Disaat Evan tengah merasa cemas, disisi lain Alana sedang berada di posisi terdesak. Dimana ia mulai diganggu oleh Jack lagi."Apa yang kamu lakukan? Lepaskan tanganku!" bentak Alana."Kamu pikir aku takut? Hanya seorang wanita lemah, beraninya membentakku!" teriak Jack."Bos sudah berjanji untuk menjagaku. Apa kamu tidak takut jika aku mengadu?""Takut? Apa kamu bodoh? Pria yang biasa menyewamu itu sedang pulang ke negara asalnya. Kamu pikir, Bos masih akan melindungimu tanpa ada bayaran darinya?" Jack tertawa sambil menatap Alana dengan buas.Alana bergidik ngeri. Kepulangan Alvin ke Indonesia ternyata telah membuat keadaan yang semula damai menjadi kacau kembali. Jack yang tak tahu malu ternyata masih mengincar dirinya meski saat itu sudah mendapat peringatan."Sudahlah, aku hanya ingin menikmati kecantikanmu itu sekali saja. Mengapa kamu begitu pelit?" ucap Jack diiringi tawanya yang terlihat menjijikan. Gigi hitam sebagian, bibir pecah-pecah, bahkan bulu hidungnya pun terlihat ke
Evan masih dalam keadaan panik, nomor ponsel Cherry masih tidak dapat dihubungi."Ada apa dengan Cherry? Baru saja ia menanyakan soal Alana, sekarang malah tidak dapat dihubungi," protes Evan."Memang siapa dia?" Andrean tampak penasaran."Anak buahku. Dia orang Thailand asli yang sedang ku perintahkan untuk mengintai Alana," terang Evan."Oh, mungkin dia sedang bertugas. Biarkan saja, jika sudah selesai juga pasti menghubungimu lagi," ujar Andrean.Evan yang semula merasa gelisah pun perlahan mulai tenang setelah mendengar nasihat Andrean. Meski begitu, bukan berarti rasa cemasnya menghilang, ia tetap memikirkan apa yang sebenarnya sedang Cherry lakukan setelah nomornya tak bisa dihubungi."Evan, sekarang tinggal kamu memikirkan acara pertunangan yang hanya tinggal menghitung hari. Apa rencanamu sudah matang?" tanya Andrean berusaha memastikan."Ya, meski hasil akhirnya akan membuatku terlihat seperti bajingan pun tak masalah, asal aku bisa kembali bersama Alana dan Alicia bisa bersam
Evan terlihat gelisah setelah beberapa kali menatap layar ponselnya. Hal itu membuat Willy sedikit merasa kasihan pada cucunya itu."Apa yang terjadi?" tanya Willy yang kini terlihat lebih serius."Ini soal Alana, Kek," ucap Evan dengan suara yang sudah terdengar gemetar karena menahan tangis."Ada apa? Ceritakan pada Kakek!" titah Willy.Evan menghela napas dalam, ia pun menceritakan semuanya dari awal hingga mengapa kini tampak kesal dan marah."Kenapa tidak bilang dari kemarin-kemarin? Dasar bodoh! Kamu membiarkan istrimu di tempat seperti itu begitu lama," seru Willy yang geram melihat kebodohan cucunya itu."Memang kalau aku menceritakan pada Kakek masalah akan selesai?" protes Evan yang merasa kesal disalahkan oleh pak tua menyebalkan."Sudahlah, percuma aku berdebat dengan cucu bodoh sepertimu," ujar Willy. Ia mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang.Willy tampak asyik berbincang, ia seperti sedang membahas sesuatu di luar yang berada di luar negeri. Evan tak terlalu menghi
"Cherry? Sial, kenapa aku sangat bodoh?" gumam Evan yang kesal pada dirinya sendiri.Merasa jika anak buahnya itu akan menyampaikan hal penting, tanpa menunggu lebih lama, Evan kemudian menelepon Cherry. Namun, berkali ia mencoba, nomor ponsel perempuan itu lagi-lagi tak dapat dihubungi."Ada apa dengan Cherry? Apa dia sudah tak berniat menjadi anak buahku?" gerutu lEvan yang kini beranjak dari tempat tidurnya untuk mencari makanan di dapur.Langit masih gelap, begitu juga di ruangan lain dalam rumah, hampir semua lampu masih mati, menandakan jika beberapa pelayan yang bertugas bersih-bersih masih belum bangun.Evan berjalan ke lantai bawah hanya untuk mencari makanan. Ia sengaja tak menghidupkan lampu karena tak ingin terbangun karenanya.Evan berjalan dengan perlahan mengandalkan penerangan dari ponsel. Tepat saat melewati ruang kerja orang tuanya, Evan yang sudah melihat lampu menyala dari kejauhan pun, memilih untuk tak bersuara dan melangkah dengan berhati-hati. Hingga, langkahnya
Evan langsung menengadahkan kepala dengan sangat pelan, bulir bening mengalir deras membasahi pipi, dadanya sesak tetapi lega. Akhirnya, perempuan pemilik setengah dari jiwanya yang selama ini selalu dinanti pun sedang berada di hadapannya."Alana? Istriku!" teriak Evan sambil memeluk kaki sang istri dengan perasaan rindu yang mendalam."Berhentilah menangis!" ujar Alana dengan air mata yang juga sudah tak terbendung.Alana duduk bersimpuh, memeluk sang suami yang kini sedang menangis sesenggukan. Keduanya melepas rindu yang selama ini tertahan, bahkan terhalang. Tak ada kalimat atau untaian kata, yang ada hanya dua anak manusia tengah berpelukan sambil menangis dalam pilu yang bercampur bahagia.Menit dan detik berlalu begitu saja, menyisakan dua anak manusia yang masih berpelukandan enggan untuk melepas. Siapa saja yang melihat Alana dan Evan, akan ikut merasakan apa yang sedang mereka rasa.Evan menciumi kening Alana juga mengusap perut sang istri yang kini mulai membuncit."Sayang
Evan keluar dari mobil, meski dalam hati kecil ada perasaan takut, ia berusaha untuk tenang agar bisa berbicara secara baik-baik dengan orang yang kini tengah menghadang jalannya.Meski terasa berat, Evan tetap melangkahkan kaki, menghampiri seorang pria yang dari penampilannya tampak seperti pemimpin dalam kelompok tersebut."Apa kamu pemimpinnya?" tanya Evan, dengan tatapannya yang tajam. Walaupun jantungnya berdebar kencang, ia tetap memberanikan diri agar tak terlihat lemah di depan orang-orang tersebut."Benar, ternyata nyalimu besar juga ya! Berani menghampiri kami seorang diri seperti ini, sungguh hal yang sangat mengejutkan," ujar pria dengan tato ular di leher. Tatapannya terlihat sangat meremehkan Evan."Aku hanya ingin berbicara baik-baik denganmu!" timpal Evan, tegas.Pria bertato itu tampak kesal melihat Evan yang seolah tak takut padanya, padahal ia sudah membawa banyak anak buah yang dilengkapi dengan senjata tumpul dan tajam."Memangnya kamu mau memberikan istrimu baik
"Tentu saja yang paling utama adalah kamu harus mempelajari bahasa Indonesia karena kedepannya kamu akan terus tinggal di sini," terang Evan.Cherry dan Danu saling pandang, mereka terkejut sekaligus bahagia. Jika Danu bahagia karena akhirnya bisa semakin dekat dengan sang pujaan hati, lain dengan Cherry yang sangat senang bisa mendapat pekerjaan dan pergi dari lingkungan yang selama ini sangat tidak ia sukai."Terima kasih, Pak. Saya akan bekerja dengan baik dan tidak akan mengecewakan Anda. Kalau boleh tahu, apa pekerjaan saya sebenarnya?" Cherry masih penasaran.Evan tersenyum sambil mengusap rambut Alana. "Tugasmu adalah menjaga dan melindungi permaisuriku," ujarnya.Wajah Alana memerah, ia tersipu karena Evan dengan tak tahu malunya melakukan hal seperti itu di depan orang lain.Cherry tercengang melihat pemandangan romantis di depannya."Saya akan menjaga istri Anda dengan segenap jiwa dan raga," sahut Cherry.Evan dan Alana tersenyum melihat kesungguhan Cherry. Mereka senang ka
Para pria itu pun tersentak melihat kehadiran Alana, mereka diam terpaku seperti kebingungan.Begitu juga dengan Alana, ia berniat mengalihkan perhatian para pria itu demi menyelamatkan Cherry. Namun, bukannya ditangkap, Alana malah diabaikan begitu saja.Cherry berlari ke arah Alana yang sedang kebingungan."Maaf membuat Anda takut! Mereka adalah teman-teman Kakak saya," ucap Cherry dengan napas terengah karena kelelahan berlari."J-jadi, mereka ada di pihak kita? Pantas saja saat aku berusaha menyerahkan diri, mereka malah mengabaikanku," ujar Alana, merasa malu."Oh, itu juga karena Anda berbicara dalam bahasa yang tidak mereka mengerti," timpal Cherry.Alana merasa malu, berpikir jika para pria itu adalah anak buah Jack membuatnya berteriak dengan menggunakan bahasa Indonesia."Ah, kupikir mereka anak buah Jack," sahut Alana, tersenyum canggung."Meski mereka anak buah penjahat itu, saya harap Anda tidak pernah berniat untuk menyerahkan diri seperti tadi lagi. Meski saya tertangkap
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern