Alana masih bungkam, ia tak tahu harus mengatakan apa karena pada dasarnya dia bukanlah seseorang yang mudah untuk memikirkan kebohongan dalam waktu singkat."Katakan saja!" desak perempuan itu."Ini parfumku," jawab Alana, sambil berusaha meraih botol tersebut."Tak perlu berbohong padaku. Aku ini jauh lebih berpengalaman darimu," ucap perempuan itu.Karena sudah terlanjur ketahuan, Alana pun mau tak mau harus mengakuinya."Benar, itu air merica. Bukankah sebagai perempuan kita harus berjaga-jaga?" tegas Alana, ia berusaha untuk tidak terlihat takut.Saat Alana berpikir akan dimarahi, disaat itu pula perempuan itu malah tersenyum sambil mengembalikan botol milik Alana tersebut."Ternyata kamu sangat berani," ucap perempuan itu.Alana membalas senyuman si perempuan yang mengenakan pakaian seksi itu. "Aku tak ingin ada pria lain yang menyentuhku," sahutnya.Lagi-lagi perempuan itu tersenyum. "Bagus, aku sangat senang dengan perempuan yang pemberani," ujarnya.Tersirat perasaan heran di
Dengan perasaan penuh emosi, Yosef mendekati Alvin dan langsung menghajarnya begitu saja."Apa yang kamu lakukan pada Alana?" bentak Yosef.Bukannya marah atau pun berniat membalas Yosef, Alvin malah tersenyum sambil mengusap bibirnya yang sedikit berdarah akibat dihajar barusan."Kenapa diam saja? Katakan apa maksud semua ini?" bentak Yosef lagi.Di tengah keributan itu, pria bertato yang merupakan anak buah Bos pun langsung masuk menghampiri Yosef dan memegangi kedua tangannya agar tak menghajar Alvin lagi."Apa yang kamu lakukan! Bodoh, dia itu tamu penting Bos," seru pria bertato tersebut.Saat mereka berseteru, Alana yang tanpa sadar tertidur itu pun bangun sambil menatap Yosef kebingungan."I-ini ada apa? Apa aku ketiduran?" tanya Alana.Yosef diam terpaku, sedangkan Alvin hanya tertawa kecil sambil menatap Alana."Kamu tidak apa-apa kan Alana?" tanya Yosef dengan wajah yang masih panik."Sepertinya ceritaku terlalu membosankan, kamu saja sampai tertidur seperti itu," ucap Alvi
Jeni yang awalnya gelisah, kini menjadi lebih tenang saat tahu siapa perempuan di dalam foto tersebut yang ternyata bukanlah Alana."Dari mana Anda mendapatkan foto tersebut?" tanya Jeni dengan wajah yang menunjukan ketenangan."Dari orang kepercayaanku. Dia mengatakan jika Evan dan perempuan ini naik berdua ke panggung, lalu temannya mengatakan jika mereka berdua adalah suami istri," jelas ibunya Alicia.Evan tersenyum tipis, memang benar pada saat itu ia naik ke panggung, tetapi perempuan itu bukanlah Alana melainkan Natasha yang tiba-tiba naik ke panggung."Maaf, perempuan itu bernama Natasha. Kami hanya sebatas teman saja, tidak lebih," jelas Evan."Jika hanya sekedar ucapan saja, aku juga bisa mengatakan apa saja yang kumau," timpal ibunya Alicia."Sudahlah, Mery! Aku tahu perempuan itu, dia bahkan sedang memiliki kekasih saat ini," tegas Julius."Jangan terus membelanya!" sanggah Ibunya Alicia yang bernama Mery."Jika kamu ingin mencari informasi, setidaknya selidiki dengan bena
"Kamu tidak mungkin berniat mencuri perhiasan Ibu, kan?" tanya Jeni yang sedikit heran dengan tingkah Evan.Evan yang tak pernah kehabisan akal pun langsung mengambil sebuah kotak merah kecil tempat perhiasan warisan leluhur keluarga Lucio. Itu adalah sebuah cincin bermata berlian langka, yang hanya ada dua saja di seluruh penjuru dunia. Karenanya, cincin ini menjadi lambang keistimewaan keluarga Lucio, dimana perempuan yang menjadi istri dari pewaris sah lah, yang akan mendapatkan benda tersebut."Aku mencari ini, Bu," ujar Evan, dengan percaya dirinya."Untuk apa? Hari pernikahanmu saja belum ditentukan," timpal Jeni, mengerutkan alis."Aku hanya ingin menunjukan kesungguhan hatiku pada ibunya Alicia, bagaimanapun cincin ini merupakan lambang dari perempuan terpilih keluarga Lucio. Siapa tahu biasa membuat luluh," terang Evan.Jeni yang sedang dalam keadaan bahagia itu pada akhirnya tak bisa berpikir jernih lagi, ia percaya begitu saja dengan ucapan Evan yang jelas-jelas sedikit tak
Evan dan Alicia saling pandang, mereka tak paham dengan maksud dari Mery dan terus mengikuti kemana Ibunya Alicia itu membawa."Tidak aman berbicara disini karena aku sudah mengerti maksudmu, Evan," ujar Merry.Kini ketiganya menaiki mobil milik Merry, tanpa seorang sopir atau pun pelayan."Ibu, kenapa harus buru-buru begini?" tanya Alicia yang merasa heran dengan sikap ibunya."Ayahmu sebentar lagi pulang, Ibu tak ingin jika dia bertanya-tanya yang tidak perlu," ujar Merry sambil mengendarai mobil.Evan dan Alicia saling pandang, mereka kini mulai paham jika Mery telah mengerti dengan maksud mereka berdua."Evan, aku tak menyangka jika kamu benar-benar sudah memiliki istri. Ternyata kedua orang tuamu sangat tak berperasaan," celetuk Mery memecah keheningan."Dia hanya orang biasa, karena itulah kedua orang tuaku tak terlalu menyukainya," jawab Evan."Aku benar-benar muak dengan status sosial. Pernikahanku dengan ayahnya Alicia pun karena perjodohan, padahal aku sedang mencintai lelak
"Kami baru saja makan siang," terang Mery."Apa yang sudah kamu lakukan pada Evan? Sudah kubilang, jangan ikut campur dalam urusan perjodohan ini!" tegas Julius, yang mulai menunjukan ketidaksukaannya pada sang istri."Aku tidak melakukan apa pun, tanya saja pada Evan! Dia itu sedang berusaha meminta restu padaku," jelas Mery.Julius memandangi Evan, berharap jika calon menantunya itu mau mengatakan yang sebenarnya."Apa benar begitu, Evan?" tanya Julius dengan tatapan penuh curiga."Benar, Om. Saya berusaha meminta restu, menunjukan kesungguhan hati saya dengan cincin warisan leluhur keluarga Lucio," terang Evan.Mimik wajah Julius berubah drastis, tatapan mata yang semula dipenuhi amarah pun kini terpancar sorot kebahagiaan. Ia berpikir jika akhirnya perjodohan ini akan berjalan dengan lancar."Bagus… bagus… kalau begitu, hanya tinggal menunggu hari pertunangan kalian saja," ucap Julius, "ayo, masuk dulu, Evan!" ajaknya."Maaf Om, tapi saya sedang ada perlu dengan klien, jadi tidak
Dari luar muncul sang Kakek yang duduk di kursi roda. Meski sudah sepuh, tetapi wajahnya masih penuh wibawa dan juga kebijaksanaan."Aku tidak ingin seorang pewaris yang tak memiliki istri," seru Kakek Soni."T-tapi, sebentar lagi Evan akan bertunangan dengan anaknya Julius," sahut Alex."Dasar anak tidak berbakti! Kamu bahkan tak memberitahuku mengenai masalah sepenting ini," keluh Soni pada anaknya tersebut.Alex hanya tersenyum, ia memang selalu lupa mengabari ayahnya, bahkan untuk hal penting sekalipun."Maaf, aku belum sempat!" sahut Alex."Kalau bukan karena cucuku, aku takkan mungkin memaafkanmu!"Alex tertawa kecil, ia merasa malu karena ayahnya mengatakan hal yang tak pantas di depan para karyawan."Kakek, tenang saja, aku pasti akan mengenalkan istriku pada Kakek!" ucap Evan, yang ia maksud disini adalah Alana.Kakek menghampiri Evan, ia meminta sang cucu untuk menunduk dan kemudian mengusap rambutnya."Siapa saja yang menjadi istrimu kelak, itu adalah pilihanmu. Kakek akan
"Alana?" teriak Evan.Ia keluar buru-buru, bahkan sampai lupa menggunakan alas kaki."Pak, pakai sandal dulu!" teriak Danu sambil mengejar Evan.Namun, Evan tak menghiraukan teriakan asistennya itu. Dalam benaknya kini hanyalah perempuan yang mirip sekali dengan Alana.Evan terus berjalan dengan satu tujuan, yaitu mengejar perempuan tersebut. Hanya tinggal beberapa langkah, hingga akhirnya ia bisa meraih tangan perempuan yang ada di depannya."Alana!" teriak Evan.Perempuan itu berbalik, dan memandang Evan, tetapi dia bukanlah Alana, hanya seorang perempuan yang sangat mirip dengan Alana."Maaf, Anda salah orang!" ucap perempuan itu dengan bahasa Thailand yang khas.Evan berlutut, kakinya lemas, tubuhnya tak lagi bertenaga. Baru saja ia merasa bahagia karena bisa menemukan Alana, tetapi bagai terhempas begitu saja saat tahu jika perempuan itu bukanlah sang istri yang sedang ia cari."Pak, Anda harus kuat! Saya yakin jika istri Anda akan segera ditemukan," ujar Danu, berusaha menghibur