Di saat bersamaan, Alana sedang melintas didepan sebuah ruang VIP yang pintunya sedang terbuka. Ia merasa jika baru saja mendengar suara Evan yang memanggilnya."Evan?" ucapnya.Ia menoleh ke arah pintu yang terbuka, tapi tak ada Evan disana, hanya ada sosok laki-laki yang tertunduk menempel di meja karena mabuk.Alana gelisah, ia merasa jika yang memanggil namanya barusana memanglah Evan. Ia sangat mengenali suara suaminya itu."Alvin, aku seperti mendengar suara suamiku," ujar Alana."Mungkin hanya perasaanmu, bukankah kamu sendiri yang bilang jika suamimu adalah pria baik-baik? Di ruangan tadi hanya berisi orang mabuk, sedikit tidak mungkin seseorang sepertinya berada di sana," ujar Alvin.Sebenarnya Alvin pun mendengar seseorang yang memanggil nama Alana. Namun ada perasaan tak rela jika sampai wanita yang ia sukai itu bertemu kembali dengan suaminya. Pria itu berpikir jika pertemuannya dengan Alana adalah sebuah takdir, begitu juga dengan perpisahan perempuan itu dengan sang suam
Pelayan itu pun mengantar Evan untuk bertemu seorang perempuan yang berusia sekitar lima puluh tahunan."Ada perlu apa?" tanyanya dalam bahasa Inggris."Aku mencari perempuan ini!" ucap Evan sambil menunjukan foto Alana.Perempuan itu menatap ponsel Evan sedikit lama, ia terdiam seperti ada yang dipikirkan."Oh, perempuan ini. Memang untuk apa kamu mencarinya?" tanya perempuan paruh baya itu."Dia istriku yang belum lama menghilang, bisakah kamu memberitahuku dimana keberadaan perempuan ini?" tanya Evan, dengan sangat antusias.Bukannya langsung menjawab, perempuan itu malah melamun sebentar seolah sedang banyak pikiran."Nyonya! Apa Anda bisa menunjukan keberadaan perempuan ini?" ucap Danu yang geram karena perempuan itu terus melamun."Ah, iya maaf. Baiklah, aku akan meminta anak buahku mengajaknya kemari," ucap perempuan itu yang berjalan sedikit menjauh sambil memainkan ponselnya.Danu dan Evan menunggu dengan penuh harap. Mereka merasa pada akhirnya perjuangan ini akan membuahkan
"Evan!"Evan terus mencari-cari dari mana suara itu berasal.Hingga, saat Evan sedang kebingungan, tiba-tiba ada yang menutup mata Evan dengan kedua tangannya."Alana?" tanya Evan, sambil tersenyum senang."Kamu sangat menyebalkan! Ini aku, Natasha!" ujar Natasha sambil cemberut."Oh, kamu," jawab Evan yang wajahnya langsung berubah seketika, dari yang semula tampak berseri, kini kembali muram."Kenapa tidak senang saat melihatku? Kenapa juga kamu masih menyebut nama perempuan yang pergi meninggalkanmu begitu saja?" cecar Natasha.Evan mengabaikan Natasha begitu saja, ia malah melanjutkan berjalan bersama Danu."Evan! Kamu selalu saja dingin padaku! Memangnya apa salahku?" teriak Natasha.Evan berhenti, ia berbalik berjalan mendekati Natasha."Apa salahmu? Gara-gara kejadian di panggung waktu itu Alana berpikir jika aku tak setia! Dia berpikir jika aku berbohong demi perempuan sepertimu!" bentak Evan sambil menunjuk-nunjuk Natasha.Natasha menangis kencang, hal itu membuat mereka menj
Evan sudah tak bisa menahan emosinya lagi, ia buru-buru masuk ke restoran dan meluapkan kekesalannya di sana."Dimana perempuan itu?" Evan marah-marah di dalam restoran."Maaf, Bos sedang ada acara di luar. Anda bisa kembali lagi sore atau malam," ucap salah seorang pelayan dengan menggunakan bahasa Inggris yang tidak terlalu lancar.Evan benar-benar sudah tak tahan lagi, ia mengecek pintu ruang VIP satu persatu. Semua tamu yang berada di ruangan terkejut dan heran melihat Evan menerobos pintu. Dengan tanpa rasa bersalah ia masih terus menyusuri lorong panjang restoran, kebetulan beberapa ruangan sedang dipesan untuk acara perusahaan."Alana, dimana kamu?" teriak Evan, seolah urat malunya sudah putus."Pak, sepertinya tidak ada," ucap Danu pelan. Ia merasa malu dengan sikap Evan.Namun, Evan tetap tak menghiraukan ucapan Danu, yang ada dalam pikirannya sekarang adalah Alana sedang disembunyikan di salah satu ruangan restoran ini."Alana, keluarlah! Aku akan menolongmu!"Beruntung Evan
"Apa Bapak tahu siapa dia?" tanya Danu, mengusap air matanya."Tentu saja tau, dia itu petinju terkenal," sahut Evan, tak terima Danu menertawakannya.Namun, bukannya berhenti tertawa, Danu malah semakin terpingkal melihat mimik wajah Evan yang terlihat lugu."Tapi, meski petinju, sekarang dia telah berganti kelamin dan menjadi perempuan," ujar Danu yang geli membayangkannya.Evan merasa kesal, Danu terus saja mengoceh hal tak penting. Padahal ia sama sekali tak memperdulikan hal seperti itu."Sudahlah, memang orang sibuk sepertiku akan tahu rumor tak penting seperti itu? Lagi pula, kamu itu laki-laki, kurangilah menonton acara gosip!" tegas Evan.Danu yang semula tertawa, kini menjadi diam, ia terkejut melihat Evan yang malah balik memarahinya."I-iya, Pak, saya tidak akan menonton acara gosip lagi," ujar Danu.Kini Evan sibuk memainkan ponsel karena orang tadi sudah membalas pesan singkat darinya."Bagaimana, Pak?" tanya Danu penasaran."Ia akan bergerak langsung menuju restoran itu
Akhirnya, Danu dan Evan kembali ke penginapan. Sejak tadi, sang asisten terus saja merengut karena tak diberitahu informasi lebih mengenai gadis yang ia sukai. Namun, semakin Danu menunjukan wajah masam, semakin Evan tak ingin memberitahunya lebih jauh."Tenang saja, besok dia mulai bekerja," ucap Evan memecah keheningan."Tapi saya ingin tahu gadis itu di tempatkan di bagian apa! Bagaimana kalau saya tak sengaja berpapasan dalam keadaan yang lusuh dan jelek," ujar Danu."Memang, kamu berangkat kerja dengan penampilan lusuh? Biasanya juga memakai setelan jas, bukan pakaian compang-camping," tegas Evan, membuat Danu tak berkutik."Anda ini seperti tidak pernah jatuh cinta saja," sahut Danu.Evan tersenyum, bukan sekali dua kali Danu jatuh cinta, tetapi hampir setiap bertemu dengan perempuan yang cantik sedikit saja ia pasti jatuh cinta."Tunggu saja besok, belajarlah bersabar, sepertiku," ujar Evan."Tentu saja harus sabar, keadaan yang memaksa. Sedangkan aku, harus bersabar untuk hal
Danu dan Cherry pun masuk ke dalam mobil."Apa yang kamu lakukan Danu? Mengapa kalian malah terlihat seperti pasangan?" tanya Evan, mengomel.Cherry yang tidak paham bahasa Indonesia hanya diam kemudian tersenyum menatap Evan yang kini terlihat menahan emosi."Karena kami berdua sama-sama asisten Bapak, maka saya berinisiatif untuk memakai pakaian yang sama agar terlihat seperti seragam," jawab Danu dengan membusungkan dada dan penuh kepercayaan diri.Evan memegang keningnya, ia benar-benar pusing dibuat Danu. Namun, mau bagaimana lagi, karena akan memakan waktu lama jika harus membeli baju lain, sang Bos pun membiarkan kedua anak buahnya memakai setelan yang sama.Kini Danu melajukan mobilnya dengan perasaan bangga sekaligus senang, meski Cherry masih belum mau duduk di sampingnya."Jadi, bela diri apa saja yang kamu bisa?" tanya Evan tiba-tiba."Saya bisa hampir semua jenis, bahkan bela diri jalanan pun saya bisa," ucap Cherry."Lalu, apa kamu memiliki keluarga selain kakakmu?" tany
Danu terkejut mendengar penjelasan Evan, ia seakan tak percaya kalau saat ini begitu banyak yang berusaha menghalangi sang atasan bertemu dengan istrinya."Saya heran, mengapa mereka sampai sebegitunya ingin memisahkan Anda dan Bu Alana?" tanya Danu sambil mengerutkan alis."Entahlah, segala hal yang mereka lakukan pasti ada alasannya, kecuali mereka gila," sahut Evan tertawa.Melihat sang atasan yang menghadapi masalahnya dengan santai pun membuat Danu menjadi sedikit lebih bersemangat. Ia merasa jika dirinya juga bisa menghadapi masalah cintanya yang belum berbalas."Oh, iya. Cherry, kamu coba berkeliling sekarang, jika ada hal yang mencurigakan, beritahu padaku," titah Evan."Baik, Pak! Saya akan bergegas sekarang," ucap Cherry yang kemudian beranjak dan pergi keluar ruangan.Kini hanya ada Evan dan Danu yang sedang merasa canggung."Mengapa terus menatapku?" tanya Evan, ketus."I-itu, tiba-tiba saya berpikir untuk operasi plastik agar bisa mirip dengan Anda," ucap Danu.Evan terse