Suara pintu besi terbuka memunculkan sesosok laki-laki jangkung.
"Berdiri!"Aku tidak ada keharusan menuruti perintahnya. Siapa dia! Maka aku jawab dengan dengusan nafas.Tanpa aba-aba dia berlari kearahku dan meninju wajah bagian kiri. Apa dia sinting!Karena mendapat bogeman mentah, emosi dalam dirku juga tersulut. Aku pernah belajar seni bela diri dari korea.Sial! Tendanganku tidak mempan untuknya. Tubuh itu terlalu kekar untukku. Sekarang kakiku malah berada dalam genggamannya.Secepat kilat dia memelintir hingga tubuhku ikut terjungkal."Arghhhhhhh!" Sakit sekali rasanya. Kakiku patah.Dia terus melanjutkan aksinya. Berjalan selangkah demi selangkah untuk mengintimidasiku. Sedang akan aku mengesot menghindari.Mentok. Tembok menghalangi punggungku.Satu lagi layangan tinju. Aku pasrah. Sudah tidak tahu berapa kali dia memukuli wajahku.Terkapar. Aku berharap mati saja kali ini.Disiksa seperti ini membuatku kepayahan baik secara fisik maupun secara mental.Rasa amis dan besi bercampur dalam mulutku. Muntah darah."Kamu terlalu lemah untuk jadi tuan muda keluarga Theodora.""Siapa juga yang mau?!" Aku berteriak dengan sisa tenagaku.---Aku tidak tahu ini siang atau malam, bahkan sudah berapa hari aku terkurung disinipun aku tidak bisa menghitungnya.Laki-laki jangkung itu terus datang ketika aku sudah mulai pulih. Dia tidak berhenti menghajarku sampai aku terkulai lemah.Sekarang kondisiku sudah dekil dan kusam. Pakaian yang aku kenakan sudah tidak berbentuk. Compang-camping persis seperti orang gila dijalanan sana."Sudah sebulan anda disini. Apa anda benar-benar tidak akan melawannya?" Baru terdengar lagi suara perempuan itu di speaker."Kalian ingin aku mati dengan perlahan bukan, lakukan saja semau kalian." Ucapku sinis."Tuan muda sudah lama anda dilatih dengan penuh kebaikan dan kasih sayang. Sekarang giliran saya untuk melatih anda.""Kamu juga tahu, bahwa aku tidak ada hubungan darah sama sekali dengan keluarga Theodora.""Jadi lepaskan aku! Tidak, kalau pun kalian tidak akan melepaskanku dengan mudah.""Bunuh saja aku!" Lebih baik aku mati, daripada disiksa seperti hewan."Ada atau tidaknya darah Theodora dalam diri tuan muda, tapi jika sekali anda masuk kedalam keluarga Theodora, anda tidak akan pernah bisa keluar walau seujung kukupun.""Sebenarnya apa yang kalian inginkan dengan membawa anak-anak dari keluarga seperti kami yang mungkin saja kalian sendiri yang menghabisi keluarga mereka.""Tuan muda selesaikan dulu pelatihan ini, secara bertahap saya akan memberitahu tuan muda." Hening setelahnya tidak ada suara lagi.Benar dugaanku, mimpi-mimpi itu nyata. Mereka mencoba menutupi semua kejadian dengan dalih terapi untuk pascatrauma.Merekalah dalang dibalik semuanya.Membuat seolah mereka terlihat seperti malaikat yang menolong anak-anak seperti diriku, lalu dijadikan kacung dikemudian hari."Thea..." Tiba-tiba aku teringat dirinya.Apakah dia juga bernasib sama sepertiku. Jika benar, maka aku harus menolongnya.Tidak mungkin, dia anak kesayangan ayah dan ibu. Pasti Thea memiliki darah keluarga Theodora."Ada orang disini?" Terdengar seperti suara anak remaja laki-laki.Dari asal suaranya, aku bisa menebak umur anak itu. Kira-kira tiga belas sampai empat belas tahun.Tempat ini jelas bukan sembarangan tempat yang bisa dimasuki oleh orang asing.Ada anak yang tersesat sangatlah tidak mungkin.Terkecuali anak itu adalah salah satu anggota keluarga orang yang berada di tempat ini.Sepengetahuanku hanya perempuan di pengeras suara tadi dan si Jangkung.Ya, aku memanggil pria tukang hajar itu dengan sebutan si Jangkung.Ada berapa orang lagi yang berada dalam tempat ini?"Kakak, apa sudah sehat?" Bayangan anak itu bisa terlihat dibawah pintu jeruji besi."Kenapa enggak jawab, apa kakak ini pingsan lagi."Dia mencoba membuka pintu? Bagaimana anak seusianya mampu membuka pintu besi yang cukup berat ini."Heh? Ternyata kakak sadar. Kakak kenapa enggak jawab aku?"Cukup mencengangkan melihatnya berhasil membuka pintu dan berdiri disana."Apa Genta salah ngasih obat ya? Kakak ini sepertinya tidak bisa ngomong."Dia bahkan sekarang duduk berhadapan denganku sambil menopang dagu.Wajahnya sangat tampan untuk anak seusianya, matanya bulat besar dan beberapa kali dia tersenyum yang aku sendiri merinding melihatnya. Dia tersenyum untuk apa?"Semua memanggil Kakak dengan Tuan muda. Tapi aku enggak mau. Kalau aku jadi Adik untuk Kakak apa boleh?""Siapa kamu?""Raka." Ada suara lainnya.Satu anak remaja lagi berdiri disana. Anak ini pun menoleh kearah yang sama denganku."Genta!"Dia berlari kearah anak yang bermuka masam itu. Pintu ditutup kembali seiring mereka keluar dari ruangan ini."Kalau Kaka Eva tau, tamat riwatayamu.""Tapi Tuan muda kita terlihat sehat, aku senang. Aku juga ingin melihatnya secara langsung. Emangnya cuman Genta yang boleh nengokin.""Diam! Kita harus kembali sekarang." Suara derap kaki yang makin samar."Lelucon macam apa ini? Sekumpulan bocah, yang benar saja."Kedua anak itu juga akan tertangkap kamera CCTV karena sudah masuk kedalam sini.Eva, nama perempuan di speaker itu pastilah yang disebut kedua anak tadi.Apa hanya empat orang saja? Kalau aku berhasil melawan si Jangkung kesempatan untuk keluar dari tempat ini sangat besar.Masalahnya sekarang aku harus memutar otakku untuk mengalahkan si Jangkung. Untuk kekuatan fisik jelas aku kalah jauh dengannya.Menghindar! Iya aku akan menghindari pukulannya. Selain itu aku harus menggunakan ruangan ini untuk membantuku.Benda-benda keras. Aku harus membawanya ke sudut ruangan.Jadi ketika dia hendak melayangkan tinju, aku akan menghindar dan tinju yang sekuat tenaga telah dia siapkan akan menghantam tembok yang keras ini.---Aku sudah siap. Jaraknya tujuh hari, dia akan kembali menghajarku.Hari ini pasti dia akan datang. Aku sudah menyiapkan strategi yang dibuat semalam suntuk.Pintu kembali di buka. Dia datang. Aku sudah berdiri di tempat yang aku jadikan senjata.Berhasil menghindar! Sesuai dengan dugaanku tinjunya mendarat ditembok yang keras itu."Anda sudah mulai mengerti permainan ini ya. Tuan muda.""Jika aku Tuan muda mu, bisakah kita berdiskusi?""Tugasku adalah membunuh Tuan muda."Dia tidak main-main sorot matanya sekarang berubah. Ada kesenangan dan juga gairah untuk melawanku yang sebelumnya hanya pasrah di pukuli olehnya.Sekali dua kali mungkin rencanaku berhasil. Dia juga petarung ulung, dia langsung bisa membaca gerakan.Sialnya lagi, kakiku yang pincang menyulitkan untuk bergerak cepat kesegala arah. Aku tertangkap!"Apa aku akhiri saja hari ini?" Sekarang dia menindih badanku.Apa ini akhir dari hidupku? Aku pasrah menutup mata.Aku bisa mendengar suara tembakan. Ini akan menyakitkan tapi, tunggu! Aku membuka mata dan dia terjungkal kebelakang.Tertembak."Ayah?""Hanya segitu kemampuanmu?" Ada dua senjata ditanganya.Tangan kanan memegang senjata api dan ditangan kirinya memegang tongkat besi.Apa dia datang untuk menyelamatkanku? Walau aku tidak pernah berbicara banyak dengan Ayah. Mungkin Ayah memang menganggapku sebagai putranya.Detik ini juga aku ingin menangis terharu, tapi Ayah pernah berkata laki-laki tidak boleh menangis. Karena itu kelemahan yang sangat fatal."Aku tidak paham kenapa dia membawamu." Aku mengernyitkan dahi mendengarnya."Apa aku masih kurang untuknya hingga dia membawamu kedalam keluarga ini?""Sial! Kamu juga semakin bersikap kurang ajar dengan berani-beraninya menaruh hati pada putriku!"Aku rasa Ayah datang bukan untuk menyelamatkanku. Dia tetap tidak suka padaku sejak awal.Dia adalah malaikat maut sesungguhnya untukku."Jangan berisik nanti Kakak bangun.""Kamu sedang apa disini?""Aku bosan dirumah." Suara dua orang? Kenapa berat sekali untuk membuka mata. Sekujur tubuhku semuanya terasa sakit.Aku masih hidup? Padahal aku berharap mati saja, lebih baik daripada hidup tanpa tujuan."Lihat tangannya bergerak.""Cepat panggil Kak Eva!" Genta, bocah yang aku temui diruang bawah tanah dan yang baru saja pergi tadi pastilah Raka. Ada yang aneh, aku mengenali wajah mereka, Tapi terasa berbeda auranya. Bahkan bentuk tubuh mereka sudah berbeda. Mereka bukan anak kemarin sore, mereka sudah tumbuh menjadi laki-laki muda.Hal terakhir yang aku ingat adalah Ayah memukuliku dengan tongkat besi sebelum dia akhirnya menembakkan beberapa peluru kepadaku."Untung peluru itu tidak menembus organ vital. Semuanya masih bisa diselamatkan. Mungkin butuh beberapa bulan untuk pulih."Ingin aku ucapkan terima kasih, tapi mulutku tidak bisa menyuarakan itu. Hanya erangan kosong yang tanpa arti."Tuan Muda mungkin tidak b
"Cuman ini yang bisa aku lacak." Kami sedang berkumpul di meja makan. Raka turun sambil menyerahkan tumpukan kertas yang dia jepit diatas papan dada. Aku pikir ini akan setebal aset-aset keluarga Theodora. Nyatanya kurang dari lima puluh lembar. "Apa... Enggak sesuai ekspetasi Kakak?" Raka mulai bergabung menyantap makan malam miliknya. "Aku jamin! Ini paling akurat. Kakak mau cari dimanapun engga akan seakurat yang aku temukan ini." Lanjutnya lagi."Kenapa bisa begtu?""Karen Tuan sudah menghapus dan mengganti sebagian besar data dirinya.""Wah. Aku pikir selama ini Tuan memang anak kandung dari Tuan besar.""Maksud kamu?" Tanyaku pada Genta yang mulai memperhatikan Raka. "Sepertinya kalau aku yang ngomong, kalian engga akan percaya. Gimana kalau Kak Eva aja?" Usul Raka sambil menyendokan nasi ke mulutnya. Kini lagi-lagi semua mata tertuju pada Eva. "Tuan adalah menantu Tuan besar. Sama seperti kalian. Dia adalah anak yang diselamatkan dari peperangan antar anggota mafia.""Ap
Sesuai rencana diawal, maka aku akan mulai dari tempat yang terdekat denganku.Selain untuk memudahkan ku menyusun rencana, juga menghindari agar tidak terlalu menimbulkan perhatian dari berbagai pihak.Hanya kami bertiga yang berangkat ke pelabuhan. Menurut Eva kehadiran dia dan adiknya sudah cukup bisa menjagaku.Mobil berhenti di salah satu gudang di samping pelabuhan.Aku mulai gugup, di depan pintu saja sudah ada dua orang yang berjaga."Ini." Evan yang duduk di kursi pengemudi menengok dan menyerahkan satu senjata api.Jenis Glock tapi aku tidak yakin ini tipe yang mana.Isinya bisa enam sampai delapan peluru tergantung tipe. Kecepatan dan jarak tembaknya juga berbeda-beda dalam setiap tipe. Mungkin aku harus mulai mecari tahu tentang jenis-jenis senjata api dalam waktu dekat ini."Tuan muda tidak usah diberi." Eva mengambil langsung dari tangan adiknya."Apa salahnya? Dia butuh itu sebagai jaga-jaga.""Bisa saja ini menjadi senjata makan tuan, bagi Tuan muda yang belum terbias
Sudah seminggu untuk insiden akuisisi pelabuhan. Aku harus kembali kesana untuk mengisi kekosongan akibat terbunuhnya pemimpin mereka. Kata Eva mereka tidak boleh dibiarkan kebingungan. Hari ini, tidak seperti kemarin. Kami mengganti formasi. Evan tidak ikut sebab digantikan oleh Raka. Raka akan bertugas untuk menyiapkan segala keamanan gudang. Akan ada pemasangan cctv dan pemasangan kode agar tidak akan bisa sembarang orang masuk kedalam gudang nantinya. Eva masih ikut sebagai pelindungku. Itu yang dilontarkanya. "Jadi ini tempatnya?" Raka mengedarkan pandangannya. Bahkan sampai kepala dan badannya ikut berputar-putar. Mengajaknya kemari seperti mengajak anak pergi ke taman wisata. Ada dua koper berukuran besar yang ikut di dereknya."Apa ada masalah?" Tanyaku saat melihat senyuman di wajahnya tiba-tiba hilang."Hm, listriknya. Kayaknya ini gudang tua yang usang.""Kamu berharap ini apa? Taman bermain?""Seenggaknya instalasi listriknya memadailah." Setelah kami masuk mere
"Duh, ngapain kita disini sih?" Evan terlihat berjalan ogah-ogahan melintasi taman depan. "Bawa yang aku pesan?" Genta mengacungkan dua keresek besar di tangannya. Yup. Hari ini aku ingin sedikit merayakan keberhasilan kita. Merayakan diarea pelabuhan. Lebih tepatnya di halaman rumah singgah. Aku menamai rumah yang dulunya dimiliki boss dengan nama rumah singgah. Siapa pun bisa menggunakannya tidak hanya untukku saja. Satu peti kayu berisikan daging sapi segar dan yang satunya lagi berisi daging ikan. Ini adalah pemberian anak buah baruku. Kami ingin mengadakan barbeque. Genta dan Evan, aku suruh berbelanja keperluan tambahan. Seperti sayuran dan saus yang akan dipakai. Surya membantu mempersiapkan peralatan panggang dan piring yang sudah tersedia di rumah ini. Eva membantu menyiapkan meja panjang di luar ruangan untuk tempat kami menikmati hidangan nantinya setelah semua ini matang. Lagi-lagi aku teringat keluarga Theodora. Mungkin sebenarnya aku melakukannya karena meri
"Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men
Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman
Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha
"Apa yang anda lakukan!" "Rafli." Ternyata masih orangku. Aku sudah panik takut ketahuan keluarga Theodora. "Aku hanya mau bertemu dengannya." Ucapku polos. "Anda mau rencana kita gagal?!""Aku hanya akan menyapa sebentar lalu--""Jika anda tidak bisa menahan diri, lebih baik anda kembali ke hotel. Biar kami yang memantau keadaan." Lanjutnya lagi.Ada benarnya juga, aku hanya akan membahayakan misi ini. "Aku percayakan ini padamu." Ucapku pada akhirnya."Tunggu, tapi kenapa tahu soal Thea." Sebelumnya Rafli tidak tahu siapa itu Thea. Aku kembali lagi berbalik dan mengintrogasi Rafli."Sebenarnya kami merahasiakan ini dari Tuan Muda. Saat Raka meretas data pasien rumah sakit, dia menemukan berkas Anthea Theodora."Aku tahu lambat laun akan begini, makannya saat tadi aku melihat anda langsung berlari padanya, aku segera datang menyelamatkan Tuan Muda.""Thea sakit? Dia sakit apa?""Di hotel anda bisa meminta rekam medisnya pada Raka. Sekarang cepatlah kembali ke hotel sebelum ada yan
Evan, anak buah yang aku banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah memanggilkan dokter. Mungkin sedang dalam perjalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda.""Bisa kita bicara di luar sebentar." Kami keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi tempat yang kami pilih.Sebenarnya aku juga ketakutan. Bahwa suatu saat aku akan menjadi monster.Monster yang akan membahayakan keluargaku sendiri. Saat ini kakek sedang merancang ku sebagai monster bagi keluarga Theodora. Apakah aku mampu untuk memenuhi semua ekspetasi kakek. Langkah pertama, aku harus bertemu dengannya dan membicarakan semuanya dari awal. Lagi pula sekarang sudah ada Soraya sebagai salah satu alasanku untuk kembali berdamai dengan keluarga Theodora. "Aku ingin menjalankan rencanaku selanjutnya.""Apa yang bisa saya bantu?""Aku agak khawatir. Fokus saja merawat Evan. Aku ak
Bibi Zara pagi ini sudah harus kembali ke Jerman. Katanya ada urusan yang mendesak. Aku dan Soraya mengantarkannya ke bandara. "Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?"Rafli terlihat menyunggingkan senyumnya hanya sebelah. Menurutku terlalu sinis saat melihatnya. Sebenarnya kami ini, monster jenis apa? Kalau diperhatikan kami yang terlahir dari klan anggota mafia memiliki ke unggulan yang menjadi ciri khas masing-masing klan. Mungkin faktor genetik juga menjadi salah satu dukungan bakat kami sekarang dan sekarang aku sedang menebak, bakat spesial apa yang dimiliki oleh Rafli."Aku bukan baby siter, Ma'am.""Tapi kamu pelatih anak-anak mafia terbaik. Mereka berdua adalah penerus salah klan mafia terbesar-- ""Baiklah, aku akan bekerja sesuai dengan bayaranku." Potong Rafli yang terlihat tidak ingin berbasa-basi terlalu lama."Tentu, aku malah akan melipat gandakannya. Karena sekarang tugasm
"Pantai~" Soraya membuka kaca jedela mobil sambil menikamti hembusan angin laut."Dasar norak!" Sahut Evan sambil sesekali melihat kaca spion belakang."Biarin." Nah setelah ini pasti ada pertengkaran yang tidak penting lagi. Aku dan Eva langsung menyiapkan tablet pc dan mulai memantau pekerjaan kami. Recananya hari ini aku dan Eva akan mengunjungi perkebunan yang sudah lama terbengkalai.Aku akan membeli lahannya dan mencoba menghidupkan lagi perkebunan itu. Seolah latihan untukku menciptakan lapangan kerja baru untuk anak buahku jika mereka pensiun dari kegiatan kotor ini."Kita sampai." Ucapku dan Soraya langsung berlari ke halaman depan melihat-lihat bunga yang ditanam Eva. Selain mengurus kami Eva juga mempunyai kegiatan lain untuk merilekskan tubuhnya yaitu dengan menanam bunga di halaman depan."Apa aku harus merekrut seorang asisten rumah tangga ya mulai sekarang?""Eh? Emangnya enggak punya?""Aku bisa mengurus hidupku sendiri dan anak-anak yang tinggal disini juga sangat
Masih dalam suasana tegang, kami hanya bertatapan tajam. Tiba-tiba suara tembakkan menyeruak.Kami menunduk di bawah meja, diantara peluru yang menembus kaca itu ada yang bersarang di tubuh pengunjung lain. Hanya kami yang cekatan yang bisa lolos dari peluru yang memberondongi rumah makan ini."Sial!" Seru Xing sambil meronggoh sesuatu dibalik jas yang dikenakannya.Aku mengangkat wajahku untuk melihat situasi sekitar. Kacau! Isak tangis, getar tubuh yang ketakutan menguasai ruangan ini. Penjaga yang berada di luar!"Mau kemana?" Soraya menahan tubuhku yang hendak keluar."Siapa yang berani menyerangku secara terang-terangan!" Geram Zhang sambil melirik kearahku, seolah ini adalah jebakan yang aku buat untuk dirinya. Aku mendengar suara siulan dan dari arah seberang aku melihat Genta, sejak kapan dia pindah kesana? Genta melambaikan tanganya. Seperti menyuruh kami pindah kesisinya."Kalian ikuti bocah itu, mungkin dia menemukan jalan keluar. Aku yang akan mengurus semuanya." Ucap
Tepat waktu. Aku dan dia berjalan saling mendekat. "Aku menerima penawaranmu." "Sudah kuduga. Dari awal aku PD sama diri sendiri."Huh? Dia benar-benar terobsesi denganku. Bila dilihat dari sudut pandang dia, tentu pihak yang tidak mendapatkan apa-apa adalah dia. "Ayo.""Kemana?""Kerumahku, kita harus mengadakan pesta bukan?" Secepat ini kah?"Bukannya kamu ingin semua beres dengan cepat?" Pertama Eva lalu sekarang dia. Apa wajahku selalu mudah di tebak?"Karena perempuan peka dan muka kamu telihat sepolos itu." Ok, aku sekarang harus pintar menyimpan emosiku."Ehm, untuk kedepannya biar aku yang memutuskan." Aku menghalangi langkah Soraya saat tahu tujuannya. Aku masih maklum dengan dia yang mengajukan pertunangan dan acara dadakan hari ini. Dari tadi aku mengikuti Soraya. Menuju mobilnya? Aku merasa tersinggung sebagai seorang laki-laki. "Apa?""Aku tidak mungkin bertemu dengan keluargamu seperti ini. Kurang pantas.""Terus? Kamu mau apa?""Aku yang akan memilihkan tempat unt
Raka menyerahkan tab yang sedari tadi diutak-atiknya. Benar tebakkanku. Soraya bukan sembarangan anak konglomerat biasa. Kedok mereka ada perusahaan telekomunikasi. Pantas saja perdagangan senjata mereka sudah tersebar di berbagai dunia. Dia bisa menjalankan kedua bisnis tanpa terendus. "Anak satu-satunya?"Berarti yang kita temui tadi bukanlah pemilik sesungguhnya. Bisa saja dia memang memimpin tapi di bisnis ilegal. Sedangkan Soraya mungkin saja tidak mengetahui apa-apa soal bisnis ilegal.Pertemuan aku dan Soraya terlalu janggal hanya untuk disebut sebagai kebetulan. Bahkan ada makna disetiap perkataannya. Coba saja kami bisa bertukar nomor ponsel atau sejenisnya mungkin aku bisa menghubunginya saat ini.Ha! Taman Hiburan. "Raka adakah Taman Hiburan di sekitar kota ini?""Ada, emangnya kenapa?" "Aku sudah membuat janji akan bertemu dengannya disana.""Dengan siapa?" Eva mengerutkan dahinya. Tentu saja dia kaget, selama ini segala jenis komunikasi tentang pekerjaan dia yang ha
Pukul dua belas malam.Aku sedang berdiri di balkon. Menunggu Soraya. Konyol memang berpikir malam ini dia juga akan bersenandung disini. Sepertinya itu dia. Suara langkah kakinya semakin mendekat. "Tuan Muda.""Genta?" Aku masih mencari Soraya di balik tubuh Genta. "Sedang menunggu seseorang?""Iya. Tapi mungkin dia tidak akan datang malam ini.""Siapa?" "Dia bilang salah satu pasien VVIP rumah sakit ini?" Aku masih melihat Genta kebingungan. Apa reaksinya akan sama dengan Raka. "Aku akan minta bantuan Raka untuk mencari tahu tentang itu." Genta mulai menyamankan diri, bersandar di balkon sambil menikmati pemandangan kota. Raka? Berdoa saja semoga dia tidak heboh dan membuat dirinya berada dalam masalah, karena diam-diam menemuiku di rumah sakit. "Tuan Muda, suatu saat nanti jika semuanya sudah tenang. Bolehkah saya pergi melihat dunia?""Tentu saja. Makannya aku tidak bisa menunda-nunda hal ini lebih lama." "Terima kasih Tuan Muda sudah mengizinkanku." Ada seulas senyuman
"Yakin?" Genta memandang orang yang mengantri di bandara. Jujur aku tidak percaya diri. Jadi aku ajak saja semuanya sekalian. Termasuk semua anak buah di pelabuhan. Dibantu oleh Eva, kami memesan khusus penerbangan umum hanya untuk perjalanan kami. Jet pribadi yang di miliki keluarga Theodora di Bali tidak mampu menampung penumpang sebanyak ini. Kami gunakan saja fasilitas umum yang dimodifikasi sedikit demi kenyamanan kami maupun penumpang lainnya. "Gunanya bawa anak buah segini banyak apa coba?" Genta kembali berkomentar. "Ya enggak apa-apa dong. Makin banyak orang makin seru perjalanan kita." Raka menimpali dengan ceria. "Aku rasa tumbal segini cukup untuk menyelamatkan kita di situasi genting." Sekarang giliran Evan yang angkat bicara. "Heh! Maksudnya tumbal apaan?" Mulai lagi. Raka dan Evan bertengkar. Disana juga semuanya sudah dikoordinasi dengan baik oleh Eva. Dia sangat berjasa untuk urusan seperti ini. Mungkin jika semuanya sudah selesai aku akan mengangkat Eva men