"Kami baru saja makan siang," terang Mery."Apa yang sudah kamu lakukan pada Evan? Sudah kubilang, jangan ikut campur dalam urusan perjodohan ini!" tegas Julius, yang mulai menunjukan ketidaksukaannya pada sang istri."Aku tidak melakukan apa pun, tanya saja pada Evan! Dia itu sedang berusaha meminta restu padaku," jelas Mery.Julius memandangi Evan, berharap jika calon menantunya itu mau mengatakan yang sebenarnya."Apa benar begitu, Evan?" tanya Julius dengan tatapan penuh curiga."Benar, Om. Saya berusaha meminta restu, menunjukan kesungguhan hati saya dengan cincin warisan leluhur keluarga Lucio," terang Evan.Mimik wajah Julius berubah drastis, tatapan mata yang semula dipenuhi amarah pun kini terpancar sorot kebahagiaan. Ia berpikir jika akhirnya perjodohan ini akan berjalan dengan lancar."Bagus… bagus… kalau begitu, hanya tinggal menunggu hari pertunangan kalian saja," ucap Julius, "ayo, masuk dulu, Evan!" ajaknya."Maaf Om, tapi saya sedang ada perlu dengan klien, jadi tidak
Dari luar muncul sang Kakek yang duduk di kursi roda. Meski sudah sepuh, tetapi wajahnya masih penuh wibawa dan juga kebijaksanaan."Aku tidak ingin seorang pewaris yang tak memiliki istri," seru Kakek Soni."T-tapi, sebentar lagi Evan akan bertunangan dengan anaknya Julius," sahut Alex."Dasar anak tidak berbakti! Kamu bahkan tak memberitahuku mengenai masalah sepenting ini," keluh Soni pada anaknya tersebut.Alex hanya tersenyum, ia memang selalu lupa mengabari ayahnya, bahkan untuk hal penting sekalipun."Maaf, aku belum sempat!" sahut Alex."Kalau bukan karena cucuku, aku takkan mungkin memaafkanmu!"Alex tertawa kecil, ia merasa malu karena ayahnya mengatakan hal yang tak pantas di depan para karyawan."Kakek, tenang saja, aku pasti akan mengenalkan istriku pada Kakek!" ucap Evan, yang ia maksud disini adalah Alana.Kakek menghampiri Evan, ia meminta sang cucu untuk menunduk dan kemudian mengusap rambutnya."Siapa saja yang menjadi istrimu kelak, itu adalah pilihanmu. Kakek akan
"Alana?" teriak Evan.Ia keluar buru-buru, bahkan sampai lupa menggunakan alas kaki."Pak, pakai sandal dulu!" teriak Danu sambil mengejar Evan.Namun, Evan tak menghiraukan teriakan asistennya itu. Dalam benaknya kini hanyalah perempuan yang mirip sekali dengan Alana.Evan terus berjalan dengan satu tujuan, yaitu mengejar perempuan tersebut. Hanya tinggal beberapa langkah, hingga akhirnya ia bisa meraih tangan perempuan yang ada di depannya."Alana!" teriak Evan.Perempuan itu berbalik, dan memandang Evan, tetapi dia bukanlah Alana, hanya seorang perempuan yang sangat mirip dengan Alana."Maaf, Anda salah orang!" ucap perempuan itu dengan bahasa Thailand yang khas.Evan berlutut, kakinya lemas, tubuhnya tak lagi bertenaga. Baru saja ia merasa bahagia karena bisa menemukan Alana, tetapi bagai terhempas begitu saja saat tahu jika perempuan itu bukanlah sang istri yang sedang ia cari."Pak, Anda harus kuat! Saya yakin jika istri Anda akan segera ditemukan," ujar Danu, berusaha menghibur
Di saat bersamaan, Alana sedang melintas didepan sebuah ruang VIP yang pintunya sedang terbuka. Ia merasa jika baru saja mendengar suara Evan yang memanggilnya."Evan?" ucapnya.Ia menoleh ke arah pintu yang terbuka, tapi tak ada Evan disana, hanya ada sosok laki-laki yang tertunduk menempel di meja karena mabuk.Alana gelisah, ia merasa jika yang memanggil namanya barusana memanglah Evan. Ia sangat mengenali suara suaminya itu."Alvin, aku seperti mendengar suara suamiku," ujar Alana."Mungkin hanya perasaanmu, bukankah kamu sendiri yang bilang jika suamimu adalah pria baik-baik? Di ruangan tadi hanya berisi orang mabuk, sedikit tidak mungkin seseorang sepertinya berada di sana," ujar Alvin.Sebenarnya Alvin pun mendengar seseorang yang memanggil nama Alana. Namun ada perasaan tak rela jika sampai wanita yang ia sukai itu bertemu kembali dengan suaminya. Pria itu berpikir jika pertemuannya dengan Alana adalah sebuah takdir, begitu juga dengan perpisahan perempuan itu dengan sang suam
Pelayan itu pun mengantar Evan untuk bertemu seorang perempuan yang berusia sekitar lima puluh tahunan."Ada perlu apa?" tanyanya dalam bahasa Inggris."Aku mencari perempuan ini!" ucap Evan sambil menunjukan foto Alana.Perempuan itu menatap ponsel Evan sedikit lama, ia terdiam seperti ada yang dipikirkan."Oh, perempuan ini. Memang untuk apa kamu mencarinya?" tanya perempuan paruh baya itu."Dia istriku yang belum lama menghilang, bisakah kamu memberitahuku dimana keberadaan perempuan ini?" tanya Evan, dengan sangat antusias.Bukannya langsung menjawab, perempuan itu malah melamun sebentar seolah sedang banyak pikiran."Nyonya! Apa Anda bisa menunjukan keberadaan perempuan ini?" ucap Danu yang geram karena perempuan itu terus melamun."Ah, iya maaf. Baiklah, aku akan meminta anak buahku mengajaknya kemari," ucap perempuan itu yang berjalan sedikit menjauh sambil memainkan ponselnya.Danu dan Evan menunggu dengan penuh harap. Mereka merasa pada akhirnya perjuangan ini akan membuahkan
"Evan!"Evan terus mencari-cari dari mana suara itu berasal.Hingga, saat Evan sedang kebingungan, tiba-tiba ada yang menutup mata Evan dengan kedua tangannya."Alana?" tanya Evan, sambil tersenyum senang."Kamu sangat menyebalkan! Ini aku, Natasha!" ujar Natasha sambil cemberut."Oh, kamu," jawab Evan yang wajahnya langsung berubah seketika, dari yang semula tampak berseri, kini kembali muram."Kenapa tidak senang saat melihatku? Kenapa juga kamu masih menyebut nama perempuan yang pergi meninggalkanmu begitu saja?" cecar Natasha.Evan mengabaikan Natasha begitu saja, ia malah melanjutkan berjalan bersama Danu."Evan! Kamu selalu saja dingin padaku! Memangnya apa salahku?" teriak Natasha.Evan berhenti, ia berbalik berjalan mendekati Natasha."Apa salahmu? Gara-gara kejadian di panggung waktu itu Alana berpikir jika aku tak setia! Dia berpikir jika aku berbohong demi perempuan sepertimu!" bentak Evan sambil menunjuk-nunjuk Natasha.Natasha menangis kencang, hal itu membuat mereka menj
Evan sudah tak bisa menahan emosinya lagi, ia buru-buru masuk ke restoran dan meluapkan kekesalannya di sana."Dimana perempuan itu?" Evan marah-marah di dalam restoran."Maaf, Bos sedang ada acara di luar. Anda bisa kembali lagi sore atau malam," ucap salah seorang pelayan dengan menggunakan bahasa Inggris yang tidak terlalu lancar.Evan benar-benar sudah tak tahan lagi, ia mengecek pintu ruang VIP satu persatu. Semua tamu yang berada di ruangan terkejut dan heran melihat Evan menerobos pintu. Dengan tanpa rasa bersalah ia masih terus menyusuri lorong panjang restoran, kebetulan beberapa ruangan sedang dipesan untuk acara perusahaan."Alana, dimana kamu?" teriak Evan, seolah urat malunya sudah putus."Pak, sepertinya tidak ada," ucap Danu pelan. Ia merasa malu dengan sikap Evan.Namun, Evan tetap tak menghiraukan ucapan Danu, yang ada dalam pikirannya sekarang adalah Alana sedang disembunyikan di salah satu ruangan restoran ini."Alana, keluarlah! Aku akan menolongmu!"Beruntung Evan
"Apa Bapak tahu siapa dia?" tanya Danu, mengusap air matanya."Tentu saja tau, dia itu petinju terkenal," sahut Evan, tak terima Danu menertawakannya.Namun, bukannya berhenti tertawa, Danu malah semakin terpingkal melihat mimik wajah Evan yang terlihat lugu."Tapi, meski petinju, sekarang dia telah berganti kelamin dan menjadi perempuan," ujar Danu yang geli membayangkannya.Evan merasa kesal, Danu terus saja mengoceh hal tak penting. Padahal ia sama sekali tak memperdulikan hal seperti itu."Sudahlah, memang orang sibuk sepertiku akan tahu rumor tak penting seperti itu? Lagi pula, kamu itu laki-laki, kurangilah menonton acara gosip!" tegas Evan.Danu yang semula tertawa, kini menjadi diam, ia terkejut melihat Evan yang malah balik memarahinya."I-iya, Pak, saya tidak akan menonton acara gosip lagi," ujar Danu.Kini Evan sibuk memainkan ponsel karena orang tadi sudah membalas pesan singkat darinya."Bagaimana, Pak?" tanya Danu penasaran."Ia akan bergerak langsung menuju restoran itu