di kantor. Setidaknya aku harus berbicara padanya dan meluruskan kesalahpahaman kami semalam.Aku baru saja memasuki pintu kaca otomatis saat keributan di resepsionis terjadi.“Kami tidak bisa menginformasikannya langsung, Bu karena ini merupakan perintah CEO.”“Apa kau tidak tahu kalo CEO-nya adalah keponakanku? Aku yakin ia tidak akan memberi perintah begitu apalagi terhadap pegawai rendahan.” Suara wanita paruh baya itu tampak familiar. Begitu juga perawakannya dari belakang. Ia bersa
“Dia akan baik-baik saja.. perutnya kosong dan ia sepertinya kelelahan. Apa ia sempat mengonsumsi sesuatu yang dapat memicu penyakit lambungnya kumat?”“Aku tidak tahu Dokter. Aku akan menanyakannya begitu ia terbangun.”Suara Bayu dan Dokter itu beradu saat samar-sama aku mengernyit karena pencahayaan dan bau obat yang menyengat mengudara di sekitar indera penciumanku.“Oh itu dia sadar!” Kata suara yang tidak kukenali itu. Kuyakin ialah dokternya. Kulihat wajah Bayu yang tampak khawatir di sana.“Rinata.. Kau baik-baik saja?” Tanya Bayu cepat. Aku mengangguk sambil berusaha menetralisir penglihatanku. Menyadari bahwa aku sudah berada di ruang rawat pribadi.“Apa yang terjadi?” Tanyaku mengangkat sebelah tanganku dan mendapati infus-an di tangan kiriku.“Kapan Anda terakhir kali mengisi perut Anda dengan asupan, Nona Rinata?”Aku berusaha untuk duduk dan Bayu berjalan cepat menghampiriku untuk membantu. Aku mengedik memikirkan pertanyaan dokter.“Sepertinya kemarin siang. Memangnya k
“Apa Bayu belum mengatakannya padamu?” Tanya Ara menyelidik. Aku menggeleng lemah tidak terlalu antusias dengan berita ini. “Kami tidak mau menunda pernikahan ini terlalu lama. Pernikahannya akan diadakan akhir bulan ini dan acara pertunangan akan diadakan secara sederhana di kediaman keluarga Dirgantara pekan depan.” Jelas Ara lagi membuat detak jantungku berpacu lebih cepat. Ara tampak berbinar-binar saat mengatakan padaku bahwa pernikahannya sudah di depan mata. Tiba-tiba saja aku merasa tubuhku kembali menjadi lemah. Aku melirik pada Bayu dan ia tersenyum mengangkat kedua belah alisnya saat bersibobrok dengan tatapanku. Aku menggeleng dan kurasakan air mataku akan kembali jatuh. Secepat itukah? “Aku sudah memilihkan gaun pengiring pengantin untukmu. Kau dan Safira harus jadi pengiring pengantinnya ya.. kalian pasti akan terlihat sangat cantik.” Tambah Ara lagi dan diikuti oleh tawa renyah Safira dan Ayah tiriku. “Kita harus bersiap pers pasti akan terkejut dengan adanya pesta i