Alana sesungguhnya tak ingin bekerja disini, tetapi dengan sangat terpaksa ia pun melakukan apa yang diperintahkan."Alana, bawa minuman ini ke meja nomor enam," pinta salah satu rekan barunya yang sama-sama belum lama bekerja di tempat itu.Dengan perasaan bergidik dan tak senang, Alana membawakan tiga gelas minuman yang sangat asing baginya. Aromanya aneh, ia tak pernah menghirup minuman dengan aroma seperti itu.Beberapa pria yang duduk di meja nomor enam tampak terpesona melihat kecantikan Alana. Beberapa ada yang membelalakan mata sedangkan lainnya tampak terus menjilat bibir seakan perempuan di hadapannya adalah sebuah santapan yang lezat.Para pria berwajah mesum itu berusaha menggapai Alana, hingga salah satu dari mereka berhasil memegangi kedua tangan Alana."Tolong jangan ganggu saya, saya ini sudah memiliki suami!" tegas Alana.Namun semua percuma, para lelaki hidung belang itu bahkan tak mengerti bahasa Alana. Hingga salah satu Juru masak disana menyaksikan kejadian itu dan
Evan terus berjalan mondar-mandir di ruangannya, ia sungguh tak sabar ingin tahu apa benda milik Alana yang orang itu katakan. Ada perasaan ragu di hatinya, bagaimana jika benda itu bukan milik Alana? Lalu apa yang akan dilakukannya jika itu memang milik Alana? Apa dia bisa menemukan sang istri hanya dengan petunjuk dari satu benda saja?Tiga puluh menit berlalu, tetapi orang itu masih tak datang juga. Hingga akhirnya Evan pun berinisiatif untuk menelepon lagi."Mengapa masih belum sampai?" tanya Evan berusaha untuk tidak memarahi orang yang sedang berbincang dengannnya."Maaf, Pak. Kami sedang menelusuri asal benda ini," jawab pria di balik telepon."Memang benda apa?" tanya Evan lagi.Belum sempat menjawab, ponsel Evan malah kehabisan baterai. Benar-benar momen yang sangat menyebalkan bagi Evan.Karena terlanjur jengkel, ia pun memilih untuk menunggu kedatangan orang itu saja.Satu jam berlalu, akhirnya seseorang mengetuk pintu ruang kerja Evan."Masuklah!" titah Evan dengan hati ya
"Maksudmu dia dihipnotis, koma atau apa? Katakan yang jelas!" Kesabaran Evan mulai habis, ia berharap Detektif yang mengenakan kacamata saja yang menjelaskan."Bukan, maksud saya, istri Anda dalam keadaan pingsan, dia dipegangi oleh dua orang lelaki. Namun, kami tak dapat menemukkan bukti soal itu, hanya saja beberapa saksi mengatakan hal serupa saat saya menunjukan foto istri Anda."Evan mulai paham inti dari permasalahan ini, ia sangat yakin jika Alana tidak berusaha pergi darinya, tetapi ada seseorang dibalik semua ini. Ada perasaan curiga pada Sang Ibu, karena selama ini dia saja selalu di jebak agar bisa pulang ke rumah. Namun, Evan tak berani menduga terlalu awal, karena faktanya yang tak menyukai hubungan mereka bukan hanya Ibunya saja, beberapa rekan bisnis ayahnya pun banyak yang tak senang dengan Alana karena telah menjadi penghambat rencana perjodohan dengan anak perempuan mereka."Jadi, ada seseorang dibalik semua ini?" tanya Evan berusaha meyakinkan dirinya lagi."Benar
"Duduk disini saja, Evan!" Jeni menepuk-nepuk bagian kosong yang posisinya tepat berhadapan dengan seorang gadis muda.Evan merasa tak nyaman dengan perlakuan Jeni, ia memiliki firasat buruk tentang itu. Apalagi, kini dihadapannya ada seorang lelaki paruh baya dan juga sang putri yang diperkirakan umurnya tak jauh berbeda dengan Alana.Dengan berat hati, Evan pun menuruti kemauan ibunya meski ada sedikit perasaan kesal mengingat ia baru saja datang, tetapi sudah harus bertemu dengan tamu."Pak Julius, perkenalkan, ini Evanders Lucio, satu-satunya pewaris Lucio Group," terang Jeni.Lelaki yang bernama Julius pun tampak mengamati Evan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan sesaat kemudian pria paruh baya itu tersenyum seakan mengandung makna."Cocok sekali," ucap Julius, tersenyum senang.Berbanding dengan sang putri yang duduk tepat di sampingnya. Perempuan itu tampak murung dan terus mendelik ke arah Evan, seakan ada kebencian tersirat dari tatapannya."Sudah saya bilang jika Evan t
"Aku percaya padamu. Lalu bagaimana rencana awalnya?" Alicia menaruh sedikit kepercayaan karena keduanya memiliki tujuan yang sama."Untuk pertama-tama bertingkahlah seakan-akan kamu mulai menyukaiku. Kita akan sering bertemu dengan alasan makan malam atau kencan untuk menyusun rencana," terang Evan."Baiklah, jangan kecewakan aku!" seru Alicia."Tenang saja, jika gagal bukan hanya dirimu yang kecewa, tetapi juga aku yang akan semakin sulit mencari keberadaan istriku," jelas Evan.Alicia tercengang, ia tak menyangka jika dirinya akan dijodohkan dengan pria yang memiliki istri. "Ternyata orang tuamu lebih menyebalkan dari ayahku," celetuk Alicia.Evan hanya tersenyum tipis. Ia berpikir jika akhirnya ada orang yang berpikir seperti itu juga. Selama ini kedua orang tua Evan terlihat sempurna layaknya seseorang yang begitu menyayangi dan mengasihi sang anak, tanpa orang tahu jika kenyataannya mereka sering menjadikan Evan sebagai boneka yang harus menuruti semua keinginan dan perintah Al
Alana berusaha untuk mengatakan sesuatu secara pelan dan halus. Ia juga tak lagi memberontak dan meronta seperti tadi."Apa katamu?"Alana masih berusaha berbicara, berharap pria itu segera melepaskan tangannya."Sepertinya kamu mulai sedikit penurut sekarang," ujar pria itu, kemudian melepaskan tangan yang digunakan membekap mulut , tetapi masih memeluk Alana dengan erat.Alana akhirnya bisa bernapas dengan leluasa, meski tubuhnya masih berada dalam cengkraman pria tersebut."A-aku bisa membuka pakaianku sendiri, izinkan aku untuk melepasnya sebentar," ujar Alana yang merasa jijik dengan ucapannya sendiri.Pria itu tersenyum menyeringai, ia berpikir jika pada akhirnya bisa menaklukan Alana."Benar-benar mengejutkan, kupikir akan sulit mendapatkanmu, kalau tahu seperti ini mungkin sejak dulu saja aku menidurimu," ucap pria itu terkekeh.Alana segera beranjak dari tempat tidurnya. Awalnya ia berpura-pura akan membuka pakaian, tetapi di saat pria itu lengah, Alana langsung menendang bagi
Disaat keributan itu berakhir, seseorang mengetuk pintu dan memanggil nama Alana beberapa kali. Alana yang merasa ketakutan pun tak menghiraukan dan memilih bersembunyi di belakang pintu.Disaat bersamaan Yosef dan Yasmin pun datang. Mereka berdua heran karena melihat beberapa orang berkerumun di depan pintu."Maaf, ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di depan kamarku?" tanya Yosef, keheranan."Kami sedang mencari perempuan yang bernama Alana, Bos meminta agar perempuan itu dibawa ke hadapannya sekarang juga," jelas pria dengan banyak tato di tubuhnya tersebut."Mengapa malah mencarinya di kamarku?" tanya Yosef lagi."Heh, Yosef, kamu pikir kami bodoh? Aku sudah melihat CCTV dan menyaksikan sendiri jika perempuan itu masuk ke kamarmu," bentak pria itu.Yosef merasa gelisah, ia takut jika sampai Alana tertangkap dan di perlakukan tidak baik oleh Bos.Namun, saat Yosef sedang berpikir, seorang pria bertubuh gempal tiba-tiba mendekat dan berbisik padanya."Hey, jika perempuan itu keluar
Alana masih bungkam, ia tak tahu harus mengatakan apa karena pada dasarnya dia bukanlah seseorang yang mudah untuk memikirkan kebohongan dalam waktu singkat."Katakan saja!" desak perempuan itu."Ini parfumku," jawab Alana, sambil berusaha meraih botol tersebut."Tak perlu berbohong padaku. Aku ini jauh lebih berpengalaman darimu," ucap perempuan itu.Karena sudah terlanjur ketahuan, Alana pun mau tak mau harus mengakuinya."Benar, itu air merica. Bukankah sebagai perempuan kita harus berjaga-jaga?" tegas Alana, ia berusaha untuk tidak terlihat takut.Saat Alana berpikir akan dimarahi, disaat itu pula perempuan itu malah tersenyum sambil mengembalikan botol milik Alana tersebut."Ternyata kamu sangat berani," ucap perempuan itu.Alana membalas senyuman si perempuan yang mengenakan pakaian seksi itu. "Aku tak ingin ada pria lain yang menyentuhku," sahutnya.Lagi-lagi perempuan itu tersenyum. "Bagus, aku sangat senang dengan perempuan yang pemberani," ujarnya.Tersirat perasaan heran di