Dengan perasaan penuh emosi, Yosef mendekati Alvin dan langsung menghajarnya begitu saja."Apa yang kamu lakukan pada Alana?" bentak Yosef.Bukannya marah atau pun berniat membalas Yosef, Alvin malah tersenyum sambil mengusap bibirnya yang sedikit berdarah akibat dihajar barusan."Kenapa diam saja? Katakan apa maksud semua ini?" bentak Yosef lagi.Di tengah keributan itu, pria bertato yang merupakan anak buah Bos pun langsung masuk menghampiri Yosef dan memegangi kedua tangannya agar tak menghajar Alvin lagi."Apa yang kamu lakukan! Bodoh, dia itu tamu penting Bos," seru pria bertato tersebut.Saat mereka berseteru, Alana yang tanpa sadar tertidur itu pun bangun sambil menatap Yosef kebingungan."I-ini ada apa? Apa aku ketiduran?" tanya Alana.Yosef diam terpaku, sedangkan Alvin hanya tertawa kecil sambil menatap Alana."Kamu tidak apa-apa kan Alana?" tanya Yosef dengan wajah yang masih panik."Sepertinya ceritaku terlalu membosankan, kamu saja sampai tertidur seperti itu," ucap Alvi
Jeni yang awalnya gelisah, kini menjadi lebih tenang saat tahu siapa perempuan di dalam foto tersebut yang ternyata bukanlah Alana."Dari mana Anda mendapatkan foto tersebut?" tanya Jeni dengan wajah yang menunjukan ketenangan."Dari orang kepercayaanku. Dia mengatakan jika Evan dan perempuan ini naik berdua ke panggung, lalu temannya mengatakan jika mereka berdua adalah suami istri," jelas ibunya Alicia.Evan tersenyum tipis, memang benar pada saat itu ia naik ke panggung, tetapi perempuan itu bukanlah Alana melainkan Natasha yang tiba-tiba naik ke panggung."Maaf, perempuan itu bernama Natasha. Kami hanya sebatas teman saja, tidak lebih," jelas Evan."Jika hanya sekedar ucapan saja, aku juga bisa mengatakan apa saja yang kumau," timpal ibunya Alicia."Sudahlah, Mery! Aku tahu perempuan itu, dia bahkan sedang memiliki kekasih saat ini," tegas Julius."Jangan terus membelanya!" sanggah Ibunya Alicia yang bernama Mery."Jika kamu ingin mencari informasi, setidaknya selidiki dengan bena
"Kamu tidak mungkin berniat mencuri perhiasan Ibu, kan?" tanya Jeni yang sedikit heran dengan tingkah Evan.Evan yang tak pernah kehabisan akal pun langsung mengambil sebuah kotak merah kecil tempat perhiasan warisan leluhur keluarga Lucio. Itu adalah sebuah cincin bermata berlian langka, yang hanya ada dua saja di seluruh penjuru dunia. Karenanya, cincin ini menjadi lambang keistimewaan keluarga Lucio, dimana perempuan yang menjadi istri dari pewaris sah lah, yang akan mendapatkan benda tersebut."Aku mencari ini, Bu," ujar Evan, dengan percaya dirinya."Untuk apa? Hari pernikahanmu saja belum ditentukan," timpal Jeni, mengerutkan alis."Aku hanya ingin menunjukan kesungguhan hatiku pada ibunya Alicia, bagaimanapun cincin ini merupakan lambang dari perempuan terpilih keluarga Lucio. Siapa tahu biasa membuat luluh," terang Evan.Jeni yang sedang dalam keadaan bahagia itu pada akhirnya tak bisa berpikir jernih lagi, ia percaya begitu saja dengan ucapan Evan yang jelas-jelas sedikit tak
Evan dan Alicia saling pandang, mereka tak paham dengan maksud dari Mery dan terus mengikuti kemana Ibunya Alicia itu membawa."Tidak aman berbicara disini karena aku sudah mengerti maksudmu, Evan," ujar Merry.Kini ketiganya menaiki mobil milik Merry, tanpa seorang sopir atau pun pelayan."Ibu, kenapa harus buru-buru begini?" tanya Alicia yang merasa heran dengan sikap ibunya."Ayahmu sebentar lagi pulang, Ibu tak ingin jika dia bertanya-tanya yang tidak perlu," ujar Merry sambil mengendarai mobil.Evan dan Alicia saling pandang, mereka kini mulai paham jika Mery telah mengerti dengan maksud mereka berdua."Evan, aku tak menyangka jika kamu benar-benar sudah memiliki istri. Ternyata kedua orang tuamu sangat tak berperasaan," celetuk Mery memecah keheningan."Dia hanya orang biasa, karena itulah kedua orang tuaku tak terlalu menyukainya," jawab Evan."Aku benar-benar muak dengan status sosial. Pernikahanku dengan ayahnya Alicia pun karena perjodohan, padahal aku sedang mencintai lelak
"Kami baru saja makan siang," terang Mery."Apa yang sudah kamu lakukan pada Evan? Sudah kubilang, jangan ikut campur dalam urusan perjodohan ini!" tegas Julius, yang mulai menunjukan ketidaksukaannya pada sang istri."Aku tidak melakukan apa pun, tanya saja pada Evan! Dia itu sedang berusaha meminta restu padaku," jelas Mery.Julius memandangi Evan, berharap jika calon menantunya itu mau mengatakan yang sebenarnya."Apa benar begitu, Evan?" tanya Julius dengan tatapan penuh curiga."Benar, Om. Saya berusaha meminta restu, menunjukan kesungguhan hati saya dengan cincin warisan leluhur keluarga Lucio," terang Evan.Mimik wajah Julius berubah drastis, tatapan mata yang semula dipenuhi amarah pun kini terpancar sorot kebahagiaan. Ia berpikir jika akhirnya perjodohan ini akan berjalan dengan lancar."Bagus… bagus… kalau begitu, hanya tinggal menunggu hari pertunangan kalian saja," ucap Julius, "ayo, masuk dulu, Evan!" ajaknya."Maaf Om, tapi saya sedang ada perlu dengan klien, jadi tidak
Dari luar muncul sang Kakek yang duduk di kursi roda. Meski sudah sepuh, tetapi wajahnya masih penuh wibawa dan juga kebijaksanaan."Aku tidak ingin seorang pewaris yang tak memiliki istri," seru Kakek Soni."T-tapi, sebentar lagi Evan akan bertunangan dengan anaknya Julius," sahut Alex."Dasar anak tidak berbakti! Kamu bahkan tak memberitahuku mengenai masalah sepenting ini," keluh Soni pada anaknya tersebut.Alex hanya tersenyum, ia memang selalu lupa mengabari ayahnya, bahkan untuk hal penting sekalipun."Maaf, aku belum sempat!" sahut Alex."Kalau bukan karena cucuku, aku takkan mungkin memaafkanmu!"Alex tertawa kecil, ia merasa malu karena ayahnya mengatakan hal yang tak pantas di depan para karyawan."Kakek, tenang saja, aku pasti akan mengenalkan istriku pada Kakek!" ucap Evan, yang ia maksud disini adalah Alana.Kakek menghampiri Evan, ia meminta sang cucu untuk menunduk dan kemudian mengusap rambutnya."Siapa saja yang menjadi istrimu kelak, itu adalah pilihanmu. Kakek akan
"Alana?" teriak Evan.Ia keluar buru-buru, bahkan sampai lupa menggunakan alas kaki."Pak, pakai sandal dulu!" teriak Danu sambil mengejar Evan.Namun, Evan tak menghiraukan teriakan asistennya itu. Dalam benaknya kini hanyalah perempuan yang mirip sekali dengan Alana.Evan terus berjalan dengan satu tujuan, yaitu mengejar perempuan tersebut. Hanya tinggal beberapa langkah, hingga akhirnya ia bisa meraih tangan perempuan yang ada di depannya."Alana!" teriak Evan.Perempuan itu berbalik, dan memandang Evan, tetapi dia bukanlah Alana, hanya seorang perempuan yang sangat mirip dengan Alana."Maaf, Anda salah orang!" ucap perempuan itu dengan bahasa Thailand yang khas.Evan berlutut, kakinya lemas, tubuhnya tak lagi bertenaga. Baru saja ia merasa bahagia karena bisa menemukan Alana, tetapi bagai terhempas begitu saja saat tahu jika perempuan itu bukanlah sang istri yang sedang ia cari."Pak, Anda harus kuat! Saya yakin jika istri Anda akan segera ditemukan," ujar Danu, berusaha menghibur
Di saat bersamaan, Alana sedang melintas didepan sebuah ruang VIP yang pintunya sedang terbuka. Ia merasa jika baru saja mendengar suara Evan yang memanggilnya."Evan?" ucapnya.Ia menoleh ke arah pintu yang terbuka, tapi tak ada Evan disana, hanya ada sosok laki-laki yang tertunduk menempel di meja karena mabuk.Alana gelisah, ia merasa jika yang memanggil namanya barusana memanglah Evan. Ia sangat mengenali suara suaminya itu."Alvin, aku seperti mendengar suara suamiku," ujar Alana."Mungkin hanya perasaanmu, bukankah kamu sendiri yang bilang jika suamimu adalah pria baik-baik? Di ruangan tadi hanya berisi orang mabuk, sedikit tidak mungkin seseorang sepertinya berada di sana," ujar Alvin.Sebenarnya Alvin pun mendengar seseorang yang memanggil nama Alana. Namun ada perasaan tak rela jika sampai wanita yang ia sukai itu bertemu kembali dengan suaminya. Pria itu berpikir jika pertemuannya dengan Alana adalah sebuah takdir, begitu juga dengan perpisahan perempuan itu dengan sang suam
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern