“Kau bohong!” Teriakku berusaha menampik perkataannya barusan. Aku percaya pada Bayu dan aku akan mencoba mempercayainya. Itu yang ia minta. Selain itu, aku juga yakin apa yang terjadi diantara kami sebelumnya adalah benar dan merupakan hal yang nyata.‘Tapi apa mungkin Bayu hanya berbicara omong kosong di bawah pengaruh minuman saja? Bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi?’ Aku buru-buru menampik pemikiran burukku itu. Mengingat Bayu tidak bersikap layaknya orang mabuk pada saat kami berbicara tadi.“Terserah kalau kau tidak percaya!" Ia mengedikkan bahunya kembali tidak peduli."Kau tahu? Aku baru menyadarinya malam ini, bahwa kau telah tumbuh menjadi seorang wanita dewasa.” Perkataan Kevin menamparku kembali pada kenyataanku saat ini.Aku bergidik ngeri dengan kata-katanya. Kini tangan sebelahnya menyusuri bibir bawahku dan ia lagi-lagi tersenyum mengejek sambil memperhatikan bibirku yang berusaha kututup rapat.“Aku harap kau masih mengingat apa yang seharusnya terjadi dengan
"Terima kasih." Dandy mendudukkanku di sisi Ranjang. Berjongkok menyamai tinggiku yang sedang duduk. Ia mengamati wajahku yang sembab dan berusaha merapikan anak-anak rambutku yang menutupi wajah."Menyebalkan rasanya harus bertemu denganmu dalam situasi sekarang." Tambahku lagi berusaha menutupi rasa maluku di hadapannya. Tak mencoba untuk berkontak mata dengannya. Tertunduk.Dandy masih tidak menjawab dan hanya diam."Beginilah aku sebagai seorang anak tiri, memalukan, bukan?" Kataku tiba-tiba terisak."Sshh.. tenanglah Rinata.. kau akan baik-baik saja. Ada aku di sini."Dandy berusaha menenangkanku kembali dan memelukku sambil menepuk-nepuk punggungku pelan."Aku tidak pernah menginginkan ini dalam hidupku. Ibuku merupakan perempuan penggoda. Ia menggoda ayah tiriku untuk bisa masuk ke dalam kehidupan keluarga Dirgantara. Aku berusaha untuk tidak mempercayainya tapi belakangan aku mulai percaya karena terlalu banyak orang yang mengatakan hal itu padaku dan aku mulai lelah." Jelask
Minggu pagi aku mendapati bahwa perkataan Aryo adalah benar. Aku tidak menemukan Kevin di seluruh penjuru rumah. Bahkan di area ruang makan, tempat di mana biasanya para Dirgantara berkumpul sebelum memulai hari mereka. Aku menangkap sosok Bayu yang rapi dengan balutan kemeja hitam santai yang membentuk lekuk tubuhnya yang mengangumkan. Kuperhatikan ia nampak tenang menghabiskan keseluruhan sarapannya dan menelengkan sedikit kepalanya menyuruhku untuk ikut duduk menyantap sarapan ketika menyadari kehadiranku. Safira, ia terlihat enggan saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan mataku dan dengan cepat ia berdecak dan membuang muka. Entah mengapa, hari ini auranya tidak terlalu mengintimidasi seperti biasanya. Tidak ada Aryo di sana namun, ketika aku akan menggeser bangkuku untuk duduk, Aryo memanggilku dari balik ruang kerjanya yang tak jauh dari ruang makan. Aku urung untuk duduk dan dengan cepat berlari kecil menghampirinya setelah sebelumnya saling bersitatap dengan Bayu.“Tak p
Ketika Armenita dan Bayu pergi, aku dan Papa kedatangan tamu besar yang tidak kami sangka-sangka. Papa terlihat begitu senang menyambut kedatangan mereka, sementara aku bingung harus bagaimana berhadapan dengan tamuku ini. “Apa yang kau lakukan di sini?” aku menyikut ringan lengan pria di sampingku. Aku berbisik pelan tanpa menoleh pada pria yang sedang kuajak bicara saat ini dan memperhatikan dengan saksama percakapan para pria tua di hadapan kami sekaligus mengawasi gerak-gerik mereka untuk mencuri dengar percakapan kami.“Memangnya apa yang aku lakukan? Jelas mengunjungimu dan Ayahmu. Memangnya apa lagi?”“Untuk apa?” Tanyaku tidak mengerti.“Memangnya memerlukan alasan untuk kami datang? Lagipula mereka teman akrab.” Dandy menelengkan kepalanya pada ayah tiriku dan juga ayahnya yang sedang asyik berbincang sambil sesekali menyesap minuman di hadapan mereka.“Lagipula aku adalah penyelamatmu. Apa kau tidak akan menyambutku?” Goda Dandy menyindirku.“Wow.. kau kembali menjadi Dandy
“Kau tidak apa-apa, Sayang?”“Aku tidak apa-apa, Pa. Lalu siapa yang mengungkapkan perasaannya itu?” Raut wajah Safira terlihat penasaran dan juga tegang secara bersamaan.“Dandy anakku. Ia bilang ia menyukai Rina.” Jelasnya membuat lagi-lagi para Ayah tertawa berikut juga Dandy yang memusatkan perhatiannya kembali kepadaku.“Dan aku masih menunggu jawabanmu, Nats.” Tawa kembali memekak karena celetukan Dandy padaku. Sementara, Safira tidak putus menatap pada Dandy.Tatapan mataku dan Safira bertemu. Ia terlihat sangat marah kepadaku. Tangannya mengepal erat dan ia mendengus seolah memperlihatkan bahwa ia tidak suka dengan drama ini.Tatapan mata kami baru teralihkan ketika suara derap langkah kaki perlahan memasuki area ruangan di mana kami berkumpul. Aku mendelik dan menatap kemunculan Bayu di sana bersama Ara. Mereka baru saja kembali setelah pergi pagi tadi.Kulihat Dandy seolah malas menatap pada Bayu begitu juga sebaliknya. Bayu kemudian menatap padaku mengirimkan sinyal ketidak
“Rin!” panggil Dandy lagi mengikutiku masuk ke dalam café menuju ke arah lemari pendingin minuman. Berikutnya ia tidak berusaha mengajakku berbicara lagi. Aku tahu ia hanya memperhatikan sikapku saat mengambil sebuah botol minuman bersoda dan meneguk habis minuman di dalamnya tanpa jeda—seolah tak merasa tersiksa dengan hadirnya minuman bergelembung itu ditenggorokanku.Setelahnya, aku duduk di sebuah kursi kosong yang tersedia di area luar café khusus pelanggan yang merokok. Mengabaikan para karyawan di café yang terkejut mendapati kedatanganku dan juga Dandy setelah menghilangnya Dandy tempo lalu.“Rin,” Dandy menarik paksa tanganku saat akan menghabiskan botol kedua minuman bersoda itu. Aku menghentaknya dan kembali melanjutkan meminumnya.“Rin, hentikan itu!” teriak Dandy lagi padaku, “apa kau mau membunuh dirimu dengan menghabiskan tiga botol soda sekaligus? Kamu bahkan hanya akan mati secara perlahan karena siksaan di ususmu itu.” jelasnya merebut botol soda ketiga dan meneguk s
Aku tersentak kaget saat menyadari jam menunjukkan pukul 21:15 dan aku sudah berada di dalam kamarku mengenakan piyamaku. Terakhir ingatakanku mengantarkanku pada pernyataan Ara dan ungkapan perasaan Dandy kembali padaku.“Kau bangun?” Tanya seseorang dan aku mendapati Bayu sedang menengadah di sofa samping ranjangku. Kakinya ia luruskan di atas meja kaca di depan Sofa tersebut. Begitu tahu aku terbangun, ia menghela napas panjang dan menghampiriku.“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyaku tidak berusaha menutupi rasa marahku padanya.“Aku tahu kau marah, tapi apa perlu kau tertidur di dalam mobil Dandy pada saat dia mengantarkanmu pulang?” Tanya Bayu juga tidak berusaha bersikap baik padaku.“Apa kau cemburu? Kurasa itu tidak perlu karena sebentar lagi kau akan menikahi...”Ucapanku terputus saat tiba-tiba saja Bayu memagut bibirku lembut dan penuh penekanan di sana. Seolah-olah ia ingin menyatakan kepemilikkannya pada diriku.Aku berusaha meloloskan diri tapi usahaku sia-sia. Aku tid
Kepalaku tak berhenti berdenyut semenjak aku terbangun tadi pagi. Sebenarnya aku sudah ingin membolos, hanya saja kehadiranku di kantor saat ini aku rasa diperlukan, apalagi setelah pesta kemarin, aku tidak ingin lagi orang-orang semakin ber-euforia, menggosipkanku setelah pengumuman itu.Belum lagi pertengkaranku dengan Bayu semalam. Aku belum bertemu Bayu semenjak pagi tadi. Ia bahkan tidak ada di meja makan untuk sarapan. Ia seperti menghindariku. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk menghadapinya di kantor. Setidaknya aku harus berbicara padanya dan meluruskan kesalahpahaman kami semalam.Aku baru saja memasuki pintu kaca otomatis saat keributan di resepsionis terjadi.“Kami tidak bisa menginformasikannya langsung, Bu karena ini merupakan perintah CEO.”“Apa kau tidak tahu kalo CEO-nya adalah keponakanku? Aku yakin ia tidak akan memberi perintah begitu apalagi terhadap pegawai rendahan.” Suara wanita paruh baya itu tampak familiar. Begitu juga perawakannya dari belakang. Ia bersa
"BUK!"Satu pukulan telak tepat menghantam muka Bayu. Membuat sudut kiri bibirnya berdarah tapi tidak cukup kuat untuk membuatnya oleng. Rinata tersentak dan dengan cepat genggaman tangan Bayu pada tangannya terlepas. Hanya butuh waktu singkat bagi Bayu mendeteksi serangan itu dan menghantam balik wajah pelaku yang memukulnya. "Rex! Bawa Rinata pergi terlebih dahulu." Pinta Bayu cepat setelah orang yang dipukulnya tersungkur dan sebuah memar meninggalkan bekas gesekan di pipi kiri orang tersebut."Tidak! Kim!"Langkah Rex terhenti. Ia sudah merangkul Rinata tapi ia harus berhadapan dengan Kim saat ini. diiringi oleh para bodyguard Kim yang mengikuti di belakang."Tim satu! Kami membutuhkan kalian saat ini!"Dengan cepat Rex berbicara melalui earpiece-nya. Selang tak berapa lama tim satu yang merupakan tim keamanan khusus yang berada tak jauh dari sana telah hadir. Mereka saling berhadapan tapi belum mulai beradu pukulan kembali."Kau ingin pers melihat semua ini? Kau ingin mereka me
“Kim..” Dengan cepat Dandy memanggil Kim yang berdiri tidak jauh darinya untuk mendekat. “Urus para pers. Katakan bahwa waktu untuk meliput telah selesai. Rinata tidak sedang dalam kondisi yang baik.” Pinta Dandy dengan suara yang pelan namun tetap penuh wibawa. “Tapi puncak acara malam ini?” Dandy mendelik padanya dengan tajam. Pertanda bahwa keputusannya tidak bisa dibantah. Kim mengangguk dan undur diri. Berikutnya ia menemui kerumuman para pers diikuti juru bicara yang mewakili Dirgantara dan juga Pieterson. Bayu memperhatikan hal itu dan ia tidak berusaha menyela menyadari bahwa keputusan Dandy saat ini adalah yang terbaik untuk melindungi Rinata. “Nak, bukankah lidahmu tergigit?” Aryo dengan cepat menyela percakapan Rinata dan Armenita. Tidak lagi mempersoalkan masalah pers yang telah Dandy usir keluar. Pintu Gedung aula pun tertutup menyisakan hanya hingar bingar tamu undangan di tempat duduknya masing-masing. “Oh ya Papa.. kau benar.. lidahku tergigit.” Tak berapa la
Para pramusaji mulai mengeluarkan hidangan dan mulai menyuguhkannya ke meja para tamu undangan. Konsep ini sedikit berbeda dengan pesta penyambutan kemarin.Jika pesta penyambutan sebelumnya para tamu undangan dipersilakan mengambil hidangan mereka sendiri, maka untuk konsep pesta kali ini para tamu undangan dipersilakan untuk menempati meja masing-masing dan menunggu pramusaji yang menyajikan hidangan mereka.Beberapa hidangan mulai tersuguh, mulai dari seafood, daging, sup, salad, buah-buahan, dessert hingga menu-menu terbaik yang diantarkan ke meja masing-masing.Namun, sebaik apapun menu yang tersaji di sana Rinata tidak tertarik. Perutnya tidak terasa lapar dan mulutnya bahkan terasa kesulitan untuk menelan makanan-makanan tersebut."Apa yang kau lakukan belakangan, Bayu?" Tanya Aryo di sela-sela kenikmatan santapan makan malam mereka."Menculik seseorang kurasa." Sindir Dandy terkesan sarkastik dan tanpa rasa bersalah sedikitpun memakan potongan daging di piringnya.Bayu terseny
"Anakku, kau akhirnya muncul?"Aryo menyambut Dandy dan Rinata bersama. Ia terlihat begitu bahagia seakan-akan dari pelupuk matanya akan keluar air mata."Hallo, Pa."Keduanya saling memberikan pelukan rindu."Kau baik-baik saja, Nak?"Rinata mengangguk tak berani membuka suara saat tatapannya dan Bayu kembali bertemu. Rinata yang memutus terlebih dahulu kontak matanya dan Rinata tahu diam-diam Bayu menggeram marah padanya."Apa yang terjadi sebenarnya ini?" Tanya Salma. Kehadirannya selalu paling mencolok di antara keluarga Dirgantara lainnya."Kau tidak bisa lagi ditemui setelah pertemuan di kantor dan kau menghilang, huh!" Salma mendecak sinis. Menatap pada Rinata tidak suka dan meremehkan."Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi," Sambung Radian terdengar begitu acuh, "Tapi kau menghilang begitu saja. Para dewan direksi akan menganggap kau tidak becus dalam memimpin." Tambah Radian lagi terdengar tidak suka. "Apalagi di masa-masa kepemimpinan awalmu." "Dia ada bersamaku." Se
"I'm sorry to say.. Rinata menghilang!" Suara di seberang membuyarkan alur berpikir pria itu ketika sedang fokus mengerjakan tugas-tugas kantornya yang menumpuk di atas meja. Kepergiannya dari Dirgantara tak lantas membuat status kepemimpinannya lepas dari dirinya. Tidak sebagai Alexandre."Kau bilang apa El?" Pria itu menggeram marah dan bangkit dari kursi kebesarannya.Pria itu memandang pria kaku yang berdiri di sampingnya. Pria kaku itu mengangguk seolah mengerti."Bukankah aku sudah mengingatkanmu. Tetap berada di sisinya. Apa fungsinya kau dan Dion jika kalian tidak becus dengan semua tugas yang kuberikan!" maki pria itu dengan nada merendahkan yang amat kentara.Sementara suara wanita di seberang terdengar bergetar, panik, mencoba membela diri."Kami juga sedang mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi di sini. Petugas keamanan di Peferta melapor, seseorang menabrak mobil kami saat tengah terparkir di halaman Peferta. Aku pikir itu hanya kejadian biasa. Aku dan Dion mencoba me
"Silakan Nona, sebelah sini." Thalia wanita tinggi semampai itu mengarahkan Rinata dan Elia menuju ruangan tempat gaun itu disimpan. "Ini adalah pesanan Tuan Bayu Dirgantara dari sekitar sebulan yang lalu.""Sebulan yang lalu?" Rinata dan Elia sama-sama terperanjat."Betul. Biar saya jelaskan sedikit. Bahan utama gaun ini bermodel salur. Tuan Bayu ingin gaun ini menjadi gaun yang sopan tetapi anggun dan juga elegan serta tampak mewah bersamaan. Modelnya akan dibuat membentuk badan pada bagian pinggang ke atas tanpa mengeskpos belahan dada dan hanya terbuka pada bagian bahu saja. Sementara berlian Swarovski kecil akan membentuk pola gaun bagian atasnya."Rinata dan Elia saling mengangguk. Elia masih tampak antusias dan terlihat mengerti keinginan Bayu sementara Rinata masih takjub dengan gaun pengantin pesanan Bayu tersebut."Sementara bagian bawah gaun, dibuat mengembang dengan pola salur yang mengkilat sederhana."Sekali lagi Rinata hanya mengangguk dan mengagumi pemandangan desai
Rinata beringsut memeluk erat tubuh di sampingnya. Ia merasakan kenyamanan dari aliran panas tubuh yang dirasakannya beberapa hari belakangan ini. Mengingat bahwa musim penghujan membuat suhu di ruangan bertambah lembab dan juga dingin. Saat ia menyadari tangan kekar itu, ia terperanjat bangun."Kakak! Kau menyusup lagi ke kamarku!" Bayu mengerjapkan matanya beberapa kali dan terbangun dalam keadaan yang berantakan saat tangannya menyusup masuk ke saku celana tidurnya di bawah selimut yang menutupi tubuh keduanya."Aku ingin memberikanmu ini, Sayang."Sebuah kalung liontin dengan batu zamrud membentuk ukiran semanggi berdaun tiga dengan sebuah tangkai emas menjuntai dari tangannya. Rinata menatap pada bentuk kalung indah tersebut. Merasa terpana. Selain karena bentuknya yang unik juga warnanya yang memberikan keteduhan."Aku ingin kau memakainya, Sayang. Ini hadiah pertamaku untukmu dan masih banyak kejutan lain nantinya."Rinata belum sempat berucap apa-apa ketika Bayu memakaikan be
Setelah kejadian makan malam itu, Rinata mencoba untuk bersikap biasa saja. Berusaha menyakinkan Bayu bahwa ia tidak akan melarikan diri. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama dengan bercerita. Rinata kembali menemukan kenyamanannya bersama Bayu dan perlahan kekhawatirannya mulai memudar dalam waktu yang singkat. Tak bisa dipungkiri bahwa perasaannya pada Bayu sulit untuk dihilangkan. Apalagi dengan banyaknya waktu yang mereka habiskan berdua. Bayu memanjakannya. Menjadikannya ratu di sana. Sementara Bayu bekerja, maka Elia yang akan hadir menemaninya. Elia mulai mengisi kekosongannya dengan hadir sebagai seorang kakak. Ia akan mengajarkan Rinata merias diri, membantunya memilih gaya dan padu padan yang sesuai untuk dirinya. Sebagai gantinya, Rinata mengajarinya memasak dan itu menyenangkan. Rinata hampir melupakan rencananya dengan Dandy dan niatannya untuk kabur dari Bayu jika saja siang itu ia tidak sengaja menyetel saluran televisi yang menayangkan berita saat ini. Elia seda
“Wowowo.. ini enak Rinata!” Tukas Elia terdengar sangat antusias saat menyantap makan malamnya bersama Rinata malam ini. Berdasarkan bahan yang di bawa Elia siang tadi Rinata memutuskan hanya membuat sup jagung, ayam panggang, salad segar dan sebagai pelengkap ia membuat pasta. “Aku senang kau menyukainya, Elia.” Mata Elia membulat dan ia tampak menikmati makanan di hadapannya dan itu membuat Rinata merasa puas. “Aku tidak tahu bahwa kau bisa memasak?” Rinata mengernyit. “Apa kau perlu tahu hal itu?” “Yaa setidaknya seharusnya Bayu bercerita.” “Apa ia perlu bercerita?” “Ya.. dia selalu menceritakanmu pada kami. Secara tidak langsung.” “Kami?” “Ya. Aku dan Sean.” Elia memutar matanya malas. Seolah malas hanya sekadar untuk menyebutkan nama Sean.“Kau mengenal Sean?” “Ya. Tentu saja! Kami teman lama di sekolah dulu.” Pantas saja Sean seperti mengenal dirinya waktu itu. Apa Bayu benar-benar menyukainya? Apakah perasaannya selama ini ternyata bukan cinta sebelah pihak semata?