"Duduk disini saja, Evan!" Jeni menepuk-nepuk bagian kosong yang posisinya tepat berhadapan dengan seorang gadis muda.Evan merasa tak nyaman dengan perlakuan Jeni, ia memiliki firasat buruk tentang itu. Apalagi, kini dihadapannya ada seorang lelaki paruh baya dan juga sang putri yang diperkirakan umurnya tak jauh berbeda dengan Alana.Dengan berat hati, Evan pun menuruti kemauan ibunya meski ada sedikit perasaan kesal mengingat ia baru saja datang, tetapi sudah harus bertemu dengan tamu."Pak Julius, perkenalkan, ini Evanders Lucio, satu-satunya pewaris Lucio Group," terang Jeni.Lelaki yang bernama Julius pun tampak mengamati Evan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dan sesaat kemudian pria paruh baya itu tersenyum seakan mengandung makna."Cocok sekali," ucap Julius, tersenyum senang.Berbanding dengan sang putri yang duduk tepat di sampingnya. Perempuan itu tampak murung dan terus mendelik ke arah Evan, seakan ada kebencian tersirat dari tatapannya."Sudah saya bilang jika Evan t
"Aku percaya padamu. Lalu bagaimana rencana awalnya?" Alicia menaruh sedikit kepercayaan karena keduanya memiliki tujuan yang sama."Untuk pertama-tama bertingkahlah seakan-akan kamu mulai menyukaiku. Kita akan sering bertemu dengan alasan makan malam atau kencan untuk menyusun rencana," terang Evan."Baiklah, jangan kecewakan aku!" seru Alicia."Tenang saja, jika gagal bukan hanya dirimu yang kecewa, tetapi juga aku yang akan semakin sulit mencari keberadaan istriku," jelas Evan.Alicia tercengang, ia tak menyangka jika dirinya akan dijodohkan dengan pria yang memiliki istri. "Ternyata orang tuamu lebih menyebalkan dari ayahku," celetuk Alicia.Evan hanya tersenyum tipis. Ia berpikir jika akhirnya ada orang yang berpikir seperti itu juga. Selama ini kedua orang tua Evan terlihat sempurna layaknya seseorang yang begitu menyayangi dan mengasihi sang anak, tanpa orang tahu jika kenyataannya mereka sering menjadikan Evan sebagai boneka yang harus menuruti semua keinginan dan perintah Al
Alana berusaha untuk mengatakan sesuatu secara pelan dan halus. Ia juga tak lagi memberontak dan meronta seperti tadi."Apa katamu?"Alana masih berusaha berbicara, berharap pria itu segera melepaskan tangannya."Sepertinya kamu mulai sedikit penurut sekarang," ujar pria itu, kemudian melepaskan tangan yang digunakan membekap mulut , tetapi masih memeluk Alana dengan erat.Alana akhirnya bisa bernapas dengan leluasa, meski tubuhnya masih berada dalam cengkraman pria tersebut."A-aku bisa membuka pakaianku sendiri, izinkan aku untuk melepasnya sebentar," ujar Alana yang merasa jijik dengan ucapannya sendiri.Pria itu tersenyum menyeringai, ia berpikir jika pada akhirnya bisa menaklukan Alana."Benar-benar mengejutkan, kupikir akan sulit mendapatkanmu, kalau tahu seperti ini mungkin sejak dulu saja aku menidurimu," ucap pria itu terkekeh.Alana segera beranjak dari tempat tidurnya. Awalnya ia berpura-pura akan membuka pakaian, tetapi di saat pria itu lengah, Alana langsung menendang bagi
Disaat keributan itu berakhir, seseorang mengetuk pintu dan memanggil nama Alana beberapa kali. Alana yang merasa ketakutan pun tak menghiraukan dan memilih bersembunyi di belakang pintu.Disaat bersamaan Yosef dan Yasmin pun datang. Mereka berdua heran karena melihat beberapa orang berkerumun di depan pintu."Maaf, ada apa ini? Kenapa kalian berkumpul di depan kamarku?" tanya Yosef, keheranan."Kami sedang mencari perempuan yang bernama Alana, Bos meminta agar perempuan itu dibawa ke hadapannya sekarang juga," jelas pria dengan banyak tato di tubuhnya tersebut."Mengapa malah mencarinya di kamarku?" tanya Yosef lagi."Heh, Yosef, kamu pikir kami bodoh? Aku sudah melihat CCTV dan menyaksikan sendiri jika perempuan itu masuk ke kamarmu," bentak pria itu.Yosef merasa gelisah, ia takut jika sampai Alana tertangkap dan di perlakukan tidak baik oleh Bos.Namun, saat Yosef sedang berpikir, seorang pria bertubuh gempal tiba-tiba mendekat dan berbisik padanya."Hey, jika perempuan itu keluar
Alana masih bungkam, ia tak tahu harus mengatakan apa karena pada dasarnya dia bukanlah seseorang yang mudah untuk memikirkan kebohongan dalam waktu singkat."Katakan saja!" desak perempuan itu."Ini parfumku," jawab Alana, sambil berusaha meraih botol tersebut."Tak perlu berbohong padaku. Aku ini jauh lebih berpengalaman darimu," ucap perempuan itu.Karena sudah terlanjur ketahuan, Alana pun mau tak mau harus mengakuinya."Benar, itu air merica. Bukankah sebagai perempuan kita harus berjaga-jaga?" tegas Alana, ia berusaha untuk tidak terlihat takut.Saat Alana berpikir akan dimarahi, disaat itu pula perempuan itu malah tersenyum sambil mengembalikan botol milik Alana tersebut."Ternyata kamu sangat berani," ucap perempuan itu.Alana membalas senyuman si perempuan yang mengenakan pakaian seksi itu. "Aku tak ingin ada pria lain yang menyentuhku," sahutnya.Lagi-lagi perempuan itu tersenyum. "Bagus, aku sangat senang dengan perempuan yang pemberani," ujarnya.Tersirat perasaan heran di
Dengan perasaan penuh emosi, Yosef mendekati Alvin dan langsung menghajarnya begitu saja."Apa yang kamu lakukan pada Alana?" bentak Yosef.Bukannya marah atau pun berniat membalas Yosef, Alvin malah tersenyum sambil mengusap bibirnya yang sedikit berdarah akibat dihajar barusan."Kenapa diam saja? Katakan apa maksud semua ini?" bentak Yosef lagi.Di tengah keributan itu, pria bertato yang merupakan anak buah Bos pun langsung masuk menghampiri Yosef dan memegangi kedua tangannya agar tak menghajar Alvin lagi."Apa yang kamu lakukan! Bodoh, dia itu tamu penting Bos," seru pria bertato tersebut.Saat mereka berseteru, Alana yang tanpa sadar tertidur itu pun bangun sambil menatap Yosef kebingungan."I-ini ada apa? Apa aku ketiduran?" tanya Alana.Yosef diam terpaku, sedangkan Alvin hanya tertawa kecil sambil menatap Alana."Kamu tidak apa-apa kan Alana?" tanya Yosef dengan wajah yang masih panik."Sepertinya ceritaku terlalu membosankan, kamu saja sampai tertidur seperti itu," ucap Alvi
Jeni yang awalnya gelisah, kini menjadi lebih tenang saat tahu siapa perempuan di dalam foto tersebut yang ternyata bukanlah Alana."Dari mana Anda mendapatkan foto tersebut?" tanya Jeni dengan wajah yang menunjukan ketenangan."Dari orang kepercayaanku. Dia mengatakan jika Evan dan perempuan ini naik berdua ke panggung, lalu temannya mengatakan jika mereka berdua adalah suami istri," jelas ibunya Alicia.Evan tersenyum tipis, memang benar pada saat itu ia naik ke panggung, tetapi perempuan itu bukanlah Alana melainkan Natasha yang tiba-tiba naik ke panggung."Maaf, perempuan itu bernama Natasha. Kami hanya sebatas teman saja, tidak lebih," jelas Evan."Jika hanya sekedar ucapan saja, aku juga bisa mengatakan apa saja yang kumau," timpal ibunya Alicia."Sudahlah, Mery! Aku tahu perempuan itu, dia bahkan sedang memiliki kekasih saat ini," tegas Julius."Jangan terus membelanya!" sanggah Ibunya Alicia yang bernama Mery."Jika kamu ingin mencari informasi, setidaknya selidiki dengan bena
"Kamu tidak mungkin berniat mencuri perhiasan Ibu, kan?" tanya Jeni yang sedikit heran dengan tingkah Evan.Evan yang tak pernah kehabisan akal pun langsung mengambil sebuah kotak merah kecil tempat perhiasan warisan leluhur keluarga Lucio. Itu adalah sebuah cincin bermata berlian langka, yang hanya ada dua saja di seluruh penjuru dunia. Karenanya, cincin ini menjadi lambang keistimewaan keluarga Lucio, dimana perempuan yang menjadi istri dari pewaris sah lah, yang akan mendapatkan benda tersebut."Aku mencari ini, Bu," ujar Evan, dengan percaya dirinya."Untuk apa? Hari pernikahanmu saja belum ditentukan," timpal Jeni, mengerutkan alis."Aku hanya ingin menunjukan kesungguhan hatiku pada ibunya Alicia, bagaimanapun cincin ini merupakan lambang dari perempuan terpilih keluarga Lucio. Siapa tahu biasa membuat luluh," terang Evan.Jeni yang sedang dalam keadaan bahagia itu pada akhirnya tak bisa berpikir jernih lagi, ia percaya begitu saja dengan ucapan Evan yang jelas-jelas sedikit tak
Bagaimana dengan akhir kisah yang lainnya?Danu, sungguh sebuah keberuntungan di pesta kecil. Pelayan yang waktu itu ia temui ternyata sudah sejak lama menaruh perasaan padanya. Tak ingin membuang-buang waktu, asisten Evan tersebut langsung melamar sang gadis dan buru-buru menentukan tanggal pernikahan.Cherry dan Alvin, benar-benar sesuatu yang tak terduga. Berawal dari sebuah sandiwara, perempuan yang sama sekali tak pernah mengenal cinta itu pun pada akhirnya memilih untuk melabuhkan hati pada laki-laki yang pantang menyerah untuk memperjuangkannya. Meski Alvin sedikit lebih lemah darinya, pria itu selalu saja berusaha melindungi dalam situasi apa pun. Benar-benar sosok yang sangat Cherry impikan.Sasa dan Deo, mereka terus bertengkar sampai akhirnya muncul perasaan saling suka. 'Bisa karena biasa', mungkin itulah salah satu pepatah yang cocok untuk mereka, mengingat kebencian mereka awalnya begitu mendalam, tetapi bisa-bisanya malah berubah menjadi rasa suka.Brian, beberapa kali b
"Sayang hati-hati! Kamu sedang menggendong Zayn," teriak Alana."Ya, tenang saja," sahut Evan yang sekilas menoleh ke arah Alana.Dengan menggendong Zayn, Evan yang sudah bersemangat pun menghampiri mobil tersebut. Lalu semua yang berada dalam kendaraan itu pun keluar bersamaan.Evan menghampiri sang kakek yang tengah diangkat ajudannya ke kursi roda."Kakek, tumben sekali. Ada perlu apa?" tanya Evan dengan tatapan bahagia bertemu sang kakek."Dasar cucu durhaka! Bukannya menanyakan kabar malah tanya ada perlu apa!" hardik Willy.Evan tertawa melihat kakeknya itu marah. "Ayo masuk dulu."Disaat bersamaan muncul Jeny yang sejak tadi hanya diam di dalam mobil tak berani menunjukan batang hidungnya. Ia tampak malu-malu karena sadar pernah melakukan kesalahan.Evan yang hatinya sedang dalam keadaan baik pun tak memperdulikan masalah yang telah berlalu. Ia malah tersenyum menatap ibunya itu."Ibu, ayo masuk! kebetulan aku akan mengadakan pesta kecil-kecilan," ajak Evan seraya melambai ke ar
Tanpa berpikir dua kali, Evan langsung pulang meski Candra sempat mengundangnya untuk makan siang merayakan keberhasilan rencana mereka."Maaf, mungkin lain kali," ujar Evan yang pikirannya sudah melayang-layang entah ke mana."Tidak masalah, lain kali masih bisa. Pulang dulu saja, istrimu sudah menunggu di rumah," ujar Candra.Evan tersenyum simpul. "Kalau begitu, sampai jumpa di lain waktu."Evan berlari menuju mobil, diikuti oleh Danu dan Deo yang juga tampak gelisah, khawatir terjadi sesuatu di rumah.Danu langsung melajukan mobil dengan kecepatan melebihi biasanya.Selama perjalanan, Evan tak hentinya menelepon Alana. Namun, hasilnya nihil karena tak sekalipun sang istri menjawab panggilan tersebut."Apa yang terjadi?" Evan mengacak-acak rambutnya, saking kesal."Seharusnya tidak terjadi apa-apa, semua musuh sudah berada dalam genggaman kita. Kecuali…" Deo seolah ragu untuk melanjutkan kalimatnya."Apa? Kenapa kamu selalu saja menyebalkan!" hardik Evan."Hey tenanglah, kamu terla
"Apa maksudmu, Deo?" Evan menatap temannya itu dengan tatapan heran."Kamu lihat saja!" titah Deo.Beberapa menit menjelang berakhirnya sesi visi misi, Anwar sempat menunjukan beberapa program hebat yang ia rencanakan akan dikerjakan jika dirinya terpilih menjadi walikota nanti."Beberapa lahan kosong akan saya buat menjadi taman yang sisi lainnya dikhususkan untuk area bermain anak-anak. Ini salah satu contoh desain taman." Anwar menunjuk ke layar besar dengan penuh percaya diri.Namun, yang muncul di layar tersebut bukanlah apa yang Anwar maksudkan, melainkan sebuah video di mana dirinya sedang berjabat tangan dengan si pemilik panti asuhan. Suaranya terdengar jelas ke seluruh penjuru."Bagaimana dengan uang dari donatur panti asuhanmu?" tanya Anwar yang wajahnya terpampang jelas dalam video tersebut."Sudah saya transfer semua ke rekening Bapak, bahkan uang hasil mengemis dan mengamen anak-anak pun sudah saya setor," ujar pemilik panti asuhan yang tampak begitu hormat pada Anwar."B
Danu langsung menoleh ke arah Deo. Ia merasa jika ternyata ada yang berpenampilan lebih parah darinya. Gelak tawa seakan membuat sang bos dan asistennya itu sedikit melupakan ketegangan yang akan mereka hadapi.Deo masih belum sadar jika dirinya sedang menjadi bahan tertawaan. Ia pun langsung masuk dan duduk di samping Evan dengan santainya."Maaf, tadi aku terlalu lama menyiapkan penyamaran ini," ujar Deo, "ayo kita berangkat sekarang!"Danu langsung melajukan mobil murah yang sengaja dipinjam untuk mendukung penyamaran tersebut."Kenapa kamu harus menyamar jadi perempuan?" Evan bertanya sambil terus terbahak-bahak. "Lalu, kenapa dadamu menggembung begitu?""Setidaknya penampilan ini akan membuatku mudah menyelinap ke belakang layar," ujar Deo yang sedang fokus menatap layar ponselnya.Alasan Deo tak membuat Evan berhenti tertawa. Ia terus saja terpingkal setiap kali menatap Danu dan Deo, merasa jika kini mereka terlihat seperti grup lawak."Berhenti tertawa! Kita ini sedang berangka
Laki-laki jahat di depan Evan tertawa puas, merasa kemenangan telah berada di tangannya.Karena kalah jumlah, anak buah Evan tak bisa menghalau lagi orang-orang yang baru saja datang itu. Meski begitu, beberapa di antaranya masih berusaha menghadang meski pada akhirnya berakhir lengah dan pihak Dody berhasil melumpuhkannya."Menyerahlah, Evanders. Kami bukanlah lawanmu!" timpal pria yang berada di hadapan Evan."Menyerah? Aku tidak takut pada penjahat yang memakan uang anak yatim piatu seperti kalian!" balas Evan."Masih besar kepala juga rupanya? Apa kamu tidak sadar dengan kondisimu sendiri? Jangan sok menjadi pahlawan jika diri sendiri saja sedang dalam keadaan terdesak," ujar pria tersebut."Aku, terdesak? Seharusnya kamu sedikit menoleh ke belakang." Evan pada akhirnya bisa tersenyum penuh kemenangan saat tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Pria jahat di hadapan Evan awalnya ragu, tetapi pada akhirnya memilih untuk menoleh saat ia merasa jika suasana menjadi sedikit hening.
Evan langsung keluar dari mobil saat sudah berada di depan gerbang. Ia buru-buru menghampiri security yang sedang berusaha mengusir seorang ojek online."Ada apa ini?" tanya Evan, berjalan mendekat."Ini, Pak. Orang ini bilang Bu Alana memesan bakso. Tapi saat saya ingin melihat isi pesannya, dia bilang kalau itu privasi," terang security."Sudah kamu tanyakan pada Alana, apa dia memesan bakso?" Evan terus menatap ojek online yang sejak tadi terus menunduk."Sudah, Bu Alana bilang memang pesan bakso. Plat nomornya pun sama dengan yang ada di aplikasi. Saya ingin mengeceknya lagi untuk memastikan saja," ujar security tersebut.Evan masih terus memandangi tukang ojek online tersebut dengan wajah datarnya."Apa Alana memesan Bakso Mas Jo? dia sangat menyukai itu.""Benar, Pak. Seperti yang Anda bilang, ini memang Bakso Mas Jo," ucap tukang ojek tersebut seraya menatap security dengan tatapan penuh kemenangan.Evan tersenyum simpul seraya menatap pria tersebut. "Berapa totalnya?""Dua rat
Evan buru-buru menelepon anak buahnya dengan perasaan cemas dan gelisah."Ada apa, Pak?" tanya anak buah Evan dengan suara yang terdengar santai."Perketat keamanan rumah! Jaga setiap sudut jangan sampai ada yang terlewatkan. Jangan biarkan siapa pun masuk!" seru Evan."Baik, Pak," jawab anak buah Evan yang dari nada suaranya terdengar serius.Evan menutup telepon, lalu berjalan menuju ruang kerjanya yang telah berantakan. Beruntung sebelumnya ia telah mengamankan seluruh barang bukti."Pak, memangnya apa yang tertulis di kertas itu?" Danu mengekor sejak tadi, rasa penasarannya semakin besar saat melihat perubahan wajah Evan yang menjadi tampak semakin emosi.Namun, bukannya menjawab, Evan malah langsung mencari nomor kontak dan menekannya untuk melakukan panggilan."Orang itu masih di tempatmu?""Ya, dia masih bersama saya. Ada apa, Pak?""Cepat pindah dari tempat itu sekarang! Dody sudah mengirim pesan pada orang-orangnya, di sana sudah tidak aman!" Evan semakin gelisah."Tapi, saya
Alana tertawa geli melihat ekspresi Evan yang terlihat muak saat memandangi setiap foto di tangannya."Foto ini terlihat seperti sungguhan. Jika bukan karena kamu menunjukan gambar aslinya, mungkin aku masih akan terus tertipu," terang Alana yang masih tertawa."Orang di foto sangat jelek, wajahku terlihat aneh, tidak simetris pula." "Sudahlah, bakar saja fotonya. Aku lupa membuangnya kemarin."Evan beranjak, bergegas ke teras kamarnya hanya demi untuk membakar foto-foto dirinya bersama banyak perempuan pemberian Jessica untuk Alana saat itu.Dengan perasaan kesal, Evan membakar foto tersebut satu persatu. Sekilas terbesit bayangan kejadian dengan Jessica saat itu. Ia sangat yakin jika semua masalah yang terkait dengannya memiliki satu sumber yang sama, di mana orang tersebut memang berniat membuat rumor buruk demi menjatuhkannya."Akan kubasmi semua hama di Lucio Group." Evan mengepalkan tangannya dengan sangat kuat.Bayangan akan kehidupan yang tenang saat menguasai Lucio Group tern