"Tentu saja yang paling utama adalah kamu harus mempelajari bahasa Indonesia karena kedepannya kamu akan terus tinggal di sini," terang Evan.Cherry dan Danu saling pandang, mereka terkejut sekaligus bahagia. Jika Danu bahagia karena akhirnya bisa semakin dekat dengan sang pujaan hati, lain dengan Cherry yang sangat senang bisa mendapat pekerjaan dan pergi dari lingkungan yang selama ini sangat tidak ia sukai."Terima kasih, Pak. Saya akan bekerja dengan baik dan tidak akan mengecewakan Anda. Kalau boleh tahu, apa pekerjaan saya sebenarnya?" Cherry masih penasaran.Evan tersenyum sambil mengusap rambut Alana. "Tugasmu adalah menjaga dan melindungi permaisuriku," ujarnya.Wajah Alana memerah, ia tersipu karena Evan dengan tak tahu malunya melakukan hal seperti itu di depan orang lain.Cherry tercengang melihat pemandangan romantis di depannya."Saya akan menjaga istri Anda dengan segenap jiwa dan raga," sahut Cherry.Evan dan Alana tersenyum melihat kesungguhan Cherry. Mereka senang ka
Para pria itu pun tersentak melihat kehadiran Alana, mereka diam terpaku seperti kebingungan.Begitu juga dengan Alana, ia berniat mengalihkan perhatian para pria itu demi menyelamatkan Cherry. Namun, bukannya ditangkap, Alana malah diabaikan begitu saja.Cherry berlari ke arah Alana yang sedang kebingungan."Maaf membuat Anda takut! Mereka adalah teman-teman Kakak saya," ucap Cherry dengan napas terengah karena kelelahan berlari."J-jadi, mereka ada di pihak kita? Pantas saja saat aku berusaha menyerahkan diri, mereka malah mengabaikanku," ujar Alana, merasa malu."Oh, itu juga karena Anda berbicara dalam bahasa yang tidak mereka mengerti," timpal Cherry.Alana merasa malu, berpikir jika para pria itu adalah anak buah Jack membuatnya berteriak dengan menggunakan bahasa Indonesia."Ah, kupikir mereka anak buah Jack," sahut Alana, tersenyum canggung."Meski mereka anak buah penjahat itu, saya harap Anda tidak pernah berniat untuk menyerahkan diri seperti tadi lagi. Meski saya tertangkap
Alana sangat penasaran ingin bertanya, akan tetapi, Evan tampak masih sibuk berbincang dengan orang di telepon tersebut."Oh, jadi semuanya sudah beres?" tanya Evan dengan raut wajah bahagia.Evan sesekali tertawa saat si penelepon sedang berbicara.Beberapa menit berlalu, Evan pun menutup teleponnya."Siapa? Apa yang terjadi?" tanya Alana yang sejak tadi sudah tak sabar ingin segera bertanya."Jadi, sayangku penasaran?" goda Evan sembari mencubit hidung Alana."Tentu saja. Aku penasaran, siapa yang bisa membuat suamiku tiba-tiba bahagia seperti itu." Alana merengut, jelas sekali jika dirinya sedang cemburu.Evan mulai menyadari jika Alana sudah salah paham, ia pun memeluk sang istri yang kini lebih sensitif karena tengah mengandung."Aku bahagia bukan karena orang lain, tetapi ada kabar baik yang benar-benar membuatku senang." Evan berusaha membujuk sang istri."Memangnya kabar apa?" Alana mulai tertarik dan percaya pada ucapan Evan."Masalah Bosmu dan anak buahnya, sekarang mereka s
Evan masih berusaha mengintip dari jendela, berharap perbincangan Danu nanti dapat terdengar olehnya.Orang-orang itu pun semakin dekat dengan rumah. Mereka kini berdiri di depan sambil mengguncang-guncang pagar agar segera Danu buka."Hey, buka pagarnya!" teriak salah seorang pria berbadan kekar."Oh, tunggu sebentar," jawab Danu yang beranjak dari tempat duduknya dan bergegas menuju gerbang.Para pria itu terlihat menatap Danu dengan tatapan sinis, dari gayanya jelas terlihat jika mereka sedang berusaha mengintimidasi bawahan Evan tersebut."Cepatlah! Kenapa ada laki-laki selamban dirimu?""Apa kamu tidak bisa bersabar sedikit?" timpal Danu yang sama sekali tak menunjukan rasa takut.Orang-orang itu saling pandang, niat hati ingin membuat Danu takut, kini mereka malah dibuat kebingungan dengan sikap asisten Evan itu."Cepatlah! Aku ada perlu dengan Bosmu!" ucap pria bertubuh kekar tadi."Percuma saja kalian kemari mencari Bosku, dia sedang tidak ada di sini!" sahut Danu berusaha ter
Evan bergegas masuk ke kamar dengan begitu bersemangat, rasanya tak sabar ingin segera memberitahu Alana kabar baik yang akan membuatnya senang.Sebenarnya Evan tak tega membangunkan sang istri yang terlihat kelelahan, tetapi karena ini menyangkut orang yang Alana lindungi, maka mau tak mau ia harus membangunkan istrinya itu.Evan perlahan masuk, ia mengelus rambut Alana, lalu mencium kening istrinya itu."Sayang, bangun! Ada kabar baik," bisik Evan.Alana masih pulas, ia seakan tak menghiraukan bisikan Evan."Sayang, temanmu sudah ada di bandara," bisik Evan lagi.Alana yang mulai membuka mata pun terperanjat, meski masih setengah sadar, ia dapat mendengar dengan jelas ucapan Evan."Apa yang kamu katakan? Mengapa mereka datang secepat itu? Apa kamu sedang mengigau?" sahut Alana sambil berusaha membuka mata meski terasa berat."Tentu saja tidak. Aku malah belum tidur sama sekali," jawab Evan.Saat tengah berusaha meyakinkan Alana, lagi-lagi ponsel Evan berdering. Meski yang masuk adal
"Memangnya ada apa?" Evan kebingungan."Ini, lihat sendiri!" Alana menunjukan ponsel Evan yang tadi tergeletak di kasur begitu saja.Evan langsung mengambil ponselnya, ia langsung mengecek apa yang membuat sang istri marah. Benar saja, ternyata ibunya mengirimkan banyak pesan yang berisi foto saat acara pertunangan Evan kemarin."Jadi? Kamu memiliki perempuan lain sekarang?" Alana terisak, dadanya terasa sesak."Ini tidak seperti yang kamu bayangkan!" sanggah Evan sambil memegangi bahu istrinya itu."Apa foto ini masih tidak cukup menjadi bukti?" Air mata Alana mulai membanjiri pipinya.Evan merasa bersalah, ia lagi-lagi telah melakukan hal bodoh karena tak langsung menceritakan semuanya pada Alana."Jadi, apa kamu mau mendengar penjelasanku atau langsung menelan mentah-mentah foto dari ibuku yang sangat jelas tak menyukai hubungan kita?" Evan berusaha meyakinkan Alana dengan bersikap tenang.Alana kini terdiam, ia mulai memikirkan ucapan Evan. Ada keraguan di hatinya, mengingat sang
Alana dan Evan saling pandang, mereka juga berpegang tangan karena cemas dengan keadaan sang janin."Jadi, apa yang terjadi?" tanya Evan, gelisah.Dokter pun tak langsung menjawab, ia menaruh kembali alat USG tersebut dan mengelap perut Alana yang berlumuran gel dengan menggunakan tisu."Ibu dan Bapak silakan duduk dulu," pinta Dokter itu, sambil menunjuk ke arah kursi yang berada di depan meja kerjanya.Evan berusaha membantu Alana untuk bangkit dan kemudian keduanya pun langsung duduk di depan Dokter yang sedang sibuk mencatat."Sebelumnya saya minta maaf, janin dalam kandungan Ibu sedikit kurang aktif. Jika dari yang Ibu katakan seharusnya saat ini umur kandungan Anda sekitar lima bulan, seharusnya di usia ini janin mulai berkmbang aktif. Apa Ibu tidak makan dengan baik?" tanya Dokter tersebut dengan wajah serius.Alana langsung mengusap perutnya, ia tiba-tiba merasa cemas akan kehamilannya."I-iya, saya sedang mengalami masalah saat itu," sahut Alana dengan perasaan yang sudah tak
"Evan! Tunggu sebentar!" teriak perempuan yang ternyata adalah Natasha.Evan tak menghiraukan teriakan Natasha, ia malah semakin mempercepat langkahnya demi menghindari perempuan itu."Sayang, aku tak suka melihat dia," bisik Alana."Aku juga tak ingin bertemu perempuan itu, makanya, sekarang sebisa mungkin kita harus menghindarinya," ujar Evan berbisik.Namun, meski mereka berusaha menghindar, Natasha yang tak tahu malu pun tetap berusaha menghampiri Alana dan Evan."Hey, kenapa buru-buru begitu? Memangnya kalian sedang kebelet?" Natasha tertawa sambil memukul bahu Evan."Karena aku tak mau bertemu denganmu! Enyahlah dari hadapanku!" hardik Evan."Evan, kamu sangat lucu saat marah," timpal Natasha dengan tak tahu malunya.Alana merasa risi, ia menarik Evan agar bergegas pergi dari hadapan perempuan tak punya malu itu.Namun, bukannya menjauh, Natasha malah terus membuntuti mereka. Meski diam-diam Evan sangat sadar jika dirinya sedang diikuti."Danu, tolong bawa perempuan itu pergi me
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern