Danu dan Cherry pun masuk ke dalam mobil."Apa yang kamu lakukan Danu? Mengapa kalian malah terlihat seperti pasangan?" tanya Evan, mengomel.Cherry yang tidak paham bahasa Indonesia hanya diam kemudian tersenyum menatap Evan yang kini terlihat menahan emosi."Karena kami berdua sama-sama asisten Bapak, maka saya berinisiatif untuk memakai pakaian yang sama agar terlihat seperti seragam," jawab Danu dengan membusungkan dada dan penuh kepercayaan diri.Evan memegang keningnya, ia benar-benar pusing dibuat Danu. Namun, mau bagaimana lagi, karena akan memakan waktu lama jika harus membeli baju lain, sang Bos pun membiarkan kedua anak buahnya memakai setelan yang sama.Kini Danu melajukan mobilnya dengan perasaan bangga sekaligus senang, meski Cherry masih belum mau duduk di sampingnya."Jadi, bela diri apa saja yang kamu bisa?" tanya Evan tiba-tiba."Saya bisa hampir semua jenis, bahkan bela diri jalanan pun saya bisa," ucap Cherry."Lalu, apa kamu memiliki keluarga selain kakakmu?" tany
Danu terkejut mendengar penjelasan Evan, ia seakan tak percaya kalau saat ini begitu banyak yang berusaha menghalangi sang atasan bertemu dengan istrinya."Saya heran, mengapa mereka sampai sebegitunya ingin memisahkan Anda dan Bu Alana?" tanya Danu sambil mengerutkan alis."Entahlah, segala hal yang mereka lakukan pasti ada alasannya, kecuali mereka gila," sahut Evan tertawa.Melihat sang atasan yang menghadapi masalahnya dengan santai pun membuat Danu menjadi sedikit lebih bersemangat. Ia merasa jika dirinya juga bisa menghadapi masalah cintanya yang belum berbalas."Oh, iya. Cherry, kamu coba berkeliling sekarang, jika ada hal yang mencurigakan, beritahu padaku," titah Evan."Baik, Pak! Saya akan bergegas sekarang," ucap Cherry yang kemudian beranjak dan pergi keluar ruangan.Kini hanya ada Evan dan Danu yang sedang merasa canggung."Mengapa terus menatapku?" tanya Evan, ketus."I-itu, tiba-tiba saya berpikir untuk operasi plastik agar bisa mirip dengan Anda," ucap Danu.Evan terse
"Ada apa dengan pakaianmu?" Evan tertawa hingga matanya berair."Ini gawat, benar-benar gawat," jawab Danu yang tak menggubris pertanyaan Evan.Evan dan Cherry terdiam, mereka kini saling pandang, seakan paham apa yang Danu maksud."Apa tentang seseorang yang mengintai perusahaan?" tanya Evan yang kini mulai serius."Benar, saya baru saja bertemu dengan mereka di toko ayam goreng depan perusahaan," jelas Danu.Mendengar penjelasan Danu, lagi-lagi Evan tertawa. Akhirnya ia kini tahu alasan asistennya itu mengenakan kostum kepala ayam lengkap dengan seragam milik toko tersebut."Kalau begitu, lepaskan dulu kostum kepala ayam itu, aku merasa sesak melihatmu," titah Evan sambil tertawa."Ah, benar, saya terlalu bersemangat, sampai lupa melepaskan benda konyol ini," ujar Danu yang kemudian membuka kostum kepala ayam dan menaruhnya di kursi.Dengan napas tak beraturan, Danu duduk dan meminum minuman Evan yang ada di atas meja tanpa izin terlebih dahulu. Karena kini bawahannya itu sedang mem
Danu yang penasaran pun ikut melihat ponsel Evan. Ada perasaan kecewa di hatinya saat melihat jadwal tersebut."Mengapa harus secepat ini, Pak? Saya baru saja mengenal Cherry," ucap Danu, lirih. Tubuhnya menjadi lemas tak bertenaga.Lain dengan Cherry yang malah terlihat kebingungan, baru saja bekerja dengan Evan, tetapi ia sudah harus berpisah lagi dengan atasannya itu."Lebih cepat lebih baik, aku ingin segera tahu siapa yang berada di belakang semua ini," ujar Evan."Lalu, bagaimana dengan saya, Pak?" tanya Cherry yang hatinya diliputi perasaan gelisah."Kamu tidak perlu datang ke perusahaan lagi. Tugasmu sekarang adalah mengorek informasi dari restoran kemarin," titah Evan."T-tapi, mendapatkan informasi disana sedikit tidak mudah," ungkap Cherry."Berpura-puralah menjadi pelanggan di sana, aku akan memberimu biaya khusus untuk makan disana, kemudian dekati salah satu pelayan, beri dia bayaran yang setimpal untuk sebuah informasi. Kamu takkan terlalu dicurigai karena pribumi," ter
"Alana, ternyata kamu baik-baik saja. Perutmu sudah mulai membuncit, benar-benar menggemaskan," ucap Evan sambil memandangi foto Alana.Evan tak hentinya menatap foto yang dikirim oleh Detektif itu. Dalam foto tersebut, Alana terlihat sedang berdiri di tepi jalan seolah sedang menunggu seseorang.Merasa ada yang janggal, Evan segera menelepon Detektif tersebut."Hallo, aku ingin menanyakan tentang foto ini," ucap Evan."Ya, katakan saja.!""Bukankah Alana tidak ada yang mengawasi atau menjaga? Mengapa kalian tidak langsung membawanya pergi dari sana?" tanya Evan, dari suaranya saja bisa ketahuan jika ia sedang kesal."Memang di sisi foto ini istri Anda seperti seorang diri, tapi, tak jauh dari sana ia sedang di awasi. Bahkan, sepertinya Ibu Alana juga tahu jika dirinya terus dipantau," terang Detektif tersebut.Evan terdiam sejenak, padahal tadinya ia ingin memarahi Detektif itu karena telat bertindak. Namun, ternyata kenyataan sesungguhnya malah berbeda dari yang ia bayangkan."Baikl
Sopir taksi itu pun menambah kecepatan, kebetulan jalanan sedang sepi karena saat ini bukan jam sibuk, sehingga Evan pun sampai ke rumah hanya dalam hitungan menit."Pak, apa saya juga ikut masuk?" Danu merasa ragu."Masuk saja, anggap seolah kamu baru bekerja denganku belum lama," titah Evan."Baik, Pak."Setelah sampai di rumah, Evan melihat pintu terbuka lebar seolah ada tamu. Dengan dipapah Danu, ia pun segera masuk ke rumah tanpa tahu apa yang sedang terjadi."Evan, Kenapa tidak bilang kalau sudah di Indonesia, kan Ibu bisa meminta sopir untuk menjemputmu," ucap Jeni yang tampak khawatir."Tidak apa-apa," jawab Evan yang kini mulai berpura-pura sakit lagi.Saat itu, terlihat juga keluarga Alicia sedang duduk di ruang tamu. Sepertinya sedang ada perbincangan serius antara dua keluarga tersebut."Apa kamu bisa duduk sebentar dan menyimak?" tanya Jeni berharap Evan tidak keras kepala."Ah, iya. Aku bisa beristirahat sebentar di sini," jawab Evan, ia langsung duduk begitu saja."Apa
Disaat Evan tengah merasa cemas, disisi lain Alana sedang berada di posisi terdesak. Dimana ia mulai diganggu oleh Jack lagi."Apa yang kamu lakukan? Lepaskan tanganku!" bentak Alana."Kamu pikir aku takut? Hanya seorang wanita lemah, beraninya membentakku!" teriak Jack."Bos sudah berjanji untuk menjagaku. Apa kamu tidak takut jika aku mengadu?""Takut? Apa kamu bodoh? Pria yang biasa menyewamu itu sedang pulang ke negara asalnya. Kamu pikir, Bos masih akan melindungimu tanpa ada bayaran darinya?" Jack tertawa sambil menatap Alana dengan buas.Alana bergidik ngeri. Kepulangan Alvin ke Indonesia ternyata telah membuat keadaan yang semula damai menjadi kacau kembali. Jack yang tak tahu malu ternyata masih mengincar dirinya meski saat itu sudah mendapat peringatan."Sudahlah, aku hanya ingin menikmati kecantikanmu itu sekali saja. Mengapa kamu begitu pelit?" ucap Jack diiringi tawanya yang terlihat menjijikan. Gigi hitam sebagian, bibir pecah-pecah, bahkan bulu hidungnya pun terlihat ke
Evan masih dalam keadaan panik, nomor ponsel Cherry masih tidak dapat dihubungi."Ada apa dengan Cherry? Baru saja ia menanyakan soal Alana, sekarang malah tidak dapat dihubungi," protes Evan."Memang siapa dia?" Andrean tampak penasaran."Anak buahku. Dia orang Thailand asli yang sedang ku perintahkan untuk mengintai Alana," terang Evan."Oh, mungkin dia sedang bertugas. Biarkan saja, jika sudah selesai juga pasti menghubungimu lagi," ujar Andrean.Evan yang semula merasa gelisah pun perlahan mulai tenang setelah mendengar nasihat Andrean. Meski begitu, bukan berarti rasa cemasnya menghilang, ia tetap memikirkan apa yang sebenarnya sedang Cherry lakukan setelah nomornya tak bisa dihubungi."Evan, sekarang tinggal kamu memikirkan acara pertunangan yang hanya tinggal menghitung hari. Apa rencanamu sudah matang?" tanya Andrean berusaha memastikan."Ya, meski hasil akhirnya akan membuatku terlihat seperti bajingan pun tak masalah, asal aku bisa kembali bersama Alana dan Alicia bisa bersam
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern