Pengumuman ayah tiriku membuat situasi kacau. Entah mengapa tapi aku hanya ingin segera keluar dari tempat itu. Melarikan diri lebih tepatnya. Jika aku tahu bahwa pesta ini diselenggarakan untuk pengumuman gila tersebut, aku akan lebih memilih untuk tidak hadir. Selain itu aku juga tidak perlu bersusah payah untuk memikirkan siapa partner pestaku.'Bayu!' Seru batinku kembali ingat tujuan lainku meninggalkan pesta itu. Mencari keberadaan Bayu.Aku sudah tidak menemukan Bayu di dalam gedung itu dan firasatku mengatakan ia telah terlebih dahulu keluar sebelum kekacauan itu terjadi. Aku menyapukan pandanganku ke seluruh halaman parkir gedung dan juga pada taman bunga kecil di depan aula gedung.Pandanganku pada akhirnya terkunci pada satu arah. Seorang pria sedang berjalan menuju bangku taman. Aku tidak mengenali wajahnya karena posisi tubuhnya yang berjalan membelakangiku tapi aku tahu pasti siapa dia. Aku memperhatikannya sekali lagi untuk memastikan. Ia berjalan dengan terhuyung-huyun
“Terima kasih.” Kataku setelah pergelutan panjangku dan kepala pelayan untuk untuk merebahkan Bayu di ranjangnya. Kepala pelayan telah undur diri beberapa saat tadi tapi aku masih tidak bisa melepaskan tatapan mataku pada Bayu. Seolah aku tidak rela meninggalkannya sendiri dalam keadaan seperti ini.Aku menghela napas panjang ketika menelusuri garis rahangnya yang sempurna pada perpaduan indah wajahnya yang menawan dan rupawan. Ada kesedihan yang teramat sangat di dalam hatiku.'Kenapa semuanya jadi begini?' Batinku mengaduh pilu."Kakak, sekarang aku harus bagaimana? Semuanya sudah kacau!" Kataku mencoba berbicara pada Bayu dalam ketidaksadarannya. Berharap ia dapat menjawab perkataanku dan memberikan solusinya.Tiba-tiba saja kurasakan setitik air mata mulai membasahi pipiku. Rasa sakit itu kini tak lagi dapat kuabaikan setiap kali aku mengingat fakta tentang diriku sebagai anak tiri keluarga Dirgantara. Celaan dan hinaan yang aku dan mama dapatkan, bahkan setelah kepergiaan mama un
Aku tersentak bangun dari tidurku. Berusaha menetralkan deru napasku yang tak karuan. Sosok Bayu yang tampan dan berseri—tidak masam seperti selama di pesta tadi menyeruak masuk ke dalam mimpiku. Mimpi itu terasa nyata tapi tidak menyenangkan.Dalam mimpiku, aku menangkap sesosok wanita yang tak dapat kukenali wajahnya. Wajah wanita itu samar tapi aku dapat dengan jelas melihat bagaimana sosok Bayu mengagumi sosok wanita tersebut. Bayu mengusapkan jemari tangannya pada rahang mulus wanita itu dan tak berapa lama kemudian bibir mereka bersentuhan bersamaan dengan semakin mengaburnya gambaran mereka dalam mimpiku.Aku berusaha untuk memanggil Bayu tapi ia bahkan tidak mendengarnya atau mungkin berusaha mengabaikanku. Dalam mimpiku itu mereka tampak bahagia. Sayangnya, wanita itu bukan aku. Mimpi itu begitu nyata bahkan hingga aku tak sadar kini tengah menyelusuri jejak lengket pada wajahku akibat tangisku yang mulai mengering.Aku merasakan dadaku masih menyerukan rasa sakit yang mengge
“Kau bohong!” Teriakku berusaha menampik perkataannya barusan. Aku percaya pada Bayu dan aku akan mencoba mempercayainya. Itu yang ia minta. Selain itu, aku juga yakin apa yang terjadi diantara kami sebelumnya adalah benar dan merupakan hal yang nyata.‘Tapi apa mungkin Bayu hanya berbicara omong kosong di bawah pengaruh minuman saja? Bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi?’ Aku buru-buru menampik pemikiran burukku itu. Mengingat Bayu tidak bersikap layaknya orang mabuk pada saat kami berbicara tadi.“Terserah kalau kau tidak percaya!" Ia mengedikkan bahunya kembali tidak peduli."Kau tahu? Aku baru menyadarinya malam ini, bahwa kau telah tumbuh menjadi seorang wanita dewasa.” Perkataan Kevin menamparku kembali pada kenyataanku saat ini.Aku bergidik ngeri dengan kata-katanya. Kini tangan sebelahnya menyusuri bibir bawahku dan ia lagi-lagi tersenyum mengejek sambil memperhatikan bibirku yang berusaha kututup rapat.“Aku harap kau masih mengingat apa yang seharusnya terjadi dengan
"Terima kasih." Dandy mendudukkanku di sisi Ranjang. Berjongkok menyamai tinggiku yang sedang duduk. Ia mengamati wajahku yang sembab dan berusaha merapikan anak-anak rambutku yang menutupi wajah."Menyebalkan rasanya harus bertemu denganmu dalam situasi sekarang." Tambahku lagi berusaha menutupi rasa maluku di hadapannya. Tak mencoba untuk berkontak mata dengannya. Tertunduk.Dandy masih tidak menjawab dan hanya diam."Beginilah aku sebagai seorang anak tiri, memalukan, bukan?" Kataku tiba-tiba terisak."Sshh.. tenanglah Rinata.. kau akan baik-baik saja. Ada aku di sini."Dandy berusaha menenangkanku kembali dan memelukku sambil menepuk-nepuk punggungku pelan."Aku tidak pernah menginginkan ini dalam hidupku. Ibuku merupakan perempuan penggoda. Ia menggoda ayah tiriku untuk bisa masuk ke dalam kehidupan keluarga Dirgantara. Aku berusaha untuk tidak mempercayainya tapi belakangan aku mulai percaya karena terlalu banyak orang yang mengatakan hal itu padaku dan aku mulai lelah." Jelask
Minggu pagi aku mendapati bahwa perkataan Aryo adalah benar. Aku tidak menemukan Kevin di seluruh penjuru rumah. Bahkan di area ruang makan, tempat di mana biasanya para Dirgantara berkumpul sebelum memulai hari mereka. Aku menangkap sosok Bayu yang rapi dengan balutan kemeja hitam santai yang membentuk lekuk tubuhnya yang mengangumkan. Kuperhatikan ia nampak tenang menghabiskan keseluruhan sarapannya dan menelengkan sedikit kepalanya menyuruhku untuk ikut duduk menyantap sarapan ketika menyadari kehadiranku. Safira, ia terlihat enggan saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan mataku dan dengan cepat ia berdecak dan membuang muka. Entah mengapa, hari ini auranya tidak terlalu mengintimidasi seperti biasanya. Tidak ada Aryo di sana namun, ketika aku akan menggeser bangkuku untuk duduk, Aryo memanggilku dari balik ruang kerjanya yang tak jauh dari ruang makan. Aku urung untuk duduk dan dengan cepat berlari kecil menghampirinya setelah sebelumnya saling bersitatap dengan Bayu.“Tak p
Ketika Armenita dan Bayu pergi, aku dan Papa kedatangan tamu besar yang tidak kami sangka-sangka. Papa terlihat begitu senang menyambut kedatangan mereka, sementara aku bingung harus bagaimana berhadapan dengan tamuku ini. “Apa yang kau lakukan di sini?” aku menyikut ringan lengan pria di sampingku. Aku berbisik pelan tanpa menoleh pada pria yang sedang kuajak bicara saat ini dan memperhatikan dengan saksama percakapan para pria tua di hadapan kami sekaligus mengawasi gerak-gerik mereka untuk mencuri dengar percakapan kami.“Memangnya apa yang aku lakukan? Jelas mengunjungimu dan Ayahmu. Memangnya apa lagi?”“Untuk apa?” Tanyaku tidak mengerti.“Memangnya memerlukan alasan untuk kami datang? Lagipula mereka teman akrab.” Dandy menelengkan kepalanya pada ayah tiriku dan juga ayahnya yang sedang asyik berbincang sambil sesekali menyesap minuman di hadapan mereka.“Lagipula aku adalah penyelamatmu. Apa kau tidak akan menyambutku?” Goda Dandy menyindirku.“Wow.. kau kembali menjadi Dandy
“Kau tidak apa-apa, Sayang?”“Aku tidak apa-apa, Pa. Lalu siapa yang mengungkapkan perasaannya itu?” Raut wajah Safira terlihat penasaran dan juga tegang secara bersamaan.“Dandy anakku. Ia bilang ia menyukai Rina.” Jelasnya membuat lagi-lagi para Ayah tertawa berikut juga Dandy yang memusatkan perhatiannya kembali kepadaku.“Dan aku masih menunggu jawabanmu, Nats.” Tawa kembali memekak karena celetukan Dandy padaku. Sementara, Safira tidak putus menatap pada Dandy.Tatapan mataku dan Safira bertemu. Ia terlihat sangat marah kepadaku. Tangannya mengepal erat dan ia mendengus seolah memperlihatkan bahwa ia tidak suka dengan drama ini.Tatapan mata kami baru teralihkan ketika suara derap langkah kaki perlahan memasuki area ruangan di mana kami berkumpul. Aku mendelik dan menatap kemunculan Bayu di sana bersama Ara. Mereka baru saja kembali setelah pergi pagi tadi.Kulihat Dandy seolah malas menatap pada Bayu begitu juga sebaliknya. Bayu kemudian menatap padaku mengirimkan sinyal ketidak