"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Ceraikan suamimu dan menikahlah dengan Sean. Dia jauh lebih baik dibanding lelaki miskin itu!" bentak Rudi yang tak lain adalah ayahnya Alana."Tapi aku sangat mencintai Evan, Ayah! jangan paksa aku berpisah dengannya!" Hati Alana sangat sakit mendengar ucapan tak pantas yang keluar dari mulut ayahnya sendiri. “Apa yang bisa kamu banggakan dari suami miskin seperti dia? Hanya kerja serabutan, mana bisa mencukupi keseharian kalian!” sentak Rudi dengan penuh emosi.Rudi datang ke rumah Alana saat sore hari, ia ingin memastikan keadaan sang anak yang katanya tidak tercukupi setelah menikah dengan Evan empat bulan yang lalu."Yang terpenting kan aku masih bisa hidup dengan baik, Yah," jawab Alana, “bagiku, terlepas Evan bekerja seperti apa, yang penting dia tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum dan agama,” Lanjutnya."Ayah tak terima melihatmu bersama dengan pria miskin itu, Alana!" bentak Rudi lagi, "coba kamu bayangkan, seandainya kamu menerima saat dijodohkan dengan
Mendengar suara yang tak asing baginya itu, Evan pun bergegas keluar. Ia meminta Alana untuk membelikan kopi hitam demi membuat sang istri menjauh dari Ayahnya."Sayang, kopi yang Ayahku suka hanya dijual di toko ujung gang depan," ujar Evan."Tapi... bukankah tidak sopan kalau aku pergi sekarang?" tanya Alana yang sebenarnya merasa tak enak pada orang yang mengaku sebagai Ayah mertuanya."Tidak, Ayah malah senang karena menantunya sangat perhatian." Evan berusaha untuk mencari-cari alasan.Alana yang tak memiliki prasangka buruk pun langsung pergi untuk membelikan kopi yang Evan pinta.Setelah istrinya pergi, barulah Evan menghampiri Ayahnya untuk berbicara empat mata."Apa yang Ayah lakukan disini?" tanya Evan, sinis."Ayah hanya ingin memastikan lagi. Kamu lebih memilih Ayah atau perempuan itu? Lihatlah kehidupanmu yang memprihatinkan ini. Jika kamu kembali, Ayah akan memberikan semua yang kamu mau.""Keputusanku sudah bulat. Aku rela melepas semua yang ayah berikan, agar bisa bersa
"Lepaskan istriku!" hardik Evan pada lelaki tersebut.Melihat suaminya datang, Alana langsung menarik tangannya sekuat tenaga. Namun, bukannya melepaskan Alana, pria itu malah mencengkramnya semakin kuat. Tangan Alana memerah, ia meringis kesakitan.Tanpa basa-basi, Evan pun menghajar pria yang berusaha menyakiti istri tercintanya tersebut. "Beraninya menyentuh istriku!" bentaknya."Sial, apa yang pria miskin sepertimu lakukan padaku? Berani sekali tangan kotormu itu menyentuh wajah mahalku" bentak pria itu sambil memegangi pipinya yang baru saja dihajar Evan.Alana tak ingin pertikaian itu berlanjut. Ia langsung menghampiri Evan dan menahan suaminya itu agar tidak terus terbawa emosi."Sayang, jangan terlibat dengannya. Lebih baik kita pergi dari sini," ajak Alana, ia menarik-narik tangan suaminya itu."Jadi ini lelaki miskin yang menikah denganmu. Ternyata wajahmu saja yang cantik tapi kamu sangat bodoh. Melepas orang hebat sepertiku dan malah memilih orang rendahan sepertinya," lede
Danu kemudian memanggil salah seorang security yang kebetulan sedang berdiri tak jauh dari sana."A-ada apa, Direktur?" Security tersebut gugup, ia berpikir jika dirinya dipanggil oleh Evan karena telah melakukan kesalahan. Wajar saja, karena hampir seluruh karyawan tahu jika atasannya itu tak segan untuk memecat siapa saja yang menurutnya melalaikan tugas."Mengapa kamu sangat gugup?" Evan, keheranan."S-saya masih baru disini, saya tidak tahu telah melakukan kesalahan apa sampai Direktur memanggil kemari," ucap Security itu sambil terus menunduk. Ia tak berani menatap mata sang Direktur."Aku ingin kamu melakukan sesuatu!" tatapan Evan menghunus jantung satpam.Mendengar hal itu, anak buah Evan yang berada di sana pun terkejut. Mereka yang awalnya menunduk karena segan pada Evan, kini mengangkat wajah sambil menatap sang Direktur yang sikapnya terlihat sedikit tak seperti biasanya."Saya siap melakukan apa pun yang Direktur perintahkan," ucap Security, yang dari nada bicaranya sudah
Merasa kesal, ia pun langsung menelepon Danu."Hallo… ada apa, Pak?" Danu merasa, heran."Segera pantau laki-laki yang duduk di belakang Alana. Sejak tadi dia terus menatap istriku sambil senyum-senyum sendiri," perintah Evan.Danu terdiam, ia tak habis pikir dengan sikap pencemburu atasannya itu. Di saat seperti ini saja, masih sempat-sempatnya melihat pria lain yang belum tentu menatap istrinya."Hallo… kenapa malah diam saja?" bentak Evan dari balik telepon."I-iya, Pak. Saya akan memantaunya," jawab Danu, terpaksa mengiyakan."Ya sudah, kerjakan tugasmu dengan benar. Jangan sampai ada laki-laki yang menatap istriku! Jika sampai ketahuan, langsung coret namanya dari daftar kandidat," gertak Evan."Siap, Pak!" teriak Danu yang terkejut mendengar gertakan Evan.Mendengar teriakan Danu, para peserta yang sedang mengikuti tes pun langsung terkejut dibuatnya. Bahkan Alana yang tadinya fokus menulis pun langsung menoleh menatap Danu.Evan yang masih memandangi layar laptopnya pun dibuat k
"P-pakDanu?" Alana terkejut, tak menyangka jika seseorang yang memiliki jabatanseperti Danu malah membantunya."Siapa kamu? Berani sekali membuat keributan disini!" bentak Danuyang melampiaskan semua amarahnya pada Robi.Robi sejak tadi hanya melongo, ia bingung harus mengatakan apa karena tahu jikaseseorang yang bernama Danu adalah asisten dari orang nomor satu di AstiraCorp. Hingga terpikir olehnya sebuah ide untuk mengkambing hitamkan Alana."Saya tidak membuat keributan apa pun, Pak! Tapi perempuan inilah yangberusaha menggoda saya. Demi wajah perusahaan, saya pun berusaha menolaknyabaik-baik, tapi dia tetap memaksa. Maka terjadilah keributan kecil tadi,"terang Robi berusaha meyakinkan Danu dengan kebohongannya."Bohong! Saya sama sekali tak pernah menggodanya!" sanggah Alana, takterima."Saya memiliki saksi, Pak!" sahut Robi."Benar, Pak Danu. Perempuan ini yang menggoda Pak Robi terlebihdahulu," bela salah seorang bawahan Robi."Saya juga melihat jika perempuan itu yan
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern